Anda di halaman 1dari 18

TUGAS TERSTRUKTUR DOSEN PENGAMPU

Metodologi Penelitian PAI Prof. Dr. Ridhani Fidzi, M, Pd

PENELITIAN KUANTITATIF

Disusun Oleh
Kelompok VII

AULIA NOR KHALIPAH : 190101010532


SITI ARIANI ULFAH : 190101010649

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI
BANJARMASIN
2020/2021
2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah ‫ ﷻ‬atas curahan nikmat dan
karunia-Nya. Salawat dan salam semoga tetap terlimpahkan pada Rasulullah ‫ﷺ‬
beserta keluarga, sahabat, hingga kita sebagai umatnya.
Penulisan makalah ini bermaksud untuk memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Metodologi Penelitian PAI dengan dosen pengampu Bapak Prof. Dr.
Ridhani Fidzi, M, Pd selain itu tentunya makalah ini juga dibuat untuk menambah
pengetahuan kita dan semoga makalah ini bisa bermanfaat baik untuk penulis
maupun pembaca serta semua orang.
Kami memohon maaf apabila banyak apabila banyak terjadi kesalahan
pada makalah ini, baik dalam pengetikan ataupun isi didalamnya. Tentunya
semoga nantinya ada kritik maupun saran untuk kami sehingga itu dapat
bermanfaat untuk perbaikan kedepannya.

Banjarmasin, 18 September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan Penulisan........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Hakikat Penelitian Kuantitatif..................................................................2
B. Truthworthiness/Kepercayaan dalam Penelitian Kuantitatif................5
C. Metode Penelitian Kuantitatif..................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
A. Simpulan....................................................................................................16
B. Saran..........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Banyak sekali bentuk dan cara penulisan karya ilmiah yang kita temui.
Bentuk luasnya bisa berbeda, namun jiwa dan penalarannya adalah sama. Atas
dasar itu yang paling penting adalah bukan mengetahui teknik-teknik
pelaksanaannya, melainkan memahami dasar pikiran yang melandasinya.
Pemilihan bentuk dan penulisan merupakan masalah selera dan preferensi
perorangan maupun lembaga dengan memperhatikan berbagai factor lainnya,
seperti masalah apa yang sedang dikaji, siapakah pembaca tulisan ini dan dalam
rangka kegiatan ilmiah apa akan disampaikan. Berdasarkan pemikiran di atas,
maka untuk menyeragamkan tata cara penulisan tersebut, maka perlu diterbitkan
pedoman penyusunan usulan penelitian maupun skripsi.
Hal ini dilakukan supaya pembaca mempunyai persamaan persepsi
terhadap istilah atau terminologi yang berkaitan dengan penulisan skripsi. Suatu
penelitian ilmiah dapat menggunakan pendekatan kuantitatif maupun kualitatif.
Pendekatan kuantitatif menggunakan alat uji statistik, maupun matematik yang
sering disebut sebagai analisis deskriptif kuantitatif.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan hakikat penelitian kuantitatif!
2. Apa saja kepercayaan/trustworthiness dalam penelitian kuantitatif?
3. Apa saja metode penelitian kuantitatif?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui hakikat penelitian kuantitatif.
2. Untuk mengetahui kepercayaan/trustworthiness dalam penelitian
kuantitatif.
3. Untuk mengetahui metode penelitian kuantitatif.

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat Penelitian Kuantitatif
Apa sebenarnya penelitian kuantitatif? Mengapa kita menyebutnya
penelitian kuantitatif? Dalam konteks ilmu alam (eksakta) kata kuantitatif jelas
sekali berhubungan dengan angka (kuantita), baik hasil pengukurannya, analisis
datanya, maupun penafsiran dan penarikan kesimpulannya, semuanya dalam
bentuk angka.1
Menurut Nana Sudjana dan Ibrahim (2005), penelitian kuantitatif adalah
penelitian yang didasari asumsi yang ditentukan oleh variabel kemudian dianalisis
menggunakan metode penelitian yang valid . Sedangkan menurut Kasiram (2008),
kuantitatif merupakan metode penelitian yang menggunakan data berupa angka
sebagai alat untuk menganalisis dan melakukan kajian penelitian, terutama apa
yang sudah diteliti. Penelitian kuantitatif bersifat spesifik dan terperinci,
menunjukkan hubungan antar variabel. Penelitian ini biasanya dimulai dengan
teori dan hipotesis. Instrumen pengumpulan data yang dapat digunakan dalam
penelitian kuantitatif adalah tes, dokumentasi, angket, dan skala.2
Metode penelitian kuantitatif merupakan salah satu jenis penelitian yang
spesifikasinya adalah sistematis, terencana, dan terstruktur dengan jelas sejak awal
hingga pembuatan desain penelitiannya.
Definisi lain menyebutkan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang
banyak menuntut penggunaan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran
terhadap data tersebut, serta penampilan dari hasilnya. Demikian pula pada tahap
kesimpulan penelitian akan lebih baik bila disertai dengan gambar, table, grafik,
atau tampilan lainnya.3
Penelitian kuantitatif merupakan studi yang diposisikan sebagai bebas nilai
(value free). Dengan kata lain, penelitian kuantitatif sangat ketat menerapkan
prinsip-prinsip objektivitas. Objektivitas itu diperoleh antara lain melalui
1
Milwan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatid dalam Ilmu-ilmu Sosial, (TT), dikutip dari
http://web-suplemen.ut.ac.id/mapu5103/sub2_1.htm.
2
Khudriyah, Metodologi Penelitian dan Statistik Pendidikan, (Malang: Madani, Januari
2021), Cet.1, h. 12.
3
Median Agus Priadi, Makalah Metode Penelitian Pendidikan Penelitian Kuantitatif dan
Penelitian Kualitatif, (Lampung, 2021), h. 5.

2
penggunaan instrumen yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Selain itu
metode penelitian kuantitatif dikatakan sebagai metode yang lebih menekankan
pada aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat
melakukan pengukuran, setiap fenomena sosial dijabarkan kedalam beberapa
komponen masalah, variable dan indikator. Setiap variable yang di tentukan di
ukur dengan memberikan simbol-simbol angka yang berbeda-beda sesuai dengan
kategori informasi yang berkaitan dengan variable tersebut. Dengan menggunakan
simbol-simbol angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif matematik
dapat dilakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku
umum di dalam suatu parameter.4
B. Truthworthiness/Kepercayaan dalam Penelitian Kuantitatif
Validitas berarti kesahihah, ketepatan, atau kebenaran yakni suatu yang
abstrak; oleh karena itu tingkat validitas hasil pengukuran hanya dapat
diperkirakan. Perkiraan akan diyakini mendekati kenyataan apabila ada bukti
(indikator) yang ditunjukkan yang menyertai perkiraan tersebut. Semakin kuat
indikator, semakin tinggi perkiraan itu meyakinkan orang (Latif, 2007).5
Alat pengukur yang berfungsi dengan baik akan mampu mengukur dengan
tepat dan mengena gejala-gejala sosial tertentu; alat tadi disebut sebagai valid
(jitu, sah, absah, sahih, benar). Sebagai contoh uuntuk memperoleh ketepatan
ialah: termometer harus dipakai untuk mengukur suhu, bukan untuk mengukur
berat. Sosiometri hendaknya dipakai untuk mengukur relasi-sosial, bukan untuk
mengukur kecerdasan; barometer digunakan untuk mengukur tekanan udara,
bukan untuk suhu panas. Tes intelegensi digunakan untuk mengukur kecerdasan,
bukan untuk mengukur sikap dan emosi.
Di samping ketepatan tersebut, alat pengukur dikataan valid jika ia mampu
memberikan reading (score, biji) yang akurat-teliti; yaitu mampu secara cermat
menunjukkan ukuran besar-kecilnya dan gradasi suatu gejala. Misalnya,
termometer dengan cermat menunjukkan angka 40°C jika suhu seseorang
penderita itu benar-benar panasnya setinggi 40°C. Meteran disebut akurat, bila
panjang benda 5,90 meter dikatakan 5,90 meter, dan bukan 6,00 meter, dan
seterusnya. Jadi pada validitas itu terdapat 2 unsur, yaitu: ketepatan dan ketelitian.
Di bidang ilmu kealaman, masalah validitas mudah dicapai. Akan tetapi
pada fenomena ilmu sosial, hal ini sulit diperoleh. Adapun sebabnya ialah: gejala
sosial itu kompleks, majemuk, dan saling berkaitan. Oleh sifatnya yang
sedemikian maka bagi penelitian gejala-gejala sosial diperlukan alat-alat
4
Asmdi Alsa, Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta kombinasinya dalam penelitian
psikologi, (Pustaka Pelajar, 2003), h. 86.
5
Khudriyah, Metodologi Penelitian dan Statistik Pendidikan, h. 35.

3
pengukur majemuk (compound measuring devices), yang masing-masing bisa
mengukur unsur-unsur terkecil dari gejala tingkah laku manusia; unsur-unsur
terkecil ini disebut sebagai items. Maka beberapa persyaratan guna menentukan
validitas alat pengukur tersebut antara lain ialah sebagai berikut:
1. Alat tersebut menggunakan skala yang sesuai dengan satuan-satuan
pengukuran yang dibakukan atau distrandarisasikan, dan menggunakan
skala pengukuran dengan satuan-jarak-sama. Misalnya saja, jarak satu
sentimeter antara 578 cm dan 579 cm akan sama dimana-mana dan bagi
jarak pengukuran sentimeter, serta sama pula pada sembarang waktu.
2. Alat pengukur mengandung jarak-atribut/atau jarak-ciri dari segala yang
ingin diukur (memiliki rentang karakteristik yang diukur). Termometer
suhu-badan bergerak antara 32°C sampai 42°C. Sedang untuk mengukur
suhu udara, minyak dan api, orang mempergunakan alat lain yang tidak
memakai bahan-baku air rasa. Contoh lain ialah, tes inteligensi harus
memiliki item dari yang paling rendah (mulai dari item untuk mengukur
kecerdasan anak idiocy) sampai dengan item pengukuran kecerdasn anak
superiur atau genius. Oleh karena itu item tersebut harus cukup banyak
untuk dapat mencakup semua segi dan semua tingkat dari gejala yang
hendak diselidiki.
3. Alat pengukur tersebut cukup sensitif atau peka. Sebab ketelitian suatu
pengukuran itu sangat tergantung pada kepekaan alat tersebut. Sensitivitas
alat pengukur ini bergantung pada sensitivitas item-itemnya dan kepekaan
satuan pengukurannya. Item disebut peka bila mempunyai daya-beda atau
"discriminating power" yang tinggi guna membedakan magnitude
(kebesaran, grootheid) dari satu gejala ke gejala lain. Kepekaan satuan
pengukuran supaya diberikan kaliber ukuran sedemikian telitinya,
sehingga gejala yang berbeda sedikit saja bisa dicatat dengan cermat.
Sebagai contoh: alat pengukur bobotnya logam mas tidak bisa dipakai
dalam satuan untuk mengukur beras, yang biasanya ditimbang dengan
ukuran kuintal atau ton.
4. Item pada alat pengukur cukup luas/banyak sehingga mencakup semua
aspek dari gejala yang hendak diteliti. Mengingat banyaknya aspek atau
unsur dalam satu gejala sosial, biasanya orang menggunakan teknik
analisis faktor. Untuk mengukur 1.Q. (Intelligence Quotient), misalnya,
item-itemnya harus melingkupi banyak faktor atau banyak aspek dari
inteligensi, serta mengandung perimbangan dari faktor-faktor tadi. Jadi
ada gambaran total dari inteligensi yang mengandung banyak faset, dan
yang perlu diperhitungkan pertimbangan konfigurasinya (cara
menyusunnya) dalam keseluruhan atau totalitasnya.

4
5. Alat pengukur mampu membedakan imbangan item-item menurut penting
atau urgensinya. Teknik untuk meneliti besar-kecilnya imbangan item
atau faktor-faktor itu disebut: teknik analisa diskriminan. Dengan analisa
diskriminan dapat diterangkan bahwa misalnya faktor minat itu
memberikan sumbangan kurang lebih 6% guna menilai kecakapan
seseorang, sedang faktor inteligensi memberikan 32%, achievement
(prestasi, hasil pendapatan) 48%, dan seterusnya. Alat pengukur yang
mampu membedakan imbangan pentingnya item tadi disebut pula
memiliki: daya pembeda yang tinggi (discriminating power yang tinggi)
6. Alat pengukur bisa menghasilkan reading atau score yang mendekati
angka absolut, dan tidak mendekati kerelatifan. Oleh karena itu diperlukan
pula skala rasio.
Orang membedakan 5 kategori validitas (kejituan, keabsahan,
kesahihan, kebenaran), yaitu:
1. Validitas tampang, atau validitas lahir (face validity)
Validitas jenis ini adalah penampilan fungsi dan efektivitas suatu alat
pengukur, ketika benar-benar mengukur sesuatu gejala. Validitas ini
diperlukan untuk mencapai situasi optimal, yaitu memberikan kesempatan
maksimal pada para testee (pengikut tes) untuk menunjukkan
kemampuannya secara optimal tanpa mengalami suatu hambatan.
2. Validitas logis (logical vadility); disebut pula sebagai validitas konstruksi
(construct validity) atau validity of definition
Konsep validitas logistik ini berpangkal pada konstruksi teoretis mengenai
faktor-faktor yang akan diukur. Dari konstruksi teoretis tersebut lahirlah
kemudian definisi atau hukum-hukum, yang dipakai sehagai pangkal-kerja
dan sebagai standar bagi valid atau tidaknya suatu alat pengukur. Jika
kostruksi teoretis tentang ciri-ciri gejala telah melahirkan definisi yang
jelas dan logis, maka orang lalu membuat item-item yang sesuai dengan
definisi tadi. Validitas alat pengukuran lalu ditinjau dari keserasiannya
dengan teori tadi yang dipakai sebagai dasar kerja. Dengan
fundamen/dasar teoretis tersebut orang membuat item-itemnya. Jika
itemnya sudah sesuai dengan definisi, maka item tersebut dianggap valid.
3. Validitas faktor (factorial validity)
Penilaian terhadap validitas alat pengukurannya kini ditinjau dari segi
item-itemnya. Item-item yang dipakai guna mengukur faktor-faktomya
harus benar-benar bisa memenuhi fungsinya, yaitu mengukur faktor-faktor
yang terkandung di dalam fakta sosial tadi. Untuk ini diadakan
pengecekan, apakah masing-masing item cocok dengan keseluruhan
itemnya.
Mengenai validitas faktor, Sutrisno Hadi menyatakan sebagai berikut:

5
"Salah satu dari tujuan utama analisa-faktor adalah untuk memperoleh
item-item yang sekiranya dapat mengukur atau menilai fungsi-fungsi
khusus itu. Suatu tes atau suatu matriks dipandang memiliki validitas
faktorial yang tinggi, jika dia hanya mengukur satu macam kemampuan
atau fungsi. Ini tidak mengherankan karena:
a. Gejala-gejala jiwa manusia memang pada dasarnya adalah gejala
majemuk (compound phenomena).
b. Maksud dari konstruksi tes dan matriks itu sendiri memang untuk
menyelidiki kemampuan-kemampuan atau gejala-gejala majemuk.
4. Validitas isi (content validity)
Jenis väliditas ini banyak dipakai dalam pengukuran kemajuan belajar atau
tes prestasi. Tes kemajuan belajar tersebut dipakai untuk mengukur: apa
yang sudah diketahui, apa yang sudah dimiliki secara formal oleh anak
selama belajar bahan pelajaran yang telah diajarkan padanya. Oleh karena
itu item-item pada tes tersebut masih dalam lingkup mata pelajaran atau
kurikulum yang diberikan padanya. Sehubungan dengan validitas isi
tersebut sering disebut pula sebagai validitas kurikuler (curricular
validity).
5. Validitas empiris (empirical validity; empiri=berdasarkan observasi dan
eksperimen)
Kriteria yang dipakai dalam validitas jenis ini adalah derajat kesesuaian
antara apa yang dinyatakan oleh hasil pengukuran dengan keadaan yang
sebenarnya. Misalnya saja alat pengukur "kecakapan memimpin
perusahaan", validitas empirisnya dinilai dari tinggi rendahnya prestasi
(berhasil tidaknya) dalam kenyataannya, sebagai hasil yang dicapai
dengan bantuan alat pengukur tersebut dalam memprediksi orang-orang
yang dinyatakan sukses atau gagal memimpin suatu perusahaan.
Maka hampir-hampir tidak mungkin orang bisa menyusun alat-pengukur
keterampilan manajemen dalam waktu singkat, sekaligus memenuhi
prinsip validitas empiris. Observasi dalam situasi normal guna
meramalkan baik-tidaknya seseorang memimpin suatu perusahaan itu
tidak mungkin dilakukan dalam jangka waktu pendek; tapi memerlukan
waktu yang cukup panjang.
Perlu ditambahkan, untuk memperoleh fakta yang valid dan dapat
dipercaya tentang sejumlah individu, para peneliti pada umumnya menggunakan
kriteria sebagai berikut:
1. Dibantu oleh records atau catatan-catatan; misalnya anecdotal record,
catatan periodik, biografi, catatan klinis, studi, kasus, dokumen, daftar
nilai, conduite-staat atau daftar konduite, file kepolisian/kriminalitas, dan
lain-lain.

6
2. Status sosial; misalnya kedudukan dan jabatan di jawatan; keanggotaan
dalam satu kelompok, organisasi, gereja, dan kelompok sosial lainnya.
3. Melakukan observasi dan pencatatan secara simultan dengan berbagai
metode: misalnya dengan metode biografi, pengamatan, pengumpulan
bahan angket, wawancara/interview, dan lain-lain.
4. Penilaian dan penaksiran (rating) oleh beberapa observer lain secara
serempak.
Untuk mengetes validitas alat pengukur, biasanya orang melakukan satu,
dua atau tiga percobaan atau try-out. Pada umumnya pembuatan suatu tes atau
alat pengukur lain itu tidak bisa diselesaikan dengan cepat dengan menggunakan
satu percobaan saja, karena dengan sekali percobaan belum bisa dijamin validitas
yang meyakinkan. Penelitian mengenai kesahihan item satu demi satu itu disebut
analisa item (item = hal, pokok, nomor).
Pada umumnya proses penyelidikan validitas alat pengukur dalam satu
percobaan itu berlangsung sebagai berikut:
1. Alat pengukur baru, disebut sebagai prediktor, dicobakan pada sejumlah
sampel subyek, yang khusus dipilih sebagai subyek-validitas. Sampel ini
disebut sebagai kelompok standardisasi.
2. Pada kelompok standardisasi ini dikenakan observasi dan pengukuran lain
dengan menggunakan alat pengukur yang sudah
dibakukan/distandardisasikan, dan disebut sebagai kriterium.
3. Kemudian orang menyelidiki adanya pertalian antara hasil prediktor
dengan hasil kriterium, dengan menggunakan teknik korelasi tertentu. Jika
hasilnya menunjukkan adanya korelasi yang tinggi dan signifikan
(penting, berarti, signifikan, yakinkan), maka prediktor tadi dianggap
valid. Jika korelasi antara prediktor dan kriterium ternyata tidak signifikan
atau tidak meyakinkan, maka prediktor dianggap belum/tidak valid. Taraf
signifikasi dalam penelitian validitas yaitu 5% atau 1%.
Jenis dan langkah-langkah dalam prosedur mengecek validasi
antara lain ialah mengadakan:
1. Mengadakan validasi silang (cross validation).
a. Uji coba pertama dikenakan pada kelompok standardisasi I.
b. Hasil uji coba ini dianalisa, direvisi, dan dikombinasikan dengan
sejumlah item yang baru.
c. Kemudian batere test yang baru dicobakan pada kelompok
standardisasi II dari populasi yang sama dan menggunakan kriterium
yang sama.
d. Selanjutnya orang mengadakan analisa terhadap uji coba kedua tadi.
2. Validasi generalisasi (validasi umum)

7
a. Try-out diadakan pada kelompok standardisasi I. Pada peristiwa ini
juga bisa digunakan "cross validated try-out battery" (tersebut pada
1.d). Jadi peristiwa ini bisa merupakan try-out ke-III.
b. Hasil try-out dianalisa, dikoreksi dan dikombinasikan dengan item-
item baru (jika item belum "cross validated"). Untuk batere yang
"cross validated", kombinasi dengan item-item baru tidak amat perlu.
c. Kemudian batere yang baru dicobakan pada kelompok standardisasi ke
II, dari populasi lain, namun masih memakai kriterium yang pertama
atau yang asli.
d. Diadakan analisa pada hasil try-out ke II.
3. Validasi luas (extended validation)
a. Try-out dari batere asli pada kelompok standardisasi I.
b. Analisa, dan kombinasikan dengan sejumlah item baru.
c. Try-out dari batere baru pada kelompok standardisasi ke II dari
populasi lain, dengan kriterium lain pula.
d. Analisa hasil try out ke II.
4. Validasi simultan atau serempak
a. Try-out dari batere asli pada kelompok standardisasi I.
b. Try-out dari batere asli pada kelompok standardisasi II dari populasi
lain, dengan kriterium yang sama.
c. Hasil kedua try-out digabungkan, dianalisa, dan terhadapnya diadakan
kombinasi baru; lalu dicobakan kembali.
d. Dan seterusnya, bisa diulang kembali. Dapat pula diadakan try-out
secara simultan (berbareng/serentak).
Catatan: serentak di sini bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1) Pada populasi yang berbeda dengan kriterium yang sama.
2) Pada populasi yang sama dengan kriterium yang berbeda.
3) Pada populasi yang berbeda dengan kriterium dan berbeda.
5. Validasi replik (validasi replikasi. validasi ulangan)
a. Try-out I dari batere asli pada kelompok standardisasi I.
b. Batere yang sama ini dikenakan untuk kedua kali pada kelompok
standardisasi II. Lalu dicobakan lagi pada kelompok standardisasi III;
dan seterusnya pada serangkaian kelompok standardisasi lainnya dari
populasi yang sama.
c. Analisa dan kombinasi dengan item-item baru.
d. Dicobakan secara berulang lagi (replicated try-outs) pada populasi
yang berbeda.6
C. Metode Penelitian Kuantitatif

6
Kartini Kartono, Pengantar Metodologi Riset Sosial, (Bandung: Penerbit Mandar Maju,
1996), Cet. 7, h. 111-123.

8
Penelitian kuantitatif biasanya digunakan dalam penelitian yang bertujuan
untuk menguji suatu teori, untuk menyajikan suatu fakta atau mendeskripsikan
statistik, untuk menunjukan hubungan antara variabel, dan ada pula yang bersifat
mengembangkan konsep, mengembangkan pemahaman atau mendeskripsikan
banyak hal. Metode yang sering digunakan adalah experimen, deskripsi, survey,
dan korelasional. Penelitian kuantitatif menyajikan proposal yang bersifat
lengkap, rinci, prosedur yang spesifik, literatur yang lengkap dan hipotesis yang
dirumuskan dengan jelas. Pada penelitian kuantitatif, proposalnya lebih singkat
dan tidak banyak kajian literatur, pendekatan dijabarkan secara umum, dan
biasanya tidak menyajikan rumusan hipotesis.7
Beberapa metode penelitian kuantitatif yang cukup sering digunakan
adalah survei dan eksperimen.
1. Metode Survei
Adalah metode penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai
instrumen utama untuk mengumpulkan data. Metode ini adalah yang
paling sering dipakai di kalangan mahasiswa. Desainnya sederhana,
prosesnya cepat. Tetapi bila dilakukan dengan sembrono, temuan survei
ini cenderung superficial (dangkal) meskipun dalam analisisnya peneliti
menggunakan statistik yang rumit.
Penelitian survei dengan kuesioner ini memerlukan responden
dalam jumlah yang cukup agar validitas temuan bisa dicapai dengan baik.
Hal ini wajar, sebab apa yang digali dari kuesioner itu cenderung
informasi umum tentang fakta atau opini yang diberikan oleh responden.
Karena informasi bersifat umum dan (cenderung) dangkal maka
diperlukan responden dalam jumlah cukup agar pola yang
menggambarkan objek yang diteliti dapat dijelaskan dengan baik.
Sebagai ilustrasi, lima orang saja kemungkinan tidak mampu
memberikan gambaran yang utuh tentang sesuatu (misalnya tentang profil
kesejahteraan pegawai). Tetapi 250 orang mungkin akan lebih mampu
memberi gambaran yang lebih baik tentang profil kesejahteraan pegawai

7
Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010).

9
itu. Perlu dicatat, jumlah responden saja belum cukup memenuhi syarat
keterwakilan. Teknik memilih responden (teknik sampling) juga harus
ditentukan dengan hati-hati.
Karena validitas data sangat tergantung pada kejujuran responden
maka peneliti sebaiknya juga menggunakan cara lain (selain kuesioner)
untuk meningkatkan keabsahan data itu. Misalnya, peneliti mungkin
bertanya kepada responden tentang pendapatan per bulannya (dalam
rupiah). Dalam hal ini, peneliti juga mempunyai sumber data lain untuk
meyakinkan kebenaran data yang diberikan responden (misalnya dengan
melihat daftar gaji si responden di kantornya). Jika hal ini sulit ditemukan
maka peneliti terpaksa harus berasumsi bahwa semua data yang diberikan
responden adalah benar. Kita tahu, asumsi semacam ini sering kali
menyesatkan.
Kesalahan yang sering dibuat oleh peneliti dalam penelitian survei
ini adalah terletak pada analisis data. Peneliti sering kali lupa bahwa apa
yang dikumpulkan melalui kuesioner ini adalah sekedar "persepsi tentang
sesuatu", bukan "substansi dari sesuatu". Karena itu, kalaupun peneliti
menggunakan analisis statistik yang cukup kompleks (misalnya korelasi
atau regresi) maka peneliti harus ingat apa yang dianalisisnya itu tetaplah
sekumpulan persepsi, bukan substansi.

Kelebihan Metode Penelitian Survei


a. Biaya yang dibutuhkan relatif tidak mahal
b. Tidak ada batasan geografis, sehingga dapat dilakukan dimana saja
c. Pengumpulan data dapat dilakukan dengan cukup mudah
Kekurangan Metode Penelitian Kuantitatif
a. Memiliki kemungkinan untuk mendapatkan narasumber yang tidak
diinginkan
b. Sulit dilaksanakan karena respon dari narasumber yang terus
menurun

10
c. Tidak terdapat jaminan bahwa angket akan dijawab oleh semua
sampel
2. Metode Eksperimen
Menurut Suharsismi Arikunto Metode Experimen adalah metode
penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat
(kausalitas) antara satu variabel dengan lainnya (variabel X dan variabel
Y). Untuk menjelaskan hubungan kausalitas ini, peneliti harus melakukan
kontrol dan pengukuran yang sangat cermat terhadap variabel-variabel
penelitiannya.8
Tetapi metode eksperimen tidak hanya digunakan untuk
menjelaskan hubungan sebab-akibat antara satu dan lain variabel, tetapi
juga untuk menjelaskan dan memprediksi gerak atau arah kecenderungan
suatu variabel di masa depan. Ini adalah eksperimen yang bertujuan untuk
memprediksi.
Kelebihan Metode Penelitian Eksperiment
a. Memungkinkan diketahuinya sebab akibat dari variabel yang
diteliti
b. Dapat dikombinasikan dengan metode penelitian lain
Kelemahan
a. Memakan waktu
3. Metode Deskriptif
Adalah jenis penelitian non eksperimen yang tergolong mudah.
Penelitian ini mendeskripsikan data kuantitatif yang didapatkan berkaitan
dengan keadaan subjek dari suatu populasi. Di dalam penelitian deskriptif
kuantitatif terdapat hipotesis deskriptif yang ditentukan dengan cara
menetapkan suatu kriteria berdasarkan kajian teoritis peneliti.

Kelebihan Metode Penelitian Kuantitatif


a. Mampu menganalisis topik yang sulit diukur secara numerik

8
Suharsimi Arikunto (2019). Prosuder Pnelitian Suatu Prndekatan Praktik. Jakarta :
Rineka Cipta hlm.9

11
b. Mampu mengamati fenomena sosial yang dialami
Kekurangan Metode Penelitian Deskriptif Kuantitatif
a. Sifatnya observasional dan kontekstual sehingga syulit di
veritifikasi ulang

4. Korelasional
Suatu penelitian yang mempunyai tujuan untuk mengetahui
hubungan beberapa variabel tanpa memanipulasi variabel tersebut. Dan
bertujuan untuk menjelaskan pentingnya tingkah laku manusia atau untuk
memprediksi sesuatu hasil.

Kelebihan :
a. Dapat menganalisis prediksi tanpa harus membuthkan sample besar
b. Dapat meneliti hubungan antar variabel secara bersama
Kekurangan :
a. Hanya mengungkapkan hubungan
b. Tidak akan menentukan variabel apa yang paling berpengaruh

Selain metode tersebut dalam penelitian kuantitatif juga dikenal 3


jenis, yaitu: Penelitian deskriptif yang memberikan gambaran lebih detail
mengenai suatu gejala, berdasarkan data yang ada, menyajikan data,
menganalisis, dan menginterpretasi (Narbuko dan Ahmadi, 2003). Data
penelitian yang berupa angka selanjutnya dikualitatifkan, dan hasil yang
diperoleh dapat dideskripsikan. Penelitian komparatif, adalah suatu
penelitian yang bersifat membandingkan. Dalam penelitian ini terdapat
dua atau lebih sampel dengan variabel mandiri (Sugiyono, 2000:6). Yang
ketiga ada penelitian korelasional adalah penelitian yang digunakan untuk
mengetahui hubungan dan tingkat hubungan antara dua variabel atau lebih
tanpa ada usaha untuk memengaruhi variabel tersebut sehingga tidak ada
manipulasi variabel (Fraenkel dan Wallen 2008: 328).9

9
Khudriyah, Metodologi Penelitian dan Statistik Pendidikan, h. 13-14.

12
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Kuantitatif merupakan metode penelitian yang menggunakan data berupa
angka sebagai alat untuk menganalisis dan melakukan kajian penelitian, terutama
apa yang sudah diteliti. Penelitian kuantitatif bersifat spesifik dan terperinci,
menunjukkan hubungan antarvariabel. Penelitian ini biasanya dimulai dengan
teori dan hipotesis. Instrumen pengumpulan data yang dapat digunakan dalam
penelitian kuantitatif adalah tes, dokumentasi, angket, dan skala.
Jenis metode penelitian kuantitatif banyak menggunakan hitungan,
statistik, dan tabel, dengan kaidah-kaidah tertentu. Penelitian kuantitatif ini
menggunakan teknik pengumpulan data dengan quesioner. Penelitian kuantitatif
sering digunakan dalam berbagai disiplin ilmu, baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu
sosial seperti biologi, fisika, kimia, matematika, sosiologi, jurnalisme, ekonomi,
dan lain sebagainya. Penelitian kuantitatif antara lain berisi penghitungan besaran
atau jumlah, pengukuran tingkat kejadian, pembuktian sesuatu, prediksi suatu
variabel berdasarkan variabel lain, tindakan atau eksperimen, dan pembuktian
suatu hipotesa.

B. Saran
Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan.
Kami tetap berharap makalah ini tetap memeberikan manfaat bagi pembaca.
Namun, saran dan kritik yang sifatnya membangun dengan tangan terbuka kami
terima demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang.

13
DAFTAR PUSTAKA
Alsa, Asmdi. 2003. Pendekatan Kuantitatif dan Kualitatif serta kombinasinya
dalam penelitian psikologi. Pustaka Pelajar.
Arikunto, Suharsimi (2019). Prosuder Pnelitian Suatu Prndekatan Praktik.
Jakarta : Rineka Cipta
Kartono, Kartini. 1996. Pengantar Metodologi Riset Sosial. Bandung: Penerbit
Mandar Maju. Cet. 7.
Khudriyah. Januari 2021. Metodologi Penelitian dan Statistik Pendidikan.
Malang: Madani. Cet.1.
Margono. 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Milwan. TT. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatid dalam Ilmu-ilmu Sosial. dikutip
dari http://web-suplemen.ut.ac.id/mapu5103/sub2_3.htm
Priadi, Median Agus. 2021. Makalah Metode Penelitian Pendidikan Penelitian
Kuantitatif dan Penelitian Kualitatif. Lampung.

14

Anda mungkin juga menyukai