Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH MATERI PEMBELAJARAN FIQIH SD

“SHALAT JUMAT, DHUHA, DAN TAHAJJUD”

DISUSUN OLEH:

KELAS: PGAISD/SMTR V/G


KELOMPOK 8

Fadhilah Putri (12110120349)


Khairul Alfani (12110114445)

Dosen Pengampu:
Kholid Junaidi, M. Pd. I

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala, berkat rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah dengan judul “Shalat Jumat, Dhuha, dan Tahajjud”
dapat diselesaikan. Makalah ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas
perkuliahan pada mata kuliah Materi Pembelajaran Fiqih SD. Penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Maka dari itu
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Bapak Kholid Junaidi
selaku dosen pengampu mata kuliah Materi Pembelajaran Fiqih SD yang telah
memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan baik materi
maupun cara penulisannya dikarenakan pengetahuan dari penulis yang terbatas. Maka
dari itu, penulis dengan rendah hati dan dengan tangan terbuka menerima masukan,
saran serta kritik guna menyempurnakan makalah ini.

Pekanbaru, 29 Oktober 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii


DAFTAR ISI ............................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................................. 1
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3
A. Shalat Jumat ....................................................................................................... 3
B. Shalat Dhuha .................................................................................................... 11
C. Shalat Tahajjud................................................................................................. 16
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 19
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 19
B. Saran ................................................................................................................. 19
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20
ANALISIS BUKU PELAJARAN ............................................................................ 21
DOKUMENTASI ...................................................................................................... 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata ibadah dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan
untuk mengadikan diri kepada sang pencipta. Setiap hari, kaum muslimin di
mana pun berada harus mengadakan kontak dengan Allah. Baik diwujudkan
dengan dzikir, do’a, istighfar, tasbih, tahmid, takbir, dan kalimat thayyibah,
maupun shalat. Mengenai ibadah shalat, banyak manfaat yang akan dirasakan
ketika seseorang melaksanakan ibadah shalat. Diantaranya dapat
menyenangkan akal pikiran, perasaan dan organ-organ tubuh kita. Betapa tidak,
saat takbiratul ikhram diucapkan, seluruh mentalitas kita terfokus menghadap
kehadirat-Nya. Selain itu juga, shalat melatih kita untuk melepaskan tugas-
tugas dan kesibukan lain, kecuali amalan yang ditetapkan dalam shalat.
Shalat terbagi menjadi shalat wajib dan shalat sunnah. Salah satu contoh
dari shalat wajib ialah shalat Jumat, sedangkan contoh dari shalat sunnah ialah
shalat dhuha dan tahajjud. Setiap muslim, wajib hukumnya memiliki
pengetahuan mengenai shalat. Karena shalat merupakan ibadah yang pertama
kali Allah hisab di akhirat kelak. Maka dari itu, penulis mencoba untuk
menuangkan hasil literasinya dari berbagai sumber guna membahas mengenai
ibadah shalat ini. Namun, penulis membatasi hanya akan membahas mengenai
ibadah shalat jumat, shalat sunnah dhuha dan tahajjud. Penulis berharap
makalah ini dapat membawa manfaat baik bagi pembaca, maupun penulis
sendiri.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjabaran pada latar belakang, maka rumusan masalah
yang akan dibahas pada makalah ini, yaitu:

1
1. Bagaimana definisi dari shalat jumat, dalilnya, syarat wajib, syarat
sah, tata tertib, tata cara, pelaksanaan khutbah Jumat, dan hikmah
disyariatkannya shalat Jumat?
2. Bagaimana definisi dari shalat dhuha, tata cara, waktu shalat dhuha,
jumah rakaat, dan keutamaan melaksanakan shalat dhuha?
3. Bagaimana definisi dari shalat tahajud, dalilnya, tata cara, dan
keutamaan melaksanakan shalat tahajud?
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penulisan dari makalah ini,
yaitu:
1. Untuk mengetahui definisi dari shalat jumat, dalilnya, syarat wajib,
syarat sah, tata tertib, tata cara, pelaksanaan khutbah Jumat, dan
hikmah disyariatkannya shalat Jumat.
2. Untuk mengetahui definisi dari shalat dhuha, tata cara, waktu shalat
dhuha, jumah rakaat, dan keutamaan melaksanakan shalat dhuha.
3. Untuk mengetahui definisi dari shalat tahajud, dalilnya, tata cara, dan
keutamaan melaksanakan shalat tahajud.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Shalat Jumat
Shalat Jumat adalah sholat dua rakaat yang dilakukan di hari Jumat secara
berjamaah setelah khutbah Jumat dan setelah masuk waktu Dzuhur. Sholat ini
dilaksanakan tersendiri, bukan sholat dzuhur yang diringkas. Shalat Jumat
disyariatikan di dalam Al-Qur’an, Sunnah, dan juga ijma’ ulama. Sehingga siapa
yang mengingkari kewajiban shalat Jumat, maka dia dinyatakan kafir karena
mengingkari Al-Qur’an dan Sunnah.1 Adapun dalil pensyariatan sholat Jumat
sebagai berikut:
1. Al-Qur’an
Di dalam Al-Quran, pensyariatan shalat jumat disebutkan di
dakam sebuah surat khusus yang dinamakan dengan surat Al-Jumu'ah.
Di sana Allah telah mewajibkan umat Islam untuk melaksanakan shalat
jumat sebagai bagian dari kewajiban dan fardhu 'ain atas tiap-tiap
muslim yang memenuhi syarat.

Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk


menunaikan shalat Jum'at, maka bersegeralah kalian kepada
mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih
baik bagimu jika kamu mengetahui.(QS. Al-Jumu’ah : 9)
2. Sunnah
Ada banyak hadits nabawi yang menegaskan kewajiban shalat
jumat. Diantaranya adalah hadits berikut ini:

1
Ahmad Sarwat, Seri Fiqih Kehidupan (3): Shalat, (Jakarta: DU Publishing, 2011), 228.

3
Artinya: Dari Thariq bin Syihab radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah SAW bersabda,"Shalat Jumat itu adalah kewajiban bagi
setiap muslim dengan berjamaah, kecuali (tidak diwajibkan) atas 4
orang. [1] Budak, [2] Wanita, [3] Anak kecil dan [4] Orang sakit."
(HR. Abu Daud).

Artinya: Dari Abi Al-Ja'd Adh-dhamiri radhiyallahu ‘anhu


berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang meninggalkan
3 kali shalat Jumat karena lalai, Allah akan menutup hatinya." (HR.
Abu Daud, Tirmizy, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad).
Berdasarkan riwayat di atas, dapat dipahami bahwa
meninggalkan shalat jum’at termasuk dosa-dosa besar. Al-Hafidz Abu
Al-Fadhl Iyadh bin Musa bin Iyadh dalam kitabnya Ikmalul Mu’lim
Bifawaidi Muslim berkata: “Ini menjadi hujjah yang jelas akan
kewajiban pelaksanaan shalat Jum’at dan merupakan ibadah Fardhu,
karena siksaan, ancamam, penutupan dan penguncian hati itu ditujukan
bagi dosa-dosa besar (yang dilakukan), sedang yang dimaksud dengan
menutupi di sini adalah menghalangi orang tersebut untuk
mendapatkan hidayah sehingga tidak bisa mengetahui mana yang baik
dan mana yang munkar”.2

2
Ibid., 229.

4
1. Syarat Wajib
a) Islam
Tentu syarat wajib yang pertama ialah seseorang tersebut
beragama Islam. Jika ia bukan muslim, maka tidak ada kewajiban
baginya untuk melaksanakan shalat Jumat.
b) Laki-laki
Kriteria yang pertama adalah laki-laki. Namun demikian, tidak
berarti kalangan perempuan tidak diperkenankan untuk melaksanakan
shalat Jumat. Hanya saja, kaum perempuan memang lebih dianjutkan
untuk shalat di rumah. Namun, ketika para perempuan yang ikut
melaksanakan shalat jumat berjamaah bersama imam hukumnya adalah
sah. Tetapi ketika ia tidak ikut melaksanakan shalat jumat, maka
perempuan tersebut harus melaksanakan shalat dzuhur.
c) Baligh Berakal (Mukallaf)
Baligh memiliki makna ‘sampai’. Maksudnya adalah sampai
pada batasan tertentu. Untuk anak laki-laki, ukuran baligh adalah ketika
ia sudah bermimpi ‘dewasa’ atau sudah mencapai umur kira-kira 15
tahun. Sedangkan batasan baligh bagi anak perempuan adalah bila ia
sudah mengalami menstruasi. Anak yang sudah baligh diasumsikan
bahwa ia sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
Sehingga ia sudah layak diberikan tanggungjawab. Dalam agama Islam,
orang yang demikian disebut sebagai mukallaf.3
d) Merdeka
Syarat wajib yang ketiga ialah seseorang tersebut bukan budak
atau dalam artian merdeka. Karena budak merupakan golongan orang
yang berada dalam kekuasaan sang majikan. Sehingga ia memiliki
berbagai keterbatasan. Dalil kewajiban melaksanakan sholat Jumat bagi

3
Firdaus Wajdi dan Luthfi Arif, Super Berkah Shalat Jumat: Menggali dan Meraih Keutamaan
dan Keberkahan di Hari Paling Istimewa, (Bandung: Mizan Publika, 2008), 21.

5
golongan yang merdeka terdapat dalam hadis riwayat Abu Daud,
sebagaimana telah diterakan pada bagian awal.
e) Tinggal Menetap (Bukan Musafir)
Lawan dari orang yang tinggal menetap adalah Musafir. Musafir
dapat dipahami sebagai seseorang yang sedang melakukan perjalanan
jauh. Karena orang yang sedang melakukan perjalanan bisa jadi
mengalami keadaan yang sangat sulit, maka Islam memberikan
keringanan kepada mereka untuk tidak melaksanakan shalat Jumat.
f) Tidak Sakit atau Terkena Udzur Syar’i
Orang yang sedang sakit tentunya memiliki kesulitan untuk
datang ke tempat pelaksanaan shalat Jumat. Sakit ini merujuk pada sakit
yang serius, yang benar-benar menghalangi untuk menunaikan shalat
Jumat secara berjamaah. Bukan sakit ringan yng masih
memungkinkannya untuk melaksanakan shalat Jumat.
g) Mendengar Panggilan Jumat
Syarat lainnya ialah mendengar panggilan (azan) shalat Jumat.
Tentu saja, seseorang di zaman dahulu ketika teknologi sangat terbatas,
bila ia tidak dapat mendengar panggilan azan shalat Jumat, bisa jadi
dimaklumi bila ia tidak pergi untuk melaksanakan shalat Jumat. Namun,
mengingat kondisi saat ini yang sudah sangat maju seperti ada tabel
waktu shalat, ada jam penunjuk waktu shalat, ada pengeras suara,
bahkan ada aplikasi pengingat waktu shalat , maka seharusnya tidak ada
lagi alasan untuk tidak mendengar panggilan shalat Jumat.4
2. Syarat Sah
a) Shalat Jumat dan khutbahnya dilakukan di waktu dzuhur
Tidak sah melaksanakan shalat Jumat atau khutbahnya diluar
waktu dzuhur. Syekh Habib Muhammad bin Ahmad al-Syathiei
mengatakan bahwa ‘Apabila waktu dzuhur menyempit, maka wajib

4
Ibid., 24.

6
melakukan takbiratul ihram dengan niat zuhur. Apabila waktu zuhur
keluar, sementara jamaah berada di dalam ritual shalat jumat, maka
mereka wajib menyempurnakan menjadi shalat zuhur tanpa mengulangi
niat’ pernyataan ini tertulis di dalam Syarh al-Yaqut al-Nafis.
b) Dilaksanakan di area pemukiman warga
Shalat Jumat wajib dilakukan di tempat pemukiman warga.
Tempat pelaksanaannya tidak disyaratkan berupa bangunan atau
mesjid. Boleh dilakukan di lapangan dengan catatan masih dalam batas
pemukiman warga.
c) Berjamaah
Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama mengenai
jumlah minimal jamaah dalam melaksanakan shalat Jumat. Al-
Hanafiyah mengatakan bahwa jumlah minimal untuk sahnya shalat
jumat adalah tiga orang selain imam. Nampaknya kalangan ini
berangkat dengan pengertian lughawi (bahasa) tentang sebuah jamaah.
Yaitu bahwa yang bisa dikatakan jamaah itu adalah minimal tiga orang.
Sementara Al-Malikiyah menyaratkan bahwa sebuah shalat
jumat itu baru sah bila dilakukan oleh minimal 12 orang untuk shalat
dan khutbah. Sedangkan Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyaratkan
bahwa sebuah shalat jumat itu tidak sah kecuali dihadiri oleh minimal
40 orang yang ikut shalat dan khutbah dari awal sampai akhirnya.5
d) Tidak didahului atau berbarengan dengan shalat Jumat lain dalam
satu desa
Dalam satu daerah, shalat jumat hanya boleh dilakukan satu kali.
Oleh karenanya, bila terdapat dua jumatan dalam satu desa, maka yang
sah adalah jumatan yang pertama kali melakukan takbiratul ihram,
sedangkan jumatan kedua tidak sah. Dan apabila takbiratul ihram nya
bersamaan, maka kedua jumatan tersebut tidak sah. Namun syarat yang

5
Ahmad Sarwat, Op.cit., 235-236.

7
demikian tidak berlaku bila terdapat kendala yang tidak bisa di tangani
seperti faktor sempitnya tempat, pertikaian di antara penduduk, ataupun
jauhnya tempat pelaksanaan shalat Jumat.
e) Didahului dua khutbah
Sebelum shalat Jumat dilakukan, terlebih dahulu harus ada
khutbah. Khutbah ini terdiri setidaknya dari dua khutbah dengan jeda
duduk di antara keduanya.6
3. Tata Tertib Shalat Jumat
Dalam melaksanakan shalat Jumat terdapat tata tertib yang
hendaknya dipatuhi oleh setiap jamaah shalat Jumat, yaitu:
a) Sebelum berangkat ke mesjid disunnahkan untuk mandi terlebih
dahulu, memakai wewangian, memotong kuku, dan
menggunakan pakaian terbaiknya.
b) Hendaklah bersegera pergi ke mesjid, khususnya para makmum.
c) Setibanya di mesjid, lakukanlah shalat sunnah tahyatul masjid.
d) Setelah itu, duduklah untuk berzikir, berdoa, dan membaca Al-
Qur’an hingga khotib naik ke mimbar untuk memulai khotbah.
e) Pada saat khutbah sedang disampaikan makmum tidak
diperbolehkan untuk berbicara, bercanda, atau melakukan
sesuatu yang dapat mengganggu konsentrasi ibadah.
f) Setelah selesai khutbah dilanjutkan dengan shalat Jumat dan yang
menjadi imam shalat Jumat dianjutkan dari khotib pada saat itu.7
4. Tata Cara Shalat Jumat
Adapun tata cara pelaksanaan shalat Jumat yaitu, sebagai berikut:
a) Pada saat masuk waktu shalat, khatib berdiri atau naik ke mimbar
untuk menyampaikan khutbah dan diawali dengan mengucapkan
salam.

6
Abu Sarwat, Hukum-hukum Terkait Shalat Jumat, (Jakarta: Rumah Fiqih Publishing, 2018), 23.
7
Abdul Kadir Nuhuyanan, Pedoman dan Tuntunan Shalat Lengkap, (Jakarta: Gema Insani,
2002), 45.

8
b) Setelah salam, khatib duduk sebentar untuk mendengarkan
muadzin mengumandangkan azan sampai selesai. Kemudian
khatib berdiri kembali untuk menyampaikan khutbahnya.
c) Khatib memulai khutbahnya yang pertama dengan mengucapkan
kalimat pujian, membaca syahadat, shalawat kepada Nabi,
membaca beberapa ayat Al-Qur’an lalu menyampaikan nasihat
(tausiyah) kepada para jamaah.
d) Setelah itu, khatib duduk sejenak dan berdiri kembali untuk
menyampaikan khutbah yang kedua, kemudian diakhiri dengan
doa dan penutup khutbah.
e) Selesai khutbah, muadzin menyerukan iqamah kemudian khatib
berdiri di depan sebagai imam dan memberikan aba-aba untuk
merapikan shaf sebelum shalat dimulai.
f) Setelah shaf dirapikan, imam memimpin shalat Jumat berjamaah
dua rakaat dengan mengeraskan suara. Setelah selesai dilanjutkan
dengan zikir dan berdoa.8
5. Khutbah Shalat Jumat
Khutbah dapat diartikan sebagai menyampaikan nasihat dan pesan
tentang takwa. Secara umum, definisi khutbah adalah kegiatan berdakwah
mengajak atau menyeru kepada orang lain untuk meningkatkan ketakwaan,
keimanan, dan pesan keagamaan lainnya dengan memperhatikan rukun dan
syarat tertentu. Sementara orang yang melakukan khutbah disebut sebagai
khatib. Adapun syarat khutbah Jumat diantaranya:
a) Khatib harus berdiri, menutup aurat, dan suci dari hadats serta
najis.
b) Khutbah harus dilaksanakan pada waktu dzuhur.
c) Antara khutbah dan shalat Jumat tidak boleh diselingi waktu yang
lama.

8
Ibid. 45.

9
d) Khatib harus duduk sebentar dengan thuma’ninah dianatar dua
khutbah.
e) Khatib harus mengeraskan suaranya waktu berkhutbah.
f) Rukun khutbah disampaikan dalam bahasa Arab.
g) Khutbah dilaksanakan dengan berturut-turut, antara khutbah
pertama dan kedua, dan di antara khutbah dengan shalat Jumat.9

Sementara rukun dari khutbah Jumat adalah sebagai berikut:


a) Memuji kepada Allah baik di khutbah pertama maupun kedua.
b) Membaca shalawat kepada Nabi Muhammad baik di khutbah
pertama maupun kedua.
c) Berwasiat takwa kepada Allah baik di khutbah pertama maupun
kedua.
d) Membaca ayat suci Al-Qur’an pada salah satu dari kedua
khutbah.
e) Berdoa untuk kaum mukmin pada khutbah kedua.10
6. Hikmah Disyari’atkannya Shalat Jumat
Diantara hikmah terbesar dari disyari’atkannya shalat Jumat adalah
bersatunya orang-orang yang sudah mukallaf guna menerima ketetapan–
ketetapan dan tanggungjawab yang disampaikan oleh khatib. Kaum
muslimin yang hadir tentu mendengar dorongan, peringatan, janji pahala,
dan ancaman siksa dari khutbah yang disampaikan. Semua itu akan
membuat mereka lebih siap dalam memikul kewajiban-kewajiban mereka.
Sekaligus membantu mereka untuk menunaikannya dengan penuh
semangat, motivasi, dan keteguhan hati.
Lebih dari itu, hikmah lainnya ialah shalat Jumat menjadi sarana
penghapus dosa bagi dosa-dosa yang terlah dilakukan dalam rentang waktu

9
Irfan Maulana, Buku Panduan Khutbah Jum’at Untuk Pemula, (Bogor: Guepedia, 2021), 34-
35.
10
Marzuqi Mustamar, Khutbah Jumat 7 Menit, (Yogyakarta: Belibis Pustaka Group, 2020), 5.

10
antara Jumat yang satu dengan Jumat yang lainnya.11 Sebagaimana
diriwayatkan dalam sebuah hadis, sebagai berikut:

Artinya: Shalat lima waktu dan dari Jumat yang satu ke Jumat
berikutnya, dari Ramadhan yang satu ke Ramadhan berikutnya, adalah
menjadi sarana penghapus bagi segala dosa yang ada diantara keduanya,
selama dosa-dosa besar dijauhi. (HR. Mulim).
B. Shalat Dhuha
Shalat Dhuha adalah shalat sunah dua rakaat atau lebih yang dikerjakan
pada waktu Dhuha, yaitu waktu matahari naik setinggi tombak (kira-kira pukul 8
atau pukul 9 sampai tergelincirnya matahari). Paling sedikit dua rakaat dan paling
banyak dua belas rakaat, dengan tiap-tiap dua rakaat satu salam.12 Secara umum,
status hukum shalat dhuha berdasarkan banyak hadits yang berkaitan adalah
Sunnah. Salah satu hadis yang dijadikan sandara status hukum tersebut yaitu:

Artinya: Abu Hurairah ra. Berkata, “Kekasihku (Rasulullah) berwasiat


kepadaku dengan tiga perkara yang tidak akan aku tinggalkan sampai aku mati;
puasa tiga hari pada setiap bulan (ayyam al-bidh), shalat dhuha, dan shalat witir
sebelum tidur” (HR. Bukhori).
Hadis tersebut menyebutkan bahwa salah satu di antara tiga amalan sunnah
yang diwasiatkan Rasulullah kepada umatnya, melalui tuturan kata-kata Abu

11
Saiful Hadi El-Sutha, Buku Panduan Sholat Lengkap, (Jakarta: Wahyu Media, 2012), 75-76.
12
Sayuti, Tuntunan Shalat Dhuha, ( Makasar: Sangkala, 2011), 7.

11
Hurairah adalah amalan shalat dhuha. Dalam hal ini, seruan Rasulullah untuk
melaksanakan shalat dhuha adalah seruan untuk melakukan sebuah amalan
sunnah. Sebab, dalam hadits tersebut tidak ditemukan adanya perkataan atau
pernyataan yang menekankan isyarat wajibnya shalat dhuha. Meskipun pernyataan
Abu Hurairah bahwa ia tidak akan pernah meninggalkan shalat dhuha sepanjang
hidupnya merupakan sebuah isyarat tentang pentingnya amalan sunnah ini dan
betapa tingginya amalan ini dalam pandangan Rasulullah.13
1. Tata Cara Shalat Dhuha
a) Berwudhu dan melakukan persiapan sahalat dengan memperhatikan
kesucian badan, pakaian, dan tempat.
b) Sholat dhuha dianjutkan untuk dilaksanakan sendiri.
c) Niat shalat dhuha

Artinya: Saya niat shalat dhuha dua rakaat karena Allah ta’ala.
d) Melakukan takbiratulihram.
e) Membaca surah Al-Fatihah.
f) Membaca surah pendek: surah asy-syam atau al-kafirun (pada rakaat
pertama).
g) Melakukan rukuk, iktidal, sujud pertama, duduk diantara dua sujud dan
sujud kedua, sebagaimana saat melaksanakan shalat fardhu.
h) Rakaat kedua, membaca al-Fatihah.
i) Dilanjutkan dengan membaca surah pendek: ad-duha, atau al-ikhlas.
j) Melakukan rukuk, iktidal, sujud pertama, duduk diantara dua sujud dan
sujud kedua, sebagaimana saat melaksanakan shalat fardhu.
k) Duduk dan membaca tasyahud akhir.
l) Salam.

13
Zezen Zainal Alim, The Ulimate Power of Shalat Dhuha, (Jakarta: Qultum Media, 2012), 21-
22.

12
m) Membaca doa sesudah shalat dhuha.14

Artinya: “Wahai Tuhanku, Sesungguhnya waktu duha adalah


waktu duha-Mu, keagungan adalah keagungan-Mu, keindahan adalah
keindahan-Mu, kekuatan adalah kekuatan-Mu, penjagaan adalah
penjagaan-Mu, wahai Tuhanku, apabila rezekiku berada di atas langit
maka turunkanlah, apabila berada di dalam bumi maka keluarkanlah,
apabila sukar maka mudahkanlah, apabila haram maka sucikanlah,
apabila jauh maka dekatkanlah dengan kebenaran duha-Mu, kekuasaan-
Mu (wahai Tuhanku), datangkanlah padaku apa yang Engkau datangkan
kepada hamba-hamba-Mu yang saleh”.
2. Waktu Shalat Dhuha
Shalat dhuha adalah shalat sunnah yang dikerjakan pada pagi hari.
Dimulai ketika matahari mulai naik sepenggalah atau setelah terbit matahari
(sekitar jam 07.00) sampai sebelum masuk waktu dzuhur (ketika matahari
belum naik dari posisi tengah-tengah. Namun, lebih baik apabila dikerjakan
setelah matahari terik. Hal ini didasarkan oleh hadits dari Zaid bin Arqam,
yang artinya: “Shalat Awwabiin (orang-orang yang kembali kepada

14
Ahmad Faozan dan Jamaluddin, Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk SD Kelas IV,
(Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud, 2021), 163.

13
Allah/bertaubat) adalah ketika anak unta mulai kepanasan pada waktu
dhuha (HR. Ahmad).
3. Jumlah Rakaat Shalat Dhuha
Shalat dhuha sekurang-kurangnya terdiri dari dua rakaat. Tidak ada
batasan yang pasti mengenai jumlahnya. Namun, terkadang Rasulullah
mengerjakan dua rakaat, empat rakaat, delapan rakaat, bahkan lebih. Dan
pada setiap rakaat ditutup dengan salam.15 Hal ini didasarkan pada hadis,
sebagai berikut:

Artinya: Bahwasannya Rasulullah pada yaumul fathi (penaklukan


kota Mekah) shalat sunnah dhuha delapan rakaat dan mengucapkan salam
pada setiap dua rakaat (HR. Abu Daud).
4. Keutamaan Shalat Dhuha
Terdapat berbagai keutamaan ketika kita dapat melaksanakan sholat
dhuha dan menjadikannya sebagai sebuah kebiasaan dalam aktivtas sehari-
hari, diantaranya:
a) Gugurnya dosa-dosa yang telah diperbuat.
Keutamaan ini disandarkan pada salah satu hadis, yang
artinya: “Barangsiapa yang menjaga shalat dhuha, maka dosa-
dosanya diampuni walaupun dosanya itu sebanyak buih di
lautan” (HR. Tirmidzi).
b) Memperoleh pahala ibadah yang sama dengan melakukan ibadah
haji dan umrah.
Hal ini terdapat dalam hadis riwayat Tirmidzi no. 586
yang artinya: “Ditegaskan dari Anas r.a Rasulullah bersabda:

15
M. Khalilurrahman Al Mahfani, Berkah Shalat Dhuha, (Jakarta: KAWAH Media, 2008), 12.

14
Barangsiapa yang mengerjakan shalat fajar (shubuh)
berjamaah, kemudian ia (setelah usai) duduk mengingat Allah
hingga terbit matahari, lalu ia shalat dua rakaat (dhuha), ia
mendapatkan pahala seperti pahala haji dan umrah;sempurna,
sempurna; sempurna”.
c) Shalat dhuha merupakan sedekah paling baik.
Sebagaimana terdapat dalam hadis riwayat Muslim,
yang artinya: “Setiap pagi, setiap ruas anggota badan kalian
wajib dikeluarkan sedekahnya. Setiap tasbih adalah sedekah,
setiap tahmid adalah sedekah, setiap tahlil adalah sedekah,
setiap takbir adalah sedekah. Menyuruh kepada kebaikan
adalah sedekah, dan melarang berbuat munkar adalah sedekah.
Semua itu dapat diganti dengan shalat dhuha dua rakaat”.
d) Shalat dhuha adalah cara menghindari keburukan
Keutamaan lainnya ialah terhalau dari banyak hal buruk.
Sebagaimana yang terdapat dalam hadis, yang artinya:
“Barangsiapa yang shalat dhuha dua rakaat, maka dia tidak
ditulis sebagai orang yang lalai. Barangsiapa yang
mengerjakannya sebanyak empat rakaat, maka ditulis sebagai
orang yang ahli ibadah. Barangsiapa yang mengerjakannya ena
rakaat, maka diselamatkan di hari itu. Barangsiapa
mengerjakannya delapa rakaat, maka Allah tulis sebagai orang
yang taat. Dan barangsiapa yang mengerjakannya dua belas
rakaat, maka Allah akan membangun sebuah rumah di surga
untuknya” (HR. At. Thabrani).
e) Shalat dhuha adalah salah satu sebab seseorang masuk surga
Sebagaimana yang terdapat dalam hadis, yang artinya:
“Sesungguhnya di surga ada salah satu pintu yang dinamakan
pintu dhuha, bida datang hari kiamat malaikat menjaga surga
memanggil; mana ia yang melazimkan shalat dhuha? Inilah

15
pintu kalian maka masukilah dengan kasih sayang Allah (HR.
Thabrani).16

C. Shalat Tahajjud
Tahajjud memiliki pengertian terjaga setelah tidur. Sehingga shalat
tahajjud dapat diartikan sebagai shalat sunnah yang dikerjakan pada waktu malam
hari dan dilaksanakan sesudah tidur. Shalat tahajjud biasanya disebut juga sebagai
shalat malam (Qiyamul Laili). Namun sebagian ulama berpendapat bahwa
Qiyamul Laili adalah shalat yang dikerjakan di awal malam, sedangkan shalat
tahajjud dikerjakan di tengah malam.17
1. Dalil Melaksanakan Shalat Tahajjud
a) Al-Qur’an
1) Surah Al-Isra’ ayat 79

Artinya: “Dan pada sebagian malam hari bershalatlah tahajjud


kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu, mudah-mudahan
Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”.
2) Surah Muzammil ayat 20

Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasannya


kamu berdiri (sembahyang)kurang dari dua pertiga malam, atau
seperdua malam, atau sepertiganya dan demikian pula segolongan
dari orang-orang yang bersama kamu. Dan Allah menetapkan
ukuran malam dan siang”.

16
Wong Gunung Asli, Menuai Cinta Dari Cerita, (Bogor: Guepedia, 2023), 47-50.
17
Abdul Muqit, Shalat Tahajud dan Kebahagiaan, (Malang: Polinema, 2018), 4.

16
b) Hadis
1) Hadis riwayat Muslim No. 5046

Artinya: “Dari Aisyah berkata: Bila shalat Rasulullah berdiri


hingga kaki beliau bengkak. Aisyah berkata: Wahai Rasulullah,
kenapa tuan melakukan ini padahal Allah telah mengampuni dosa
tuan yang telah berlalu dan yang kemudian. Beliau bersabda: Hai
Aisyah, apakah aku tidak menjadi hamba yang bersyukur”.
2) Hadis riwayat Muslim No. 1982

Artinya: Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah


bersabda: “Seutama-utama puasa setelah Ramadhan ialah puasa di
bulan Muharram, dan seutama-utama shalat sesudah shalat fardhu,
ialah shalat malam”.
2. Tata Cara Shalat Tahajud
Shalat tahajud dilakukan paling sedikit dua rakaat dan paling
banyak tidak terbatas. Shalat tahajud diakhiri dengan shalat witir (salat
dengan bilangan rakaat ganjil). Nabi Muhammad mengerjakan shalat
tahajud tidak lebih dari 11 atau 13 rakaat dengan shalat witir. Adapun
tata cara pelaksanaan shalat tahajud, sebagai berikut:18
a) Berwudhu dan melakukan persiapan shalat dengan memperhatikan
kesucian badan, pakaian, dan tempat.
b) Niat shalat tahajjud.

18
Ahmad Faozan dan Jamaluddin, Op.cit., 165.

17
Artinya: Saya niat shalat tahajjud dua rakaat karena Allah ta’ala.
c) Takbiratulihram.
d) Membaca surah al-fatihah.
e) Membaca surah pilihan.
f) Melakukan rukuk, iktidal, sujud pertama, duduk di antara dua sujud
dan sujud kedua seperti shalat fardhu.
g) Membaca al-fatihah dan surah pilihan.
h) Melakukan rukuk, iktidal, sujud pertama, duduk di antara dua sujud
dan sujud kedua seperti shalat fardhu.
i) Duduk dann membaca tasyahud akhir.
j) Salam.
k) Membaca doa sesudah shalat tahajud.
3. Keutamaan Shalat Tahajud
Terdapat banyak keutamaan dari melaksanakan shalat tahajjud,
diantaranya:19
a) Akan dilindungi oleh Allah dari segala macam bencana.
b) Tanda ketaatan akan terlihat di wajahnya dan ketika
dibangkitkan dari kubur wajah tersebut akan berseri-seri.
c) Allah akan meninggikan derajatnya.
d) Diberikan kemudahan dalam memahami agama.
e) Mendapatkan keringanan ketika dihisab.
f) Termasuk dalam golongan orang-orang sholeh.

19
Roni Tabroni, Mukjizat Sholat Malam For Teens, (Bandung: Mizan Pustaka, 2009), 55-57.

18
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Shalat Jumat adalah shalat wajib dua rakaat yang dilakukan di hari Jumat
secara berjamaah setelah khutbah Jumat dan setelah masuk waktu Dzuhur. Dalil
mengenai pelaksanaan shalat Jumat terdapat dalam surah Al-Jumu’ah ayat 9 dan
pada hadis riwayat Abu Daud, Tirmizy, Nasai, Ibnu Majah dan Ahmad. Adapun
syarat wajib dalam shalat Jumat yaitu Islam, laki-laki, baligh berakal, merdeka,
tinggal menetap, tidak sakit, dan mendengar panggilan azan. Sedangkan syarat
sahnya yaitu shalat jumat dan khutbahnya dilakukan pada waktu zuhur,
dilaksanakan di area pemukiman warga, secara berjamaah, dan didahului dua
khutbah. Dari segi pelaksanaan, sebenarnya antara shalat Jumat dengan shalat
fardhu tidak begitu berbeda. Hanya saja, dalam shalat Jumat terdapat khutbah.
Khutbah dapat diartikan sebagai menyampaikan nasihat dan pesan tentang takwa.
Shalat dhuha dan shalat tahajud merupakan contoh dari shalat sunnah.
Pelaksanaan keduanya tidak jauh berbeda dengan shalat fardhu pada umumnya.
Hanya saja shalat dhuha dikerjakan ketika matahari naik setinggi tombak (kira-
kira pukul 8 atau pukul 9 sampai tergelincirnya matahari). Sedangkan shalat
tahajud dikerjakan pada waktu malam hari dan dilaksanakan sesudah tidur. Kedua
shalat sunnah ini memiliki banyak keutamaan, diantaranya: akan tergolong ke
dalam golongan orang-orang shaleh, dimudahkan urusannya oleh Allah, diangkat
derjatnya, dan dapat masuk ke surga dari pintu mana saja.
B. Saran
Penulis menyadari bahwasannya makalah ini masih terdapat kekurangan
baik dari segi penulisan maupun materi, maka dari itu penulis menyarankan
kepada pembaca untuk melakukan literasi lebih lanjut guna melengkapi
pembahasan pada makalah ini.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alim, Zezen. Zainal. (2012). The Ulimate Power of Shalat Dhuha. Jakarta: Qultum
Media.

Asli, Wong. Gunung. (2023). Menuai Cinta Dari Cerita. Bogor: Guepedia.

El-Sutha, Saiful. Hadi. (2012). Buku Panduan Sholat Lengkap. Jakarta: Wahyu Media.

Faozan, Ahmad., & Jamaluddin. (2021). Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti
untuk SD Kelas IV. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Kemendikbud.

Mahfani, M Khalilurrahman Al. (2008). Berkah Shalat Dhuha. Jakarta: KAWAH


Media.

Maulana, Irfan. (2021). Buku Panduan Khutbah Jum’at Untuk Pemula. Bogor:
Guepedia.

Muqit, Abdul. (2018). Shalat Tahajud dan Kebahagiaan. Malang: Polinema.

Mustamar, Marzuki. (2020). Khutbah Jumat 7 Menit. Yogyakarta: Belibis Pustaka


Group.

Nuhuyanan, Abdul. Kadir. (Jakarta). Pedoman dan Tuntunan Shalat Lengkap. 2002:
Gema Insani.

Sarwat, Ahmad. (2011). Seri Fiqih Kehidupan (3): Shalat. Jakarta: DU Publishing.

Sarwat, Abu. (2018). Hukum-hukum Terkait Shalat Jumat. Jakarta: Rumah Fiqih
Publishing,.

Sayuti. (2011). Tuntunan Shalat Dhuha. Makasar: Sangkala.

Tabroni, Roni. (2009). Mukjizat Sholat Malam For Teens. Bandung: Mizan Pustaka.

Wajdi, Firudaus., & Arif, Luthfi. (2008). Super Berkah Shalat Jumat: Menggali dan
Meraih Keutamaan dan Keberkahan di Hari Paling Istimewa. Bandung: Mizan
Publika.

20
ANALISIS BUKU PELAJARAN
Buku paket mata pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas IV di Sekolah
Dasar Negeri 12 Meredan Barat, Kab. Siak merupakan buku paket yang telah
mengaplikasikan kurikulum Merdeka. Pada pembelajaran semester genap, materi fiqih
yang dibahas adalah sholat Jumat, sholat sunnah Dhuha dan Tahajjud. Dalam
membahas materi tersebut buku ini memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan.
Adapun penjabarannya sebagai berikut:
A. Kelebihan Buku
1. Buku ini menyajikan berbagai gambar yang menarik dan sesuai
dengan materi yang dibahas. Sehingga dapat memudahkan siswa
dalam memahami materi pelajaran. Contohnya seperti ilustrasi
seorang laki-laki yang bersiap untuk melaksanakan sholat Jumat,
ilustrasi orang-orang yang tidak wajib mengejakan sholat Jumat dan
lain sebagainya.
2. Pada awal materi siswa diajak untuk mengingat kembali pelajaran
yang telah lalu. Hal ini bermanfaat sebagai rangsangan awal kepada
siswa agar ia mengingat hal yang telah dipelajarinya. Dan ini juga
bermanfaat bagi guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman
siswa sebelum materi pembelajaran yang sebenarnya diberikan.
3. Terdapat kolom aktivitas kelompok. Dalam buku ini aktivitas
kelompok dibagi menjadi dua, yaitu aktivitas yang bersifat pertanyaan
dan yang bersifat praktek. Dengan adanya tugas kelompok ini, siswa
dapat saling berbagi pengetahuan dan belajar untuk membangun
hubungan di dalam kelompok dengan baik.
4. Terdapat kisah yang berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.
Kisah ini disajikan dalam kolom tersendiri. Hal ini menunjukkan
bahwa meskipun materi yang dipelajari adalah fiqih, bukan berarti
tidak boleh menyajikan materi lainnya. Dengan syarat masih berkaitan
dengan materi yang dipelajari. Hal ini akan semakin menambah
pengetahuan siswa.

21
B. Kekurangan Buku
Adapun kekurangan dalam buku ini yaitu kurang lengkapnya
point-point yang dibahas. Hal ini disebabkan kerena dalam satu bab
membahas tiga macam sholat sekaligus. Sehingga terjadi ketidakfokusan
dalam membahas setiap point dari masing-masing sholat. Contohnya pada
materi sholat Jumat, buku ini tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai
khatib dan khutbah. Contoh lainnya yaitu pada materi sholat Dhuha dan
Tahajjud, buku ini tidak begitu menerakan manfaat dari mengerjakan
sholat Dhuha dan Tahajjud. Sehingga dengan kekurangan materi tersebut,
guru dituntut untuk memperluas pengetahuannya. Karena bisa saja siswa
mengajukan pertanyaan terkait hal tersebut.
Dari penjabaran terkait kelebihan dan kekurangan buku ini, maka penulis
berpandangan bahwa buku ini layak digunakan sebagai buku pelajaran. Meskipun
memiliki kekurangan terkait kurang merincinya materi pelajaran, namun hal ini masih
dapat diantisipasi. Bentuk antisipasi ini dapat dilakukan dari sisi guru, dengan cara
memperluas pengetahuan yang berkaitan dengan materi tersebut. Adapun solusi
lainnya adalah Kemendikbud dapat menyusun materi ketiga sholat ini menjadi bab-bab
tersendiri. Dengan demikian, masing-masing sholat dapat dijelaskan secara terperinci.

22
DOKUMENTASI

23

Anda mungkin juga menyukai