Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

FIQIH

Dosen Pengampu:
Lenda Surepi, S.H.I. M.H

Disusun Oleh:
Dinda Zentyan
NIM. 2223320090

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI FATMAWATI SUKARNO BENGKULU
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
untuk menambah wawasan kepada pembaca.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lenda Surepi, S.H.I.
M.Hyang telah membimbing penulis sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis juga mengucapkan terima kasih, penulis menyadari, makalah yang
penulis buat ini masih jauh dari kata sempurana. Oleh karena itu, kritik dan saran
yang membangun akan penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Bengkulu, Juli 2023

Dinda Zentyan
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
DAFTAR ISI...................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Fiqih ..................................................................................... 3
B. Sejarah Ilmu Fiqih................................................................................... 3
C. Fiqih Thaharah........................................................................................ 5
D. Shalat....................................................................................................... 6
E. Dalil-Dalil Shalat.................................................................................... 6
F. Puasa Wajib dan Sunnah......................................................................... 7
G. Zakat........................................................................................................ 7
H. Pengeluaran Zakat................................................................................... 8
I. Haji dan Umroh....................................................................................... 9
J. Pernikahan............................................................................................... 10
K. Berkorban................................................................................................ 11
L. Akikah .................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fiqih merupakan sebuah cabang ilmu, yang tentunya bersifat ilmiyah,
logis dan memiliki obyek dan kaidah tertentu. Fiqih tidak seperti tasawuf yang
lebih merupakan gerakan hati dan perasaan.
Fiqih Islam merupakan salah satu bidang studi Islam yang paling
terkenal atau dikenal oleh masyarakat. Ini terjadi karena fiqih terkait langsung
dengan kehidupan masyarakat, dan itu terjadi dari sejak lahir sampai dengana
meninggal dunia, manusia itu selalu berhubungan dengan Fiqih.
Karena sifat dan fungsinya yang demikian itu maka fiqih dikategorikan
sebagai ilmu al-hal. Ilmu al-hal yaitu Ilmu yang berkaitan dengan tingkah laku
kehidupan manusia, dan juga termasuk ilmu yang wajib dipelajari oleh
manusia, karena dengan Ilmu itu pula seseorang baru bisa atau seseorang baru
dapat melaksanakan kewajibannya mengabdi kepada Allah SWT melalui
ibadah seperti dalam melaksanakan sholat, puasa, zakat, haji, dan lain
sebagainya.
Fiqih selalu menyertai seorang muslim dalam kehidupan sehari-hari
mulai dari bangun tidur hingga tidur kembali dan selalu menyertai semua
kegiatan seorang muslim. Jadi fiqih mempunyai kedudukan yang sangat
penting dalam islam terutama dalam mengarahkan apa dan bagaimana seorang
muslim bertindak dan melakukan kegiatannya dalam kehidupan sehari-hari.
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan pengertian Fiqih?
2. Jelaskan sejarah ilmu Fiqih?
3. Jeaskan Fiqih Thaharah?
4. Jelaskan pengertian Shalat?
5. Sebutkan dalil-dalil Shalat?
6. Jelaskan puasa wajib dan sunnah?
7. Apa itu Zaka?
8. Bagaimana pengeluaran Zakat?
9. Jelaskan pengertian Haji dan Umroh ?
10. Apa itu Pernikahan?
11. Apa itu Berkorban?
12. Jelaskan pengertian Akikah?
C. Tujuan Masalah
1. pengertian Fiqih.
2. Untuk mengetahui sejarah ilmu Fiqih.
3. Untuk mengetahui Fiqih Thaharah.
4. Untuk mengetahui Shalat.
5. Untuk mengetahui dalil-dalil Shalat .
6. Untuk mengetahui puasa wajib dan sunnah .
7. Untuk mengetahui Zakat.
8. Untuk mengetahui pengeluaran Zakat.
9. Untuk mengetahui Haji dan Umroh.
10. Untuk mengetahui Pernikahan.
11. Untuk mengetahui Berkorban.
12. Untuk mengetahui Akikah
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Fiqih
Fiqih menurut bahasa berasal dari “faqiha yafqahu-fiqhan” yang berarti
mengerti atau paham. Paham yang dimaksudkan adalah upaya aqliah dalam
memahami ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari AlQur‟an dan As-
Sunnah. Al-fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti
(al-‘ilm bisyai’i ma’a al-fahm).1
Fikih adalah di alam bahasa Arab, perkataan fiqh yang ditulis fiqih atau
kadang-kadang fekih setelah diindonesiakan, artinya paham atau pengertian.
Kalau dihubungakan dengan ilmu ,,dalam hubungan ini dapat juga
dirumuskan (dengan kata lain), ilmu fiqih adalah ilmu yang bertugas
mnentukan dan menguraikan norma-norma hukum dasar yang terdapat di
dalam al-Qur’an dan ketentuan-ketentuan umum yang terdapat dalam Sunnah
Nabi yang direkam dalm kitab-kitab hadis. Dengan kata lain ilmu fikiih
adalah ilmu yang berusaha memahami hukum-hukum yang terdapat di dalam
al-Qur’an dan sunnah Nabi Muhammad untuk diterapkan pada perbuatan
manusia yang telah dewasa yang sehat akalnya yang berkewajiban
melaksanakan hukum Islam.2
B. Sejarah Ilmu Fiqih
Abdul Wahhab Khallaf membagi perkembangan sejarah fikih Islam
atau alTarikh al-Tasyri’ menjadi empat periode, yaitu periode Rasul, sahabat,
tadwin, dan taqlid.
1. Periode Rasul
Ash-Shiddiqiey menuturkan bahwa secara hakikat, pertumbuhan dan
perkembangan fikih Islam telah terjadi di masa Nabi. Hal itu karena Ia
adalah pribadi yang mempunyai wewenang atas dasar wahyu guna
1
Beni Ahmad Saebani dan Januari, Fiqh Ushul Fiqh, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), h.13.
2
Nurhayati, “Memahami Konsep, Syariah, Fiqih, Hukum, dan Ushul Fiqih”, J-HES:
Hukum Ekonomi Syariah Vol.2 No.2 (2018), h.28-129.
pembentukan formulasi hukum. Pelaksanaannya berakhir hingga wafatnya
Nabi. Pada Masa itu, fiqh Islam mulai tumbuh dan membentuk dirinya
menjelma ke alam perwujudan. Sumber asasi yang ada pada masa ini ialah
Al-quran. Sunnah Rasul menjadi penjelas, penegas dan penerang wahyu
Ilahi yang diturunkan. Dengan demikian, sunnah telah juga menjadi
sumber hukum saat itu, dengan pemaknaan segala tindak-tanduk Nabi saw.
Semua hukum dan keputusan hukum didasarkan pada Nabi. Periode Rasul
ini dapat pula dipahami dalam dua periode yang masing-masing
mempunyai corak tersendiri. Yaitu periode Makkah dan Periode Madinah.
2. Periode Sahabat
Periode kedua ini berkembang pada masa wafatya Nabi Muhammad
saw. dan berakhir sejak Muawiyah bin Abi Sufyan menjabat sebagai
kholifah pada tahun 41 H. Pada periode ini hidup sahabat-sahabat Nabi
terkemuka yang mengibarkan bendera Dakwah Islam. Pada masa ini,
Islam sudah meluas, yang mengakibatkan adanya masalah yang
mengakibatkan adanya masalah-masalah baru yang timbul. Oleh karena
itu, tidak mengherankan apabila pada periode sahabat ini pada bidang
hukum ditandai dengan penafsiran pada sahabat dan ijtihadnya dalam
kasus-kasus yang tidak ada nashnya, di samping itu juga terjadi hal-hal
yang tidak menguntungkan yaitu perpecahan masyarakat islam yang
bertentangan sacara tajam.
3. Periode Tadwin
Pemerintah Islam pasca keruntuhan Daulah Umayyah segera
digantikan oleh Daulah Abbasiah. Masa Abbasiah ini disebut juga masa
Mujahidin dan masa pembukuan fikih, karena pada masa ini terjadi
pembekuan dan penyempurnaan fikih. Pada masa Abbasiyyah, yang
dimulai dari pertengahan adab ke-2 H sampai peretngahan abad ke-4 ini,
muncul usaha-usaha pembukuan al-Sunnah, fatwa-fatwa sahabat, dan
tabi’in dalam bidang fikih, tafsir, ushul al-fiqh. Pada masa ini pada lahir
para tokok dalam istinbat dan perundangan-undangan Islam. Masa ini
disebut Masa Keemasan Islam yang ditandai dengan berkembangannya
ilmu pengetahuan yang pengaruhnya dapat dirasakan hingga sekarang.
Pada masa ini muncul pula mazhab-mazhab fikih yang banyak
mempengaruhi perkembangan hukum Islam. Diantaranya : Imam Malik,
Abu Hanifah, Imam Syaf’i, Ahmad Bin Hambal.
4. Periode Taqlid
Sejak akhir pemerintahan Abbasiah, tampaknya kemunduran
berijtihad sehingga sikap taklid berangsur-angsur tumbuh merata di
kalangan umat Islam. Yang di maksud dengan masa taklid adalah masa
ketika semangat (himmah) para ulama untuk melakukan ijtihad mutlak
mulai melemah dan mereka kembali kepada dasar tasyri’ yang asasi dalam
peng-istinbath-an hukum dari nash al-Qur’an dan al-Sunnah.3
C. Fiqih Thaharah
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah
syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat
juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa
wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.4
Dari pengertian tentang thaharah tersebut, dapat disimpulkan bahwa
thaharah secara garis besar adalah menghilangkan atau membersihkan diri
dari hadas maupun najis yang dapat menghalangi seseorang untuk beribadah.
Bersuci dari hadas haruslah melakukan wudhu, mandi wajib, atau tayammum.
Sedangkan agar suci dari najis haruslah menghilangkan kotoran yang ada di
badan, pakaian, dan tempat yang bersangkutan.
Thaharah atau bersuci menduduki masalah penting dalam Islam. Boleh
dikatakan bahwa tanpa adanya thaharah, ibadah kita kepada Allah SWT tidak
akan diterima. Sebab beberapa ibadah utama mensyaratkan thaharah secara
mutlak. Tanpa thaharah, ibadah tidak sah, maka tidak akan diterima Allah.
kalau tidak diterima Allah, maka konsekuensinya adalah kesiasiaan..

3
Fakhrurrazi Ismail, “Ilmu Fikih: Sejarah, Tokoh, dan Mazhab Utama”, Bahsun Ilmy:
Jurnal Pendidikan Islam Vol.2 No.2 (2022), h.71-73.
4
H. Moch. Anwar, Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib, (Bandung: PT Alma’arif, 1987),
h.9
Oleh sebab itu, thaharah mencakup wudhu, mandi, menghilangkan
najis, tayammum dan perkara-perkara lainnya. Thaharah berkaitan dengan
sah atau tidaknya pelaksanaan ibadah yang wajib seperti shalat dan ibadah
lainnya. Hal itu menunjukkan betapa Islam sangat mementingkan kebersihan
pribadi umat.5
D. Shalat
Shalat menurut bahasa 'Arab: doa. Menurut istilah syara' ialah ibadah
yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada
Allah SWT. Mendirikan Shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan
melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir
ataupun yang batin, seperti khusu' ,memperhatikan apa yang dibaca dan
sebagainya.6
Shalat diartikan sebagai suatu ibadah yang meliputi ucapan dan
peragaan tubuh yang khusus, dimulai dengan takbir dan di akhiri dengan
salam (taslim). Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan shalat adalah suatu pekerjaan yang diniati ibadah
dengan berdasarkan syaratsyarat yang telah ditentukan yang dimulai dengan
takbiratul ikhram dan diakhiri dengan salam.
E. Dalil-Dalil Shalat
Shalat adalah rukun islam kedua yang wajib bagi umat muslim. Ada
beberapa dalil yang menjelaskan tentang perintah melaksanakan shalat, antara
lain:
1. Surat Al Isra Ayat 78
2. Surat Hud Ayat 114
3. Surat An Nisa Ayat 103
4. Surat Al Baqarah Ayat 43
5. Surat Al Baqarah Ayat 45
6. Surat Al Baqarah Ayat 110

5
Mohammad Shodiq Ahmad, “Thaharah: Makna Zawahir Dan Bawathin Dalam Bersuci
(Perspektif Studi Islam Komprehensif)”, Mizan; Jurnal Ilmu Syariah Vol.4 No.2 (2014), h.59.
6
Deden Suparman, “Pembelajaran Ibadah dlamPerspektif Psikis dan Medis”, Jurnal
Serambi Tarbawi Vol.9 No.2 (2015),h.51-52.
7. Surat Ar Rum Ayat 17-18
8. Surat Az Zariyat Ayat 56
9. Surat Al Hajj Ayat 78
10. Surat Al Bayyinah Ayat 5.7
F. Puasa Wajib dan Sunnah
Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebutkan arti dari al-Shaum
dalam rukun Islam keempat ini dalam Bahasa Arab disebut shoum, shiyam
yang berarti puasa. Puasa menurut bahasa adalah menahan diri atau

mengendalikan diri baik dari makan, bicara, maupun berjalan. Puasa terdiri
dari dua jenis, yakni wajib dan sunah. Puasa wajib puasa yang harus
dilaksanakan oleh umat Islam dan akan diganjar dosa apabila ditinggalkan.
Berbeda dengan wajib, puasa sunah akan diganjar pahala apabila dikerjakan
dan tidak berdosa apabila tidak dilaksanakan.8
G. Zakat
Menurut bahasa, istilah zakat berasal dari bahasa Arab dan memiliki
banyak arti. Seperti dijelaskan dalam Lisan Al-‘Arab, kata zakat berasal dari
akar kata zaka-yazku-zakatan yang berarti tumbuh atau berkembang.
Pengertian ini seperti ungkapan Abu Hanifah, zaka al-zar’u yang berarti
tanaman yang berkembang. Selain itu, zakat bisa berarti sesuatu yang baik
atau suci (al-Salah). Kemudian zakat juga bisa berarti memuji atau
menganggap diri orang yang suci. Berdasarkan makna-makna tersebut di atas,
maka zakat secara bahasa dapat dipahami sebagai sesuatu yang berkembang,
baik, suci dan barokah. Dalam istilah syariah, zakat merupakan suatu bagian
yang dikenakan ke atas harta yang diwajibkan kepada mereka yang berhak;
ketika telah mencapai nisab dan kesempurnaan syarat. Pada waktu yang
sama, zakat juga bermakna amalan ibadah itu sendiri.9

7
Syafrida dan Nurhayati Zein, Fiqh Ibadah, (Pekanbaru: CV. Mutiara Pesisir Sumatra,
2015), h.176-180.
8
Safria Andy, “Hakikat Puasa Ramadhan dalam Perspektif Tasawuf (Tafsir Q.S Al-
Baqarah: 183)”, Jurnal Ibn Abbas Vol.1 No.1 (2018), h.6-7.
9
Muhammad Hasbi Ash-Shadiqy, Pedoman Zakat, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2015),
h.3
H. Pengeluaran Zakat
Zakat yang telah terhimpun harus segera disalurkan kepada mustahik
sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja, antara
lain:
1. Fakir dan miskin
Meskipun kedua kelompok ini memiliki perbedaan yang cukup
signifikan, akan tetapi dalam teknis opersional sering dipersamakan, yaitu
mereka yang tidak memiliki penghasilan sama sekali, atau memilikinya
akan tetapi sangat tidak mencukupi kebutuhan pokok dirinya dan keluarga
yang menjadi tanggungannya.
2. Kelompok amil (petugas zakat)
Kelompok ini berhak mendapatkan bagian dari zakat, maksimal satu
perdelapan atau 12,5 persen, dengan catatan bahwa petugas zakat ini
memang melakukan tugas-tugas keamilan dengan sebaik-baiknya dan
waktunya sebagian besar atau seluruhnya untuk tugas tersebut.
3. Kelompok muallaf
Kelompok orang yang dianggap masil lemah imannya, karena baru
masuk Islam. Mereka diberi agar bertambah kesungguhannya dalam ber-
Islam dan bertambah keyakinan mereka, bahwa segala pengorbanan
mereka dengan sebab masuk Islam tidaklah sia-sia.
4. Memerdekakan budak belian
Artinya bahwa zakat itu antara lain harus dipergunakan untuk
membebaskan budak belian dan menghilangkan segala bentuk perbudakan.
5. Kelompok gharimin, atau kelompok orang yang berutang, yang sama
sekali tidak dapat melunasinya.
6. dalam jalan Allah SWT (fi sabilillah), pada zaman Rasulullah SAW,
golongan yang termasuk kategori ini adalah para sukarelawan perang yang
tidak mempunyai gaji yang tetap.
7. Ibnu sabil, yaitu orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan.
I. Haji dan Umroh
Kata haji berasal dari bahasa arab ‫ ألحج‬yang berarti qoshada, yakni
bermaksud atau berkunjung. Dalam istilah agama, Haji adalah sengaja
berkunjung ke Baitullah Al-Haram (Ka’bah) di Makkah Al-Mukarromah
untuk melakukan rangkaian amalan yang telah diatur dan ditetapkan oleh
Allah Ta’ala sebagai ibadah dan persembahan dari hamba kepada tuhan, yang
berupa wukuf, thowaf, sa’I dan amalan lainnya pada masa dan tempat
tertentu, demi memenuhi panggilan Allah Ta’ala dengan mengharapkan
ridho-nya.
Dilihat dari segi bahasa, umrah memiliki arti “ziyarah dan
meramaikan”, meramaikan tempat tertentu. Dalam bahasa Indonesia, terdapat
istilah “makmur” dan “takmir” (masjid). Makmur dalam arti negara yang
ramai oleh berbagai sumber daya dan bisa mensejahterakan rakyatnya.
Takmir masjid berarti usaha panitia untuk membuat masjid ramai oleh
kegiatan-kegiatan yang positif dan banyak mendapat kunjungan jamaahnya.
Pelaksanaan ibadah umrah lebih dari satu kali diperbolehkan.10
Haji dan umrah merupakan suatu kegiatan rohani yang di dalamnya
terdapat pengorbanan, ungkapan rasa syukur, berbuat kebajikan dengan
kerelaan hati, melaksanakan perintah Allah, serta mewujud-kan pertemuan
besar dengan umat Islam lainnya di seluruh dunia.
Macam-macam
1. Haji tamattu’, yaitumelakukan malan-amalan umroh terlebih dahulu, dan
setelah selesai baru melakukan amalan-amalan haji
2. Haji ifrad, adalah melakukan haji terlebih dahulu, dan setelah selesai dari
amalan-amalan haji, ia melakukan ihram untuk umrah dan melakukan
amalan-amalan umroh.
3. Haji qiran adalah melakukan ihram untuk haji dan umroh secara
bersamaan

10
Yunasril Ali, Buku Induk Rahasia dan Makna Ibadah, (Jakarta, Zaman, 2012), h.453
Rukun haji:
1. Ihram
2. Wuquf
3. Tawaf
4. Sa’i
5. Tahallul/bercukur
Syarat sah ibadah haji antara lain:
1. Agama Islam
2. Dewasa / baligh
3. Berakal sehat
4. Bukan budak (merdeka)
Wajib haji:
1. Berihram dari miqat
2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah
3. M lont r Jumroh
4. Mabit di Mina
5. Melontar Jumrah 3 Jumrah
6. Tawaf Wada'
7. Meninggalkan perbuatan yang dilarang waktu Ihram
J. Pernikahan
Kata nikah berasal dari bahasa Arab ‫ كاَح ن‬yang merupakan masdar atau
asal dari kata kerja ‫ نكح‬sinonimnya ‫ تزوج‬kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan pernikahan. Menurut bahasa, kata nikah berarti
adhdhammu wattadaakhul (bertindih atau memasukan). Dalam kitab lain,
kata nikah diaritikan dengan ad-dhammu wa aljam’u (bertindih atau
berkumpul). mengawini Fulanah), artinya melakukan hubungan seksual.
Menurut istilah ilmu fiqh, nikah berarti suatu akad (perjanjian) yang
mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai lafaz
nikah atau tazwij. Nikah atau zima’ sesuai dengan lafaz linguistiknya, berasal
dari kata “al-wath” yaitu bersetubuh atau bersenggama. Nikah adalah akad
yang mengandung pembolehan untuk berhubungan seks dengan lafaz an-
nikah atau at-tazwij, artinya bersetubuh dengan pengartian menikahi
perempuan makna hakikatnya menggauli istri dan kata “munakahat” diartikan
saling menggauli.11
K. Berkurban
Kurban merupakan salah satu upaya manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah dengan cara menyembelih hewan tertentu yang telah ditentukan
oleh syariat Islam pada hari raya Idhul Adha dan tiga hari tasyrik sesuai
dengan ketentuan syara’. Penyembelihan (kurban) dari segi bahasa berarti
memotong untuk menghilangkan nyawa binatang. Adapun pengertian dari
segi syariat adalah menghilangkan nyawa binatang yang halal dimakan
dengan menggunakan alat yang tajam selain kuku, gigi, dan tulang agar halal
dimakan oleh orang Islam.
Dalam bahasa Arab hewan kurban disebut juga udhhiyah atau adh-
dhahiyah dengan bentuk jamaknya al-adhaahi. Kata ini diambil dari kata
dhuha. Seakan kata itu berasal dari kata yang menunjukkan waktu
disyariatkannya penyembelian kurban, dan dengan kata itu, hari
penyembelihan dinamakan yaumul adhha ( hari penyembelihan). Pada hari
raya Idhul Adha, Allah SWT mensyariatkan penyembelihan hewan kurban.12
Syarat-Syarat Ibadah Kurban:
1. Orang yang berkurban, harus beragama islam (muslim), dewasa (baligh),
berakal dan mampu mengadakan hewan kurban pada waktu yang
mendekati hari raya idul adha dan setelah mengadakan hewan tersebut
masih mampu memenuhi kebutuhan pokoknya.
2. Hewan yang dikurbankan, Hewan-hewan tersebut hendaklah hewan yang
tsaniyah/ musinnah (yang telah berganti gigi), domba musinnah berumur
satu tahun dan memasuki tahun kedua, kambing musinnah berumur dua
tahun dan memasuki tahun ketiga, sapi musinnah berumur tiga dan
11
Muktiali Jarbi, “Pernikahan Menurut hukum Islam”, Jurnal Pendais Vol.1 No.1 (2019),
h.58.
12
Ahmad Taswin, Kurban dan Akikah, (Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2007), h.1.
memasuki tahun keempat, unta musinnah kira-kira berumur 5 tahun dan
memasuki tahun keenam.
3. Penyembelihan kurban, orang beragama islan, alata harus tajam, tata cara
penyembelihan sesuai syari’at islam
4. Waktu dan Tempat Penyembelihan Hewan Kurban, adapun waktu
penyembelihan hewan kurban yaitu mulai dari tanggal 10, setelah matahari
seujung tombak sampai tanggal 13 Dzulhijjah, dan apabila seseorang
menyembelih hewan kurban diluar waktu yang telah ditetapkan tersebut
maka sembelihan itu bukan termasuk sebagai kurban melainkan hanya
penyembelihan biasa.
5. Pembagian Daging Kurban, setelah selesai disembelih, daging hewan
kurban tersebut kemudian dibagi- bagikan. Dikalangan para ulama terjadi
perbedaan pendapat yaitu mengenai seberapa banyak daging kurban yang
boleh dimakan, yang untuk disedekahkan dan untuk dihadiahkan
L. Akikah
Secara istilah aqiqah ialah binatang yang disembelih karena anak yang
baru lahir pada hari ketujuh. Disembelih dua ekor kambing untuk anak laki-
laki, dan seekor kambing untuk anak perempuan. Dilihat dari sudut bahasa,
Aqiqah (‫) عقيقة‬berasal dari kata kerja ‘aqqa – ya’uqqu (‫) يعق – عق‬yang berarti
memotong, memisahkan, seakar dengan kata ‘uqqu, misalnya dalam kalimat
‘uqqu al-walidayan (‫) الوالدين عقوق‬artinya “durhaka kepada kedua orang tua
sehingga memutuskan hubungan baik keduanya.13
Jadi aqiqah itu sebutan yang diberikan kepada kambing yang
disembelih karena kelahiran anak. Adapun kambing yang disembelih pada
hari raya Idul Adha dinamakan binatang kurban. Jadi kalau seandainya
menyembelih kambing diluar waktu itu, maka tidak dinamakan aqiqah dan
tidak pula binatang kurban.14

13
Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penterjemah/Penafsiran al-Qur’an, 2000), h. 273
14
Samsul Bahry, “Aqiqah dalam Islam”, Alqisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu Hukum Vol.11
N0.1(2014), h.17.
Aqiqah hukumnya Sunnah. Aqiqah adalah menyembelih binatang pada
hari ketujuh setelah kelahiran seorang anak. Untuk anak laki-laki disembelih
dua ekor kambing, sedangkan untuk anak perempuan disembelih satu ekor
kambing. Daging aqiqah itu kemudian diberikan kepada fakir dan miskin
sebagai makanan mereka.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Fiqih menurut bahasa berasal dari “faqiha yafqahu-fiqhan” yang berarti
mengerti atau paham. Paham yang dimaksudkan adalah upaya aqliah dalam
memahami ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari AlQur‟an dan As-
Sunnah. Al-fiqh menurut bahasa adalah mengetahui sesuatu dengan mengerti
(al-‘ilm bisyai’i ma’a al-fahm). Abdul Wahhab Khallaf membagi
perkembangan sejarah fikih Islam atau alTarikh al-Tasyri’ menjadi empat
periode, yaitu periode Rasul, sahabat, tadwin, dan taqlid.
Thaharah menurut bahasa artinya “bersih” Sedangkan menurut istilah
syara’ thaharah adalah bersih dari hadas dan najis. Selain itu thaharah dapat
juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa
wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis. Thaharah secara garis
besar adalah menghilangkan atau membersihkan diri dari hadas maupun najis
yang dapat menghalangi seseorang untuk beribadah.
Shalat menurut bahasa 'Arab: doa. Menurut istilah syara' ialah ibadah
yang dikerjakan untuk membuktikan pengabdian dan kerendahan diri kepada
Allah SWT. Mendirikan Shalat ialah menunaikannya dengan teratur, dengan
melengkapi syarat-syarat, rukun-rukun dan adab-adabnya, baik yang lahir
ataupun yang batin, seperti khusu' ,memperhatikan apa yang dibaca dan
sebagainya
Kata puasa yang dipergunakan untuk menyebutkan arti dari al-Shaum
dalam rukun Islam keempat ini dalam Bahasa Arab disebut shoum, shiyam
yang berarti puasa. Puasa menurut bahasa adalah menahan diri atau

mengendalikan diri baik dari makan, bicara, maupun berjalan. Puasa terdiri
dari dua jenis, yakni wajib dan sunah.
Menurut bahasa, istilah zakat berasal dari bahasa Arab dan memiliki
banyak arti. Seperti dijelaskan dalam Lisan Al-‘Arab, kata zakat berasal dari
akar kata zaka-yazku-zakatan yang berarti tumbuh atau berkembang.
Pengertian ini seperti ungkapan Abu Hanifah, zaka al-zar’u yang berarti
tanaman yang berkembang. Selain itu, zakat bisa berarti sesuatu yang baik
atau suci (al-Salah). Zakat secara bahasa dapat dipahami sebagai sesuatu
yang berkembang, baik, suci dan barokah.
Zakat yang telah terhimpun harus segera disalurkan kepada mustahik
sesuai dengan skala prioritas yang telah disusun dalam program kerja, antara
lain:
1. Fakir dan miskin
2. Kelompok amil (petugas zakat)
3. Kelompok muallaf
4. Memerdekakan budak belian
5. Kelompok gharimin, atau kelompok orang yang berutang
6. Jalan Allah SWT (fi sabilillah)
7. Ibnu sabil, yaitu orang yang terputus bekalnya dalam perjalanan.
Kata haji berasal dari bahasa arab ‫ ألحج‬yang berarti qoshada, yakni
bermaksud atau berkunjung. Dalam istilah agama, Haji adalah sengaja
berkunjung ke Baitullah Al-Haram (Ka’bah) di Makkah Al-Mukarromah
untuk melakukan rangkaian amalan yang telah diatur dan ditetapkan oleh
Allah Ta’ala. Dilihat dari segi bahasa, umrah memiliki arti “ziyarah dan
meramaikan”, meramaikan tempat tertentu. Dalam bahasa Indonesia, terdapat
istilah “makmur” dan “takmir” (masjid).
Kata nikah berasal dari bahasa Arab ‫ كاَح ن‬yang merupakan masdar atau
asal dari kata kerja ‫ نكح‬sinonimnya ‫ تزوج‬kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia dengan pernikahan. Menurut bahasa, kata nikah berarti
adhdhammu wattadaakhul (bertindih atau memasukan). Dalam kitab lain,
kata nikah diaritikan dengan ad-dhammu wa aljam’u (bertindih atau
berkumpul). mengawini Fulanah), artinya melakukan hubungan seksual.
Menurut istilah ilmu fiqh, nikah berarti suatu akad (perjanjian) yang
mengandung kebolehan melakukan hubungan seksual dengan memakai lafaz
nikah atau tazwij. Nikah atau zima’ sesuai dengan lafaz linguistiknya, berasal
dari kata “al-wath” yaitu bersetubuh atau bersenggama.
Kurban merupakan salah satu upaya manusia untuk mendekatkan diri
kepada Allah dengan cara menyembelih hewan tertentu yang telah ditentukan
oleh syariat Islam pada hari raya Idhul Adha dan tiga hari tasyrik sesuai
dengan ketentuan syara’.
Secara istilah aqiqah ialah binatang yang disembelih karena anak yang
baru lahir pada hari ketujuh. Disembelih dua ekor kambing untuk anak laki-
laki, dan seekor kambing untuk anak perempuan. Dilihat dari sudut bahasa,
Aqiqah (‫) عقيقة‬berasal dari kata kerja ‘aqqa – ya’uqqu (‫) يعق – عق‬yang berarti
memotong, memisahkan, seakar dengan kata ‘uqqu, misalnya dalam kalimat
‘uqqu al-walidayan (‫) الوالدين عقوق‬artinya “durhaka kepada kedua orang tua
sehingga memutuskan hubungan baik keduanya
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mohammad Shodiq. 2014. “Thaharah: Makna Zawahir Dan Bawathin


Dalam Bersuci (Perspektif Studi Islam Komprehensif)”, Mizan; Jurnal Ilmu
Syariah 4(2): 59.
Ali, Yunasril. 2012. Buku Induk Rahasia dan Makna Ibadah. Jakarta: Zaman.
Andy, Safria. 2018. “Hakikat Puasa Ramadhan dalam Perspektif Tasawuf (Tafsir
Q.S Al-Baqarah: 183)”, Jurnal Ibn Abbas 1(1): 6-7.
Anwar, H. Moch. 1987. Fiqih Islam Tarjamah Matan Taqrib. Bandung: PT
Alma’arif.
Ash-Shadiqy, Muhammad Hasbi. 2015. Pedoman Zakat. Semarang: Pustaka Rizki
Putra.
Bahry, Samsul. 2014. “Aqiqah dalam Islam”, Alqisthu: Jurnal Kajian Ilmu-Ilmu
Hukum 11(1): 17.
Ismail, Fakhrurrazi. 2022. “Ilmu Fikih: Sejarah, Tokoh, dan Mazhab Utama”,
Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam 2(2): 71-73.
Jarbi, Muktiali. 2019. “Pernikahan Menurut hukum Islam”, Jurnal Pendais 1(1):
58.
Nurhayati. 2018. “Memahami Konsep, Syariah, Fiqih, Hukum, dan Ushul Fiqih”,
J-HES: Hukum Ekonomi Syariah 2(2): 28-129.
Saebani, Beni Ahmad dan Januari. 2008. Fiqh Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka
Setia.
Suparman, Deden. 2015. “Pembelajaran Ibadah dlamPerspektif Psikis dan
Medis”, Jurnal Serambi Tarbawi 9(2): 51-52.
Syafrida dan Nurhayati Zein. 2015. Fiqh Ibadah. Pekanbaru: CV. Mutiara Pesisir
Sumatra.
Taswin, Ahmad. 2007. Kurban dan Akikah. Yogyakarta: Pustaka Insan Madani.

Anda mungkin juga menyukai