Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

SHOLAT JUM’AT

Disusun untuk memenuhi tugas:


Mata Kuliah Fiqih

Dosen Pengampu:
Ahmad Rifki Azmi, M.Ag

Disusun oleh:
Achmad Alfin Mubarok (230101201)
Insiyatin (230101155)
Siti Al Qomariyah (230101221)

FAKULTAS TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS NAHDLATUN ULAMA SUNAN GIRI
BOJONENGORO
2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang “Memahami Kajian Fiqh
Tentang Sholat Jum’at”.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan


mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar
pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ilmiah tentang “Memahami


Kajian Fiqh Tentang Sholat Jum’at” ini dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca makalah ini.

Bojonegoro, 26 September 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................ii
BAB 1.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................2
1.3 Tujuan Masalah................................................................................2
BAB 2.............................................................................................................3
2.1. Pengertian Sholat Jum’at..................................................................3
2.2. Kewajban Keutamaan Sholat Jum’at................................................3
2.3. Syarat wajib sholat jum’at................................................................5
2.4. Syarat sah sholat jum’at....................................................................7
2.5. Rukun-rukun khutbah......................................................................8
2.6. Sunah-sunah khutbah.....................................................................10
BAB 3...........................................................................................................13
3.1. Kesimpulan...................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................14

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Allah telah memberikan anugerah berbagai macam keistimewaan
dan keutamaan terhadap umatnya. Islam memuliakan hari jum’at dengan
menyiapkan serangkaian ibadah yang nilainya sangat mulia disisi Allah
Swt. Diantarnya adalah sholat jum’at yang dilakukan secara berjamaah.
Hal ini tentu merupakan kesempatan bagi umat Islam untuk bertaqarrub
kepada Allah Swt dan memperbanyak ibadah pada hari yang teramat
mulia.1
Shalat Jum'at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at
dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Shalah
Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap muslim laki-laki atau pria
dewasa beragama islam, merdeka, mukallaf, sehat badan serta muqaim
(bukan dalam keadaan mussafir) dan menetap di dalam negeri atau
tempat tertentu.
Sholat jum’at pertama kali dikerjakan oleh Rasulullah Saw di
Madinah, pada waktu beliau hijrah dari mekah ke Madinah, yaitu ketika
tiba di Qubah. Sholat jum’at yang pertama dilakukan di suatu kampong
‘Amru bin Auf. Rasulullah Saw tiba di Qubah pada hari senin dan
berdiam disini hingga hari kamis, selama waktu itu beliau
membuat/mengakkan masjid buat sholat kaum Muslimin di Qubah.2
Ada beberapa keadaan yang menjadikan yang menjadikan
seseorangyang mestinya shalat jum’at, tetapi diperbolehkan untuk tidak
menghadiri jum’atan yaitu: hujan lebat, angin kencang dan banjir yang
menyebabkan orang sulit keluar rumah menuju masjid.3
Para ulama sepakat bahwa sholat jum’at adalah fardu ain atas setiap
mukallaf, shalat jum’at tidak diwajibkan bagi orang buta jika tidak ada
orang menuntunnya. Menurut kesepakatan empaat mazhab jika ia
mendapati orang yang menuntunnya maka ia wajib sholat jum’at.
1
Ali Mustafa Yaqub, Super Berkah Shalat Jum’at, (Jakarta : PT Mizan Publika, 2000),h. 12
2
Moh Rifa’I, Ilmu Islam Lengkap (Smenegemarang : Karya Toha), h.77
3
Abdul Rahman Al Jaziri, Fiqih Empat Mazhab, (Semarang : Asy-Syfa, 1996), h. 91.

1
Demikian pendapat Maliki, Syafi’I, Hambali sementara itu Hanafi
berpendapat tidak diwajibkan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana pengertian sholat jum’at?
2. Apa kewajiban dan keutamaan sholat jum’at?
3. Apa Syarat wajib sholat jum’at?
4. Apa Syarat sah sholat jum’at?
5. Apa Rukun-rukun khutbah?
6. Apa Sunah-sunah khutbah?

1.3 Tujuan Masalah


1. Mengetahui pengertian sholat jum’at
2. Mengetahui kewajiban dan keutamaan sholat jum’at
3. Mengetahui syarat wajib sholat jum’at
4. Mengetahui syarat sah sholat jum’at
5. Mengetahui rukun-rukun khutbah
6. Mengetahui sunah-sunah khutbah

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Sholat Jum’at


Pengertian sholat Jumat atau masyarakat Tanah Air lebih akrab
dengan sebutan "Jumatan", merupakan salah satu ibadah yang wajib
dilakukan. Sholat Jumat tersebut, wajib dilaksanakan oleh kaum pria
muslim dan sunnah bagi yang perempuan.Sebab, khusus bagi
perempuan, ketika datang waktu pelaksanaan sholat Jumat, mereka
cukup melaksanakan sholat Zuhur seperti biasanya. Maka tidak heran,
secara umum pengertian sholat Jumat adalah ibadah yang diwajibkan
bagi kaum laki-laki.
Bahkan bagi umat muslim, pengertian sholat Jumat adalah ibadah
yang penting. Bahkan pada hari Jumat terdapat keistimewaan yang tidak
bisa didapat di hari-hari lain. Selain itu, di hari Jumat juga jadi hari di
mana banyak peristiwa penting terjadi. Hal ini diperkuat dengan hadist
yang berbunyi, “Sebaik-baiknya hari yang matahari terbit padanya
adalah hari Jumat. Pada hari itu Adam diciptakan, masuk dan keluar dari
surga dan hari kiamat hanya akan terjadi pada hari Jumat. ” (HR.
Muslim).
Namun, selain memahami pengertian sholat Jumat itu sendiri,
tidak kalah penting untuk memahami bagaimana tata cara pelaksanaan
sholat Jumat tersebut, serta berbagai aspek yang menjadi syarat sah dari
ibadah ini. Untuk dapat melakukan sholat Jum’at berjamaah, jumlah
yang hadir harus minimal 40 orang dan dilakukan di masjid yang dapat
menampung banyak jamaah.
2.2. Kewajban Keutamaan Sholat Jum’at
Para ulama berpendapat bahwa hukum sahlat jum’at adalah fardu
ain dan jumlah rakaanya dua. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT
sebabagaimana berikut:

3
‫َياَاُّيَه ا اّل ِد ْيَن َاَم ُنْو ِاَذا ُنْو ِدَي ِللّص اَل ِة ِم ْن َيْو ِم اُجلُم َع ُة َفاْس َعْو ِاىَل ِذ ْك ِر اِهلل َو َنُو ْر الَبْي ِع‬
‫َذاِلُك ْم اْن ُك ْنُتْم َتْع َلُمْو َن‬

Artinya: Hai orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat


Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkan jual beli. Yang demikina itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui (QS. Al-Jumu’ah:9)

Diriwayatkan oleh Imam Muslim, dari Abu Hurairah, ia berkata


bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Di antara shalat lima waktu, di
antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang berikutnya, itu dapat
menghapuskan dosa di antara keduanya selama tidak dilakukan dosa
besar.” (HR Muslim no. 233)

Keutamaan shalat jumat selanjutnya yaitu sebagai hajinya orang-


orang fakir. Menjalankan shalat Jumat merupakan hajinya orang-orang
yang tidak mampu. Imam al-Qadla’i dan Ibnu Asakir dari Ibnu Abbas
bahwa Rasulullah bersabda, “Jumat merupakan hajinya orang-orang
fakir.” Syekh Ihsan bin Dakhlan menjelaskan, berangkatnya orang-
orang yang tidak mampu berhaji menuju shalat Jumat, seperti berangkat
menuju tempat haji dalam hal mendapatkan pahala, meskipun berbeda
tingkat pahalanya. Dalam hadits ini memberi dorongan untuk
melakukan Jumat.4

Keutamaan yang ketiga, Pada hari itu, Allah menyempurnakan


bagi orang beriman agama mereka, Dia pun mencukupkan nikmat-Nya,
dan itu terjadi pada hari Jum’at. Allah Ta’ala berfirman, “Pada hari ini
telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama
bagimu.” (QS Al Ma’idah: 3)

4
Syekh Ihsan Bin Dakhlan, Manahij Al-Imdad Syarh Irsyad Al-‘Ibad, Juz.1 , (Ponpes
Jampes Kediri), h.282,

4
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa mandi pada hari jumat
sebagaimana mandi janabah, lalu berangkat menuju masjid, maka dia
seolah berkurban dengan seekor unta. Barangsiapa yang datang pada
kesempatan (waktu) kedua maka dia seolah berkurban dengan seekor
sapi. Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) ketiga maka
dia seolah berkurban dengan seekor kambing yang bertanduk.
Barangsiapa yang datang pada kesempatan (waktu) keempat maka dia
seolah berkurban dengan seekor ayam. Dan barangsiapa yang datang
pada kesempatan (waktu) kelima maka dia seolah berkurban dengan
sebutir telur. Dan apabila imam sudah keluar (untuk memberi
khuthbah), maka para malaikat hadir mendengarkan dzikir (khuthbah
tersebut).” (HR. Bukhari no. 881 dan Muslim no. 850)

Dari Aus bin Aus, ia berkata bahwa Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda,


“Barangsiapa yang mandi pada hari Jum’at dengan mencuci kepala dan
anggota badan lainnya, lalu ia pergi di awal waktu atau ia pergi dan
mendapati khutbah pertama, lalu ia mendekat pada imam, mendengar
khutbah serta diam, maka setiap langkah kakinya terhitung seperti
puasa dan shalat setahun.” (HR. Tirmidzi no. 496).5

2.3. Syarat wajib sholat jum’at


Perlu diketahui bahwa sholat jum’at merupakan salah satu sholat
yang diwajibkan selain sholat 5 waktu yang biasa dilakukan sehari-hari.
Sholat jum’at setiap seminggu sekali tepatnya di hari jum ’at pada waktu
dzuhur, yakni sebagai pengganti sholat dzuhur dan dibebankan pada
setiap orang.

Dalam pelaksanaan sholat jum’at terdapat beberapa kriteria


tertentu untuk orang yang diwajibkan menjalankan sholat jum’at. Syekh
Muhammad bin ahmad al-syathiri menyebutkan bahwa syarat wajib
jum’at ada 7 yakni sebagai berikut:6

5
Syaikh Al Albani, Tuhfatul Ahwadzi, juz. 3, 3
6
Syekh Muhammad Bin Ahmad Al-Syathiri, Syarh Al-Yaqut Al Nafis, (Dar Al-Minhaj
Jedah. Cet. Ke-3 2011). h. 207-208.

5
1. Islam
2. Baligh
3. Berakal
4. Merdeka
5. Laki-laki
6. Sehat Jasmani
7. Bermukim
Tidak seperti sholat fardhu yang lainnya, sholat jum’at tidak
dibebankan pada hamba sahaya, perempuan dan khuntsa.
Rosulullah SAW. bersabda :

‫اجلمعة حّق واجب علي كّل مسلم اال أربعة عبد مملوك أوامرأة أو صّيب أومريض‬
Artinya : Shalat jum’at adalah hak yang wajib atas setiap muslim
kecuali empat golongan yaitu budak belian, wanita, anak-anak, orang
sakit. (HR. Abu Dawud).

Meskipun demikian, bagi tuannya hamba sahaya masih memiliki


kesunahan dalam memerintahkan hamba sahaya untuk melaksanakan
sholat jum’at. Demikian pula dengan seorang wanita yang sudah tua
juga merupakan kesunahan untuk melaksanakan sholat jum’at, dengan
catatan tidak khawatir menimbulkan adanya fitnah dengan memakai
pakaian sederhana dan telah mendapatkan izin dari suaminya. Dan bagi
perempuan yang masih muda meskipun menggunakan pakaian yang
seerhana dan telah mendapatkan izin dari suaminnya, untuk menghadiri
sholat jum’at hukumnya makruh.7
Dalam menghadiri sholat jum’at membutuhkan stamina yang
cukup maka dari itu sholat jum’at hanya dibebankan pada orang yang
sehat, dan bagi orang yang sakit tidak diwajibkan dalam melaksanakan
sholat jum’at. Setaraan dengan orang sakit dalam hal tidak wajib salat
Jumat, khususnya yang sudah cukup umur sehingga tidak salat
berjamaah. Dengan kata lain, kriteria retret salat berjamaah juga berlaku
pada bab Jumat.

7
Syekh Abdul Hamid Al-Syarwani, Hasyiyah Al-Syarwani Ala Tuhfah Al-Muhtaj, Juz 2,
(Dar Al-Fikr, Beirut, 1997), h.443.

6
Menurut Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri batasan udzur
yang dapat menggugurkan salat Jum’at dan berjamaah didasarkan pada
dua kaidah. Pertama, jika ada kesulitan berat (masyaqqah syadidah)
dalam menghadiri hari Jumat. Misalnya karena sakit, cuaca terlalu
panas, cuaca terlalu dingin, dan sebagainya. Kedua, jika Anda pergi ke
sana pada hari Jumat, Anda akan kehilangan manfaat yang tidak dapat
digantikan oleh orang lain. Oleh karena itu, pada hari Jumat tidak wajib
bagi petugas kepolisian untuk menjaga lalu lintas, merawat orang sakit,
menjaga pos keamanan warga, dan lain-lain.8
Tidak wajib bagi orang yang melakukan perjalanan jauh
melaksanakan sholat jum’at, meskipun jarak yang ditempuh tidak
melebihi batas jarak diperbolehkan mengqhosor shalat. Namun
gugurnya kewajiban jum’at bagi musafir dengan catatan perjalanannya
dengan tujuan yang mubah dan dilakukan sebelum terbit fajarsubuh
dihari jum’at. Dan apabila perjalanannya dengan tujuan maksiat ataupun
ditempuh setelah subuh, maka musafir wajib melaksanakan sholat
jum’at.9

2.4. Syarat sah sholat jum’at


Bagi umat Islam yang telah memiliki kewajiban melaksanakan
shalat Jumat harus tahu apa saja yang menjadi sah dan tidaknya ibadah
tersebut. Pengetahuan ini penting agar shalat Jumat yang dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan syariat dan diterima sebagai ibadah. Seperti
ibadah-ibadah lainnya, shalat Jumat memiliki beberapa ketentuan atau
syarat keabsahan yang harus dipenuhi. Sekiranya tidak terpenuhi, maka
shalat Jumat dihukumi tidak sah.
1. Shalat Jumat dan kedua kutbahnya dilakukan di waktu zuhur.
Tidak sah melakukan shalat Jumat atau khutbahnya di luar
waktu zuhur. Bila waktu Ashar telah tiba dan jamaah belum
bertakbiratul ihram, maka mereka wajib bertakbiratul ihram dengan

8
Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri, Syarh al-Yaqut al-Nafis, (Dar al-Minhaj-
Jedah), h. 207-208.
9
Syekh Abdul Hamid Al-Syarwani, Hasyiyah Al-Syarwani Ala Tuhfah Al-Muhtaj, Juz 2,
(Dar Al-Fikr, Beirut, 1997), h.443.

7
niat zuhur. Apabila di tengah-tengah melakukan shalat Jumat, waktu
zuhur habis, maka wajib menyempurnakan Jumat menjadi zuhur
tanpa perlu memperbaharui niat.
2. Dilaksanakan di area pemukiman warga.
Shalat Jumat wajib dilakukan di tempat pemukiman warga,
sekiranya tidak diperbolehkan melakukan rukhsah shalat jama’
qashar di dalamnya bagi musafir. Tempat pelaksanaan Jumat tidak
disyaratkan berupa bangunan, atau masjid. Boleh dilakukan di
lapangan dengan catatan masih dalam batas pemukiman
warga.Minimal mendapati satu raka’at (dengan berjama’ah) dari dua
raka’at shalat jum’at, maka jika seorang makmum shalat jum’at tidak
mendapati satu raka’at shalat jum’at bersama imam, maka ia tetap
niat shalat jumat tetapi perakteknya shalat juhur empat raka’at.
3. Rakaat pertama Jumat harus dilaksanakan secara berjamaah.
Minimal pelaksanaan jamaah shalat Jumat adalah dalam rakaat
pertama, sehingga apabila dalam rakaat kedua jamaah Jumat niat
mufaraqah (berpisah dari imam) dan menyempurnakan Jumatnya
sendiri-sendiri, maka shalat Jumat dinyatakan sah.
4. Jamaah shalat Jumat adalah orang-orang yang wajib
menjalankannya.
Jamaah Jumat yang mengesahkan Jumat adalah penduduk
yang bermukim di daerah tempat pelaksanaan Jumat. Sementara
jumlah standar jamaah Jumat adalah 40 orang menghitung imam
menurut pendapat kuat dalam mazhab Syafi’i
5. Tidak didahului atau berbarengan dengan Jumat lain dalam satu
desa.
Dalam satu daerah, shalat Jumat hanya boleh dilakukan satu
kali. Oleh karenanya, bila terdapat dua jumatan dalam satu desa,
maka yang sah adalah jumatan yang pertama kali
melakukan takbiratul ihram, sedangkan jumatan kedua tidak sah.
Dan apabila takbiratul ihramnya bersamaan, maka kedua jumatan
tersebut tidak sah.

8
2.5. Rukun-rukun khutbah
Khutbah jum’at terdapat eberapa rukun yang harus dipenuhi, yang
mana rukun tersebut disyaratkan menggunakan bahasa arab dan harus
dilakukan dengan tertib serta berkesinambungan. Berikut 5 rukun
khutbah jum’at beserta penjelasannya:

1. Memuji kepada allah dalam kedua khutbah, pertama disyaratkan


menggunakan hamdundan lafadz-lafadz yang satu akar dengannya,
seperti halnya alhamdu, ahmadu, nahmadu. Demikian juga dengan
kata allah tertentu menggunakan lafadz jalalah, tidak cukup
menggunakan asma allah yang lain.10
2. Membaca sholawat kepada nabi Muhammad, pembacaannya
dilakukan diantara 2 khutbah.
3. Berwasiat dengan ketakwaan yakni menganjurkan agar taqwa
kepada Allah pada tiap-tiap khutbah, sekurang-
kurangnya ‫ اّتقوهللا‬yang artinya “bertakwalah kalian semua kepada
Allah.” Syekh Ibrahim al-bajuri mengatakan “Kemudian
berwasiat ketakwaan. Tidak ada ketentuan khusus dalam
redaksinya menurut pendapat yang shahih. Ucapan Syekh
Ibnu Qasim ini kelihatannya mengharuskan berkumpul
antara seruan taat dan himbauan menghindari makshiat,
sebab takwa adalah mematuhi perintah dan menjauhi
larangan, namun sebenarnya tidak demikian kesimpulannya.
Akan tetapi cukup menyampaikan salah satu dari keduanya
sesuai pendapatnya Syekh Ibnu Hajar. Tidak cukup sebatas
menghindarkan dari dunia dan segala tipu dayanya menurut
kesepakatan ulama”.11
4. Membaca ayat suci al qur’an meskipun hanya 1 ayat di salah satu
kedua khutbah itu dan lebih utama di dalam khutbah yang pertama.
10
Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhaj Al-Qawim Juz 4, (Dar Al-Minhaj, Jeddah, 2011), h.
246.
11
Syekh Ibrahim al-bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim, (Kediri, Ponpes Fathul
Ulum, juz.1), h.218-219.

9
5. berdo’a untuk kaum mukmin. Yang hal tersebut dilakukan di khutbah
terakhir, dan dalam khutbah jum’at disyaratkan isi kandungannya
mengarah pada nuansa akhirat. Syekh zainuddin al-malibari
menyatakan bahwa rukun kelima adalah berdo’a yang bersifat
ukhrowi kepada orang-orang mukmin, meski tidak menyebut
mukminat berbeda dengan pendapat imam al-adzra’I, meski dengan
kata semoga allah merahmati kalian.12

2.6. Sunah-sunah khutbah


Khutbah Jumat merupakan salah satu bagian terpenting dalam
pelaksanaan sholat Jumat. Khutbah Jumat tidak sama dengan ceramah-
ceramah biasa. Ada beberapa anjuran yang perlu diperhatikan. Berikut
ini Sembilan hal yang disunnahkan dalam pelaksanaan khutbah Jumat:13
1. Khutbah di Atas Mimbar.
Anjuran ini karena mengikuti sunnah Nabi sebagaimana hadits
riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim. Demikian pula disunnahkan
posisi mimbar berada di sebelah kanan mihrab (pengimaman). Bila
tidak ditemukan mimbar, maka cukup digantikan dengan tempat
yang tinggi, tujuannya karena lebih sempurna dalam
memperdengarkan khutbah kepada Jamaah.
2. Menghadap Para Jamaah.
Khutbah dianjurkan dilakukan dalam posisi menghadap para
jamaah, bukan membelakangi mereka. Bagi para jamaah
disunnahkan pula menghadapkan wajahnya kepada khatib.
3. Azan Sebelum Khutbah.
Pada masa Rasulullah Saw, Abu Bakar dan Umar bin Khattab,
azan sebelum khutbah hanya dilakukan sekali, yaitu saat khatib
datang dan mengambil posisi duduk di atas mimbar. Baru di masa
pemerintahan Utsman bin Affan ditambahkan satu azan lagi. Sahabat
Utsman menganggap sangat perlu menambahkan satu azan untuk
lebih mengumpulkan kaum muslim agar segera bersiap

12
Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in Juz. 2, (Al-Haromain, Surabaya), h. 66.
13
Al-Imam Al-Syafi’i, Al-Umm, Juz 1, h.195.

10
mendengarkan bacaan khutbah, melihat jumlah kuantitas umat islam
yang bertambah banyak.
4. Membaca Khutbah Dengan Lantang.
Khutbah hendaknya dibaca dengan lantang dan keras. Hal ini
agar dapat lebih menggugah antusiasme jamaah. Anjuran ini juga
berdasarkan sunnah fi’liyyah (perilaku) Nabi saat beliau
menyampaikan khutbah.
5. Mengucapkan Salam Sebelum Berkhutbah.
Saat khatib maju ke depan dan telah sampai di depan mimbar,
hendaknya ia menghadap para jamaah dan mengucapkan salam
kepada mereka, setelah itu dianjurkan duduk sejenak sampai
muazzin selesai mengumandangkan azan di hadapannya. Demikian
itu sebagaimana dilakukan oleh para Nabi dan para sahabatnya.
6. Durasi Khutbah Tidak Terlampau Pendek dan Panjang
Khutbah hendaknya disampaikan dalam durasi yang standar,
tidak terlampau pendek, tidak pula terlalu panjang. Tidak ada
batasan pasti berapa lama durasi waktu khutbah yang ideal menurut
syari’at. Hanya saja, al-Imam al-Mawardi menggaris bawahi bahwa
prinsipnya adalah tidak terlampau lama sehingga dapat
membosankan dan tidak terlampau pendek sehingga pesan khutbah
tidak dapat dicerna dengan baik oleh jamaah. Dalam titik ini,
disesuaikan dengan kondisi kebiasaan masing-masing di setiap
tempatnya.14
7. Memegang Tongkat Dengan Tangan Kirinya
Saat ia berkhutbah, tangan kiri khatib dianjurkan memegang
tongkat, pedang, busur panah atau benda-benda sejenis.
8. Mudah Dipaham Jamaah.
Sebaiknya materi khutbah berupa konten yang ringan, mudah
dicerna oleh para jamaah. Tidak menyampaikan materi yang berat,
sebab hal tersebut tidak dapat diambil manfaatnya. Contoh materi
yang sederhana misalkan yang berkaitan dengan keutamaan

14
Syekh Ahmad bin Hamzah al-Ramli, Hasyiyah ‘ala Asna al-Mathalib, juz 3, h.484.

11
berjamaah, keutamaan membaca al-quran, kemuliaan bulan-bulan
tertentu, bahaya riba, efek negatif zina dan lain sebagainya.
9. Duduk di Antara Dua Khutbah.
Lama durasi duduk di antara dua khutbah hendaknya sekira
cukup membaca surat al-Ikhlash. Dalam posisi tersebut, khatib
disunnahkan membaca satu dua ayat dari al-Qur’an sebagiamana
hadits riwayat Ibnu Hibban. Sebagian ulama menganjurkan yang
dibaca adalah surat al-Ikhlash.

12
BAB 3
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Shalat
Jum'at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat
secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Shalah Jum'at
memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap muslim laki-laki atau pria
dewasa beragama islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta
mukim (bukan dalam keadaan mussafir) dan menetap di dalam negeri
atau tempat tertentu dan shalat jum’at juga memiliki syarat-syarat wajib
dan syarat sah nya yang harus dilaksanakan, supaya shalat jumat nya
menjadi sempurna. Dan khotib juga hendaknya memperhatikan
beberapa rukun-rukun dalam melakukan khutbah jum’at dan beberapa
kesunahan dalam berkhutbah karena khutbah jum’at merupakan salah
satu bagian terpenting dalam pelaksanaan sholat jum’at.

13
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman Al Jaziri, Fiqih Empat Mazhab, Semarang : Asy-Syfa, 1996.

Al-Imam al-Syafi’i, al-Umm, juz 1.

Ali Mustafa Yaqub, Super Berkah Shalat Jum’at, Jakarta : PT Mizan


Publika, 2000.

Ibnu Hajar Al-Haitami, Al-Minhaj Al-Qawim Juz 4, Dar Al-Minhaj, Jeddah,


2011.

Moh Rifa’I, Ilmu Islam Lengkap Smenegemarang : Karya Toha.

Syekh Ihsan Bin Dakhlan, Manahij Al-Imdad Syarh Irsyad Al-‘Ibad, Juz.1,
Ponpes Jampes Kediri.

Syaikh Al Albani, Tuhfatul Ahwadzi, juz. 3.

Syekh Muhammad bin ahmad al-syathiri, Syarh Al-Yaqut Al Nafis, Dar Al-
Minhaj Jedah. Cet. Ke-3 2011.

Syekh abdul hamid al-syarwani, hasyiyah al-syarwani ala tuhfah al-muhtaj,


juz 2, dar al-fikr, Beirut, 1997.

Syekh Muhammad bin Ahmad al-Syathiri, Syarh al-Yaqut al-Nafis, Dar al-
Minhaj-Jedah.

Syekh abdul hamid al-syarwani, hasyiyah al-syarwani ala tuhfah al-muhtaj,


juz 2, dar al-fikr, Beirut, 1997.

Syekh Ibrahim al-bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Ibni Qasim, Kediri,


Ponpes Fathul Ulum, juz.1.

Syekh Ahmad bin Hamzah al-Ramli, Hasyiyah ‘ala Asna al-Mathalib, juz 3.

Zainuddin Al-Malibari, Fathul Mu’in Juz. 2, Al-Haromain, Surabaya.

14

Anda mungkin juga menyukai