Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH FIKIH IBADAH

“Adzan, Sholat Jum'at, dan Sholat Jamaah”

Dosen Pengampu:
Ifansyah Putra, M.Sos

Disusun Oleh:
KELOMPOK 6
1. Arini Dwi Puspa Anjani (2323150094)
2. Dewi Susanti (2323150011)

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
TAHUN 2024

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum, Wr, Wb.


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas makalah yang berjudul “Adzan, Sholat Jum'at, dan Sholat Jamaah”. Selain
itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan kepada pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ifansyah Putra, M.Sos
yang telah membimbing penulis sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan tugas makalah ini. Penulis menyadari, makalah
yang penulis buat ini masih jauh dari kata sempurana. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum, Wr, Wb.

Bengkulu, April 2024

Kelompok 6

2
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Adzan ..................................................................................................... 2
B. Shalat Jum’at........................................................................................... 3
C. Shalat Jema’ah........................................................................................ 6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Shalat merupakan salah satu bagian dari Rukun Islam, yang wajib kita
laksanakan sebagai seorang muslim. Shalat tersusun dari berbagai jenis ibadah.
Seperti dzikir mengingat Allah, membaca Al-quran, rukuk, sujud, menghadap
kiblat berdoa, bertasbih dan takbir.1 Shalat merupakan ibadah yang paling
utama, yang diwajibkan kepada kita semua sebagai muslim. Shalat merupakan
oleh-oleh yang diwahyukan langsung kepada Rasulullah tanpa pelantara
malaikat Jibril, pada malam Isro Miraj nya Rasul ke sidrotul muntaha. Maka
sudah barang jelas bahwa shalat merupakan ibadah diutamakan dalam Agama
Islam.
Shalat menempati urutan kedua dari Rukun Islam setelah syahadat, shalat
juga merupakan salah satu media komunikasi kita dengan Allah SWT, dengan
shalat sebagai media komunikasi kita kepada Allah, maka kita bisa menangis,
memelas, berkeluh kesah atas segala sesuatu hal yang menyesakkan dada.
Dalam shalat telah terhimpun segala bentuk dan tatacara yang dikenal oleh
kalangan umat manusia sebagai bentuk pengagungan dan penghormatan kita
terhadap Allah SWT. Walaupun secara logika shalat merupakan kegiatan rutin
yang dilakukan umat Islam dengan gerakan-gerakan saja, seperti gerakan
rukuk, sujud, tunduk dan sebagainya. Hal demikian yang kita lakukan sebagai
bentuk rasa syukur kita terhadap Allah SWT.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan adzan ?
2. Apa yang dimaksud dengan shalat jum’at?
3. Apa yang dimaksud dengan shalat jema’ah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui adzan .
2. Untuk mengetahui shalat jum’at.
3. Untuk mengetahui shalat jema’ah.

4
BAB II
PEMBAHASAN

A. Adzan
Secara etimologi adzan berarti menginformasikan semata-mata atau
pemberitahuan.1 Sedangkan secara terminologi berarti menginformasikan
(memberitahukan) tentang masuknya waktu-waktu shalat fardhu dengan lafal-
lafal tertentu.2 Menurut H. Sulaiman Rasjid yang dimaksud dengan Adzan
ialah “Memberitahukan”. Yang dimaksud di sini ialah memberitahukan bahwa
waktu sholat telah tiba dengan lafal yang di tentukan oleh syara’.3
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan adzan yaitu
memberitahukan telah datangnya waktu shalat dengan lafal yang telah
ditentukan oleh syara’. Adzan, selain untuk memberitahukan bahwa waktu
shalat telah tiba, dan menyerukan untuk melakukan shalat berjamaah, juga
pada sisi lain untuk mensyiarkan agama Islam di muka umum. Dalam lafal
adzan dan iqomah banyak berisi pengertian yang mengandung maksud penting
di antaranya dari sisi akidah, seperti adanya Allah Yang Maha Besar bersifat
Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya, menjelaskan bahwa Nabi Muhammad adalah
rasul Allah. Sesudah kita bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah dan
Muhammad utusan Allah, kita lalu diajak pula meraih kemenangan baik di
dunia maupun di akhirat. Lafal adzan dan iqomah akhirnya ditutup dengan
kalimat tauhid
Adzan juga berfungsi sebagai dakwah dan seruan untuk memenuhi
panggilan Hayya alas shalah, Hayya alal falah (mari menuju sholat, mari
menuju kebahagiaan). Kemudian adzan merupakan dakwah yang terfokus
kepada Islam agama tauhid yang sering kali seruan-seruan ini memberikan
pengaruh terhadap jiwa orang-orang non-muslim sehingga Allah melapangkan
dada mereka kepada Islam. Sesungguhnya adzan telah memadukan antara
keindahan dan kesehajaan, antara kekuatan dan kepadatan, dan tidak ada
1
Masykuri Abdurrahman dan Mokh. Syaiful Bahri, Kupas Tuntas Salat, Tata Cara dan
Hikmahnya, (Jakarta: Erlangga, 2006), h.41
2
Muhammad Jawad Muqniyah, Fiqih Lima Mazhab, (Jakarta: Lentera, 2008), h.96.
3
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2015), h.53.

5
seruan serta pemberitahuan berbagai ibadah dalam agama-agama lain yang
sanggup menandinginya.4
Adzan pertama kali disyari’atkan di Madinah yang perintah
pelaksanaanya telah dijelaskan dalam hadits Bukhari-Muslim yaitu:
“Dari Malik bin al-Huwairits, Sesungguhnya Nabi Saw. bersabda: “Apabila
waktu shalat telah tiba, maka hendaklah salah seorang diantara kamu adzan
untuk (shalat) mu, dan hendaklah yang tertua diantara kamu bertindak sebagai
imam bagi kamu”. (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim, dalam Nailul Authar juz
2, hal. 37).
B. Sholat Jum'at
1. Pengertian Shalat Jum’at
Sholat Jum’at adalah sholat dua rakaat yang dilakukan di hari Jumat
secara berjamaah setelah khutbah Jumat setelah masuk waktu Dhuhur.
Sholat yang tersendiri bukan sholat dhuhur yang diringkas. Dan sholat ini
seperti sholat lainnya dari segi rukun,syarat, dan adab-adabnya. Akan tetapi,
untuk dapat melakukan sholat Jum’at berjamaah, jumlah yang hadir harus
minimal 40 orang dan dilakukan di masjid atau sebuah bagunan yang dapat
menampung banyak jamaah.5
(Fasal) syarat-syarat wajib melaksanakan sholat Jum'at ada tujuh
perkara. Yakni 1) Islam, 2) baligh dan 3) berakal. Ini juga menjadi syarat-
syarat kewajiban melakukan sholat-sholat selain sholat Jum'at. Ke 4)
merdeka, 5) laki-laki, 6) sehat dan ke 7) bertempat tinggal tetap. Maka
sholat Jum'at tidak wajib bagi orang kafir asli, anak kecil, orang gila, budak,
wanita, orang sakit dan sesamanya, dan orang yang bepergian.
Adapun syarat-syarat sah pelaksanaan sholat Jum'at ada tiga.
a. Tempat tinggal yang dihuni oleh U sejumlah orang yang melakukan
sholat Jum'at, baik berupa kota ataupun pedesaan yang dijadikan tempat

4
Musthafa Masyhur, Fiqh Dakwah, (Jakarta: Al-I’thisom, 2014), 180.
5
Arifa’i Saputra, dkk, “Pemahaman dan Implementasi Hadis Tentang Shalat Jum’at Masjid
Raya Darul Ma’ruf Batang Kabung Ganting Kota Padang”, Jurnal Ulunnuha Vol.10 No.1 (2021),
h.116.

6
tinggal tetap. Hal itu diungkapkan oleh pengarang dengan perkataannya,
"daerah tersebut adalah kota ataupun desa."
b. Jumlah jamaah sholat Jum'at mencapai empat puluh orang laki-laki dari
golongan ahli Jum'at.
Mereka adalah orang-orang mukallaf laki-laki yang merdeka dan
bertempat tinggal tetap, sekira tidak berpindah dari tempat tinggalnya
baik di musim dingin atau kemarau kecuali karena hajat.
c. Waktu pelaksanaannya masih tersisa, yakni waktu sholat Dhuhur. Maka
seluruh bagian sholat Jum'at harus terlaksana di dalam waktu.
Sehingga, seandainya waktu sholat Dhuhur mepet, yakni waktu yang
tersisa tidak cukup untuk melaksanakan bagian-bagian yang wajib di dalam
sholat Jum'at yakni dua khutbah dan dua rakaatnya, maka yang harus
dilaksanakan adalah sholat Dhuhur sebagai ganti dari sholat Jum'at tersebut.
Jika waktu sholat Dhuhur telah habis, atau syarat-syarat sholat Jum'at
tidak terpenuhi, yakni seluruh waktu Dhuhur telah habis, baik secara yaqin
atau dugaan saja. Sedangkan para jama'ah dalam keadaan melaksanakan
sholat Jum'at, maka yang dilakukan adalah sholat Dhuhur dengan
meneruskan apa yang telah dilaksanakan dari sholat Jum'at, dan sholat
Jum'at tersebut dianggap keluar baik telah melakukan satu rakaat darinya
ataupun tidak.
Seandainya para jama'ah ragu terhadap habisnya waktu dan mereka
berada di dalam sholat, maka mereka menyempurnakan sholat tersebut
sebagai sholat Jum'at menurut pendapat al Ashah.
Fardlu-fardlunya sholat Jum'at ada tiga. Sebagian ulama'
mengungkap-kan dengan bahasa "syarat-syarat".
Pertama dan kedua adalah dua khutbah yang dilakukan seorang khatib
dengan berdiri dan duduk diantara keduanya. Imam al Mutawalli berkata,
"yakni dengan ukuran thuma'ninah diantara dua sujud."
Seandainya khatib tidak mampu berdiri dan ia melakukan sholat
dengan duduk atau tidur sah dan hukumnya miring, maka diperbolehkan
mengikutinya walaupun tidak tahu dengan keadaan sang khatib yang

7
sebenarnya. Dan ketika seorang khatib melaksanakan khutbah dengan cara
duduk, maka ia memisah antara kedua khutbah dengan diam sejenak tidak
dengan tidur miring.
Adapun rukun-rukun khutbah ada lima, 1) memuji kepada Allah ta'ala,
2) membaca sholawat untuk baginda Nabi Saw, dan lafadz keduanya telah
tertentu. Ke 3) wasiat taqwa dan lafadznya tidak tertentu menurut qaul al
ashah, ke 4) membaca ayat Al Qur'an di salah satu khutbah dua, dan ke 5)
berdo'a untuk orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan di dalam
khutbah yang kedua.
Seorang khatib disyaratkan harus memberikan pendengaran bisa
rukun-rukun khutbah kepada empat puluh jama'ah yang bisa meng-esahkan
sholat Jum'at. Disyaratkan harus muwalah diantara kalimat- kalimat khutbah
dan diantara dua khutbah. Seandainya khatib memisah antara kalimat-
kalimat khutbah walaupun sebab udzur, maka khutbah yang dilakukan
menjadi batal. Dan di dalam pelaksanaan kedua khutbah disyaratkan harus
menutup aurat, suci dari hadats dan najis pada pakaian, badan dan tempat.6
2. Muhimmat Shalat Jum’at
1. Khutbah Dengan Bahasa Indonesia
Tidak disyaratkan keberadaan khutbah jum'at dengan berbahasa A
hanya rukun-rukunnya saja. Sedangkan yang selain rukun khu
menggunakan bahasa selain Arab, lebih-lebih jika menggunakan bah
tempat pelaksanaan shalat jum'at, maka hal itu akan menghasilkan j
2. Khatib Bukan Imam Shalat
Fatwa Syeikh Muhammad Saleh bin Ibrohim; Keberadaan khatib ju
menjadi imam shalat adalah makruh.
3. Membaca Shalawat dengan Pelan bagi Pendengar Khutbah
Disunnahkan bagi orang yang mendengarkan khutbah untuk m
suara bacaan sholawat atas Nabi Saw, begitu pula membaca ta Shahabat
Nabi ketika dituturkan, sekira bisa didengar oleh dirinya s hukumnya

6
Moh. Syakur dan Roy Fadli, Terjemah Fatul Qharib Masa Kini, (Kediri: Pustaka, 2020),
h.154-158.

8
makruh mengeraskan suaranya, karena itu akan bisa me mendengarkan
khutbah.
4. Perempuan Boleh Ikut Jumatan
Bagi mereka yang tidak berkewajiban shalat Jum'at seperti hamba
sahaya, musafir dan wanita, diperbolehkan menjalankan shalat Jum'at
sebagai ganti dari shalat dluhurnya, dan shalat Jum'atnya sudah bisa
mencukupinya, bahkan lebih utama.
5. Menjalankan Kotak Amal Saat Khutbah
Hukumnya makruh berjalan diantara barisan-barisan jama'ah
karena untuk meminta (mengedarkan) kotak amal atau mendekatkan air
minum, serta membagikan kertas undangan dan memberikan sedekah
kepada jama'ah. Karena yang demikian itu dapat mengganggu jama'ah
dari berdzikir dan mendengarkan khutbah.
6. Khotib Tidak Disunahkan Nudang-Nuding Saat Khutbah
Saya (Imam Asy-Syafi'i) sangat suka terhadap seseorang yang
berkhutbah bertumpu terhadap sesuatu. Dan apabila ia meninggalkan
(tidak bertumpu pada sesuatu), maka saya senang apabila seorang khotib
menenangkan kedua tangannya dan semua badannya, dan hendaknya ia
tidak bermain-main dengan tangannya.7
C. Sholat Jamaah
1. Pengertian Shalat Jama’ah
Kata shalat berakar dari Bahasa Arab yaitu ‫لي‬KK‫ص‬-‫لي‬KK‫يص‬-‫الة‬KK‫ ص‬yang
artinya adalah doa. Sedangkan menurut bahasa terdapat dua pengertian,
yaitu “berdoa” dan “bersholawat.” Shalat menurut bahasa adalah doa.
Sedangkan menurut istilah shalat merupakan suatu ibadah yang
mengandung perkataan dan perbuatan tertentu yang dimulai dengan takbir
disudahi dengan salam. Jemaah menurut bahasa diambil dari kata jama’
artinya mengumpulkan sesuatu dengan mendekatkan sebagian dengan
sebagian lainnya. Jemaah adalah sekelompok orang banyak dan dikatakan
juga sekelompok manusia yang berkumpul berdasarkan suatu tujuan. Al-

7
Moh. Syakur dan Roy Fadli, Terjemah Fatul Qharib Masa Kini…”, h.159-160.

9
jama’ah menurut istilah fuqaha merupakan bilangan manusia yang
berjumlah banyak. Al-Kasani berkata “Al-Jama‟ah terambil dari kata
“alijtima”. Jumlah terkecil sebuah jemaah adalah terdiri dari dua orang,
yaitu antara imam dan makmum. Secara umum shalat berjamaah artinya
shalat yang dilakukan kaum muslimin secara bersama-sama yang sedikit-
dikitnya dari dua orang, yaitu satu orang sebagai imam dan satu orang lagi
sebagai makmun. Ketika melaksanakan shalat berjamaah maka posisi imam
di depan dan makmum berada di belakang, seorang makmum juga harus
mengikuti gerakan imam dan tidak boleh mendahuluinya.8
Shalat berjama’ah yaitu shalat bersama, sekurang-kurangnya terdiri
dari dua orang, yaitu imam dan makmum. Hukum shalat berjama’ah adalah
fardu ‘ain (wajib ‘ain), sebagian berpendapat fardu kiffayah, dan sebagian
lagi berpendapat fardu kiffayah, dan sebagian lagi mengatakan sunnah
mu’akkad. Pendapat terbanyak mengatakan, hukumnya adalah fardu
kiffayah”. Menurut Mustofa hukum shalat berjama’ah adalah sunnah
mu’akkad. Sementara itu, Rasjid menjelaskan bahwa sebagian ulama
mengatakan bahwa shalat berjama’ah adalah fardu ‘ain, sebagian
berpendapat bahwa shalat berjama’ah itu fardu kiffayah, dan sebagian
berpendapat sunat muakkad (sunat istimewa).9
Sholat berjama'ah bagi orang-orang laki-laki di dalam sholat-sholat
fardlu selain sholat Jum'at hukumnya sunnah muakkad menurut pengarang
dan imam ar Rafi'i. Namun pendapat al Ashah menurut imam an Nawawi
hukum berjmaah adalah fardlu kifayah (kewajiban secara kolektif). Seorang
makmum bisa mendapatkan pahala berjama'ah bersama imam pada selain
sholat Jum'at selama sang imam belum melakukan salam yang pertama,
walaupun sang makmum belum sempat duduk bersama imam.10
Adapun hukum berjama'ah di dalam sholat Juma'at adalah fardlu 'ain,
dan tidak bisa hasil dengan kurang dari satu rakaat. Bagi makmum wajib
8
Muhammad Ilyas, “Hadis tentang Keutamaan Shalat Berjamaah”, Jurnal Riset Agama
Vol.1 No.2 (2021), h.249-250.
9
Chaira Saidah Yusrie, “Minat Remaja Dalam Mengikuti Shalat Berjamaah”, Mimbar
Kampus: Jurnal Pendidikan dan Agama Islam Vol.20 No.1 (2021), h.5.
10
Moh. Syakur dan Roy Fadli, Terjemah Fatul Qharib Masa Kini…”, h.143-145.

10
niat menjadi makmum atau niat mengikuti imam. Dan tidak wajib
menentukan imam yang diikuti bahkan cukup niat bermakmum dengan
imam yang hadir saat itu walaupun dia tidak mengenalnya. Jika ia
menentukan sang imam dan ternyata keliru, maka sholatnya batal kecuali
jika disertai isyarat dengan ucapannya "saya niat bermakmum pada Zaid,
yang ini", namun ternyata dia adalah 'Amr, maka sholatnya tetap sah. Tidak
bagi imam, maka tidak wajib bagi dia niat menjadi imam untuk
mengesahkan bermakmum padanya di dalam selain sholat
Bahkan niat menjadi imam hukumnya disunnahkan bagi imam. Jika ia
tidak niat menjadi imam, maka sholatnya dihukumi sholat sendirian.
Bagi laki-laki merdeka diperbolehkan bermakmum kepada seorang
budak laki-laki. Dan bagi seorang pria yang baligh diperbolehkan
bermakmum kepada anak yang mendekati masa baligh (murahiq).
Adapun bocah yang belum tamyiz, maka tidak sah bermakmum
kepadanya. Seorang laki-laki tidak sah bermakmum kepada seorang wanita
dan huntsa musykil (waria yang belum jelas status kelaminnya). Huntsa
muskil tidak sah bermakmum kepada seorang wanita dan huntsa musykil.
Seorang qari', yakni orang yang benar bacaan Al Fatihahnya, tidak sah
bermakmum pada seorag ummi, yakni orang yang cacat bacaan huruf atau
tasydid dari surat Al Fatihah.
Kemudian pengarang memberi isyarat pada syarat-syarat bermakmum
dengan perkataannya, Di tempat manapun di dalam masjid seseorang
melakukan sholat mengikuti imam yang berada di dalam masjid, dan ia
yakni makmum mengetahui sholatnya imam dengan langsung melihatnya
atau melihat sebagian shof, maka hal tersebut sudah cukup di dalam sahnya
bermakmum pada sang imam, selama posisinya tidak mendahului imam.
Imam dalam satu arah, maka sholatnya tidak sah. Tidak masalah jika
tumitnya sejajar dengan tumit sang imam.
Dan disunnahkan sang makmum mundur sedikit di belakang imam.
Dan dengan posisi ini, ia tidak dianggap keluar dari shof sehingga akan
menyebabkan ia tidak mendapatkan keutamaan sholat berjama'ah.

11
Jika seorang imam sholat di dalam masjid sedangkan sang makmum
sholat di luar masjid, ketika keadaan sang makmum dekat dengan imam
dengan gambaran jarak diantara keduanya tidak melebihi tiga ratus dzira'
(144 mtr.), dan sang makmum mengetahui sholat sang imam, dan di sana
tidak ada penghalang, diantara imam dan makmum, maka diperbolehkan
bermakmum kepada imam tersebut.
Jarak tersebut terhitung dari ujung terakhir masjid. Jika imam dan
makmum berada di selain masjid, adakalanya tanah lapang atau bangunan,
maka syaratnya adalah jarak diantara keduanya tidak lebih dari tiga ratus
dzira' (144 mtr.), dan diantara keduanya tidak terdapat penghalang.
2. Muhimmat Shalat Jama’ah
1. Hukum Niat Menjadi Imam
Sedangkan pendapat yang benar adalah; Niat menjadi imam tidak
menjadi persyaratan keabshahan sholat berjamaah, ba yang tidak niat
menjadi imam, lalu diikuti oleh ma'mum para perempuan.
2. Hukum Berjamaah dalam Shalat Sunnah
(Masalah Kaf}. Diperbolehkan berjama'ah dalam shalat witir,
sesamanya. Sama sekali tidak ada kemakruhan dalam hal itu ada
pahalanya. Benar, akan tetapi jika dimaksudkan pengajaran kepada
orang-orang yang shalat dan memberi mereka, maka pengajaran atau
dorongan itulah yang mempur
3. Bermakmum Pada Imam yang Berbeda Faham
(Masalah) Hukumnya sah bermakmum dengan orang pemahaman,
jika makmum mengetahui imam melakukan ap menurut makmum,
demikian pula jika makmum tidak menget
4. Sikap Ma'mum Ketika Melihat Sholatnya Imam Batal
Imam Ar-Romli berkata “Mufaroqoh” (berpisah dari imam)
terkadang hukumnya wajib. semisal makmum mengetahui imamnya
melakukan sesuatu yang bisa membatalkan shalat, sekalipun si imamnya
tidak mengetahui.
5. Niat Bermakmum Di Tengah Shola

12
Andaikan makmum niat menjadi makmum keti maka hukumnya
sah, namun makruh, dan tidak
6. Posisi Ma'mum Ketika Sendiri
(Far'un) Makmum laki-laki disunnahkan ber sekalipun ia anak
kecil, jika memang tidak ada makmum agak ke-belakang sedikit dari
imam.
7. Penghalang Ma'mum dan Imam
Andaikan ada perkara yang menghalangi san imam, namun tidak
menghalangi pandanganny perkara tersebut bisa menghalangi pandangan
si sampainya makmum ketempat imam. Semisa dalam hal ini ada dua
pendapat. Pendapat yang d jama'ahnya tidak sah.
8. Imam Qunut tapi Ma'mum Tidak Qunut
Jika makmum lupa tidak membaca do'a qunut, lagi mengikuti
imamnya. Dan jika disengaja, untuk berdiri kembali.11

BAB III
PENUTUP

11
Moh. Syakur dan Roy Fadli, Terjemah Fatul Qharib Masa Kini…”, h.146-147.

13
A. Kesimpulan
Secara etimologi adzan berarti menginformasikan semata-mata atau
pemberitahuan. Sedangkan secara terminologi berarti menginformasikan
(memberitahukan) tentang masuknya waktu-waktu shalat fardhu dengan lafal-
lafal tertentu. Adzan juga berfungsi sebagai dakwah dan seruan untuk
memenuhi panggilan Hayya alas shalah, Hayya alal falah (mari menuju sholat,
mari menuju kebahagiaan).
Sholat Jum’at adalah sholat dua rakaat yang dilakukan di hari Jumat
secara berjamaah setelah khutbah Jumat setelah masuk waktu Dhuhur. Sholat
yang tersendiri bukan sholat dhuhur yang diringkas. Dan sholat ini seperti
sholat lainnya dari segi rukun,syarat, dan adab-adabnya. Akan tetapi, untuk
dapat melakukan sholat Jum’at berjamaah, jumlah yang hadir harus minimal 40
orang dan dilakukan di masjid atau sebuah bagunan yang dapat menampung
banyak jamaah.
Ada beberapa muhimmat dalam shalat jum’at, antara lain:
1. Khutbah Dengan Bahasa Indonesia
2. Khatib Bukan Imam Shalat
3. Membaca Shalawat dengan Pelan bagi Pendengar Khutbah
4. Perempuan Boleh Ikut Jumatan
5. Menjalankan Kotak Amal Saat Khutbah
6. Khotib Tidak Disunahkan Nudang-Nuding Saat Khutbah
Shalat berjama’ah yaitu shalat bersama, sekurang-kurangnya terdiri dari
dua orang, yaitu imam dan makmum. Hukum shalat berjama’ah adalah fardu
‘ain (wajib ‘ain), sebagian berpendapat fardu kiffayah, dan sebagian lagi
berpendapat fardu kiffayah, dan sebagian lagi mengatakan sunnah mu’akkad.
Ada beberapa muhimmat dalam shalat jama’ah, antara lain:
1. Hukum Niat Menjadi Imam
2. Hukum Berjamaah dalam Shalat Sunnah
3. Bermakmum Pada Imam yang Berbeda Faham
4. Sikap Ma'mum Ketika Melihat Sholatnya Imam Batal
5. Niat Bermakmum Di Tengah Shola

14
6. Posisi Ma'mum Ketika Sendiri
7. Penghalang Ma'mum dan Imam
8. Imam Qunut tapi Ma'mum Tidak Qunut

DAFTAR PUSTAKA

15
Abdurrahman, Masykuri dan Mokh. Syaiful Bahri. 2006. Kupas Tuntas Salat,
Tata Cara dan Hikmahnya. Jakarta: Erlangga.
Ilyas, Muhammad. 2021. “Hadis tentang Keutamaan Shalat Berjamaah”, Jurnal
Riset Agama 1(2): 249-250.
Masyhur, Musthafa. 2014. Fiqh Dakwah. Jakarta: Al-I’thisom.
Muqniyah, Muhammad Jawad. 2008. Fiqih Lima Mazhab. Jakarta: Lentera.
Rasjid, Sulaiman. 2015. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Saputra, Arifa’I, dkk. 2021. “Pemahaman dan Implementasi Hadis Tentang Shalat
Jum’at Masjid Raya Darul Ma’ruf Batang Kabung Ganting Kota Padang”,
Jurnal Ulunnuha 10(1): 116.
Syakur, Moh. dan Roy Fadli. 2020. Terjemah Fatul Qharib Masa Kini. Kediri:
Pustaka.
Yusrie, Chaira Saidah. 2021. “Minat Remaja Dalam Mengikuti Shalat
Berjamaah”, Mimbar Kampus: Jurnal Pendidikan dan Agama Islam 20(1):
5.

16

Anda mungkin juga menyukai