Anda di halaman 1dari 14

Pengertian Khitan

Khitan secara etiologi berasal dari bahasa Arab, yaitu khatana yang berarti memotong atau
mengerat. Namun jika dilihat secara terminologi yang diambil dari ensiklopedi Islam, khitan
bermakna memotong kulit yang menutupi zakar atau kemaluan laki-laki dan membuang bagian dari
kelentit atau jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva di bagian atas kemaluan
perempuan. Dalam agama Islam, khitan merupakan salah satu media pensucian diri dan bukti
ketundukan kita kepada ajaran agama. Dalam hadist Rasulullah s.a.w. bersabda:

Khitan dikenal di berbagai belahan dunia, seperti di benua Amerika, Australia, dan Afrika. Di
Indonesia, istilah khitan ini juga dikenal dengan istilah sunat. Kebiasaan sunat (khitan) ini telah
dilakukan sejak zaman prasejarah. Ini berdasarkan hasil pengamatan dari gambar-gambar di gua
yang berasal dari Zaman Batu dan makam Mesir purba.

Namun, alasan khitan ini pada masa itu belum diketahui secara jelas. Tetapi, beberapa pendapat
memperkirakan bahwa tindakan khitan ini merupakan bagian dari ritual pengorbanan atau
persembahan, tanda penyerahan pada Yang Mahakuasa, langkah menuju kedewasaan, tanda
kekalahan atau perbudakan, atau upaya untuk mengubah estetika atau seksualitas.

B. Sejarah Khitan dalam Islam

Seperti yang telah dibahas di atas, bahwa khitan merupakan perintah Allah swt. sejak masa Nabi
Ibrahim as. Sebagaimana hadits nabi:

Mengutip keterangan dari Injil Barnabas, Nabi Adam AS adalah manusia pertama yang berkhitan. Ia
melakukannya setelah bertobat kepada Allah dari dosa-dosa yang dilakukannya karena melanggar
larangan Allah untuk tidak memakan buah khuldi . Pada masa Babilonia dan Sumeria Kuno, yakni
sekitar tahun 3500 Sebelum Masehi (SM), mereka juga sudah melakukan praktik berkhitan ini. Hal ini
diperoleh dari sejumlah prasasti yang berasal dari peradaban bangsa Babilonia dan Sumeria Kuno.
Pada prasasti itu, tertulis tentang praktik-praktik berkhitan secara perinci. Begitu juga pada masa
bangsa Mesir Kuno sekitar tahun 2200 SM. Prasasti yang tertulis pada makam Raja Mesir yang
bernama Tutankhamun, tertulis praktik berkhitan di kalangan raja-raja (Firaun).

Tradisi khitan (sunat), disebutkan juga dalam Taurat yang berhubungan dengan janji Tuhan kepada
Ibrahim (nama aslinya Abram) . Khitan merupakan perjanjian Allah dan Ibrahim. Janji itu mengikat
pada Ibrahim dan keturunannnya. Nabi Ibrahim merupakan tokoh sentral. Dalam tradisi Yahudi,
Ibrahim adalah penerima perjanjian (kovenan) asli antara orang-orang Ibrani dengan Tuhan. Dalam
tradisi Kristen, Ibrahim merupakan Bapak Bangsa terkemuka dan penerima perjanjian formatif dan
orisinal dari Tuhan. Dalam tradisi Islam, Ibrahim merupakan contoh seorang pewarta yang memiliki
keyakinan tak tergoyahkan serta tokoh monotheisme yang kokoh; Ia seorang nabi dan pembawa
pesan Tuhan .
C. Khitan pada Perempuan dalam Pandangan Medis

Tradisi khitan anak perempuan barangkali sudah setua sejarah manusia itu sendiri, sebab ia
banyak ditemukan dalam sejarah agama–agama sebelum Islam, misalnya Yahudi dan sebagian
Kristen. Seiring dengan itu, para pemeluk agama ini meneruskan ritual itu hingga sekarang. Kendati
tak semua pemeluk agama melakukannya, karena khitan sendiri mengandung perdebatan di
dalamnya, tetap saja agama menjadi satu dorongan kuat untuk melakukannya.

Apa sebenarnya yang dilakukan pada khitan (sunat) bagi perempuan?. Banyak tipe khitan dan
sangat bermacam menurut budayanya. Di Indonesia barangkali paling ringan, sebab di tempat lain
menyunatnya bisa berlebihan dan menimbulkan luka berbahaya. praktik sunat perempuan yang
diserupakan dengan sunat pada laki-laki. Karena klitoris merupakan “kembaran” penis, maka kulit di
sekitar klitoris juga harus dibuang, seperti membuang preputium. Bahkan ada yang sampai
memotong klitorisnya itu sendiri. “memotong kulit di sekitar klitoris” (yang sejenis dengan
preputium pada penis) merupakan tipe paling ringan .

Khitan pada perempuan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu clitoridectomy dan infibulation.
Clitoridectomy dengan menghilangkan sebagian atau lebih dari alat kelamin luar yang termasuk di
dalamnya menghilangkan sebagian atau seluruh klitoris dan sebagian bibir kecil vagina (labia
minora). infibulation dengan menghilangkan seluruh klitoris serta sebagian atau seluruh labia minora
lalu labia minora dijahit dan hampir menutupi seluruh vagina.

Praktik Khitan di Indonesia Menurut dr. Tonang Dwi Ardyanto, dilakukan adalah membuat perlukaan
kecil pada daerah klitoris. Bahkan, banyak yang hanya mempraktikkan “sunat psikologis” dimana
khitan wanita dilakukan hanya sekadar penorehan sedikit (dengan) ujung jarum, sehingga keluar
setetes darah, dan orang tua pasien sudah puas. Bahkan kadang, seperti yang juga saya lakukan
selama bekerja di klinik Ibu-Anak dulu, hanya di”sandiwara”kan dengan meneteskan cairan
antiseptik sewarna darah, yang sekaligus diteruskan dengan pembersihan daerah sekitar klitoris.
Menurut pengalamannya, praktik khitan perempuan bukan hanya monopoli orang yang
berpendidikan rendah tapi juga dilakukan oleh keluarga muda, sarjana, bekerja dan hidup di
perkotaan. Mereka justeru bersemangat melakukan terhadap anaknya, bahkan meski mereka sendiri
di masa kecilnya tidak mengalaminya.

Jika WHO secara resmi tidak membolehkan praktik khitan pada perempuan, European Journal of
Obstetrics and Gynecology bulan Oktober 2004 lalu menganalisa bahwa usaha terbaik untuk
mengatasi praktik sunat perempuan harus berupa pendekatan yang non-direktif, sesuai dengan
kultur lokal dan dari banyak sisi (multi-factes). Wujudnya berfokus pada peranan kelompok
masyarakat itu sendiri dalam mensikapi praktik khitan dengan muaranya adalah munculnya
keputusan mandiri, bukan atas program dari luar. Pengalaman di beberapa negara menunjukkan
bahwa pendekatan legal-formal secara direktif justeru menimbulkan resistensi.

D. Manfaat Khitan

Di antara hikmah-hikmah khitan yang terkandung dari pelaksanaan khitan adalah


1. Khitan merupakan pangkal fitrah, syiar Islam dan syari’at

2. Khitan merupakan salah satu masalah yang membawa kesempurnaan ad-Din yang disyari’atkan
Allah swt. lewat lisan Nabi Ibrahim as. sebagaimana terdapat dalam QS. 16:123 yang berbunyi:

3. Khitan itu membedakan kaum muslimin daripada pengikut agama lain

4. Khitan merupakan pernyataan Ubudiyah terhadap Allah swt, ketaatan melaksanakan perintah,
hukum dan kekuasaannya

Berikut ini adalah sedikit faedah-faedah khitan menurut al-Hawani :

Pertama : Dengan memotong Qulfah atau kulup seorang anak, ia akan terbebas dari endapan yang
mnegandung lemak, dan lendir-lendir yang sangat kotor. Ini dapat menekan serendah mungkin
terjadinya peradangan pada kemaluan, dan proses pembusukan yang diakibatkan oleh endapan
lendir-lendir tersebut.

Kedua: Dengan terpotongnya Qulfah, batang kemaluan akan bebas dari kekangan semasa terjadi
ketegangan (ereksi)

Ketiga : Dengan khitan kemungkinan terserang penyakit kanker sangat kecil. Realitas menunjukan
penyakit kanker penis ternyata banyak diderita oleh orang yang tidak di khitan. Dan jarang sekali
menimpa bangsa-bangsa yang syariat agamanya memerintahkan agar pemeluknya berkhitan.

Keempat : Bila secepatnya mengkhitan sang anak, berarti kita telah menghindarkan dari kebiasaan
ngompol di tempat tidur. Penyebab utama anak mengompol ditempat tidur pada malam hari karena
qulfahnya terasa gatal dan keruh (tergelitik).

Kelima : Dengan khitan anak terhinar dari bahaya melakukan onani. Apabila qulfah masih ada, maka
lendir-lendir yang tertumpuk dalam gulfah, ini dapat merangsang syaraf-syaraf kemaluan dan
mengelitik ujung kemaluan yang merupakan daerah sensitif terhadap rangsangan (stimulus). Maka
dia akan sering menggaruknya. Bila hal ini terus berjalan sampai usia puber, maka dia akan semakin
sering mempermainkannya sehingga akhirnya kebiasaan itu meningkat pada onani.

Keenam : Para dokter mengatakan secara tidak langsung khitan berpengaruh pada daya tahan sek.
Oleh sebagian lembaga ilmiah pernah diadakan suatu sensus mengenai hal ini. Hasilnya menunjukan
bahwa orang yang berkhitan mempunyai kemampuan seks yang cukup lama dibandingkan orang
yang tidak dikhitan. Falh Gray juga menyatakan berdasarkan penelitiannya, orang yang khitan
memiliki ketahanan lebih lama dibanding orang yang tidak dikhitan dalam melakukan hubungan
suami istri (al-Halwani :46) versi lengkap.

E. Hukum Khitan Bagi Perempuan

Dalam fikih Islam, hukum khitan dibedakan antara untuk lelaki dan perempuan. Para ulama berbeda
pendapat mengenai hukum khitan baik untuk lelaki maupun perempuan.

Hukum khitan bagi perempuan telah menjadi perbincangan para ulama. Sebagian mengatakan itu
sunnah dan sebagian mengatakan itu suatu keutamaan saja dan tidak ada yang mengatakan wajib.
Perbedaan pendapat para ulama seputar hukum khitan bagi perempuan tersebut disebabkan
riwayat hadist seputar khitan perempuan yang masih dipermasalahkan kekuatannya.

Tidak ada hadist sahih yang menjelaskan hukum khitan perempuan. Ibnu Mundzir mengatakan
bahwa tidak ada hadist yang bisa dijadikan rujukan dalam masalah khitan perempuan dan tidak ada
sunnah yang bisa dijadikan landasan. Semua hadist yang meriwayatkan khitan perempuan
mempunyai sanad dlaif atau lemah.
Hadist paling populer tentang khitan perempuan adalah hadist yang berasal dariAnas bin Malik
radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah saw. bersabda kepada kepada Ummu ‘Athiyah (wanita
tukang khitan):

Abu Dawud juga meriwayatkan hadist serupa namun semua riwayatnya dlaif dan tidak ada yang
kuat. Abu Dawud sendiri konon meriwayatkan hadist ini untuk menunjukkan kedlaifannya. Demikian
dijelaskan oleh Ibnu Hajar dalam kitab Talkhisul Khabir.

Mengingat tidak ada hadist yang kuat tentang khitan perempuan ini, Ibnu Hajar meriwayatkan
bahwa sebagian ulama Syafi'iyah dan riwayat dari imam Ahmad mengatakan bahwa tidak ada
anjuran khitan bagi perempuan.

Sebagian ulama mengatakan bahwa perempuan Timur (kawasan semenanjung Arab) dianjurkan
khitan, sedangkan perempuan Barat dari kawasan Afrika tidak diwajibkan khitan karena tidak
mempunyai kulit yang perlu dipotong yang sering mengganggu atau menyebabkan
kekurangnyamanan perempuan itu sendiri.
Mazhab Syafi’I mewajibkan khitan perempuan layaknya khitan laki-laki dengan alasan kesucian kaum
wanita . Pada fatwa MUI tentang hukum pelarangan khitan terhadap perempuan adalah sebagai
upaya perlindungan terhadap hak perempuan untuk mengikuti ajaran Islam, menjaga kebersihan,
kesucian dan memelihara kesehatannya.

Berkata Imam Nawawi,”yang wajib bagi laki-laki adalah memotong seluruh kulit yang menutupi
kepala zakar sehingga kepala zakar itu terbuka semua. Sedangkan bagi wanita, maka yang wajib
hanyalah memotog sedikit daging yang berada pada bagian atas farji”. (Syarah Sahih Muslim 1/543,
Fathul Bari 10/340)
Barang kali pendapat yang paling moderat, paling adil, dan paling dekat pada kenyataan dalam
masalah ini adalah khitan ringan, seperti disebutkan dalam beberapa hadits-meskipun tidak sampai
derajat shahih-bahwa Nabi saw. Pernah menyuruh seorang perempuan yang berprofesi mengkhitan
wanita, sabda Nabi saw.
“Sayatlah sedikit dan jangan kau sayat yang berlebihan, karena hhal itu akan mencerahkan wajah
dan menyenangkan suami” .
Penutup
Kesimpulan

Hukum khitan (sunat) bagi perempuan, para ulama banyak yang berbeda pendapat. Ada ulama
yang melarang khitan bagi perempuan dengan alasan tidak adanya dalil yang kuat mengenai
permasalahan ini. Namun ada juga ulama yang menganjurkan khitan pada perempuan.

Penulis berpendapat mengenai masalah ini sebagaimana hadits nabi saw. Yang artinya “Khitan itu
disunnatkan (disyari’atkan) bagi laki-laki dan dimuliakan bagi kaum wanita (H.R. Ahmad). Dalam
hadits tersebut memang terdapat isyarat perintah bagi wanita untuk di khitan .

Wallahu ‘alam

Daftar Pustaka

Hasan, M. Ali.2003.Masail Fiqhiyah al-Haditsah.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sururin.http://www.fatayat.or.id/page.php?lang=id&menu=news_view&news_id=129). Diakses
pada tanggal 14 Desember 2012.

Harianto, Muhsin.Khitan (Sunat) Perempuan: Perspektif Budaya, Agama dan Kesehatan


.http://muhsinhar.staff.umy.ac.id/khitan-sunat-perempuan-perspektif-budaya-agama-dan-
kesehatan/ tanggal akses 14 desember 2012.
Anonim.Hukum Khitan Bagi Wanita. http://thisisgender.com/hukum-khitan-bagi-wanita/ Diakses
pada tanggal 17 Desember 2012
Anonim.Khitan Wanita dari Sudut Pandang Kesehatan. http://www.ilmukesehatan.com/67/khitan-
wanita-dari-sudut-pandang-kesehatan.html tanggal akses 14 desember 2012.
Anonim. Ulama Masih Pro dan Kontra Seputar Khitan
Perempuan www.hidayatullah.com/read/16047/25/03/2011/undefined, diakses pada tanggal 17
Desember 2012

Artikel.Khitan Bagi Wanita. http://muslimah.or.id/fikih/khitan-bagi-wanita.html/comment-page-1


Diakses pada tanggal 16 Desember 2012

Sehabuddin.Jalan Tengah Ditengah Pro-Kontra Sunat Perempuan.


http://hukum.kompasiana.com/2011/07/02/jalan-tengah-ditengah-pro-kontra-sunat-perempuan/
akses tanggal 14 desember 2012
Wicaksono,Adhi.Sejarah Khitan 2. , http://www.republika.co.id/berita/dunia-
islam/khazanah/12/08/28/m9g14i-sejarah-khitan-2 diakses pada tanggal 21
Anonim. Khitan dalam Tinjauan Syari’ah, Psikologi dan Medis.
http://groups.yahoo.com/group/masjid_annahl/message/6. Diakses pada tanggal 25 Oktober 2012.
Nawawi. Skripsi: Khitan Menurut Pandangan Kristiani dan Muslim. Fakultas Ushuluddin Jurusan
Perbandingan Agama Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.2009.
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang.
Dr Bertran Auvret dari Universitas Versailes, Prancis, dan koleganya di Arika
Selatan meneliti lebih dari 15% pria yang sudah dikhitan dan 22% pria pria yang belum
dikhitan terinfeksi virus HIV atau virus papiloma manusia ( human papiloma virus/ HPV )
yang menyebabkan kanker serviks. Mereka melaporkan, khitan dapat menghindarkan laki-
laki dari ancaman virus HIV yang menular lewat hubungan seksual.
Lebih 33 juta orang di seluruh dunia terinfeksi AIDS, yang belum ada obat dan
vaksinnya. HIV juga merupakan infeksi yang paling banyak disalurkan lewat hubungan
seksual, dengan korbannya di AS sekitar 20 juta orang. Infeksi itu dapat berkembang menjadi
kanker serviks yang memakan korban sekitar 200 ribu wanita setiap tahunnya.1[1]
Oleh karena itu, betapa pentingnya khitan dalam kehidupan, tidak hanya untuk
agama, tetapi juga untuk kesehatan.
2. Rumusan Masalah.
1) Pengertian khitan.
2) Khitan bagi laki-laki.
3) Khitan bagi perempuan.
4) Hukum-hukum khitan.

BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Khitan
Saat buah hati bertambah usia, bertambah besar pula harapan ayah bunda pada
dirinya. Ingin rasanya melihat sang permata tumbuh dalam didikan kesalehan. Datang
saatnya sang anak menyaksikan tegaknya syariat pada dirinya. Tiba waktunya untuk
melaksanakan khitan.

Tak kan asing telinga mendengar istilah khitan, walaupun kadang diungkapkan
dengan kata lain, seperti sunatan, tetakan, atau yang lainnya. Bahkan sudah lazim
mengadakan “pengantin sunat” yang telah teranggap sebagai adat di tengah masyarakat.
Dengan arak-arakan yang memajang anak yang dikhitan di atas kuda yang berhias, dengan
menggelar pertunjukan wayang semalam suntuk, atau memandikan si anak dengan air “bunga
setaman” untuk menolak bala, ataupun acara lain yang “khas” di setiap daerah padahal itu
bukan dari syariat Islam. Dan sebagaiamana pengertian khitan adalah memotong kulit yang
menutupi kepala penis (bagi laki-laki), dan memotong daging lebih clitoris (bagi perempuan).
Atau Khitan merupakan sesuatu yang difithrahkan untuk manusia . Sebagaimana sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda : Artinya : Fithrah itu ada lima : Khitan ,
mencukur rambut kemaluan ,mencabut bulu ketiak , memotong kuku , dan memotong kumis .
( HR. Al-Bukhary Muslim )

Sesungguhnya khitan adalah bagian dari syariat Islam yang dibawa oleh Rasulullah
n. Oleh karena itu, segala yang berkaitan dengan khitan, baik menyangkut pelaksanaan khitan
maupun hal-hal lain seputar pelaksanaannya, semestinya berjalan pula di atas syariat.

2. Khitan Bagi Laki-Laki.


Khitan pada anak laki-laki dilakukan dengan cara memotong kulup
(qalfah/preputium) atau kulit yang menutupi ujung zakar. Minimal menghilangkan apa yang
menutupi ujung zakar, dan disunnahkan untuk mengambil seluruh kulit di ujung zakar
tersebut. Setelah mengetahui tata cara khitan, barangkali masih menyimpan permasalahan
yang berkaitan dengan waktu pelaksanaannya. Haruskah menunggu sampai si anak mencapai
baligh, ataukah justru harus dilakukan pada waktu-waktu yang telah ditentukan?

Sepupu Rasulullah n, ‘Abdullah bin ‘Abbas c pernah ditanya, “Sebesar siapa engkau ketika
Nabi n wafat?” Beliau pun menjawab :

“Ketika itu aku telah dikhitan.” Beliau juga berkata, “Mereka tidak mengkhitan seseorang
kecuali setelah mencapai baligh.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 6299)
Al-Imam al-Mawardi t menjelaskan, untuk melaksanakan khitan ada dua waktu,
waktu yang wajib dan waktu yang mustahab (sunnah). Waktu yang wajib adalah ketika
seorang anak mencapai baligh, sedangkan waktu mustahab sebelum baligh. Boleh pula
melakukannya pada hari ketujuh setelah kelahiran. Juga disunnahkan untuk tidak
mengakhirkan pelaksanaan khitan dari waktu mustahab kecuali karena ada uzur. (Fathul Bari,
10/355)

Dijelaskan pula masalah waktu pelaksanaan khitan ini oleh Ibnul Mundzir t. Beliau
mengatakan, “Tidak ada larangan yang ditetapkan oleh syariat yang berkenaan dengan waktu
pelaksanaan khitan ini. Juga tidak ada batasan waktu yang menjadi rujukan dalam
pelaksanaan khitan tersebut, begitu pula sunnah yang harus diikuti. Seluruh waktu
diperbolehkan. Tidak boleh melarang sesuatu kecuali dengan hujjah. Kami juga tidak
mengetahui adanya hujjah bagi orang yang melarang khitan anak kecil pada hari ketujuh.”
(Dinukil dari al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 1/352)

Yang juga tak lepas dari kaitan pelaksanaan khitan ini adalah masalah walimah
khitan. Sebagaimana yang lazim di tengah masyarakat, setelah anak dikhitan, diundanglah
para tetangga untuk menghadiri acara makan bersama. Mungkin sebagian orang akan
bertanya-tanya, bolehkah yang demikian ini diselenggarakan?

Al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani t menyebutkan di akhir-akhir “bab Walimah”


pada Kitab an-Nikah dalam syarah beliau terhadap kitab Shahih al-Bukhari tentang
disyariatkannya mengundang orang-orang untuk menghadiri walimah dalam khitan. Beliau
juga menyebutkan bahwa riwayat dari ‘Utsman bin Abil ‘Ash z yang menyatakan:

“Kami tidak pernah mendatangi walimah khitan semasa Rasulullah n dan tidak pernah
diadakan undangan padanya.”

Mungkin masih tersisa pertanyaan di benak ayah dan ibu, manakala mengingat buah
hatinya menanggung rasa sakit, bolehkah memberikan hiburan kepadanya. Dikisahkan oleh
Ummu ‘Alqamah:

“Anak-anak perempuan saudara laki-laki ‘Aisyah dikhitan, maka ditanyakan kepada


‘Aisyah, ‘Bolehkah kami memanggil seseorang yang dapat menghibur mereka?’ ‘Aisyah
mengatakan, ‘Ya, boleh.’ Maka aku mengutus seseorang untuk memanggil ‘Uda, lalu dia pun
mendatangi anak-anak perempuan itu. Kemudian lewatlah ‘Aisyah di rumah itu dan
melihatnya sedang bernyanyi sambil menggerak-gerakkan kepalanya, sementara dia
mempunyai rambut yang lebat. ‘Aisyah pun berkata, ‘Cih, setan! Keluarkan dia, keluarkan
dia!’.” (Dihasankan oleh asy-Syaikh al-Albani dalam Shahih al-Adabul Mufrad no. 945 dan
dalam ash-Shahihah no. 722)

Atsar dari Ummul Mukminin ‘Aisyah x ini menunjukkan disyariatkannya


memberikan hiburan kepada anak yang dikhitan agar dia melupakan sakit yang dirasakannya.
Bahkan ini termasuk kesempurnaan perhatian ayah dan ibu kepada sang anak. Akan tetapi,
tentu saja hiburan tersebut tidak boleh berlebih-lebihan sebagaimana dilakukan oleh sebagian
orang, seperti menggelar nyanyian, menabuh alat-alat musik, dan selainnya yang tidak
ditetapkan oleh syariat. (Ahkamul Maulud, 113—114)

Semua ini tentu tak kan luput dari perhatian ayah dan ibu yang ingin membesarkan
buah hatinya di atas ketaatan kepada Allah l dan Rasul-Nya n. Mereka berdua tak akan
membiarkan sekejap pun dari perjalanan hidup mutiara hati mereka, kecuali dalam bimbingan
agamanya.

3. Khitan bagi wanita.


khitan bagi perempuan adalah memotong sedikit kulit (selaput) yang menutupi ujung
klitoris (preputium clitoris) atau membuang sedikit dari bagian klitoris (kelentit) atau
gumpalan jaringan kecil yang terdapat pada ujung lubang vulva bagian atas kemaluan
perempuan. Khitan bagi laki-laki dinamakan juga I’zar dan bagi perempuan disebut
khafd.2[2]

Bagi wanita fungsi khitan adalah (di antaranya) untuk menstabilkan rangsangan
syahwatnya. Jika dikhitan terlalu dalam bisa membuat dia tidak memiliki hasrat sama sekali,
sebaliknya, jika kulit yang menonjol ke atas vaginannya (Klitoris) tidak dipotong bisa
berbahaya, karena kalau tergesek atau tersentuh sesuatu dia cepat terangsang. Maka
Rasululloh Shallallahu alaihi wa Salam bersabda kepada tukang khitan wanita (Ummu
A'Thiyyah), yang artinya: "Janganlah kau potong habis, karena (tidak dipotong habis) itu
lebih menguntungkan bagi perempuan dan lebih disenangi suami." (HR: Abu Dawud)

Mengenai khitan bagi wanita ini memang kurang dikenal oleh sebagian besar
masyarakat kita, namun semoga saja melalui informasi ini, kita mulai mengamalkannya dan
bagi muslimah dengan profesi medis mulai mempelajari atau mendalami hal ini sehingga
membantu umat Islam dalam melaksanakan khitan bagi kaum wanita, sehingga jangan
sampai yang mengkhitan muslimah yang baligh adalah para lelaki.

Sebuah kekhawatiran apabila tidak di khitan bagi wanita adalah akan menyebabkan
menjadi salah satu pendorong dia menjadi lesbian. Maka dari itu Islam memerintahkan agar
menstabilkan syahwatnya dengan cara khitan

4. Hukum khitan.
1) Ulama-Ulama Yang Mengatakan Wajib
Imam Nawawi (al-Majmu’ (1/301) mengatakan bahwa jumhur atau mayoritas ulama
menetapkan khitan itu wajib bagi laki-laki dan perempuan. Imam Nawawi menekankan
bahwa jumhur itu mewakili mazhab Syafi’i, Hanabilah dan sebagian Malikiah. Pendapat ini
turut didukung oleh Syaikh Muhammad Mukhtar al-Syinqithi (ahkamul Jiraha wa Tibbiyah
(168)) dan salafi Syam pimpinan al-Albani.

Kalau menurut Imam Ibn Qudamah (al-Mughni 1/85) malah lain lagi. Menurut
beliau jumhur menetapkan bahwa khitan wajib bagi laki-laki tapi dianjurkan (mustahab) bagi
perempuan. Imam Qudamah malah mendakwa bahwa jumhur itu mewakili sebagian
Hanbilah, sebagian Maliki dan Zahiri. Pendapat Ibn Qudamah disetujui oleh Syaikh Ibn
Uthaimiin.3[3]

Disini kita bisa melihat bahwa istilah jumhur (mayoritas) itu sendiri tidak sama antara Imam
Ibn Qudamah dan Imam Nawawi.

Dalil-dalil yang mereka pakai untuk menyatakan bahwa khitan itu hukumnya wajib adalah
sebagai berikut.

a. Dalil dari Al’Quran


a) Dan (ingatlah), ketika Ibrahim diuji Tuhannya dengan beberapa kalimat (perintah dan
larangan), lalu Ibrahim menunaikannya (Al’Quran 2:124). Menurut Tafsir Ibn Abbas, khitan
termasuk ujian ke atas Nabi Ibrahim dan ujian ke atas Nabi adalah dalam hal-hal yang wajib
(al-Fath, 10:342).

b) Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama Ibrahim seorang yang
hanif” dan bukanlah dia termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan (Al’Quran
16:123). Menurut Ibn Qayyim (Tuhfah, 101), khitan termasuk dalam ajaran Ibrahim yang
wajib diikuti sehingga ada dalil yang menyatakan sebaliknya.

b. Dalil Hadith
a) Dari Utsaim bin Kulaib dari ayahnya dari datuknya, bahwa dia datang menemui RasuluLlah
S.A.W dan berkata, “Aku telah memeluk Islam. Maka Nabi pun bersabda, “Buanglah darimu
rambut-rambut kekufuran dan berkhitanlah.” [HR Ahmad, Abu Daud dan dinilai Hasan oleh
al-Albani]. Hadith ini dinilai dha’if oleh manhaj mutaqaddimin.

b) Dari az-Zuhri, bahwa Nabi saw bersabda, “Barangsiapa masuk Islam, maka berkhitanlah
walaupun sudah dewasa.” Komentar Ibn Qayyim yang memuatkan hadith di atas dalam
Tuhfah, berkata walaupun hadith itu dha’if, tapi ia dapat dijadikan penguat dalil.

c. Atsar Salaf
a) Kata Ibn Abbas, ” al-Aqlaf (orang belum khitan) tidak diterima solatnya dan tidak dimakan
sembelihannya.” (Ibn Qayyim, Tuhfah) dalam versi Ibn Hajar “Tidak diterima syahadah,
solat dan sembelihan si Aqlaf (org belum khitan)”.

Itulah dalil-dalil yang dipegang oleh mayoritas fuqaha yang menyatakan khitan itu wajib.

2) Ulama-Ulama Yang Mengatakan Sunnat


Pendapat ini didukung oleh Hanafiah dan Imam Malik. Syeikh al-Qardhawi
menyetujui pendapat ini dan berkata, “Khitan bagi lelaki cuma sunnah syi’ariyah atau sunnah
yang membawa syi’ar Islam yang harus ditegakkan. Ini juga pendapat al-Syaukani. (Fiqh
Thaharah)

a. Dalil Hadith
a) Dari Abu Hurayrah ra: “Perkara fitrah ada lima: berkhitan….” (Sahih Bukhari-Muslim).
Oleh kerana khitan dibariskan sekali dengan sunan alfitrah yang lain, maka hukumnya adalah
sunat juga. (al-Nayl oleh Syaukani).

b) “Khitan itu sunnah bagi kaum lelaki dan kehormatan bagi kaum wanita.” (HR Ahmad,
dinilai dha’if oleh mutaqaddimin dan mutaakhirin seperti al-Albani). Jika hadith ini sahih
barulah isu hukum wajib dan sunat dapat diselesaikan secara muktamad. Sayangnya hadith
yang begini jelas adalah dha’if.

Jadi pendapat mana yang lebih rajih? Wajib atau sunat?

Pendapat paling kuat adalah sunat seperti yang ditarjih oleh al-Qardhawi dalam Fiqh
Thaharah. Ini kerana millat Ibrahim itu tidak ditujukan kepada kita. Sedangkan hadith-hadith
sahih dalam Bukhari-Muslim lebih menjurus kepada hukum sunnat bukan wajib. Dengan itu
pendapat minoriti yaitu Hanafi lebih diungguli.

Walaupun syeikh Al-Qardhawi berpendapat sunnah, tapi menurut beliau khitan


merupakan sunnah yang harus ditegakkan untuk membedakan antara Muslim dan non-
Muslim. Ini beliau tegaskan dalam buku beliau yang berjudul Fiqh Thaharah hal. 171:

Madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat khitan adalah sunnah dikalangan laki-laki
bukan wajib. Namun ia termasuk sunnah fitrah dan salah satu syiar Islam. Maka jika ada satu
negeri yang dengan sengaja meninggalkannya, orang-orang di tempat itu wajib untuk
diperangi oleh imam kaum muslimin. Sebagaimana jika ada sebuah negeri yang dengan
sengaja meninggalkan adzan. Yang mereka maksud adalah sunnah-sunnah syiar yang
dengannya kaum muslimin berbeda dengan kaum lain.

Beliau mengatakan bahwa khitan sebagai sunnah syi’ariyah sebenarnya lebih


mendekati wajib dimana orang yang meninggalkannya harus diperangi.

Kalau kita perhatikan, kedua-dua pendapat itupun menyuruh untuk bersunat. Cuma
dalam implementasinya agak sedikit berbeda terutama kalau dakwah yang berhubungan
dengan non-Muslim. Bagi non-Muslim yang tertarik masuk Islam, menurut pendapat yang
mengatakan wajib sunat, non-Muslim itu harus sunat dulu. Ini yang menyebabkan mereka
ketakutan, dan takut masuk Islam.

Tapi kalau memakai pendapat bahwa sunat itu adalah sunnah yang harus ditegakkan
tapi bukan wajib, maka non-Muslim itu tidak dipaksa untuk sunat dulu sebelum masuk Islam.
Berikan waktu baginya untuk belajar Islam terlebih dahulu. Pada suatu saat, setelah
mengetahui hukum khitan dan tata cara khitan yang modern yang tidak menyakitkan, maka
non-Muslim yang telah menjadi Muslim itupun tergerak untuk berkhitan.

Jadi menurut Syeikh Dr. Yusuf al-Qhardawi lagi, bahwa pandangan yang
mengatakan bahwa khitan itu wajib bisa jadi merupakan pendapat yang terlalu keras bagi
orang-orang yang masuk Islam. Beliau menceritakan pembicarannya dengan seorang mentri
agama Indonesia dulunya:

Mentri Agama Republik Indonesia pernah mengatakan kepada saya, saat saya untuk
pertama kalinya mengadakan kunjungan ke negeri itu pada tahun tujuh puluhan di abad dua
puluh; Sesungguhnya ada banyak suku di Indonesia yang akan masuk Islam. Kemudian
setelah pemimpin mereka datang menemui pimpinan agama Islam untuk mengetahui apa
yang seharusnya dilakukan dalam ritual agama Islam agar mereka bisa masuk dalam agama
Islam. Maka jawaban yang diberikan oleh pemimpin agama Islam saat itu tak lain adalah
dengan mengatakan: Hal pertama kali yang harus dilakukan adalah hendaknya kalian semua
harus dikhitan! hasilnya mereka sangat ketakutan akan terjadinya penyunatan massal
berdarah dan mereka berpaling dari Islam. Akibatnya kaum muslimin mengalami kerugian
yang besar dan mereka tetap menganut paham animisme. Ini karena madzhab yang mereka
pakai adalah madzhab Imam Asy-Syafi’i, satu madzhab yang keras dalam masalah
khitan.4[4]

BAB III
PENUTUP

1. Kesimpulan.
Khitan secara bahasa diambil dari kata (‫ ) ختن‬yang berarti memotong. Sedangkan al-
khatnu berarti memotong kulit yang menutupi kepala dzakar dan memotong sedikit daging
yang berada di bagian atas farji (clitoris) dan al-khitan adalah nama dari bagian yang
dipotong tersebut.

Selain sebagai menjalankan syariat islam sebagaimana yang kita ketahui, khitan
disini sangat berguna bagi kesehatan, salah satunya sebagai pencegah dari terjangkitnya
penyakit yang sangat bahaya, yaitu HIV AIDS yang mungkin sangat sulit untuk sembuh.

Anda mungkin juga menyukai