Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONSEP FIKIH ASWAJA


Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Aswaja

Dosen Pengampu : Bunyamin, M. Kom. I

Disusun Oleh:

Nadhirothul Afirda

Marwati

Sitti Nadhrah S. Arsjad

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN USHULUDDIN
INSTITUT PESANTREN KH. ABDUL CHALIM MOJOKERTO
2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Konsep Fikih Aswaja”  ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas dari Bunyamin, M. Kom. I pada mata kuliah Aswaja. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Konsep Fikih Aswaja bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Bunyamin, M. Kom. I selaku
dosen pengampu di mata kuliah Aswaja yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami
tekuni. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membagi sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Mojokerto, 19 Oktober 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................................i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...............................................................................................1

C. Tujuan.................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................3

A. Sejarah Fikih.......................................................................................................3

B. Pengertian Fikih (Syariah)..................................................................................4

C. Urgensitas Ilmu Fikih.........................................................................................7

BAB III PENUTUP.....................................................................................................11

A. Kesimpulan.......................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................12

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aswaja merupakan mata pelajaran khusus bagi satuan Pendidikan tertentu.


Pembelajaran Aswaja diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa visi Aswaja
adalah untuk mewujudkan manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas,
produktif, etis, jujur dan adil, berdisiplin, toleransi, menjaga keharmonisan secara
personal dan sosial serta mengembangkan budaya Ahlusunnah Wal Jama’ah (amar
ma’ruf nahi munkar).
Aswaja merupakan salah satu mata pelajaran yang dalam kajiannya merujuk
pada al-Qur’an dan As-Sunnah. Dalam tahap pemahaman Aswaja menggunakan
cara logis dan rasional, karena mengaitkan materi dengan pengalaman peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari bukan dengan dogmatis dan doktrin tertentu.
Pembelajaran Aswaja juga bertujuan untuk mendorong mahasiswa supaya
mendalami dan mengamalkan ajaran Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah, yang
diharapkan nantinya akan lahir generasi-generasi kyai yang unggul serta mampu
menjadi pilar-pilar kokoh dalam mensyi’arkan Islam ditengah-tengah masyarakat
dengan menjunjung tinggi nilai-nilai tawasuth, tawazun, tasamuh.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah fikih?


2. Apa definisi fikih?
3. Apa urgensitas dari ilmu fikih?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui sejarah munculnya fikih


2. Untuk mengetahui definisi fikih

1
3. Mengetahui urgensitas ilmu fikih

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Fikih

Waktu nabi Muhammad SAW wafat, dasar-dasar syari’ah yang


fundamental serta umum sifatnya telah diletakkan secara lengkap dan memadai,
sehingga para sahabat beliau lebih banyak melakukan upaya “penerapan terhadap
hukum-hukum syari’ah tersebut, atau pengembangan cabang rantingnya dari
ketetapan umum tersebut. Dan apabila dirasakan ada sesuatu yang belum
diketahui ketetapan hukumnya, atau diperselisihkan diantara mereka, maka
dilakukan musyawarah atau semacam dialog terbuka untuk menemukan
kesepakatan Bersama.
Pada saat kekuasaan Islam telah meluas menembus lintas geografis lintas
budaya, lintas ras dan bangsa, dari Asia Timur hingga Eropa, banyak masalah-
masalah baru yang dihadapi umat Islam dan pemerintahan Islam, bukan hanya
masalah politik, ekonomi dan sosial saja, tetapi juga masalah hukum yang terkait
dengan masalah agama, sebab banyak ditemui realitas lingkungan yang
baru,yang tidak cukup diatasi dengan fatwa-fatwa hukum yang sebelumnya
digunakan tapi dibutuhkan penalaran baru untuk memecahkannya.
Disitulah kebutuhan ijtihad-ijtihad baru harus dilakukan para mujtahid,
baik dari Angkatan sahabat maupun tabi’in. disisi lain, jumlah para sahabat yang
banyak mengetahui masalah syari’ah terus berkurang baik kuantitatif maupun
kualitatifnya akibat banyak diantara mereka yang wafat karena usia atau karena
sakit, juga banyak diantaranya gugur dalam medan pertempuran di beberapa
wilayah penaklukan atau dalam konflik internal umat Islam sendiri.
Pada akhir masa Dinasti Umayyah dan masa-masa awal Dinasti
Abbasiyah, elaborasi atau pemekaran keilmuan Islam menjadi meluas dan lebih
kentara kemadiriannya, seperti terpisahnya antara ilmu fikih dan ilmu kalam,
munculnya ilmu tasawuf, makin semaraknya Ilmu hadist dan Tafsir. Pada masa

3
itu ulama-ulama fikih yang dipandang mempunyai otoritas membahas masalah-
masalah hukum Islam atau masalah syari’ah yang kemudian terbagi menjadi dua
aliran yaitu (1) aliran pakar pakar hadits yang skriptualis atau leteralis, yakni
sangat terkait dengan teks nail, yang dikuasai dari guru ke murid secara langsung
dari masa ke masa dan (2) aliran rasionalis yang lebih rasional, subtansialis,
banyak menggunakan dalil-dalil aqli, lebih banyak mempertimbangkan realitas
yang ada ditengah-tengah kehidupan umat manusia.
Di kalangan ulama-ulama Nahdliyin, kata ijtihad ini banyak dihindari,
dan lebih menyukai penggunaan kata “istinbath” meskipun dalam kajian fikih
dan ushul fikih kedua istilah tersebut tidak banyak berbeda. Namun dalam
prakteknya para ulama tersebut telah melakukan aktivitas ijtihad secara kolektif
dalam menetapkan pilihan hukum dari pendapat para ulama madzhab yang
mereka akui, terutama menghadapi masalah-masalah kontemporer. Mungkin
sikap tersebut didasarkan pada sikap tawadlu’ dan rasa etis, karena sebagai
ulama-ulama di pesantren yang pengaruh masih apriopi menutup pintu ijtihad
tanda memilah peringatnya.1

B. Pengertian Fikih (Syariah)

Menurut Bahasa, “Fiqih” berasal dari kata “faqiha yafqahu-faqihan”


yang berarti mengerti atau paham. Paham yang dimaksudkan adalah upaya dalam
memahami ajaran-ajaran Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Di
dalam al-Qur’an tidak kurang dari 19 ayat yang berkaitan dengan kata fiqh dan
semuanya dalam bentuk kata kerja, seperti di dalam surah at-Taubah ayat 122.
Artinya : “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan

1
Ubaidilah Abi Wisnu. 2015. Pemahaman Aswaja di Bidang Fikih. Dalam
http://winsnu.blogspot.com/2015/11/makalah-pemahaman-aswaja-di-bidang.html. Diakses pada 2022.

4
untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah Kembali
kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga drinya.”
Dari ayat diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa fiqh itu berarti
mengetahui, memahami dan mendalami ajaran-ajaran agama secara keseluruhan.
Jadi pengertian fiqh dalam arti yang sangat luas sama dengan pengertian syariah
dalam arti yang sangat luas. Inilah pengertian fiqh pada masa sahabat atau pada
abad pertama Islam.
Ilmu fikih adalah ilmu untuk mengetahui hukum Allah yang
berhubungan dengan segala amaliah mukallaf baik yang wajib, sunah, mubah,
makruh atau haram yang digali dari dalil-dalil yang jelas (tafshili).2 Sedangkan
pengertian syariah menurut Bahasa berarti jalan lurus, jalan menuju air, jalan
yang dilalui air terjun. Menurut istilah adalah hukum islam yang diyakini
kebenarannya oleh umat Islam sebagai ketentuan dan ketetapan dari Allah yang
wajib dipatuhi sebagaimana mestinya. Berdasarkan prinsip keyakinan tersebut,
maka setiap muslim wajib melaksanakan syariat Islam dalam segala aspek
kehidupannya dan sebaliknya dia merasa berdosa apabila mengabaikan nilai-nilai
syariah tersebut. Garis—garis besar syariah islam adalah sebagai berikut:
1) Hukum ibadat yang merupakan tuntutan ritual yang mencakup
masalah tahara (kebersihan iman), shalat, zakat, puasa, haji,
penguburan jenazah, kurban, akikah, penyembelihan hewan,
makanan, minuman.
2) Hukum muamalat yaitu himpunan hukum yang mengatur masalah
kehidupan rumah tangga.
3) Hukum muamalat yaitu membahas kode etik bisnis, utang-piutang,
jual-beli, dll yang berkaitan dengan masalah hubungan manusia
dengan kekayaan dan harta

2
Chizbul. 2021. Fikih Aswaja Dalam http:artikelpribadicom.blogspot.com/2011/12/fikih-aswaja.html.
Diakses pada 2022.

5
4) Hukum jinayat yaitu hukum pidana dan perdata yang disyariatkan
untuk memelihara kehidupan manusia, melindungi masyarakat,
melindungi harta benda yang menjadi hak seseorang, memelihara
keturunan, akal, jiwa dan agama.
5) Hukum sulthaniyat yaitu suatu komponen hukum islam yang khusus
mengatur masalah-masalah kenegaraan dan pemerintahan.
6) Hukum dauliyat yaitu hukum internasional yang berguna untuk
mengatur hubungan antara negara dengan negara baik pada masa
damai maupun pada masa perang, mengatur soal tawanan perang
perang, gencatan senjata, dan perjanjian antarnegara.

Pada abad ke-2 sampai dengan pertengahan abad ke-4 H disebut sebagai
puncak perkembangan ilmu fikih dan pada waktu itu lahir tokoh-tokoh besar
Mujtahidin yang melahirkan beberapa madzhab fikih, yang pendapat dan
fatwanya terbukakan, Sebagian diantaranya masih terpelihara secara utuh sampai
sekarang dan dicetak dalam kitab-kitab modern, dikomentari, diulas oleh para
pengikutnya. Namun Sebagian lagi masih tersimpan sebagai manuskrip tulisan
tangan yang berada di perpustakaan besar, tersebar di beberapa tempat, dan
Sebagian lagi sudah tidak ditemukan dalam keadaan utuh.
Madzhab empat, yaitu madzhab fikih terbesar yang dirintas oleh empat
Imam Madzhab, yakni para mujtahid mustaqil yang masing-masing mempunyai
konsep metodologi sendiri, melahirkan fatwa-fatwa masalah fikih yang relatif
lengkap, dan kesemuanya ditulis secara sistematis menjadi karya tulis yang dapat
dipelajari dan dikaji oleh para pengikutnya dan orang lain yang berminat. Para
imam tersebut ialah :
a. Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit
b. Imam Malik bin Anas
c. Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i
d. Imam Ahmad bin Hambal

6
C. Urgensitas Ilmu Fikih

Unsur utama yang menjadi pilar ajaran Islam adalah fikih. Urgensitas
ilmu fikih dalam Islam tidak diragukan lagi. Ia adalah sistem kehidupan yang
memiliki kesempurnaan, keabadian dan sekian banyak keistimewaan. Ia
menghimpun dan merajut tali persatuan umat Islam. ia menjadi sumber
kehidupan mereka. Umat Islam akan hidup selama hukum-hukum fikih masih
direalisasikan. Mereka akan mati apabila pengamalan fikih telah sirna dari muka
bumi. Fikih juga bagian yang tidak terpisahkan dari sejarah kehidupan mereka di
mana pun mereka berada. Ia menjadi salah satu kebanggaan terbesar umat Islam.3

Karakter dan keistimewaan fikih yang membedakannya dengan undang-


undang positif produk pemikiran manusia.

pertama, fikih memiliki pondasi wahyu ilahi. Karakter fikih pertama


adalah sumbernya yang jelas yaitu berasal dari wahyu Ilahi dalam al-Qur’an
dan Sunnah. Sehingga, setiap mujtahid yang menelusuri (istinbath) hukum-
hukum fikih dibatasi dengan teks-teks al-Qur’an dan Sunnah, dalil-dalil yang
menjadi cabangnya secara langsung, petunjuk-petunjuk yang menjadi jiwa
syariat, tujuan-tujuan umum syari’ah (maqashid ‘ammah), kaidah-kaidah dan
prinsip-prinsip syari’ah yang bersifat universal. Sebab itu, fikih lahir ke dunia
dengan pertumbuhan yang sempurna, struktur yang benar dan dasar yang
kokoh, karena prinsip-prinsip, kaidah-kaidah dan pokok-pokoknya telah
sempurna dan ditanamkan pada masa turunnya wahyu kepada Rasulullah SAW.

Kedua, fikih bersifat universal. Karakter fikih kedua adalah cakupannya


terhadap semua tuntutan kehidupan. Dalam hal ini fikih menyentuh tiga aspek
dalam kehidupan manusia, yakni dalam hubungannya dengan Tuhan;
hubungannya dengan dirinya dan; hubungannya dengan sosial. Dari sini, fikih
punya fungsi duniawi dan ukhrawi, fungsi dalam agama dan negara, punya sifat
3
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur. Khazanah Aswaja. Cet. 1. (Surabaya, 2016). hlm. 169.

7
universal bagi seluruh manusia dan abadi hingga akhir masa. Hukum-
hukumnya ditopang oleh keempat pilar yang yang menjadi unsur-unsurnya
yaitu akidah, ibadah, akhlak dan keserasian hubungan (mu’amalah). Dengan
penuh kesadaran dan perasaan bertanggung jawab dalam mengamalkan fikih,
akan tercipta kedamaian, ketenangan, ketentraman, keimanan, kebahagiaan dan
kesejahteraan umat manusia.

Ketiga, fikih berkaitan dengan etika. Karakter fikih ketiga adalah


eksistensi hukum-hukumnya yang bersinggungan dengan norma-norma etika.
Bahkan fikih berfungsi sebagai penyempurna dan penopang terhadap etika. Hal
ini berbeda dengan undang-undang positif yang targetnya hanya bersifat
personal yaitu upaya menjaga sistem dan memelihara stabilitas keamanan
sosial, meskipun tidak jarang dengan mencampakkan Sebagian prinsip-prinsip
agama dan etika.

Selain itu, fikih juga menjadi pendorong dan penggerak terpeliharanya


keutamaan, terealisasinya idealisme yang luhur dan termanifestasinya etika
yang lurus. Kewajiban beribadah bertujuan menyucikan jiwa dan
menjauhkannya dari perbuatan onar ditengah-tengah masyarakat. Pengharaman
riba bertujuan menyebarkan semangat tenggang-rasa, jiwa kasih sayang serta
melindungi mereka yang membutuhkan bantuan dari kelobaan dari para pemilik
harta. Larangan menipu dalam bertransaksi, larangan makan harta anak yatim
secara batil dan tidak mengesahkan akad yang mengandung unsur spekulasi
bertujuan menyebarkan rasa kasih sayang, terciptanya saling percaya,
mencegah percekcokan antarsesama, menyucikan jiwa dari noda materi, dan
menghormati hak orang lain. Pengharaman minuman keras bertujuan
memelihara akal yang menjadi penentu baik dan buruk. Begitu pula dalam
hukum-hukum fikih yang lain, kaidah-kaidah etika menjadi nilai-nilai
keindahan dalam tata pergaulan antarmanusia. Dengan begitu, penerapan
hukum-hukum fikih, berarti penanaman nilai-nilai etika.

8
Bila agama dan etika saling menopang dalam iklim interaksi yang
harmonis, maka akan tercipta kesejahteraan dan kebahagiaan individu maupun
sosial serta akan tercipta jalan menuju kenikmatan abadi di akhirat nanti.
Dengan begitu target fikih adalah kebaikan manusia di masa sekarang, yang
akan dating dan kebahagiaan mereka di dunia dan akhirat.

Dengan pemahaman seperti ini, menjadi jelas bahwa fikih merupakan


sistem universal bagi semua umat manusia, bukan hanya bagi umat Islam saja.
Hal ini terbukti bahwa tidak ada suatu persoalanpun yang luput dari sorotan
hukum fikih.4

4
Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki, al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa Khluduha wa
‘Alamiyyatuha, 60-69.

9
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Ilmu fikih adalah hukum Islam yang diyakini kebenarannya oleh umat
Islam sebagai ketentuan dan ketatapan dari Allah yang wajib dipatuhi
sebagaimana mestinya. Berdasarkan prinsip keyakinan tersebut, maka setiap
muslim wajib melaksanakan syariat Islam dalam segala aspek kehidupannya dan
sebaliknya dia merasa berdosa apabila mengabaikan nilai-nilai syariah tersebut.
Dalam bidang fikih dan amaliyah faham Aswaja mengikuti pola
bermadzhab dengan mengikuti salah satu madzhab fikih yang di deklarasikan
oleh para ulama yang mencapai tingkatan mujtahid Mutlaq. Beberapa madzhab
yang digunakan oleh aliran Aswaja, yaitu madzhab Imam Hanafi, Maliki, Syafi’I
dan Hambali.

10
DAFTAR PUSTAKA

Chizbul. 2021. Fikih Aswaja Dalam


http:artikelpribadicom.blogspot.com/2011/12/fikih-aswaja.html. Diakses pada
2022.
Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki, al-Risalah al-Islamiyyah Kamaluha wa
Khluduha wa ‘Alamiyyatuha, 60-69.
Tim Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur. Khazanah Aswaja. Cet. 1.
(Surabaya, 2016). hlm. 169.
Ubaidilah Abi Wisnu. 2015. Pemahaman Aswaja di Bidang Fikih. Dalam
http://winsnu.blogspot.com/2015/11/makalah-pemahaman-aswaja-di-
bidang.html. Diakses pada 2022.

11

Anda mungkin juga menyukai