Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

Keberadaan Shalat, Puasa, Zakat dalam Islam serta Pengaruhnya terhadap Kepribadian
Manusia

PRODI MANAJEMEN 4

Disusun Oleh :

KELOMPOK 2

1. Alfin Eka Putra


2. Diki Afriandi
3. Muhammad Faris
4. Novendra Halim
5. Rifki Rahman
6. Ryan Pratama
7. Zakir Novari

Dosen Pembimbing :
Depi Dasmal,M.Ag

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


TAP 2019
KATA PENGANTAR

       Alhamdulillah Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
karunia Nya sehingga kami diberikan waktu dan kesempatan untuk menyelesaikan makalah
Pendidikan Agama Islam yang berjudul “Keberadaan Shalat, Puasa, Zakat dalam Islam serta
Pengaruhnya terhadap Kepribadian Manusia”.

          Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam program
studi Manajemen 4 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Putra Indonesia Yasyasan Pergurauan
Tinggi Komputer. Kami menulis makalah ini untuk membantu mahasiswa supaya lebih memahami
mata kuliah khususnya mengenai keberadaaan sholat, puasa dan zakat dalam islam serta pengaruhnya
dalam kepribadian manusia.

          Terima kasih kami ucapkan kepada semua pihak termasuk teman-teman  yang telah
berpartisipasi dalam mencari bahan-bahan untuk menyusun tugas ini sehingga memungkinkan
terselesaikan makalah ini, meskipun banyak terdapat kekurangan.

          Akhir kata, kami berharap mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan sumbangan pikiran
dan bermanfaat khususnya bagi kami dan umumnya bagi pembaca. Kami menyadari bahwa makalah
ini masih jauh dari sempurna, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan kami. Oleh karena
itu dengan terbuka dan senang hati kami menerima kritik dan saran dari semua pihak.

Padang, 20 November 2019


DAFTAR ISI

KATAPENGANTAR.......................................................................................................i
DAFTAR ISI....................................................................................................................ii

BAB I
A. Latar Belakang................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................1
C. Tujuan.............................................................................................................................1

BAB II
1. Keberadaan Sholat dalam Islam......................................................................................2
2. Pengaruh Sholat dalam Kepribadian Manusia.................................................................3
3. Keberadaan Puasa dalam Islam.......................................................................................9
4. Pengaruh Puasa dalam Kepribadian Manusia................................................................11
5. Keberadaan Zakat dalam Islam......................................................................................13
6. Pengaruh Zakat dalam Kepribadian Manusia ...............................................................14

BAB III
A. Kesimpulan..........................................................................................................15
B. Saran..............................................................................................................................15

 
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam ajaran Islam terdapat beberapa pokok ibadah yang menjadi landasan fundamental agama.
Beberapa pokok ibadah mendasar itu disebut dengan rukun Islam yang meliputi 5 pokok perkara, yaitu
syahadat, sholat, zakat, puasa dam naik haji. Kelima hal tersebut merupakaan ciri ibadah seorang
muslim yang membedakan dengan umat beragama lainnya. Pelaksanaan pokok-pokok ibadah yang
terkandung dalam Rukun Islam tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan seorang
muslim. Tapi disini kami cuma akan membahas tentang “Keberadaan Shalat, Puasa dan Zakat serta
Pengahruhnya terhadap Kepribadian Manusia.”
Sholat adalah ibadah ritual yang dijalankan sebagai sarana penghubung antara manusia dengan
Allah SWT. Zakat adalah ibadah yang memiliki  dimensi sosial kemasyarakatan sebagai perwujudan
ketaatan seorang muslim kepada Allah. Puasa adalah ibadah yang memperkuat kepribadian. Ketiga
pokok ajaran yang terkandung dalam Rukun Islam tersebut harus dilaksanakan oleh setiap muslim.
Ketaatan seorang muslim dalam melaksanakan rukun Islam akan menggambarkan kadar cinta mereka
terhadap Allah SWT. Sehingga mempelajari pokok-pokok ajaran tersebut merupakan awal dari upaya
muslim dalam meningkatkan kualitas ibadah sehari-hari.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah keberadaan shalat dalam islam?


2. Apa saja pengaruh shalat dalam kepribadian manusia ?
3. Bagaimanakah keberadaan puasa dalam islam ?
4. Apa saja pengaruh puasa dalam kepribadian manusia ?
5. Bagaimanakah keberadaan zakat dalam islam ?
6. Apa saja pengaruh zakat dalam kepribadian manusia

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui keberadaan shalat, puasa dan zakat dalam islam.


2. Untuk mengetahui sisi positif shalat, puasa dan zakat dalam islam.
3. Untuk mengetahui pengaruh shalat, puasa dan zakat dalam kepribadian manusia.
BAB ll
PEMAHASAN

A. KEBERADAAN SHOLAT DALAM ISLAM

Shalat secara bahasa bermakna doa. Pemaknaan semacam ini dapat kita simak pada ayat Q.S. At-
taubah (9:103):
َ ‫َعلِي ٌم َس ِمي ٌع َوهَّللا ُ لَهُ ْم َس َك ٌن‬
َ ‫صاَل تَكَ إِ َّن َعلَ ْي ِه ْم َو‬
‫ص ِّل‬

“dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka.
Dan allah maha mendengar lagi maha mengetahui.”
Adapun secara istilah, syekh muhammad bin qasim al-gharabili (w. 918h) dalam kitab fathul
qarib (surabaya: harisma, 2005), hal. 11 menyebutkan:
‫وشرعا‬- ‫الرافعي قال كما‬:ٌ‫بالتكبير ُمفتَت َحةٌ وأفعال أقوال‬، ٌ‫مخصوص ٍة ب َشرائطَ بالتسليم مختتمة‬

“dan secara (istilah) syara’–sebagaimana yang dikatakan oleh imam ar-rofi’i, (shalat ialah) rangkaian
ucapan dan perbuatan yang diawali dengan takbir, diakhiri dengan salam, beserta syarat-syarat yang
telah ditentukan”.
Dari dua pemaknaan tersebut kita bisa menemukan titik temu yakni di dalam shalat yang kita kenal,
memang terdapat banyak sekali terkandung doa. Ada banyak sekali hikmah yang terkandung di dalam
shalat, diantaranya seperti yang dirangkum oleh mustafa al-khin dan musthafa al-bugha, dalam al-fiqh
al-manhaji ‘ala madzhabi imam al-syafi’i (surabaya: al-fithrah, 2000), juz i, hal. 98:
1. Dalam shalat, ada sujud; sebuah posisi di mana kita merendahkan diri hingga mencium tanah.
Ini merupakan pengingat bagi kita akan kerendahan kita di hadapan allah sang pencipta, karena
sesungguhnya di hadapan allah, kita hanyalah hamba yang mutlak sepenuhnya milik allah.
2. Menyadarkan kita bahwa pada hakikatnya tiada yang mampu memberikan pertolongan pada
kita selain allah.
3. Shalat dilakukan sehari semalam sebanyak 5 kali. Ini berarti ada 5 kali dalam sehari semalam
kita bisa bertobat, kembali kepada allah, karena memang pada dasarnya dalam sehari semalam,
tidaklah mungkin kita terluput dari dosa, baik disengaja ataupun tidak.
4. Memperkuat akidah dan keimanan kita pada allah swt, karena sesungguhnya sehari-hari
godaan kenikmatan duniawi dan godaan setan senantiasa mengganggu akidah kita hingga kita
lupa akan keberadaan sang khaliq yang maha mengawasi. Dengan melakukan ibadah shalat,
kita kembali mempertebal keyakinan dan keimanan kita, sebagaimana tumbuhan kering yang
segar kembali sesudah diguyur hujan. Demikian pemaparan tentang makna dan hikmah shalat
5. yang kami sarikan dari berbagai sumber, semoga dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
 PENGARUH SHOLAT DALAM KEPRIBADIAN MANUSIA
Syariat islam yang mencakup akidah (keyakinan), ibadah dan mu’amalah, diturunkan oleh allah
azza wa jalla dengan ilmu-nya yang maha tinggi dan hikmah-nya yang maha sempurna, untuk
kebaikan dan kemaslahatan hidup manusia. Karena termasuk fungsi utama petunjuk allah azza wa jalla
dalam al-qur’ân dan sunnah rasulullah shallallahu alaihi wa sallam adalah untuk membersihkan hati
dan mensucikan jiwa manusia dari semua kotoran dan penyakit yang menghalanginya dari semua
kebaikan dalam hidupnya.
Allah azza wa jalla berfirman:

‫ث إِ ْذ ْال ُم ْؤ ِمنِينَ َعلَى هَّللا ُ َم َّن لَقَ ْد‬


َ ‫َاب َويُ َعلِّ ُمهُ ُم َويُ َز ِّكي ِه ْم آيَاتِ ِه َعلَ ْي ِه ْم و ْتلُيَأ َ ْنفُ ِس ِه ْم ِم ْن َر ُسواًل فِي ِه ْم بَ َع‬
َ ‫َو ْال ِح ْك َمةَ ْال ِكت‬
‫ضاَل ٍل لَفِي قَ ْب ُل ِم ْن َكانُوا َوإِ ْن‬ َ ‫ُمبِي ٍن‬

“Sungguh allah telah memberi karunia (yang besar) kepada orang-orang yang beriman, ketika allah
mengutus kepada mereka seorang rasul dari kalangan mereka sendiri, yang membacakan kepada
mereka ayat-ayat allah, mensucikan (hati/jiwa) mereka, dan mengajarkan kepada mereka al-kitab (al
qur`ân) dan al-hikmah (sunnah). Dan sesungguhnya sebelum (kedatangan rasul) itu, mereka benar-
benar dalam kesesatan yang nyata”. [ali ‘imrân/3:164]
Makna firman-nya “mensucikan (hati/jiwa) mereka” adalah membersihkan mereka dari keburukan
akhlak, kotoran jiwa dan perbuatan-perbuatan jahiliyyah, serta mengeluarkan mereka dari kegelapan-
kegelapan menuju cahaya (hidayah allah azza wa jalla ).
Maka kebersihan hati seorang muslim merupakan syarat untuk mencapai kebaikan bagi dirinya secara
keseluruhan, karena kebaikan seluruh anggota badannya tergantung dari baik/bersihnya hatinya.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
‫ت إِ َذا ُمضْ َغةً ْال َج َس ِد فِي َوإِ َّن أَل‬
ْ ‫صلَ َح‬ َ ‫َت َوإِ َذا ُكلُّهُ ْال َج َس ُد‬
َ ‫صلَ َح‬ ْ ‫ْالقَ ْلبُ َو ِه َي أَالَ ُكلُّهُ ْال َج َس ُد فَ َس َد فَ َسد‬
“Ketahuilah, bahwa dalam tubuh manusia terdapat segumpal (daging), yang kalau segumpal daging itu
baik maka akan baik seluruh (anggota) tubuhnya, dan jika segumpal daging itu buruk maka akan buruk
seluruh (anggota) tubuhnya), ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati (manusia).”

Hikmah agung disyariatkannya ibadah


Inillah hikmah agung disyariatkannya ibadah kepada manusia, sebagaimana yang
allah azza wa jalla tegaskan dalam firman-nya
‫يُحْ يِي ُك ْم لِ َما َدعَا ُك ْم إِ َذا َولِل َّرسُو ِل هَّلِل ِ ا ا ْستَ ِجيبُو آ َمنُوا الَّ ِذينَ أَيُّهَا يَا‬
“Hai orang-orang beriman, penuhilah seruan allah dan seruan rasul-nya yang mengajak kamu kepada
suatu yang memberi (kemaslahatan) hidup bagimu.”
Ayat ini menunjukkan bahwa kebaikan dan kemashlahatan merupakan sifat yang selalu ada pada
semua ibadah dan petunjuk yang diserukan oleh allah dan rasul-nya shallallahu alaihi wa sallam . Dan
ini sekaligus menjelaskan manfaat dan hikmah agung dari semua ibadah yang allah azza wa jalla
syariatkan, yaitu bahwa bersih dan sucinyanya hati dan jiwa manusia, yang merupakan sumber
kebaikan dalam dirinya Hanyalah bisa dicapai dengan beribadah kepada allah azza wa jalla dan
menetapi ketaatan kepada-nya dan kepada rasul-nya shallallahu alaihi wa sallam.Imam ibnul qayyim
rahimahullah menjelaskan hikmah yang agung ini dalam ucapan beliau: “tujuan utama dari semua
ibadah dan perintah (allah azza wa jalla dalam agama islam) bukanlah untuk memberatkan dan
menyusahkan manusia. Meskipun hal itu mungkin terjadi pada sebagian ibadah dan perintah tersebut
sebagai akibat sampingan, karena adanya sebab-sebab yang menuntut keharusan terjadinya hal itu. Ini
merupakan konsekuensi kehidupan di dunia. Semua perintah allah azza wa jalla, hak-nya (ibadah)
yang dia wajibkan kepada hamba-hamba-nya, serta semua hukum yang disyariatkan-nya pada
hakekatnya merupakan qurratul ‘uyûn (penyejuk pandangan mata), serta kesenangan dan kenikmatan
bagi hati manusia, yang dengan semua itulah hati akan terobati, merasakan kebahagiaan, kesenangan
dan kesempurnaan di dunia dan akhirat. Bahkan hati manusia tidak akan merasakan kebahagiaan,
kesenangan dan kenikmatan yang hakiki kecuali dengan semua itu.
Sebagaimana firman allah azza wa jalla :
‫ُور فِي لِ َما َو ِشفَا ٌء َربِّ ُك ْم ِم ْن َموْ ِعظَةٌ َجا َء ْت ُك ْم قَ ْد النَّاسُ أَيُّهَايَا‬
ِ ‫لِ ْل ُم ْؤ ِمنِينَ َو َرحْ َمةٌ َوهُدًى الصُّ د‬
َ ِ‫يَجْ َمعُونَ ِم َّما خَ ْي ٌر هُ َو فَ ْليَ ْف َرحُوا فَبِ ٰ َذل‬
ْ‫ك َوبِ َرحْ َمتِ ِه هَّللا ِ بِفَضْ ِل قُل‬

“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari rabb-mu dan penyembuh bagi
penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang
beriman.”
Katakanlah:”dengan karunia allah dan rahmat-nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia
dan rahmat-nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan” [yûnus/10:57-58][6]
Inilah makna ucapan sahabat yang mulia, `abdullah bin abbâs radhiyallahu anhu yaitu: “sesungguhnya
amal kebaikan ibadah itu memiliki pengaruh baik berupa cahaya di hati, kecerahan pada wajah,
kekuatan pada tubuh, tambahan pada rezki dan kecintaan di hati manusia. Sebaliknya perbuatan buruk
(maksiat) itu sungguh memiliki pengaruh buruk berupa kegelapan di hati, kesuraman pada wajah,
kelemahan pada tubuh, kekurangan pada rezki dan kebencian di hati manusia.”

 Pengaruh positif ibadah bagi seorang muslim


1. Kebahagiaan dan kesenangan hidup yang hakiki di dunia dan akhirat
allah azza wa jalla berfirman:
َ ‫طيِّبَةً َحيَاةً فَلَنُحْ يِيَنَّهُ ُم ْؤ ِم ٌن َوهُ َو أُ ْنثَ ٰى أَوْ َذ َك ٍر ِم ْن‬
‫صالِحًا َع ِم َل َم ْن‬ َ ۖ ‫يَ ْع َملُون َكانُوا َما بِأَحْ َس ِن أَجْ َرهُ ْم َولَنَجْ ِزيَنَّهُ ْم‬
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh (ibadah), baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan
beriman, maka sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan
sesungguhnya akan kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik
dari apa yang telah mereka kerjakan.” [an-nahl/16:97]
Para ulama salaf menafsirkan makna “kehidupan yang baik (di dunia)” dalam ayat di atas dengan
“kebahagiaan (hidup)” atau “rezki yang halal dan baik” dan kebaikan-kebaikan lainnya yang
mencakup semua kesenangan hidup yang hakiki. Sebagaimana orang yang berpaling dari petunjuk
allah azza wa jalla dan tidak mengisi hidupnya dengan beribadah kepada-nya, maka allah azza wa jalla
akan menjadikan sengsara hidupnya di dunia dan akhirat.
Allah azza wa jalla berfirman:
َ ‫ض ْن ًكا َم ِعي َشةً لَهُ فَإ ِ َّن ِذ ْك ِري ع َْن أَ ْع َر‬
‫ض َو َم ْن‬ َ ُ‫أَ ْع َم ٰى ْالقِيَا َم ِة يَوْ َم َونَحْ ُش ُره‬
“Dan barang siapa yang berpaling dari peringatanku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang
sempit, dan kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta” . [thâha/20:124
2. Kemudahan semua urusan dan jalan keluar/solusi dari semua masalah dan kesulitan yang
dihadapi.
Allah azza wa jalla berfirman:
ِ َّ‫ْث ِم ْن َويَرْ ُز ْقهُ ا َر ًج َم ْخلَهُ يَجْ َعلْ هَّللا َ يَت‬
‫ق َو َم ْن‬ ُ ‫يَحْ ت َِسبُ اَل َحي‬
“Barangsiapa yang bertakwa kepada allah niscaya dia akan memberikan baginya jalan keluar (dalam
semua masalah yang dihadapinya), dan memberinya rezki dari arah yang tidak disangka-sangkanya”.
[ath-thalâq/65:2-3] Ketakwaan yang sempurna kepada allah azza wa jalla tidak mungkin dicapai
kecuali dengan menegakkan semua amal ibadah yang wajib dan sunnah (anjuran), serta menjauhi
semua perbuatan yang diharamkan dan dibenci oleh allah azza wa jalla.
Penjagaan dan taufik dari Allah azza wa jallaDalam sebuah hadits yang shahîh, rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam bersabda kepada `abdullâh bin abbâs radhiyallahu anhu :
ِ َّ‫رًا يُسْأ َ ْم ِر ِه ِم ْن لَهُ يَجْ َعلْ هَّللا َ يَت‬
َ ‫ق َو َم ْن تُ َجاهَكَ تَ ِج ْدهُ هَّللا‬
ْ َ‫ظكَ هَّللا َ احْ ف‬
‫ظ‬ ْ َ‫ظ يَحْ ف‬ ْ َ‫احْ ف‬
“Jagalah (batasan-batasan/syariat) allah azza wa jalla maka dia akan menjagamu, jagalah (batasan-
batasan/syariat) allah azza wa jalla , maka kamu akan mendapati-nya di hadapanmu.”
Makna “menjaga (batasan-batasan/syariat) allah azza wa jalla ” adalah menunaikan hak-hak-nya
dengan selalu beribadah kepadanya, serta menjalankan semua perintah-nya dan menjauhi larangan-
nya. Dan makna “kamu akan mendapati-nya di hadapanmu”: dia akan selalu bersamamu dengan selalu
memberi pertolongan dan taufik-nya kepadamu. Keutamaan yang agung ini hanyalah allah azza wa
jalla peruntukkan bagi orang-orang yang mendapatkan predikat sebagai wali (kekasih) allah azza wa
jalla , karena mereka selalu melaksanakan dan menyempurnakan ibadahnya kepada allah azza wa
jalla , baik ibadah yang wajib maupun sunnah (anjuran). Dalam sebuah hadits qudsi yang shahîh allah
azza wa jalla berfirman: “barangsiapa yang memusuhi wali (kekasih)-ku maka sungguh aku telah
menyatakan perang (pemusuhan) terhadapnya. Tidak ada seorang hambapun yang beribadah kepadaku
dengan sesuatu yang lebih aku cintai daripada ibadah yang telah aku wajibkan padanya. Dan
senantiasa hamba-ku mendekatkan diri kepada-ku dengan (ibadah-ibadah) yang sunnah (anjuran/tidak
wajib) sehingga aku pun mencintainya. Kemanisan dan kelezatan iman, yang merupakan tanda
kesempurnaan iman.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫ض َي َم ْن ْا ِإلي َما ِن طَ ْع َم َذا‬
‫ق‬ ِ ‫َرسُوْ الً َوبِ ُم َح َّم ٍد ِدينًا ِمالَسْا ِإل َوبِ َربًّا بِاهَّلل ِ َر‬
“Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha dengan allah azza wa jalla sebagai
rabb–nya dan islam sebagai agamanya serta (nabi) muhammad sebagai rasulnya.”[16]
Imam an-nawawi rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas, berkata: “orang yang tidak
menghendaki selain (ridha) allah azza wa jalla , dan tidak menempuh selain jalan agama islam, serta
tidak melakukan ibadah kecuali dengan apa yang sesuai dengan syariat yang dibawa oleh rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam , tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa yang memiliki sifat-sifat ini,
maka niscaya kemanisan iman akan masuk ke dalam hatinya sehingga dia bisa merasakan kemanisan
dan kelezatan iman tersebut (secara nyata). Sifat inilah yang dimiliki oleh para sahabat rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam, yang semuanya mereka capai dengan taufik dari allah azza wa jalla dan
kemudian karena ketekunan dan semangat mereka dalam menjalankan ibadah dan ketaatan kepada
allah azza wa jalla.
Allah azza wa jalla berfirman:
‫َّب هَّللا َ َو ٰلَ ِك َّن‬
َ ‫ق ْال ُك ْف َر إِلَ ْي ُك ُم َو َك َّرهَ قُلُوبِ ُك ْم فِي َو َزيَّنَهُ اإْل ِ ي َمانَ إِلَ ْي ُك ُم َحب‬ َ ِ‫َّاش ُدونَ هُ ُم أُو ٰلَئ‬
َ ‫ك َۚو ْال ِعصْ يَانَ َو ْالفُسُو‬ ِ ‫الر‬

“Tetapi allah menjadikan kamu sekalian (wahai para sahabat) cinta kepada keimanan dan menjadikan
iman itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan dan perbuatan
maksiat. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.” [al-hujurât/49:7]
3. Keteguhan iman dan ketegaran dalam berpegang teguh dengan agama.
Allah azza wa jalla berfirman:
ُ ‫ت بِ ْالقَوْ ِل آ َمنُوا االَّ ِذينَ هَّلل ُ يُثَب‬
‫ِّت‬ ِ ِ‫ضلُّ ۖاآْل ِخ َر ِة َوفِي ال ُّد ْنيَا ْال َحيَا ِة فِي الثَّاب‬
ِ ُ‫يَ َشا ُء َما هَّللا ُ َويَ ْف َع ُل ۚ الظَّالِ ِمينَ هَّللا ُ َوي‬
“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam kehidupan
di dunia dan di akhirat, dan allah menyesatkan orang-orang yang zhalim dan memperbuat apa yang dia
kehendaki.” [ibrâhîm/14:27]. Ketika menafsirkan ayat ini imam qatâdah rahimahullah berkata:
“adapun dalam kehidupan dunia, allah azza wa jalla meneguhkan iman mereka dengan perbuatan baik
(ibadah) dan amal shalih. Fungsi ibadah dalam meneguhkan keimanan sangat jelas sekali, karena
seorang muslim yang merasakan kemanisan dan kenikmatan iman dengan ketekunannya beribadah dan
mendekatkan diri kepada allah azza wa jalla , maka setelah itu dengan taufik dari allah azza wa jalla,
dia tidak akan mau meninggalkan keimanannya meskipun dia harus menghadapi berbagai cobaan dan
penderitaan dalam mempertahankannya, bahkan semua cobaan tersebut menjadi ringan baginya.
Gambaran inilah yang terjadi pada para sahabat rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dalam
keteguhan mereka sewaktu mempertahankan keimanannya untuk menghadapi permusuhan dan
penindasan orang-orang kafir quraisy, di masa awal rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
mendakwahkan islam. Sebagaimana disebutkan dalam percakapan antara abu sufyân dan raja romawi
hiraqlius, yang dibenarkan oleh rasulullah shallallahu alaihi wa sallam . Di antara pertanyaan yang
diajukan oleh hiraql kepada abu sufyân waktu itu: “apakah ada di antara pengikut (sahabat) nabi itu
(muhammad shallallahu alaihi wa sallam ) yang murtad (meninggalkan) agamanya karena dia
membenci agama tersebut setelah dia memeluknya?” Maka abu sufyân menjawab: “tidak ada”.
Kemudian hiraql berkata: “memang demikian (keadaan) iman ketika kemanisan iman itu telah masuk
dan menyatu ke dalam hati manusia

B. Keberadaan Puasa Dalam Islam


Puasa merupakan ibadah yang wajib dilaksanakan umat islam setiap datangnya bulan ramadhan.
Namun, sebelum allah memerintahkan untuk berpuasa pada bulan suci tersebut, umat terdahulu telah
mempraktikkan ibadah ini untuk taqarrub ilallah. Imam an-nawawi dalam syarah shahih muslimdan al-
hafidz ibnu hajar al-as qalani dalam fath al-bari mengatakan, puasa secara bahasa mengandung
pengertian al-imsakatau menahan diri. Menurut pengertian syariat, puasa adalah menahan makan dan
minum serta yang membatalkannya dengan syarat-syarat yang bersifat khusus.
Puasa juga berasal dari kata shaum. Maknanya berpantang dalam arti sebenar-benarnya (al-imsaku an
al-fi'li), termasuk berpantang makan, bicara, dan berjalan. Kata shaum dalam arti berpantang bicara
terdapat dalam aquran surah maryam ayat 19 yang berbunyi: “Katakanlah, aku bernazar puasa kepada
tuhan yang maha pemurah maka pada hari ini aku tak berbicara dengan siapa pun.”
Tradisi puasa merupakan ibadah yang telah dijalankan sebelum diutusnya nabi muhammad saw.
Bahkan, puasa merupakan ibadah yang telah dilakukan sejak manusia hidup di muka bumi. Ulama
yang ahli ilmu alquran dan sunnah, ibnu katsir meyakini bahwa ajaran puasa sudah ada sejak zaman
adam dan hawa. Puasa tak hanya dikenal dalam agama islam. Agama dan kepercayaan lainnya pun
memiliki tradisi puasa dengan caranya berbeda-beda. Namun, puasa yang diwajibkan bagi umat islam
sangatlah istimewa. Karena, inti kewajiban puasa adalah mencetak insan yang bertakwa.
Dalam buku risalah ramadhan, affandi mochtar dan ibi syatibi menjelaskan bahwa sebelum ayat yang
mewajibkan puasa diturunan oleh allah, umat islam sudah terbiasa melaksanakan ibadah puasa pada 10
muharram atau hari asyura.
Dalam sejarah islam, saat nabi muhammad saw berhijrah ke madinah juga melihat orang-orang yahudi
berpuasa pada 10 muharram tersebut. Mereka berpuasa ka rena pada 10 muharram allah
menyelamatkan nabi musa dan kaumnya dari serangan fir'aun. Nabi musa bersyukur kepada allah
dengan cara melaksanakan puasa tersebut. Masyarakat arab yang menganut agama kristen sebelum
datangnya islam juga memiliki tradisi melaksanakan ibadah puasa. Tradisi puasa tersebut dilakukan
selama 50 hari. Namun, caranya berbeda dengan pelaksanaan puasa ramadhan atau puasa asyura.
Karena, dalam puasa umat kristen tersebut diperbolehkan makan dan minum, kecuali daging, telur, dan
susu.Namun, keberadaan puasa di kalangan bangsa-bangsa sebelum islam sudah masyhur dan
disebutkan secara jelas dalam alquran surat al-baqarah ayat 183. Artinya hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana telah di wajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu menjadi orang-orang yang bertakwa.Dalam sejarah islam, pelaksanaan puasa tidak
selamanya sama. Sekalipun intinya sama, yaitu menahan diri dari segala yang membatalkan puasa
sepanjang hari, namun praktik yang mengitari inti puasa itu kadang berbeda. Mengutip keterangan dr
ali abd al-wahid, syekh ali ahmad al-jurjawi menjelaskan bahwa pengkajian tentang sejarah agama-
agama menunjukkan puasa termasuk ibadah manusia yang paling tua dan paling banyak tersebar.
Menurutnya, hampir tidak ada suatu agama yang dianut masyarakat yang terlepas dari kewajiban
berpuasa. Seperti itulah keberadaan puasa dari berbagai agama dan bangsa. Adapun bentuk dan cara
pelaksanaan puasa tidak semua sama. Ada puasa dalam bentuk tidak makan, tidak minum, tidak
melakukan hubungan kelamin, tidak bekerja, dan tidak berbicara.

 PENGARUH PUASA TERHADAP KEPRIBADIAN MANUSIA


Banyak anggapan yang menyebut bahwa berpuasa sebagaimana dijalankan umat muslim hanyalah
bentuk pengekangan yang pada akhirnya menyiksa diri bahkan memenjarakan keinginan manusia,
bukan membatasinya. Anggapan yang negatif tentang ritual puasa ini sebanding atau mungkin lebih
banyak ekses positifnya sebagaimana mereka yang meyakini dan mempraktikkan puasa,
baik ramadan atau hari-hari selainnya. Bahkan, puasa juga kerap dipraktikkan dalam dunia kedokteran
ketika akan dilakukan tindakan operasi, pun tidak hanya berlaku untuk manusia karena ternyata puasa
karena operasi semacam ini juga berlaku untuk binatang peliharaan.
Puasa memang tak dapat dilepaskan dari sejarah kemanusiaan, bahkan peradaban manusia itu sendiri
jelas terbangun atas penggalan-penggalan kemasyhuran seseorang atau kelompok yang gemar
menjalankan puasa. Saya kira, kita dapat menelusurinya dalam berbagai sejarah manusia di mana
mereka tampil membangun peradaban-peradaban yang sangat kuat karena "tirakat" mereka dengan
cara berpuasa.Berpuasa adalah cara seseorang "memanusiakan" dirinya atau lebih tepatnya mendidik
secara spiritual sifat kemanusiaannya secara utuh, menanggalkan sifat buas kebinatangannya yang
seringkali tampak lebih dominan dalam dirinya.
  Manusia tentu saja mahluk dikotomis, karena dalam dirinya terpadu sisi lahir dan batin atau
aspek material dan spiritual. Kedua aspek ini jelas saling membutuhkan dan harus memiliki
keseimbangan, jika timpang sedikit saja, maka hampir dikatakan hilang "setengah" dari sisi
kemanusiaannya. Puasa tentu saja masuk ke dalam wilayah batin (spiritual), mengisi kekosongan di
dalamnya, dan memperkuat aspek spiritual atau minimal menyeimbangkan aspek ini yang sekian lama
didominasi aspek material.
Dalam tradisi islam, puasa disebut sebagai "tradisi purbakala" (alladziina min qablikum) yang juga
dilakukan oleh umat manusia sebelum kita saat ini. Untuk lebih mendekati kesanggupan sisi
kemanusiaan, kewajiban berpuasa hanya dipraktikkan dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari,
tidak boleh lebih. 
Beberapa ayat al quran yang menjelaskan rangkaian ritual puasa, secara langsung memberi
kelonggaran (rukhshah) untuk tidak berpuasa, baik karena sakit atau dalam perjalanan jauh, namun
dapat menggantinya di hari lain di luar ramadan. Tidak hanya itu, dengan mempertimbangkan aspek
psikologis dan biologis, manusia tetap diperbolehkan melakukan aktivitas seksual dengan pasangannya
di malam hari, hingga batas waktu subuh tiba. Ritual puasa seolah telah diatur sedemikian rupa,
sebagaimana yang terangkum dalam syariat islam, di mana hampir-hampir selalu mempertimbangkan
aspek kemanusiaan, bukan malah melanggarnya. Nabi muhammad sendiri malah pernah mengecam
abdullah bin amr bin ash karena berpuasa terus menerus setiap hari, hanya karena kecenderungan
dirinya yang asketis tetapi malah melanggar nilai-nilai kodrati kemanusiaannya sendiri. "siapa saja
yang mengerjakan puasa terus menerus, hakikatnya ia tidak berpuasa" (ahmad bin hanbal:
"musnad").Demikianlah teguran nabi kepada abdullah karena kecenderungan asketismenya yang
terlampau berlebihan. Puasa di bulan ramadan yang diwajibkan kepada semua umat muslim yang
beriman, tentu saja bukan melulu menjadikan seseorang lebih asketis, menjauhi dunia, atau bahkan
mempertajam aspek spiritualitasnya seraya mengurangi aspek lahiriahnya. 
Peristiwa bulan ramadan di mana disebut sebagai bulan diturunkannya al quran, menjadi alasan paling
kuat kenapa sepanjang 30 hari, manusia "diwajibkan" berpuasa memperingati keagungan kalam ilahi
yang diturunkan kepada nabi muhammad dan menjadi petunjuk bagi seluruh umat manusia. Puasa,
tidak selalu identik dengan sikap asketis, sekalipun memang dapat memengaruhinya. Islam tentu saja
memberikan apresiasi atas nilai-nilai dunia akhirat agar keduanya dapat dipahami dalam seluruh
kehidupan manusia. Itulah sebabnya, salah satu amanat didaktis yang mengandung ajaran nabi
muhammad dalam nada aristotelian yang benar-benar moderat, menyebutkan, "yang terbaik di antara
kamu bukanlah yang mengabaikan dunia akhirat demi dunia ini, tetapi juga bukanlah yang sebaliknya.
Yang terbaik di antara kamu adalah dia yang percaya kepada keduanya (man akhadza min hadzihi wa
hadzihi). Puasa ternyata memiliki seperangkat nilai etik-spiritual yang tidak saja mendorong "rasa"
yang melahirkan aspek asketik sehingga seseorang menyadari kedudukannya sebagai manusia. Lebih
dari itu, nilai keseimbangan hidup yang diajarkan nabi muhammad justru yang paling banyak
ditemukan adalah melalui sikap berpuasa. Puasa meningkatkan rasa, mempertajam aspek humanisme
melalui kesadaran bahwa kita "lemah" bahkan secara tidak langsung mendidik aspek filantrofis secara
mekanik, melalui penerimaan nilai-nilai berpuasa ke dalam batin kita. Itulah kenapa, banyak kenyataan
historis yang membicarakan manusia-manusia hebat karena sesungguhnya mereka adalah pribadi-
pribadi yang sukses menyerap nilai-nilai asketik dari puasa ke dalam dirinya. Puasa lebih banyak
mendorong seseorang untuk lebih "memanusiakan" dirinya dan orang lain, sehingga jika dilakukan
dengan baik, puasa mendudukkan manusia sebagaimana mestinya, manusia yang berakal, kreatif, dan
berkasih sayang, bukan manusia yang mempertegas sifat kebinatangannya yang hanya ingin menang
dan tak peduli bahkan tak punya rasa dengan lainnya

C. KEBERADAAN ZAKAT DALAM ISLAM


Zakat (bahasa arab: ‫زكاة‬ : zakah) dalam segi istilah adalah harta tertentu yang wajib dikeluarkan
oleh orang yang beragama islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir
miskin dan sebagainya). Zakat dari segi bahasa berarti 'bersih', 'suci', 'subur', 'berkat' dan 'berkembang'.
Menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syariat islam. Zakat merupakan rukun keempat
dari rukun islam. Menurut kebahasaan, zakat itu bisa ditilik dari kata ‫( زكى‬zakā), yang kalau
dirangkaikan pada kalimat, yaitu ‫( يزكو الشيء زكا‬sesuatu itu bertambah dan tumbuh), atau bisa pula ‫الزرع‬
‫( زكا‬tanaman itu tumbuh). dan pada yang lain seperti: ‫ارة زكت‬ÃÃÃ‫( التج‬perniagaan itu tumbuh dan
berkembang). definisi zakāh sebagai madah/pujian dapat pula dilihat dalam firman allah ta'ala:
‫اَ ْنفُ َس ُك ْم تُزَ ُّكوْ ا فـاَل‬
(maka janganlah kamu memuji dirimu suci).
kalau ia bermakna "pembersihan", apakah ia secara kasat mata (hissiyyah) atau secara makna, bisa
dilihat pada qs as-syams ayat 9:
‫ك َم ْن أَ ْفلَ َح قَ ْد‬
َّ َ‫اهاز‬
(maka beruntunglah orang yang menyucikannya)
yakni menyucikannya (jiwa) dari segala kekotoran. Dari zakā terbentuk kata tazkiyah (‫)تزكية‬, atau
menyebut kata-kata pujian bagi diri. Dari situ pada bahasa arab juga dikenal kata ‫نفسه الرجلزكى‬ zakā
ar-rajulu nafsahu.inilah yang masuk ke dalam definisi awal zakat yang artinya adalah "tumbuh",
"suci", dan "berkah". Dengan makna kebahasaan di atas, yakni "tumbuh" dan "suci", menurut ibnu
hajar al 'asqalani, sesuai tinjauan syariat, maka itulah yang akan menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan pada harta dan pahala, terlebih juga, zakat itu berkaut pula dengan perdagangan dan
pertanian.Adapun secara makna, ia berarti nama atau sebutan dari sesuatu hak allah ta'ala yang
dikeluarkan kepada fakir miskin,ini ditunjukkan oleh sebuah riwayat di mana nabi muhammad
mengutus mu'adz bin jabal ke yaman, untuk mengambil sebagian harta orang yang kaya agar diberikan
kepada orang yang papa di antara mereka. adapun secara keistilahan, makna zakat dalam syariat islam
ialah arti seukuran tertentu beberapa jenis harta, yang wajib diberikan kepada golongan-golongan
tertentu, dengan syarat-syarat yang tertentu pula. Bagian dari harta inilah yang dinamai zakat, dan
didoakan oleh penerimanya agar diparingi keberkatan dari allah.[2] tak jauh dengan ketentuan di atas, ia
dikecualikan dari bani hasyim dan bani muthalib, dan wajib dikeluarkan bagi yang berakal, baligh, dan
merdeka. menurut undang-undang nomor 38 tahun 1999, disebutkan bahwasanya zakat merupakan
harta yang wajib disisihkan oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada
yang berhak menerimanya.

 PENGARUH ZAKAT TERHADAP MANUSIA


Zakat sebagai salah satu rukun Islam yang lima wajib ditunaikan oleh umat muslim. Al-Qur‟an
dan sunnah selalu menggandengkan shalat dengan zakat. Ini menunjukkan betapa eratnya hubungan
antara keduanya. Keislaman seseorang tidak akan sempurna kecuali dengan kedua hal tersebut. Zakat
merupakan jembatan menuju Islam. Siapa yang melewatinya akan selamat sampai tujuan dan siapa
yang memilih jalan lain akan tersesat. Abdullah bin Mas‟ud mengungkapkan, “Anda sekalian
diperintahkan menegakkan shalat dan membayarkan zakat. Siapa yang tidak mengeluarkan zakat maka
shalatnya tidak akan diterima.”
1. Zakat termasuk dalam ibadah maliyah ijtima’iyah, artinya ibadah di bidang harta yang
memiliki kedudukan yang sangat penting dalam membangun masyarakat. Jika zakat dikelola
dengan baik, baik pengambilan maupun pendistribusiannya, pasti akan dapat mengangkat
kesejahteraan masyarakat.
2. Menjalankan kewajiban pembayaran zakat juga diyakini dapat digunakan sebagai alternatif
untuk mengentaskan kemiskinan di tengah-tengah masyarakat. Atas dasar itu, tidak jarang
orang berandai. Berangkat dari andai-andai itu, kemudian digambarkan bahwa jika zakat
dijalankan maka kemiskinan yang melilit kebanyakan umat Islam dimana-mana dapat
dikurangi.
3. Dari sisi pembangunan kesejahteraan umat, zakat merupakan salah satu instrumen pemerataan
pendapatan. Dengan zakat yang dikelola dengan baik, dimungkinkan membangun pertumbuhan
ekonomi sekaligus pemerataan pendapatan, economic with equity. Monzer Kahf menyatakan
zakat dan sistem pewarisan Islam cenderung kepada distribusi harta yang egaliter dan bahwa
sebagai manfaat dari zakat, harta akan selalu beredar.
4. Zakat menurut Mustaq Ahmad5 adalah sumber utama kas negara dan sekaligus merupakan
soko guru dari kehidupan ekonomi yang dicanangkan Al-Qur‟an. Oleh karena itu perlu
dikembangkan adanya sistem pendistribusian zakat, agar proses penyaluran dana zakat kepada
mustahik dapat berjalan lancar dan sesuai dengan aturan yang berlaku. Menggali potensi zakat
perlu dilakukan melalui identifikasi objek zakat. Sosialisasi dalam mekanisme penerimaan/
pemungutan melalui petugas pengumpul zakat (Amil) sangat penting.
Dalam strategi pengelolaan zakat, sebaiknya Lembaga/ Badan Amil Zakat yang ada di Indonesia
mencontoh negara tetangga Malaysia yang mengenalkan produk hukum yang mengatur tentang zakat.
Supremasi hukum tentang zakat sepuluh kali lipat dibandingkan perolehan zakat yang ada di Indonesia
yang secara demografis penduduknya yang menganut agama Islam lebih banyak daripada Malaysia.
Akan tetapi, fakta yang terjadi saat ini di Indonesia bertolak belakang dengan apa yang sudah
direncanakan, zakat yang diterima oleh Lembaga/ Badan Amil Zakat tidak sesuai dengan jumlah
penduduk muslim yang ada. Minimnya penerimaan zakat oleh Amil Zakat bukan hanya disebabkan
oleh rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut. Hal itu mengakibatkan
masyarakat lebih memilih menyalurkan zakatnya secara langsung kepada orang yang menurut mereka
berhak menerimanya. Sehingga tujuan dari zakat sebagai dana pengembangan ekonomi tidak 4
terwujud, tetapi tidak lebih hanya sebagai dana sumbangan konsumtif yang sifatnya sangat temporer.
BAB lll
PENUTUP

A. Kesimpulan
Beberapa poin yang kami sebutkan di atas jelas menggambarkan bagaimana manfaat dan pengaruh
positif ibadah dan amal shaleh yang dikerjakan oleh seorang muslim bagi dirinya. Masih banyak poin
lain yang tentu tidak mungkin disebutkan semuanya.

B. Saran
Semoga makalah ini menjadi motivasi bagi kita untuk semakin giat dan bersungguh-sungguh dalam
mengamalkan ibadah dan ketaatan kepada allah azza wa jalla , serta berusaha untuk membenahi amal
ibadah yang sudah kita lakukan selama ini agar benar-benar sesuai dengan petunjuk dan syariat allah
azza wa jalla .
DAFTAR PUSTAKA

1. http://eprints.walisongo.ac.id/6419/2/BAB%20I.pdf
2. https://www.academia.edu/29125931/MAKALAH_AGAMA_TENTANG_PUASA
3. http://eprints.ums.ac.id/29096/2/BAB_1.pdf

Anda mungkin juga menyukai