Anda di halaman 1dari 31

Tugas Terstruktur Dosen Pengampu

Pendidikan Akidah Muhammad Thoriqularif, M. Pd. I

KHURAFAT, TAHAYUL, PERBUATAN DOSA,


FASIK DAN TAWASUL

Disusun Oleh kelompok 9 :

Auliya Fathul Jannah : 21.01.11.1781


Muhammad Fikri : 21.01.11.1767
Umi Hanik Fadhilah : 21.01.11.1783

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-FALAH FAKULTAS


TARBIYAH DAN KEGURUAN PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM REGULER
BANJARBARU
2022
KATA PENGANTAR

‫الر ِح ْيم‬ َّ ‫بِ ْس ِم اللَّه‬


َّ ‫الر ْح َم ِن‬
Puji syukur selalu tercurah kehadirat Allah Swt., karena hanya kepada-Nyalah
kita persembahkan segala bentuk pujian. Dia telah memberikan kita beribu-ribu
nikmat yang tak terhitung jumlahnya. Sehingga dengan iringan rahmat dan
hidayah Allah Swt., lah, pembuatan karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan tepat
waktu.
Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar
Muhammad Saw. Karena dari beliaulah kita semua bisa mengetahui hukum-
hukum Allah Swt., sehingga kita bisa membedakan diantara perkara yang hak dan
yang batil dan perkara yang halal dan haram serta bisa mengetahui perkara yang
diridhai dan dimurkai Allah Swt.
Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini memang jauh dari kata
kesempurnaan, maka sudilah kiranya siapa saja yang membaca karya tulis ilmiah
ini dan saran bagi para pembaca sangat terbuka lebar demi kemajuan akan suatu
karya sastra ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga karya tulis ilmiah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua. Aamiin

Banjarmasin, Desember 2022

Kelompok 9

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................................
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang1
B. Rumusan masalah 3
C. Tujuan penulisan 3
BAB II : PEMBAHASAN
A. Khurafat 4
B. Tahayul 9
C. Perbuatan dosa 12
D. Fasik 15
E. Tawasul 19
BAB III : PENUTUP
A. Simpulan 24
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dikala modernisasi menerpa umat Islam, pemikiran masyarakat juga semakin
maju seiring dan bertepatan dengan peredaran zaman. Sehingga perkara-
perkara yang asalnya merupakan amalan yang biasa dilakukan di mana
terdapat dalil-dalil mengenainya, mula dipandang sebagai satu perbuatan yang
sesat dan bertentangan dengan akidah Islam bahkan lebih payah dituduh
sebagai bid’ah yang sesat. Isu khurafat memang menjadi isu yang tidak pernah
luput ditelan zaman, seiring perkembangan pasca modern, kemajuan yang
pesat serta perkembangan ilmu secara global. Di balik kepesatan itu sebagian
individu mencari jalan pintas untuk mengisi kekosongan jiwa mencari
kebenaran. Inilah yang sering membawa mereka ke lorong yang menyimpang
dari pada ajaran Islam yang benar Timbulnya kepercayaan atau sikap khurafat
ini dikarenakan masih kurangnya terapan ilmu agama dalam kehidupan sehari-
hari, sekalipun masyarakat banyak memiliki ilmu agama namun bila tidak ada
pengamalan atau praktik dalam kehidupan maka yang akan terjadi adalah
kesalahan dalam hal aqidah, kadang meskipun tahu jika perbuatan itu salah,
namun tetap dilakukan, itu karena keimananya sangat lemah, sehingga rasa
takut pada Allah SWT sangatlah kurang. Mayoritas umat Islam pada jaman ini
yang ternyata salah dalam memahami hakikat sebenar bertawassul.
Sesungguhnya tawassul adalah bertawajjuh yaitu menghadapkan permohonan
kepada Allah SWT., dalam doanya dengan kedudukan atau kemulian
seseorang Nabi atau seseorang hamba yang saleh karena tawassul merupakan
sunnah Hakikat keperluan bertawassul ini adalah sebagai wasilah yaitu
merupakan jalan bagi mendapatkan sesuatu yang diperlukan dengan memohon
melalui perantaraan para Nabi, para malaikat, wali, ulama’ dan orang-orang
saleh, baik mereka masih hidup maupun telah meninggal dunia. Ia juga adalah
penghubung yang menjadi sebab kepada kita mendekatkan diri kepada Allah

1
SWT. Pada masa Nabi Muhammad SAW, umat Islam selalu bersama-sama
dalam menjalankan agama, termasuk di bidang akidah. Kalau ada hal-hal yang
tidak puas atau hal-hal yang diperselisihkan di antara para sahabat, mereka
mengembalikan persoalannya kepada Nabi, maka penjelasan Nabi itulah yang
kemudian menjadi pegangan dan ditaatinya. Manusia pada dasarnya
memerlukan suatu bentuk kepercayaan kepada kekuatan gaib. Kepercayaan itu
akan melahirkan tata nilai guna menompang budaya hidupnya. Nilai-nilai itu
kemudian melembaga dalam tradisi-tradisi yang diwariskan turun temurun dan
mengikat anggota masyarakat yang mendukungnya, karena itu tradisi itu
sangat sulit berubah dan walaupun berubah sangat lambat. Manusia adalah
makhluk yang dinamis yang dapat berubah dari waktu ke waktu.Manusia
diberikan suatu pilihan didalam kehidupan untuk menjadi individu yang
berada dijalan yang benar atau berada dijalan keburukan. Namun pastinya
semua orang berharap berada dijalan kebaikan walaupun pada kenyataan
banyak manusia yang masih berada dijalan keburukan..Menurut Al-Ghazali
menyatakan taubat merupakan bentuk tindakan dari akhlak dan kewajiban
manusia tehadap Allah SWT karena pada dasarnya manusia tidak lepas dari
perbuatan dosa.Oleh karena itu manusia harus bertaubat diwajibkan untuk
melepaskan atau membersihkan dari maksiat dan dosa agar menjadi manusia
yang bersih dan suci kembali dari dosa sehingga berada di jalan Allah SWT.
Al-Qur’an merupakan kalam Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad Saw, dan yang membacanya adalah ibadah. Al-Qur’an adalah
kitab suci yang mulia, tidak ada satu kitab suci pun di dunia ini yang
mendapat perhatian banyak orang dan sedemikian serius melebihi kitab suci
Al-Qur’an. Kalam Allah Swt yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw
ini dikaji dari banyak segi, tidak hanya tertuju kepada hal-hal yang global dan
umum, tapi juga rincian persoalan secara lengkap. Salah satunya adalah
perbuatan fasiq, Perbutan fasiq pertama kali dilakukan oleh golongan jin.
Menurut Al-Tabari, golongan jin ini melakukan kefasikan karena
kesombongannya dan durhaka terhadap perintah Allah Swt. Ketika Adam
diciptakan Allah Swt memerintahkan para malaikat dan golongan jin ( iblis )

2
ini untuk bersujud kepada Adam, tetapi dari golongan jin tidak mau bersujud
karena dari golongan jin merasa derajatnya lebih tinggi. Jin diciptakan dari api
sedangkan Adam diciptakan dari tanah. Kemudian Allah Swt melaknatnya
dengan menunda umurnya dan dimasukkan kedalam neraka.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu khurafat?
2. Apa saja contoh khurafat dalam kehidupan?
3. Apa itu Tahayul?
4. Apa saja macam-macam tahayul?
5. Bagaimana pengaruh tahayul pada masyarakat?
6. Apa saja macam-macam dosa?
7. Apa saja sebab-sebab terjadinya prilaku fasik?
8. Bagaimana bentuk tawasul yang sesuai dengan Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Agar dapat mengetahui tentang khurafah
2. Agar dapat mengetahui contoh-contoh khurafat
3. Agar dapat mengetahui tentang tahayul
4. Agar dapat mengetahui macam-macam tahayul
5. Agar dapat mengetahui pengaruh tahayul pada masyarakat
6. Agar dapat mengaetahui macam-macam dosa
7. Agar dapat mengetahui sebab-sebab terjadinya prilaku fasik
8. Agar dapat mengetahui bentuk twasul yang sesuai dengan Islam

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Khurafat
a. Pengertian Khurafat
Khurafat, menurut Ibnul Mandzur Khurafat adalah berita yang
dibumbuhi dengan kedustaan. Masyarakat menyebut, ‘Beritanya khurafat’
Kemudian beliau menyebutkan latar belakang istilah ini, dijelaskan oleh
Ibnul Kalbi tentang pernyataan masyarakat, “Beritanya khurafat” bahwa
Khurafat adalah nama orang dari Bani Udzrah atau Bani Juhainah, dia
pernah di culik Jin kemudian kembali ke kampungnya. Setelah itu, dia
bercerita banyak tentang berbagai kejadian yang dia lihat, sehingga banyak
orang terheran-heran. Sampai mereka tidak percaya dan menganggap
Khurafat berdusta. Akhirnya jadi terkenal di tengah masyarakat,
“Beritanya Khurafat.1 ”Khurafat’ ialah ajaran yang bukan-bukan, atau
karut, dongeng dan tahayul ‘al-khurafat’ juga bermaksud cerita bohong,
dongeng dan tahayul atau sesuatu yang tidak masuk akal. Khurafat juga
berati Semua kepercayaan, keyakinan atau kegiatan yang tidak memiliki
dasar atau bersumber daripada ajaran agama tetapi diyakini bahwa hal
tersebut berasal dan memiliki dasar daripada agama.
Merujuk kepada etimologi, ternyata khurafat berasal dari bahasa
Arab kharafa-yakhrifu-kharfan-khurafatan. Pada bahasa Inggrisnya
merujuk kepada supersition atau supertitio dalam bahasa Latinnya yang
membawa maksud sesuatu yang dipetik, atau cerita bohong dongeng dan
tahayul atau sesuatu hal yang tidak masuk akal atau sesuatu yang dusta
tetapi menarik. Menurut aspek terminologinya berarti lemah akal karena
tua atau orang yang rusak akalnya.2 Mendefinisikan khurafat ialah cerita-

1
Shalul Hamid Bin Seeni. Khurafat Dalam Persepektif Al-Qur’an Dan Hadist. (Pulau Pinang, Jabatan
Mufti, 2015), h. 4
2
Irsyad, Doktrin Khurafat Pemahaman Menurut Perspektif, Alquran Dan Hadist, (Malaya: Zainora
Daud, 2016), h. 946

4
cerita yang mempersonakan yang dicampur adukan dengan pekara dusta,
khayalan, ajaran-ajaran, pantang larang, adat istiadat, ramalan, pemujaan
atau kepercayaan yang amat bertentangan dengan ajaran Islam. Semua
pekara yang berkaitan perlu dijauhi oleh semua orang Islam, kerana ia
merupakan dosa. tegasnya, khurafat adalah amalan atau fahaman atau
tingkah laku atau perbuatan yang bercanggah dengan aqidah dan syariah
Islam. Oleh itu khurafat boleh diketagorikan sebagai ajaran sesat.3
Menurut Hussin ‘Abdul Wahid, khurafat adalah perkara yang
saling bersilih ganti dengan dongeng yang asasnya tidak wujud. Khurafat
adalah merupakan dongeng yang berubah-ubah yang dikhayalkan dan
digambarkan oleh masyarakat sebagai makhluk halus yang boleh berubah
kepada menyerupai sesuatu. Sesuatu gambaran yang dikhayalkan berdasar
realiti semasa atau identiti masyarakat setempat Hal Bin Yaqdzan
berpandangan khurafat berlaku atas sebab manusia yang sifatnya inginkan
motivasi dan memerlukan kekuatan dalam menjalani kehidupan.
Komponen yang penting kewujudan khurafat ini adalah dari generasi
berpindah ke generasi seterusnya dengan versi yang sama akan tetapi
ditambah dengan penyelewengan yang semakin berkembang.4 Ali Mahfuz,
seorang ahli teologi Islam, mendefinisikan khurafat adalah sesuatu yang
tidak dapat diterima oleh akal yang sehat. Orang yang membawa hal-hal
yang bersifat khurafat biasanya suka memutar balikkan fakta, memberikan
hal-hal yang bersifat dusta dan menonjolkan hal-hal yang batil. 5 Al-Sheikh
‘Ali Mahfuz menjelaskan bid’ah aqidah (khurafat) sebagai kepercayaan
kepada sesuatu perkara yang menyalahi ajaran Rasulullah SAW. (Ali
Mahfuz) mengatakan, setiap individu perlu memahami secara jelas dan
tidak memandang remeh perkara bid’ah agar tidak terjerumus ke dalam
khurafat.6

3
Shalul Hamid Bin Seeni, Khurfat Dalam Perspektif al Qur’an, … hal. 4
4
Irsyad, Dokrin Khurafat Pemahaman Menurut Perspektif,… hal. 946
5
Jakim, Garis Panduan Khurafat dan Azimat (Kuala Lumpur: Jabatan Kemajuan Islam Malaysia,
1997), h. 8
6
H. Djarnawi Hadi Kusuma. (T.T) Ahli Sunnah Wal-Jamaah, Bid’ad Dan Khurafat,, (Percetakan
Persatuan Yogyakarta), h. 19

5
b. Nama lain khurafat
Istilah lain dari khurafat diantaranya Takhayyul, Tathayyur, Syubhat
dan lain-lain. Di zaman Nabi SAW, ada yang dikenal dengan nama
‘Adwa, Thiyarah, Hamah, Shofar, Nau’ dan Ghul. Berikut ini pengertian
dari nama-nama lain dari khurafat :
1. Adwa
Adwa adalah penjangkitan atau penularan penyakit di zaman
jahiliyyah mereka beranggapan bahwa penyakit berjangkit atau
menular dengan sendirinya tanpa kehendak dan taqdir Allah SWT.
2. Thiyarah
Thiyarah adalah merasa bernasib sial atau meramal nasib buruk
(menganggap firasat jelek) karena melihat sesuatu seperti melihat
burung, mendengar suara binatang, melihat bintang, pecahnya barang
perabotan, panasnya cincin yang dibuat jadi jimat, bergetarnya keris di
dalam sarungnya, melihat garis tangan, menghubungkan angka,
tanggal lahir dan lain-lain sebagainya.
3. Hamah
Hamah adalah jenis burung yang keluar pada malam hari seperti
burung hantu dan lainnya. Orang-orang jahiliyyah merasa bernasib sial
kalau melihat burung hantu, apabila ada burung hantu hinggap diatas
rumah salah seorang diantara mereka, dia merasa bahwa burung itu
membawa berita kematian dirinya atau salah satu dari anggota
keluarganya.
4. Shafar
Shafar adalah bulan kedua dalam tahun Hijriyyah, orang-orang
jahiliyyah beranggapan bahwa bulan ini membawa nasib sial atau tidak
menguntungkan, dan termasuk didalamnya ada hari, atau tanggal yang
tidak baik.
5. Nau’

6
Nau’ adalah terbit atau teggelamnya suatu bintang. Orang-orang
jahiliyyah menisbahkan (menjadikan sebab) akan turunnya hujan
kepada bintang ini dan bintang itu.
6. Ghul
Ghul adalah hantu jenis jin atau setan. Dulu orang Arab beranggapan
bahwa ghul menampakkan diri kepada manusia di padang pasir dan
dapat berubah-ubah bentuk serta mereka yakin bahwa ghul dapat
meyesatkan mereka (orang arab) dalam perjalanan lalu membinasakan
mereka.
c. Sebab-sebab terjadinya Khurafat
1. Kejahilan
Inilah faktor utama kenapa manusia sanggup melakukan amalan-
amalan khurafat dan syirik, sebab itulah Islam amat menitik beratkan
umatnya agar senantiasa meningkatkan keupayaan diri untuk menuntut
ilmu agar manusia dapat membedakan mana yang salah dan mana
yang benar.
2. Niat Yang Jahat
Sesungguhnya di antara hikmah kenapa adanya surga dan neraka ialah
karena adanya manusia yang baik dan yang ada jahat yang setiap hari
senantiasa memikirkan bagaimana dia ingin merealisasikan niat dan
amalanya itu.
3. Pergaulan
Faktor pergaulan juga menjadi sumbangan penting kearah terjebaknya
seseorang dengan amalan khurafat.
4. Adat Kebiasaan
Faktor ini dikenal pasti sebagai penyumbang utama kearah
berterusanya amalan khurafat dalam kehidupan-kehidupan manusia
dengan slogan “ Biar mati, anak jangan mati adat” seterusnya
menjadikan mereka begitu bersemangat mengadakan amalan khurafat.
5. Kepercayaan Karut

7
Sebelum datangnya Islam masyarakat kita telah lama menganut ajaran
agama Hindu dengan berbagai faham dan upacara-upacara yang karut-
marut.
6. Pengaruh Politik
Demi mendapatkan kuasa atau kedudukan duniawi ada sekelompok
orang yang sanggup untuk terlibat pada gejala khurafat misalnya
meminta bantuan pada dukun agar dapat memenangkan kedudukan
tersebut.7
d. Contoh Khurafat secara umum
Khurafat-khurafat yang dijadikan sebagai kepercayaan yang harus kita
jauhi karena kebathilannya tak terhitung banyaknya, di antaranya adalah :
1. Jika ada yang ingin menikah, maka ia pergi ke orang pintar (dukun)
atau peramal untuk mengetahui kecocokan dan tidaknya dan mencari
hari baik pernikahannya.
2. Jika kelopak mata seseorang bergerak-gerak, berdenyut, maka ia
merasa itu pertanda ia akan mendapat kebaikan, kehormatan atau rizki.
3. Keyakinan ayat al-Qur’an yang ditulis dikertas atau di fotocopy lalu
direndam diair lalu diminum untuk jadi obat.
4. Kupu-kupu yang masuk ke rumah dianggap sebagai pertanda akan
datang seorang tamu.
5. Memakai ayat-ayat al-Qur’an untuk azimat menolak bala’, pengasihan
dan sebagainya.
6. Mengambil wasilah (perantara) orang yang telah mati untuk berdo’a
kepada Allah. Mereka berziarah ke kuburan para wali dan ulama besar
serta memohon kepada Allah agar do’a (permohonan) orang yang
berziarah kuburnya itu dikabulkan. Ada yang memohon dapat jodoh,
anak, rizki, pangkat, keselamatan dunia akhirat dan sebagainya.
Mereka percaya dengan syafa’at arwah para wali dan ulama itu,
permohonan atau doa akan dikabulkan Allah karena wali dan ulama itu
kekasih-nya.

7
Shalul Hamid Bin Seeni, Khurafat Dalam Perspektif Al-Qur’an, … hal. 7-10

8
7. Sial karena kejatuhan cicak, banyak yang meyakini, ketika kejatuhan
cicak, maka pertanda akan mendapatkan musibah.
8. Meramal nasib dengan weton (hari kelahiran) dan zodiac.
9. Percaya pada pantangan-pantangan seperti tidak boleh menyapu pada
malam hari, pengantin tidak boleh mandi dirumahnya sendiri dihari
pernikahanya sebab menimbulkan hujan.
10. Menggunakan susuk untuk mempercantik aura wajah.
11. Menganiaya seseorang dengan sihir santet dan sejenisnya.8

B. Tahayul
a. Pengertian Tahayul
Takhayul berasal dari kata khayal yang berarti apa yang tergambar
pada seseorang mengenai suatu hal baik dalam keadaan sadar atau sedang
bermimpi. Takhayul merupakan mitos, sesuatu yang tidak nyata. Takhayul
ada dalam cerita-cerita yang tidak jelas asal usulnya atau cerita dalam
mimpi dan cerita yang tidak masuk akal. Dengan kata lain, takhayul adalah
kepercayaan terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya
didasarkan pada kecerdikan akal, bukan didasarkan pada sumber Islam
baik Alquran maupun Hadist.9 Takhayul merupakan kepercayaan dari
nenek moyang yang belum dapat dibuktikan secara ilmiah. Perkataan
‘tahayul’ berasal daripada perkataan ‘tahayyul’ atau ‘tahyul’ dalam Bahasa
Arab. Dalam Bahasa Melayu, tahayul bermaksud rekaan khayalan, impian
dan angan-angan. Ia sering dikaitkan dengan ramalan dan kepercayaan
karut. Menurut istilah Takhayul adalah kepercayaan terhadap perkara
ghaib, yang didasarkan pada kecerdikan akal tidak didasarkan pada
sumber Islam.10 Kepercayaan-kepercayaan itu terus berlanjut dan
berkembang bersama perkembangan kerajaan-kerajaan hindu yang
menggunakan mistik sebagai salah satu alirannya. Takhayul menjadikan
seorang menyembah kepada pohon, batu atau benda keramat lainnya, yang
8
Shalul Hamid Bin Seeni, Khurafat Dalam Perspektif Al-Qur’an, …, h. 10
9
Abdullah Al-Wasaf, Pokok-Pokok Keimanan, (Bandung: Trigenda Karya, 1994), h. 43
10
Abdullah Al-Wasaf, Pokok-Pokok Keimanan...., h. 44

9
mampu menolak suatu bencana atau mampu mendatangkan sebuah
kemaslahatan. Ini salah satu dampak takhayul, jika demikian maka tauhid
rububiyyah dan tauhid ibadah seorang hamba akan keropos dan hancur.
Takhayul diartikan juga percaya kepada sesuatu yang tidak benar
(mustahil).11 Takhayul, adalah ajaran yang dipercayai keberadaannya oleh
masyarakat tetapi pada dasarnya ajaran tersebut tidak ada dan bertentangan
dengan akidah Islam. Seperti kepercayaan masyarakat Yogyakarta
terhadap keberadaan Ratu Kidul. Hal tersebut kemudian menimbulkan
satu kepercayaan bagi masyarakat untuk mengadakan ritual tertentu.
b. Macam-macam Tahayul
Takhayul adalah suatu kepercayaan yang kisahnya tidak masuk
akal. Contoh macam-macam takhayul adalah:
1. Wanita hamil di anjurkan untuk melihat yang baik-baik, agar enekanya
menjadi baik.
2. Jika terkena penyakit bisa disembuhkan dengan minum rendaman
kertas yang bertuliskan huruf alif.
3. Jika pada waktu sedang makan, tergigit mulut bagian dalam bibir
alamat ada yang membicarakan kita.
4. Percaya pada pohon besar-besar, yang dapat membawa masyarakat
kepada kebaikan.
5. Takhayul mengenai alam ghaib mempercayai roh-roh, makhluk-
makhluk ghaib, kekuatan sakti, dan alam ghaib.
6. Apabila seseorang melihat binatang ular memotong perjalananya maka
akan celaka jika perjalanannya diteruskan.
7. Jika terdengar suara katak masyarakat mempercayainya bahwa akan
segera turun hujan.
c. Pengaruh Tahayul
Takhayul sudah ada dari masa nenek moyang dan dipercayai oleh
masyarakat melalui dari mulut ke mulut. Kepercayaan terhadap takhayul

11
Titit Lestari, Mitos Aceh, (Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional, 2012), h.
36

10
timbul karena pengaruh awamnya ilmu pengetahuan pada masa itu.
Demikian juga sebagian masyarakat yang berada didesa-desa masih
mempercayai takhayul. Di dalam ajaran dinamisme ada bentuk
kepercayaan di dalam diri manusia terhadap sesuatu yang dianggap ghaib
atau keuramat seperti, binatang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-benda
lainnya. Takhayul bila dilihat bersumber dari ajaran dinamisme, yaitu
mempercayai bahwa semua sesuatu memiliki tenaga atau kekuatan yang
dapat mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan usaha manusia dalam
mempertahankan kehidupan. Pengaruh takhayul dikalangan masyarakat
bisa membawa dampak negatif bagi masyarakat apabila masyarakat
mempercayainya dengan sepenuh hati.12 Pemikiran modern memang
memprioritaskan rasionalitas ketimbang takhayul yang hanya dipercaya
melalui cerita-cerita. Tetapi rasionalitas yang berlebih-lebihan
menganggap semuanya dapat diselesaikan dengan akal, maka tak ubahnya
seperti takhayul. Takhayul yang berdasarkan rasio maka akan dapat
diterima diakal, pengaruh mempercayai takhayul ini karena kurangnya
penggunaan akal.13 Beberapa fungsi agama bagi masyarakat, misalnya
dalam fungsi edukatif, agama memberikan sebuah peluang kepada
seseorang untuk dapat berperilaku baik sesuai dengan ajaran-ajaran
agamanya. Karena pada dasarnya setiap agama mengandung nilai-nilai
edukatif yang dianggap baik dan benar dalam sebuah agama atau dalam
pandangan suatu masyarakat. Nilai-nilai pendidikan yang diajarkan oleh
suatu agama dipegang oleh setiap pemeluknya untuk dapat diamalkan
secara terus menerus, sehingga nilai-nilai pendidikan tersebut dapat
diwariskan secara turun temurun dalam suatu masyarakat.14 Proses
tranformatif dan sublimatif agama dalam masyarakat sebenarnya termasuk
kepada pengembangan dan pendalaman mengenai makna ajaran-ajaran
keagamaan tersebut. Proses ini terjadi dalam sosialisasi dan transvaluasi

12
Poeradisastra, Sumbangan Ilmu Pengetahuan Terhadap Islam, (Jakarta, Girimukti Pustaka,
1981), h. 78
13
Poeradisastra, Sumbangan Ilmu Pengetahuan Terhadap Islam...., h. 78-80
14
Hadikusuma Hilman, Antropologi Agama, (Bandung: Citra Aditya bakti, 1993), h. 40-41.

11
doktrindoktrin agama yang terdapat di sekolah-sekolah, pesantren, mesjid,
gereja dan sebagainya. Karena dalam suatu komunitas atau masyarakat
agama, doktrindoktrin keagamaan sangat penting bagi kehidupan agama
sebagai penangkal terhadap nilai-nilai baru atau budaya yang datang dari
luar. Perubahan sosial yang terjadi secara cepat, berpengaruh pada tatanan
kepercayaan masyarakat. Dalam masyarakat, mudah sekali terjadi
benturanbenturan antara satu agama dengan agama yang lain, sehingga
sebuah konflik. dalam masyarakat akan sangat berpotensi terjadi. Dalam
hal ini pengaruh nilainilai agama dan kepercayaan terhadap pengendalian
konflik cukup penting. Hal ini dimungkinkan jika penganut agama dan
kepercayaan itu konsen dengan ajaran dan anutannya.15

C. Perbuatan dosa
a. Pengertian perbuatan dosa
Dosa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti yaitu
perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama, atau perbuatan salah
seperti terhadap orangtua, adat, dan negara.16 Dalam bahasa Arab, dosa
disebut dengan ungkapan ma‟shiyyah, dzanb, itsm, fâhisyah, wizr,
munkar, khathî`ah, sayyi`ah, jurm yang secara bahasa dimaksud adalah
mengerjakan sesuatu yang tidak boleh. Kesepuluh kata ini semuanya
disebutkan di dalam AlQur`an.17 Dosa disebutkan pula Itsm dan ‘Ishyn
dengan pengertian ini memiliki makna berpaling atau membelok, salah,
lalai, menentang atau membangkang perintah ataupun larangan Allah
yakni dengan melakukan suatu perbuatan yang dalam pandangan Allah
tidaklah baik dan layak, karena ia memiliki unsur merusak dan mafsadah
maka ia dilarang atau tidak melakukan dan meninggalkan suatu pekerjaan
yang sifatnya wajib (ditinggalkan) karena dibalik pelarangan itu
terkandung kemaslahatan. Dengan demikian, dosa itu bertentangan dan

15
Hadikusuma Hilman, Antropologi Agama...., h. 43-44
16
Team Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Baru, (Jakarta: Pustaka
Phoenix, 2007), cetakan I, h. 201
17
Ibnu Manzur, Lisân al-„Arab, (Kairo: Dar Beirut, 1388), jilid I, h. 28

12
kontra dengan konsep ‘ubûdiyyah (ketaatan dan kebaktian). 18 Sedangkan
menurut terminologi, dosa adalah segala sesuatu yang bertentangan
dengan perintah Allah swt baik yang berkaitan dengan melakukan sesuatu
atau meninggalkannya.19 T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy merumuskan dosa
sebagai pelanggaran terhadap sesuatu ketentuan Tuhan. Ketentuan Tuhan
disini adalah ketentuan Tuhan yang hukumnya wajib dikerjakan atau wajib
ditinggalkan. Jadi bukan ketentuan Tuhan yang hukumnya hanya sunnah,
makruh, atau mubah.20 Dalam literatur Islam, dosa dibicarakan dalam fikih
dan teologi. Dalam Fikih, hukum suatu perbuatan biasanya dibagi ke
dalam lima kategori, yakni : wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram.
Menurut para ulama fikih, tidak mengerjakan perbuatan yang wajib atau
mengerjakan perbuatan yang haram, berarti melakukan perbuatan yang
menghasilkan dosa.21
b. Macam-macam Dosa
Dosa dalam ajaran Islam dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok yaitu:
1. Dosa besar yang tidak terampuni.
2. Dosa besar yang masih bisa diampuni.
3. Dosa kecil yang terhapus karena rajin ibadah atau karena banyak
berbuat kebajikan.22

Menurut Ghazâli, bahwa dosa menurut sifat dasarnya dapat dibagi atas tiga
bagian, yaitu :

1. Yang berhubungan dengan sifat manusia dan terdiri atas empat sifat,
yaitu rubûbiyyah, syaithâniyah, bahîmiyah, dan subu‟iyah.
2. Yang berhubungan dengan objeknya dapat pula dibagi atas tiga yaitu :
a) Dosa antara manusia dengan Allah.

18
Nina M. Arnando (Ed), Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve,2005), h. 117
19
Al-Ghazâli, Rahasia Taubat, Terj. Muhammad Baqir, (Bandung: Mizan Media Utama, 2003), h.
61
20
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam I,(Semarang: PT Pustaka Rizki Putra,2001), h. 468
21
Nina M. Arnando (Ed), Ensiklopedi Islam…..,h. 118
22
Hasbullâh Bakry, Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: UI Pres, 1998), h. 29

13
b) Dosa yang berhubungan dengan hak-hak masyarakat dan
lingkungan.
c) Dosa yang berhubungan dengan diri manusia sendiri.
3. Dosa yang ditinjau dari segi bahaya dan mudaratnya terdiri pula atas
dua yaitu:
a) Dosa besar.
b) Dosa kecil.
Contoh dari perbuatan dosa bagian pertama adalah dari sifat-sifat
rubûbiyah (ketuhanan) manusia, antara lain adalah sifat sombong,
bermegah-megah, gila pujian, dan berlagak tuhan, seperti mengatakan: „‟
Akulah Tuhanmu Yang Maha Tinggi.‟‟ Dari sifat-sifat syaithâniyah
seperti sifat dengki, permusuhan, menyuruh berbuat keji, dan munkar,
serta mengajak kepada kesesatan dan bid‟ah. Dari sifat-sifat bahimiyah
seperti penyimpangan seksual, pencurian, memakan harta anak yatim dan
mengumpulkan harta untuk kepentingan hawa nafsu. Dan dari sifat
subu‟iyah seperti sifat marah, sadis, dan ingin menghancurkan orang
lain.23
Contoh dari perbuatan dosa pada bagian kedua antara lain :
a) Dosa antara manusia dan Allah seperti, meninggalkan shalat dan
puasa, b)
b) Dosa yang berhubungan dengan hak-hak masyarakat dan lingkungan
seperti, meninggalkan zakat, membunuh orang, menyelewengkan
harta, mencela kehormatan, dan merebut hak orang lain.
c) Dosa yang berhubungan dengan diri manusia sendiri seperti, dosa yang
kedudukannya terletak antara manusia dengan Allah, asalkan tidak
berbentuk syirik, dan bisa diharapkan diampuni dan dimaafkan.24
Adapun bagian ketiga, dosa ditinjau dari segi bahaya dan mudaratnya
yaitu dosa kecil dan dosa besar, para ulama berbeda pendapat tentang
definisi dan jumlahnya. Tentang definisi dosa besar dan dosa kecil, ada

23
Al Ghazâli, Rahasia Taubat, terj. Muhammad Baqir…..., h. 62
24
Al Ghazâli, Rahasia Taubat, terj. Muhammad Baqir……, h . 63

14
yang mengatakan bahwa dosa besar adalah kesalahan besar terhadap Allah
karena melanggar aturan pokok yang diancam dengan hukuman berat
dunia dan akhirat, contohnya dosa syirik, zina, dan durhaka, kepada kedua
orangtua. Dan dosa kecil adalah kesalahan ringan terhadap Allah berupa
pelanggaran ringan mengenai hal-hal yang bukan pokok yang hanya
diancam dengan siksaan ringan. Contohnya ucapan kurang baik dan
melihat wanita dengan penuh syahwat. Bagi mu‟tazilah yang dikatakan
dosa besar ialah setiap perbuatan maksiat yang ada ancamannya dari Allah
dan dosa kecil setiap perbuatan yang tidak ada ancamannya. Sedangkan
bagi Ja‟far bin Mubasysyir yang dikatakan dosa besar itu ialah setiap
orang yang melakukan perbuatan maksiat dengan sengaja adalah dosa
besar.25 Di dalam Kitab Tauhid yang diterjemahkan oleh Agus Hasan
Bashori, dosa terbagi menjadi dosa besar dan dosa kecil :
1. Dosa Besar (Kabîrah)
Yaitu setiap dosa yang mengharuskan adanya had di dunia atau yang
diancam oleh Allah denga neraka atau laknat atau murka Nya. Adapula
yang berpendapat, dosa besar adalah setiap maksiat yang dilakukan
seseorang dengan terang-terangan (berani) serta meremehkan dosanya.
2. Dosa Kecil (Shaghîrah)
Yaitu dosa yang tidak mempunyai had di dunia, juga tidak terkena
ancaman khusus di akhirat. Adapula yang berpendapat bahwa dosa
kecil adalah setiap kemaksiatan yang dilakukan karena alpa atau lalai
dan tidak henti-hentinya orang itu menyesali perbuatanya, sehingga
rasa kenikmatannya dengan maksiat tersebut terus memudar.26
D. Fasik
a. Pengertian Fasik
Secara etimologi kata fasik berasal dari bahasa Arab yaitu fasaqa,
kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia ialah kata sifat yang berarti
tidak mengindahkan perintah Tuhan (berkelakuan buruk, jahat, dan
25
Lutfi Ibrahim, Konsep Dosa Dalam Pandangan Islam, (Studia Islamika No. 13, 1980), h. 16
26
Tim Ahli Tauhid, Kitâb Tauhîd. Terj. Agus Hasan Bashori,Cet. I,(Jakarta: Darul Haq, 1998) h. 29-
30

15
berdosa besar) orang yang percaya kepada Allah SWT., tetapi tidak
mengamalkan perintahnya, bahkan melakukan perbuatan dosa. Kata
tersebut mengalami perubahan setelah diserap ke dalam bahasa Indonesia,
karena perbuatan fasik dalam bahasa aslinya, yakni bahasa Arab adalah
isim fa’il yang artinya orang yang berbuat fasik. Akan tetapi dalam bahasa
Indonesia, untuk menunjuk pelakunya disebut ‘orang fasik’. Kata fasik
pada dasarnya berasal dari akar kata fasaqa-yafsuqu-fisqan-fusuqan yang
mempunyai arti keluar dari jalan yang hak, kesalehan, serta syariat. Senada
dengan hal tersebut, Ibn Fa>ris menyebutkan bahwa kata yang terdiri dari
huruf fa, sin, qaf bermakna keluar dari ketaatan.27 Kata ini apabila ditinjau
dari segi perubahan bentuk atau harakatnya, maka akan menunjukkan
beberapa arti, tetapi pada intinya sama yang menunjukkan pada sesuatu
yang buruk. Misalnya fasuqa yang berarti mesum, cabul, sesat, fassaqa
yang berarti mendustakan, tafsiq yang berarti tidak lurus atau tidak sesuai,
dan fisq atau fusuq yang berarti maksiat. 28 Jadi, kata fasik diidentikan
dengan sesuatu yang buruk dan mencakup segala sesuatu yang dianggap
merusak. Fasik dalam terminologi Islam mencakup pengertian keluar dari
ketentuanketentuan syariat, keluar dari ketaatan kepada Allah, keluar dari
jalan yang benar, keluar atau meninggalkan perintah Allah, dan keluar dari
hidayah Allah. Pengertian ini menunjukkan bahwa fasik secara literal
adalah pelanggaran terhadap ketentuanketentuan yang telah ditetapkan
oleh Allah. Oleh karena itu, orang fasik adalah sebutan bagi orang yang
telah mengakui sekaligus menaati hukum-hukum agama kemudian
melanggarnya, baik secara keseluruhan maupun sebagian. Dalam kaitan
ini juga orang-orang kafir terkadang disebut juga fasik. Sebab pada
hakikatnya mereka telah meruntuhkan ketentuan-ketentuan syariat yang
secara akal dan fitrah manusia, mereka telah mengakuinya.29 Akibat

27
Abu al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lugah, juz 4 (Beirut: Dar al-Fikr,
t.th), h. 502
28
Jumhuriyyah Misr al-‘Arabiyyah Mujma al-Lugah al-‘Arabiyyah, al-Mu’jam al-Wasi>t} (Cet.V;
Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyyah, 2011), h. 712
29
Cawidu, Konsep Kufur dalam al-Qur’an: Suatu Kajian Teologis dengan Pendekatan Tafsir
Tematik (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1991), h. 54-55

16
pelanggaran pada ketentuan, di dalam syariat fasik termasuk dalam
kategori dosa, baik dosa besar maupun kecil.30
b. Sebab-sebab terjadi perilaku kefasikan
1. Faktor internal Faktor internal yang dimaksud adalah keadaan atau
kondisi kejiwaan manusia yang membawa kepada perbuatan atau
tindakan-tindakan yang menjerumuskannya kepada hal-hal yang tidak
baik. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan manusia berperilaku
fasiq.
a) Kebodohan
Al-Asfahani menyatakan ada tiga bentuk kebodohan.
1) Tidak punya pengetahuan.
2) Meyakini sesuatu tetapi keyakinannya berbeda dengan yang
seharusnya.
3) Melakukan sesuatu yang berbeda dengan yang seharusnya
dilakukan.31
b) Mengikuti hawa nafsu
Nafsu adalah suatu gejolak jiwa yang selalu mengarah kepada hal-
hal mendesak, kemudian diikuti dengan keinginan pada diri
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. 32 Nafsu selalu
mendorong kepada hal yang negative yang perlu diperbaiki dan
dibina.
c) Cinta dunia.
Sesungguhnya dunia itu manis serta indah, dan sesungguhnya
Allah Swt telah mengangkat kamu sebagai khalifah didalamnya,
tetapi siapa saja yang lebih mencintai dunianya daripada Allah
SWT, maka Allah SWT akan menjadikan dirinya budak dunia.
Dunia itu fana dan cinta dunia itu induk segala dosa.33

30
Muhammad al-Tauniji, al-Mu‘jam al-Mufassal fi Tafsir Garib al-Qur’an al-Karim (Cet. II; Beirut:
Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 2011), h. 368
31
Al-Ragib Al- Asfahani, Mufradat Alfaz Al-Qur’an, (Damaskus: Dar Al-Qalam, 2002), h. 209
32
Barmawi Umary, Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani, 1993), h. 22
33
Imam Al-Ghazali, Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, (Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 210-211

17
Dari uraian di atas dapat di simpulkan bahwa faktor internal yang
mempengaruhi manusia berbuat fasiq adalah kebodohan manusia itu
sendiri, karena melakukan sesuatu yang berbeda dengan yang
seharusnya.Kemudian manusia selalu mengikuti hawa nafsu dan lebih
mencintai dunia daripada akhirat sehingga terjerumus dalam perbuatan
fasiq.
2. Faktor Eksternal
Adapun beberapa faktor eksternal yang menyebabkan munculnya
kefasikan.
a) Godaan setan
Al-Qurtubi menjelaskan bahwa setan tidak sanggup menyingkirkan
seseorang dari satu tempat ke tempat yang lain, Ia hanya dapat
membuat seseorang tergelincir, berpaling dari keadaan taat kepada
melakukan kemaksiatan.34
b) Taklid kepada nenek moyang
Menurut Rida sekiranya orang yang bertaklid mempunyai
pemikiran yang dapat memahami ajakan untuk mengikuti apa yang
diturunkan Allah Swt, sesungguhnya ayat ini dengan uslubnya
sudah cukup untuk membuat mereka berpaling dari taklid. Orang
yang berakal tidak akan mengutamakan taklid kepada seseorang
manusia seberapapun hebat pemikirannya dan baik perjalanan
hidupnya dibanding ayat-ayat Allah SWT.
c) Teman yang buruk. 35
c. Bentuk-bentuk kefasikan dalam Al-Qur’an
1. Kefasikan orang mukmin
Yang dimaksud dengan kefasikan orang mukmin adalah kefasikan
yang tidak menyebabkan pelakunya pindah agama.Karena, orang Islam
yang bermaksiat dinamakan orang fasiq, tetapi kefasikannya tidak

34
Aibdi Rahmad, Kesesatan dalam Perspektif Al-Qur’an Kajian Tematik Terhadap Istilah Dalal
dalam Al-Qur’an , (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), h. 99
35
Muhammad Rasyid Rida, Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim Juz I, (Beirut: Dar Al-Makrifah), h.416

18
sampai mengeluarkan dirinya dari Islam. Kefasikan semacam ini
disebut juga sebagai fasiqashghar.36
2. Kefasikan orang kafir
Yakni kefasikan yang menyebabkan seseorang keluar dari agama
atau fasiqAkbar.37 orang kafir adalah orang yang tidak beriman kepada
Allah Swt, baik karena menganut kepercayaan lain (beragama lain)
maupun tidak beragama sama sekali. Kafir itu orangnya, sedang
sifatnya disebut kufur atau inkar. Kufur itu bermacam-macam, salah
satunya adalah kufur Inadi, yakni mengakui dan meyakini adanya
Allah Swt dengan hati dan ucapan, tetapi tidak patuh terhadap hukum-
hukum Allah Swt.38

D. Tawasul
a. Pengertian Tawasul
Dalam memahami makna kepada perkataan tawassul yang banyak
disalahartikan, kita seharusnya memahami apa itu tawassul terlebih
dahulu. Bahwasanya tawassul merupakan salah satu cara atau jalan berdoa
dan merupakan salah satu pintu dari pintu-pintu menghadap Allah SWT.
Orang-orang yang bertawassul dengan perantara adalah karena ada rasa
cinta kepada perkara yang dijadikan sebagai perantara tersebut dan juga
yakin bahwa Allah SWT., juga mencintai perkara itu. Selain itu, setiap
orang yang berkeyakinan bahwa perantara itu dapat mendatangkan
manfaat atau mudarat persis seperti Allah SWT. atau tanpa kemauan Allah
SWT., maka sesungguhnya ia telah pun berbuat musyrik. Tawassul
bukanlah suatu keharusan atau perkara yang sangat perlu malah
terkabulnya doa adalah tidak sepenuhnya bergantung pada perkara yang
menjadi perantara tetapi prinsip berdoa itu sendiri yakni berdoa secara

36
Ja‟far Umar Thalib, Hukum Mengkafirkan Menurut Ahlus Sunnah dan Ahlul Bid’ad, (Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 1993), h. 57
37
Ja‟far, Hukum Mengkafirkan…, h. 57
38
A. Zainuddin dan Muhammad Jamhari, Al-Islam 2 Muamalah dan Akhlaq, (Bandung: CV Pustaka
Setia, 1999), h. 140

19
mutlak hanya kepada Allah SWT.39 Tawassul arti bahasa adalah al-qurbah
atau al-taqarrub, yaitu mendekatkan diri dengan suatu perataraan
(wasilah). Wasilah bermaksud mendekatkan diri dan mengharapkan. Dan
dari kata itu terbentuk suatu pemahaman yakni sesuatu yang bisa
mendekatkan diri pada hal yang lain. Maka dari kata wasilah itulah
masyarakat kita lebih mengenal dengan kata tawassul. Jadi tawassul
adalah mendekatkan diri dengan suatu perantaraan (wasilah) atau
menjadikan sesuatu yang menurut Allah SWT., mempunyai nilai, derajat
dan kedudukan yang tinggi, untuk dijadikan sebagai perantaraan (wasilah)
agar doa dapat dikabulkan.
Sedangkan untuk orang yang melakukan tawassul disebut dengan
mutawassil. Dari kata-kata itulah kemudian praktek tentang wasilah biasa
pula dikenal dengan istilah tawassul. Jadi, jika kata tawassul disebutkan,
maka ia jelas memiliki hubungan yang sangat erat dengan kata wasilah. 40
Makna kepada perkataan tawassul adalah salah satu daripada cara berdoa
dan pintu untuk bertawajjuh (menghadapkan sesuatu permintaan) kepada
Allah SWT., kerana tujuan asal tawassul yang sebenar ialah Allah SWT.
Manakala orang yang dijadikan sebagai perkara bertawassul hanyalah
sebagai perantara dan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Orang yang bertawassul tidaklah bertawassul dengan wasilah ini
melainkan kerana perasaan kasihnya terhadap wasilah tersebut dan
kepercayaannya bahawa Allah SWT., mengasihi wasilah tersebut.41
b. Macam-macam Tawasul
Dalam keilmuan Islam, ulama sepakat membagikan tawassul kepada
beberapa jenis yang utama. Ada sebagian ulama yang mengharuskan
tawassul. Disamping itu, ada ulama lain yang juga berselisih dalam

39
Siti Asifah, “Tawassul Menurut Al Qur’an”, Skripsi (Surabaya: Program Sarjana IAIN Sunan
Ampel Surabaya, 1998), h. 22-23
40
Ahmad Faiz Ajyaad Bin Mohammad, “Tawassul Dalam Perspektif Hadis Nabi SAW”, Skripsi
(Riau: Program Sarjana UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2015), h. 18
41
Dede Ridwanullah, “Pandangan Para Mufassir Indonesia Kontemporer Tentang Tawassul”,
Skripsi (Semarang: Program Sarjana IAIN Walisongo Semarang, 2012), h. 3

20
pengalaman tawassul ini. Oleh itu, tawassul dapat dibagi kepada dua jenis
yaitu tawassul yang disepakati dan tawassul yang dipertikaikan.
1. Tawasul yang disepakati
Ibn Taimiyah dan pengikutnya hanya membenarkan tawassul pada
tiga keadaan sahaja. Tiga keadaan atau bahagian itu merupakan yang
ditunjukkan oleh nas-nas AlQur’an, As-Sunnah, amalan salafussoleh
dan ijmak muslimin yakni yang pertama adalah tawassul dengan salah
satu daripada nama-nama Allah SWT., atau salah satu dari sifat Allah
SWT. Keduanya pula ialah tawassul dengan amal saleh yang
dikerjakan oleh orang yang meminta dan yang terakhir adalah tawassul
dengan doa orang-orang saleh.42
2. Tawasul yang dipertikaikan
Tawasul yang dipertikaikan adalah tawassul yang menjadi
perselsihan dalam kalangan ulama yang mana ada yang
mengharuskannya tetapi ada juga yang melarangnya. Tawassul ini
adalah tawassul dengan makhluk, atau dengan makna lain bertawassul
dengan Rasulullah Saw., para anbiya’ atau orang saleh. Imam Ahmad
mengharuskan tawassul dengan Rasulullah Saw., sahaja tidak yang
lain. Manakala Imam al-Shawkani mengharuskan tawassul dengan
Rasulullah Saw., dan para anbiya’ yang lain seterusnya orang saleh
yang lain.43
c. Bentuk-Bentuk Amalan Tawasul
1. Tawasul Kepada Allah SWT., Melalui Nama dan Sifat-Sifat-Nya
Mihjan Ibnu Adra’ r.a., menceritakan bahwa Rasulullah Saw., masuk
ke dalam masjid, ketika itu Rasulullah Saw., mendapati seorang laki-
laki hampir menyelesaikan solatnya, yaitu sedang dalam tasyahhud
akhir, laki-laki itu membaca doa: “Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon kepada Engkau, Ya Allah, Yang Maha Esa, Tuhan Yang

42
Abu Nizam, Mutiara-mutiara yang Bersinar dalam Menyelesaikan Masalah Tawassul, Istighasah
dan Kubur (Johor Bahru: Cetak Ratu Sdn. Bhd., 1996), h. 7-8
43
Udah Mohsin, “Tawassul: Antara yang Disyariatkan dan yang Dipertikaikan”, Jurnal Islamiyyat,
18&19, No.3 (1998), h. 38

21
Maha Tunggal, Yang dapat memenuhi hajat segala hamba-Nya, Yang
tidak beranak dan tidak dilahirkan dan tiada bagi-Nya suatu apa pun
yang dapat dijadikan perbandingan, Aku memohon ampunan dari
segala dosa-dosaku, sesungguhnya hanya Engkau Yang Maha
Pengampun dan Maha Penyayang”.44
2. Tawassul kepada Allah SWT., dengan Beriman kepada-Nya dan
kepada Rasul-Nya.
Perkara ini merupakan asas Iman dan Islam, tanpanya seseorang itu
tidak akan dinamakan sebagai seorang Mukmin. Maka mereka
meminta kepada Allah SWT., keampunan dosa-dosa mereka,
penghapusan segala kesalahan mereka dan mati bersama-sama dengan
orang baik, melalui keimanan mereka kepada Nabi Muhammad Saw.45
3. Tawasul Kepada Allah SWT., Melalui Rasulullah SAW.
Menurut Imam Taqiuddin As-Subki r.a., sesungguhnya tawassul
dengan Nabi Muhammad Saw., adalah perlu dalam setiap hal, sebelum
atau selepas kejadiannya, pada masa hidup di dunia dan selepas
wafatnya, dalam alam barzakh dan selepas bangkit di hari qiamat dan
dalam surga karena bertawassul kepada Nabi Saw., adalah dengan
makna orang yang mempunyai hajat memohon kepada Allah SWT.,
dengan bertawassul kepada Nabi Saw., atau dengan kemuliaan dan
berkatnya. Berdoa dengan bertawassul kepada Nabi Muhammad Saw.,
adalah bermakna meminta hajat kepada Nabi Saw., sesuatu perkara
dan Nabi Saw., berdoa kepada Allah SWT., dengan syafaat Nabi
Saw.46
4. Tawasul Kepada Allah SWT., Melalui Amal Saleh
Amalan tawassul seperti ini adalah apabila seorang Muslim berkata:
“Ya Alllah, berkat imanku kepada Engkau, atau cintaku kepada
Engkau, atau karena aku mematuhi Rasul-Mu, ampunilah dosaku”.
Atau seperti ungkapan: “Ya Allah, sesungguhnya aku memohon
44
Sa’id Bin Ali bin Wahf al-Qathani, Agar Doa Dikabulkan, (Jakarta: Darul Haq, 2016), h. 45
45
Udah Mohsin, “Tawassul: Antara yang Disyariatkan……, h. 36.
46
Abu Nizam, Mutiara-mutiara yang Bersinar dalam Menyelesaikan Masalah Tawassul……., h. 13

22
kepada Engkau, dengan cintaku kepada Nabi Muhammad Saw., dan
imanku kepadanya bebaskanlah aku dari kesusahan”. Termasuk
tawassul macam ini adalah dengan berdoa menyebut amal saleh yang
pernah dilakukan, yang mana pada amalannya itu dia takut kepada
Allah SWT., takwa kepada-Nya, lebih mengutamakan Allah SWT.,
dari segalanya, taat kepada Allah Yang Maha Mulia, kemudian
bertawassul dengan amal itu dalam doanya, agar lebih terbuka peluang
untuk diterima dan dikabulkan.47
5. Tawasul Kepada Allah SWT., Melalui Perantara Orang Saleh
Tawasul dengan orang saleh, wali atau para anbiya’ adalah dibenarkan.
Tidak diketahui ada orang yang menyalahi bolehnya ia dilakukan
daripada kalangan Ahlul Haq (orang-orang yang berada di jalan
kebenaran), yakini dari generasi salaf maupun khalaf.48

47
Sa’id Bin Ali bin Wahf al-Qathani, Agar Doa Dikabulkan……, h. 46
48
Muhadir Bin Haji Joll, Khilafiah: Persoalan & Penjelasan (Kuala Lumpur: Inteam Publishing Sdn.
Bhd., 2015), h. 251.

23
BAB III
PENUTUP

A. Simpulan
Masyarakat menyebut, ‘Beritanya khurafat’ Kemudian beliau
menyebutkan latar belakang istilah ini, dijelaskan oleh Ibnul Kalbi tentang
pernyataan masyarakat, “Beritanya khurafat” bahwa Khurafat adalah nama
orang dari Bani Udzrah atau Bani Juhainah, dia pernah di culik Jin kemudian
kembali ke kampungnya. Takhayul berasal dari kata khayal yang berarti apa
yang tergambar pada seseorang mengenai suatu hal baik dalam keadaan sadar
atau sedang bermimpi. Takhayul merupakan mitos, sesuatu yang tidak nyata.
Takhayul ada dalam cerita-cerita yang tidak jelas asal usulnya atau cerita
dalam mimpi dan cerita yang tidak masuk akal. Dengan kata lain, takhayul
adalah kepercayaan terhadap perkara ghaib, yang kepercayaan itu hanya
didasarkan pada kecerdikan akal, bukan didasarkan pada sumber Islam baik
Alquran maupun Hadist. Dosa dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
memiliki arti yaitu perbuatan yang melanggar hukum Tuhan atau agama, atau
perbuatan salah seperti terhadap orangtua, adat, dan negara. 49 Dalam bahasa
Arab, dosa disebut dengan ungkapan ma‟shiyyah, dzanb, itsm, fâhisyah, wizr,
munkar, khathî`ah, sayyi`ah, jurm yang secara bahasa dimaksud adalah
mengerjakan sesuatu yang tidak boleh. Kesepuluh kata ini semuanya
disebutkan di dalam AlQur`an. Secara etimologi kata fasik berasal dari bahasa
Arab yaitu fasaqa, kemudian diserap ke dalam bahasa Indonesia ialah kata
sifat yang berarti tidak mengindahkan perintah Tuhan (berkelakuan buruk,
jahat, dan berdosa besar) orang yang percaya kepada Allah SWT., tetapi tidak
mengamalkan perintahnya, bahkan melakukan perbuatan dosa. Tawasul
merupakan salah satu cara atau jalan berdoa dan merupakan salah satu pintu
dari pintu-pintu menghadap Allah SWT. Orang-orang yang bertawassul
dengan perantara adalah karena ada rasa cinta kepada perkara yang dijadikan
49
Team Pustaka Phoenix, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Edisi Baru, (Jakarta: Pustaka
Phoenix, 2007), cetakan I, h. 201

24
sebagai perantara tersebut dan juga yakin bahwa Allah SWT., juga mencintai
perkara itu.

25
DAFTAR PUSTAKA

Hamid, Shalul Bin Seeni, ( 2015 ). Khurafat Dalam Persepektif Al-Qur’an


Dan Hadist. (Pulau Pinang: Jabatan Muft).
Irsyad, (2016). Doktrin Khurafat Pemahaman Menurut Perspektif,
Alquran Dan Hadist, (Malaya: Zainora Daud).
Jakim, (1997). Garis Panduan Khurafat dan Azimat (Kuala Lumpur:
Jabatan Kemajuan Islam Malaysia).
Kusuma, H. Djarnawi Hadi. (T.T) Ahli Sunnah Wal-Jamaah, Bid’ad Dan
Khurafat,, (Percetakan Persatuan Yogyakarta)
Abdullah Al-Wasaf, (1994). Pokok-Pokok Keimanan, (Bandung: Trigenda
Karya).
Lestari, Titit, (2012). Mitos Aceh, (Banda Aceh: Balai Pelestarian Sejarah
dan Nilai Tradisional).
Poeradisastra, (1981). Sumbangan Ilmu Pengetahuan Terhadap Islam,
(Jakarta, Girimukti Pustaka).
Hilman, Hadikusuma, (1993). Antropologi Agama, (Bandung: Citra
Aditya bakti).
Team Pustaka Phoenix, (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Edisi Baru, cetakan I, (Jakarta: Pustaka Phoenix).
Manzur, Ibnu, (1388). Lisân al-Arab, jilid I, (Kairo: Dar Beirut,).
Nina, M. Arnando (Ed), (2005). Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru
Van Hoeve).
Al-Ghazâli, (2003). Rahasia Taubat, Terj. Muhammad Baqir, (Bandung:
Mizan Media Utama).
T.M. Hasbi Ash-Shiddieqy, (2001). Al-Islam I,(Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra).
Bakry, Hasbullâh, (1998). Pedoman Islam di Indonesia, (Jakarta: UI
Pres).

26
Ibrahim, Lutfi, (1980). Konsep Dosa Dalam Pandangan Islam, (Studia
Islamika No. 13).
Tim Ahli Tauhid, Kitâb Tauhîd, (1998). Terj. Agus Hasan Bashori,Cet. I,
(Jakarta: Darul Haq).
Abu al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lugah,
juz 4 (Beirut: Dar al-Fikr, t.th).
Jumhuriyyah Misr al-‘Arabiyyah Mujma al-Lugah al-‘Arabiyyah, al-
Mu’jam al-Wasit (Cet.V; Kairo: Maktabah al-Syuruq al-Dauliyyah, 2011).
Cawidu, (1991). Konsep Kufur dalam al-Qur’an: Suatu Kajian Teologis
dengan Pendekatan Tafsir Tematik (Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang,
Muhammad al-Tauniji, (2011). al-Mu‘jam al-Mufassal fi Tafsir Garib al-
Qur’an al-Karim (Cet. II; Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah).
Al-Ragib Al- Asfahani, Mufradat Alfaz Al-Qur’an, (Damaskus: Dar Al-
Qalam, 2002).
Umary, Barmawi, (1993). Materi Akhlak, (Solo: Ramadhani).
Imam Al-Ghazali, (1995). Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, (Jakarta: Pustaka
Amani).
Rahmad, Aibdi, (2006). Kesesatan dalam Perspektif Al-Qur’an Kajian
Tematik Terhadap Istilah Dalal dalam Al-Qur’an , (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar).
Muhammad Rasyid Rida, Tafsir Al-Qur’an Al-Hakim Juz I, (Beirut: Dar
Al-Makrifah).
Ja‟far Umar Thalib, (1993). Hukum Mengkafirkan Menurut Ahlus
Sunnah dan Ahlul Bid’ad, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar).
Ahmad Zainuddin dan Muhammad Jamhari, (1999). Al-Islam 2
Muamalah dan Akhlaq, (Bandung: CV Pustaka Setia).
Siti Asifah, “Tawassul Menurut Al Qur’an”, Skripsi (Surabaya: Program
Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1998),
Ahmad Faiz Ajyaad Bin Mohammad, (2015). “Tawassul Dalam Perspektif
Hadis Nabi SAW”, Skripsi (Riau: Program Sarjana UIN Sultan Syarif Kasim
Riau).

27
Ridwanullah, Dede, (2012). “Pandangan Para Mufassir Indonesia
Kontemporer Tentang Tawassul”, Skripsi (Semarang: Program Sarjana IAIN
Walisongo Semarang).
Nizam, Abu, (1996). Mutiara-mutiara yang Bersinar dalam
Menyelesaikan Masalah Tawassul, Istighasah dan Kubur (Johor Bahru: Cetak
Ratu Sdn. Bhd.,,).
Mohsin, Udah (1998). “Tawassul: Antara yang Disyariatkan dan yang
Dipertikaikan”, Jurnal Islamiyyat, 18&19, No.3
Sa’id Bin Ali bin Wahf al-Qathani, (2016). Agar Doa Dikabulkan,
(Jakarta: Darul Haq).
Muhadir Bin Haji Joll, (2015). Khilafiah: Persoalan & Penjelasan (Kuala
Lumpur: Inteam Publishing Sdn. Bhd.).

28

Anda mungkin juga menyukai