Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FIQIH

SHALAT JUM’AT

DI

OLEH :

KELOMPOK 4

HAZIFAH HANUM 21231283


NOLA ANDIANA 21231290
NAILA MISKIRA 21231287

DOSEN PEMBIMBING : SAFWAN, M.Ag

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH AL HILAL SIGLI
TAHUN 2021/2022
KATA PENGANTAR

‫علَ ْيكُ ْم َو َر ْح َمةُ هللاِ َوبَ َركَات ُه‬


َ ‫سالَ ُم‬
َّ ‫ال‬
Puji syukur kehadirat Allah yang Maha Pengasih, lagi Maha Penyayang. Atas

berkat rahmat yang sangat melimpah yang tidak ada henti-hentinya, kami

mengucapkan rasa syukur terhadap-Nya. Karena berkat rahmat-Nya yang penuh

dengan kenikmatan membuat kami untuk memiliki semangat dan ide dalam

menyelesaikan makalah kami.

Dan ucapan terima kasih terhadap bapak Safwan, M.Ag yang telah memberikan

amanah terhadap kami untuk menyelesaikan makalah yang berjudul “Shalat Jum’at”.

Serta dengan rendah hati kami memohon kritik dan saran dari pembaca apabila

terdapat hal yang yang ganjil, agar ke depannya kami bisa lebih baik dalam membuat

karya tulis. Sebab kesempurnaan hanya milik sang pencipta. Dan juga kami

mengucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam proses penyusuan

makalah ini.

Demikian yang bisa kami ucapkan, kami berharap makalah yang kami buat

member manfaat kepada pembaca, dan bernilai ibadah disisi Allah Swt. Wallahul

Muaffieq Ila Aqwamith Thariq.

Keuniree, 11 November 2021

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…. .........................................................................................i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang .......................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 1

C. Tujuan Penulisan ...................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Shalat Jumat………………………………………………………………. 2

B. Syarat-Syarat Mendirikan Jum’at………………………………………. 4

C. Khutbah Jum’at…………………………………………………………... 5

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………..11

B. Saran………………………………………………………………………11

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Shalat Jum’at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari Jum’at, pada waktu

shalat dhuhur, dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah.

Perintah shalat Jum’at disampaikan secara langsung didalam al-Qur’an surat al-

Jumuah, sebagaimana dituliskan di atas. Maksud dari ayat “bersegeralah kamu

mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli”, adalah jika sudah diseru adzan untuk

shalat Jum’at maka tinggalkanlah segala pekerjaan dan kesibukan, untuk

melaksanakan shalat Jum’at.

Shalat Jum’at wajib bagi muslim laki-laki, kecuali yang mendapati halangan

yang membatalkan kewajiban seperti karena sakit (sakit berat, yang tidak

memungkinkan pergi ke masjid) atau bepergian (di/ke tempat yang susah menemukan

masjid untuk berjamaah shalat Jum’at).

B. Rumusan Masalah

1. Apa hukum shalat jumat dan dasar hukumnya?

2. Apa saja syarat-syarat mendirikan jum’at?

3. Jelaskan tentang khutbah jum’at !

C. Tujuan Penulisan

1. Apa hukum shalat jumat dan dasar hukumnya?

2. Apa saja syarat-syarat mendirikan jum’at?

3. Jelaskan tentang khutbah jum’at !

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Shalat Jumat

Shalat Jum’at adalah shalat wajib dua raka’at yang dilaksanakan dengan

berjama’ah diwaktu Zuhur dengan didahului oleh dua khutbah.1 Dalam arti yang lain,

Sholat Jumat adalah sholat dua rakaat yang dilakukan di hari Jumat secara berjamaah

setelah khutbah Jumat setelah masuk waktu Dhuhur. Sholat yang tersendiri bukan

sholat dhuhur yang diringkas. Dan sholat ini seperti sholat lainnya dari segi

rukun,syarat, dan adab-adabnya.2 Akan tetapi, untuk dapat melakukan sholat Jum’at

berjamaah, jumlah yang hadir harus minimal 40 orang dan dilakukan di masjid atau

sebuah bagunan yang dapat menampung banyak jamaah.

Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa shalat jumat adalah shalat dua rakaat yang

dilakukan secara berjamaah di hari jumat setelah masuk waktu zhuhur dan setelah

khutbah jumat dengan minimal jumlah yang hadir adalah 40 orang.

1. Hukum Shalat Jumat

Hukum shalat jum’at adalah Fardhu ‘Ain, artinya kewajiban

individu mukallaf (muslim, baligh, berakal) kecuali 6 golongan:

a. Hamba sahaya (budak)

b. Perempuan

c. Anak kecil (yang belum baligh)

d. Orang sakit yang tidak dapat menghadiri Jumat

e. Musafir, yakni orang yang sedang dalam perjalanan jauh

1
Umay M. Dja’far Shiddieq, Syari’ah Ibadah, (Jakarta Pusat: alGhuraba, 2001), hal. 75
2
Ahmad Al-Syatiry, Terjemahan Buku Al-Yaqutu Al-Nafis, ( Sana’a: Muassas Al-Risalah, 2009),
Hal. 53.
2
3

f. Orang yang udzur jum’at, seperi ada bencana alam atau bahaya.

Pengecualian ini ditetapkan oleh sabda Nabi SAW:

,ٌ‫ َوا ِْم َرأَة‬, ٌ‫ َم ْملُوك‬:ً‫ب َعلَى ُك ِل ُم ْس ِل ٍم فِي َج َما َع ٍة إِ اَّل أ َ ْربَعَة‬ ِ ‫ْال ُج ُمعَةُ َح ٌّق َو‬
ٌ ‫اج‬
)‫(صحيح علي شرطي البخا ري ومسلم‬.‫يض‬ ٌ ‫ َو َم ِر‬,‫ي‬ ٌّ ِ‫صب‬
َ ‫َو‬
“Jum'at itu hak yang wajib bagi setiap Muslim dengan berjama'ah
kecuali empat orang, yaitu: budak, wanita, anak kecil, dan orang yang
sakit."
Adapun bagi musafir, dan ada yang udzur, karena perbuatan Rasulullah

SAW, apabila mengadakan perjalanan jauh, dan sampai hari jum’at beliau dan

para sahabatnya tidak menunaikan shalat jum’at, melainkan hanya shalat Zuhur,

demikian pula ketika kejadian badai hari jum’at dikota madinah, Beliau

menganjurkan para sahabatnya shalat masing-masimg di rumah mereka.

Para ulama sependapat bahwa hukum shalat jum’at adalah fardhu ‘Ain dan

jumlah rakaatnya dua.

a. Jum’at Wajib ‘Aini bagi yang memenuhi syarat-syarat yang telah

ditetapkan. Orang yang meniggalkannya tanpa udzur adalah dosa besar.

b. Bila sudah dikumandangkan adzan jum’at, wajib segera untuk

mendengar khutbah dan menunaikan shalat jum’at.

c. Sesudah adzan jum’at berkumandang haram hukumnya bagi yang wajib

jum’at melakukan kegiatan yang bersifat duniawi seperti jual beli atau

pekerjaan lainnya.3

2. Dasar Hukum Shalat Jum’at

Hukum shalat Jum'at adalah wajib dengan dasar Al Qur’an, Sunnah dan

Ijma’. Adapun dalil dari Al Qur’an adalah firman Allah yang artinya :

3
Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, (Jakarta: Pena, 2006), hal. 459
4

"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat


pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu
mengetahui." [Al Jum'ah:9]
Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk menunaikannya, padahal

perintah. Demikian juga larangan sibuk berjual beli setelah ada panggilan shalat,

menunjukkan kewajibannya; sebab seandainya bukan karena wajib, tentu hal itu

tidak dilarang.

Sedangkan dalil dari Sunnah, ialah sabda Rasulullah:

َ‫علَى قُلُو ِب ِه ْم ث ُ ام لَ َي ُكونُ ان ِم ْن ْالغَا ِفلِين‬ ‫ت أَ ْو لَيَ ْخ ِت َم ان ا‬


َ ُ‫َللا‬ ِ ‫لَ َي ْنتَ ِه َي ان أَ ْق َوا ٌم َع ْن َو ْد ِع ِه ْم ْال ُج ُم َعا‬
Artinya :
"Hendaklah satu kaum berhenti dari meninggalkan shalat Jum'at, atau kalau
tidak, maka Allah akan mencap hati-hati mereka, kemudian menjadikannya
termasuk orang yang lalai.
Hal ini dikuatkan lagi dengan kesepakatan (Ijma') kaum muslimin atas

kewajibannya, sebagaimana hal itu dinukil para ulama, diantaranya: Ibnu Al

Mundzir , Ibnu Qudamah dan Ibnu Taimiyah.

B. Syarat-syarat Mendirikan Shalat Jumat

1. Syarat Wajib

Orang yang wajib mengerjakan sholat Jumat adalah orang yang memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut, yaitu: a. Islam, b. Laki-laki, c. Merdeka (Bukan

Hamba Sahya), d. Baligh (Cukup Umur), e. Aqil (Berakal), f. Sehat (Tidak

Sakit), dan g. Muqim (Penduduk Tetap) bukan seorang musafir.

‫الجمعة حق واجب علي كل مسلم اَّل أربعة عبد مملوك أوامرأة أو صبي أومريض‬
Shalat jum’at adalah hak yang wajib atas setiap muslim kecuali empat
golongan: budak belian, wanita, anak-anak, orang sakit. (HR.Abu
Dawud).4

4
Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqih Ibadah, (Jakarta:
Amzah, 2009), hal. 309. .
5

2. Syarat Sah

Adapun syarat-syarat sahnya jum’at menurut madzhab syafi’i antara lain:

a. Dua raka’at shalat jum’at dan dua khutbahnya harus masih masuk waktu

shalat zhuhur.

b. Dilaksanakan disuatu perkampungan atau perkotaan (maksudnya apabila

yang shalat jum’at itu semuanya musafir maka shalat jum’atnya tidak

sah).

c. Minimal mendapati satu raka’at (dengan berjama’ah) dari dua raka’at

shalat jum’at, maka jika seorang makmum shalat jum’at tidak mendapati

satu raka’at shalat jum’at bersama imam, maka ia tetap niat shalat jumat

tetapi perakteknya shalat zhuhur empat raka’at.

d. Jumlah makmum yang shalat jum’at minimal 40 orang dari penduduk

setempat atau penduduk asli (mustauthin) yang telah wajib jum’at.

e. Shalat jum’atnya tidak berbarengan atau didahului oleh shalat jum’at

dimasjid lain yang masih satu perkampungan. Artinya tidak boleh ada dua

jum’at atau lebih dalam satu kapung atau satu tempat yang sama.

f. Harus didahului dua khutbah.5

C. Khutbah Jumat

1. Pengertian

“Khotbah”, secara bahasa, adalah ‘perkataan yang disampaikan di atas

mimbar’. Adapun kata “khitbah” yang seakar dengan kata “khotbah” (dalam

bahasa Arab) berarti ‘melamar wanita untuk dinikahi’. “Khotbah” berasal dari

5
Abbas Arfan, Fiqih Ibadah Peraktis, (Malang: Uin-Maliki Press, 2004) hal. 113.
6

bahasa Arab yang merupakan kata bentukan dari kata “mukhathabah” yang

berarti ‘pembicaraan’. Ada pula yang mengatakannya berasal dari kata “al-

khatbu” yang berarti ‘perkara besar yang diperbincangkan’, karena orang-orang

Arab tidak berkhotbah kecuali pada perkara besar.

Sebagian ulama mendefinisikan “khotbah” sebagai ‘perkataan tersusun yang

mengandung nasihat dan informasi’. Akan tetapi, definisi ini terlalu umum.

Adapun definisi yang lebih jelas ialah definisi yang diberikan oleh Dr. Ahmad

Al-Hufi yaitu, ‘Cabang ilmu atau seni berbicara di hadapan banyak orang dengan

tujuan meyakinkan dan memengaruhi mereka’. Dengan demikian, khotbah harus

disampaikan secara lisan di hadapan banyak orang dan harus meyakinkan dengan

argumen-argumen yang kuat serta memberikan pengaruh kepada pendengar, baik

itu berupa motivasi atau peringatan.

Adapun terkait khotbah Jumat, tidak terdapat definisi khusus yang diberikan

oleh para ulama karena maksudnya telah jelas. Dalam kitab Bada’iush Shana’i,

pada pemaparan tentang hukum khotbah Jumat, disebutkan, “Khotbah, secara

umum, adalah perkataan yang mencakup pujian kepada Allah, salawat kepada

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, doa untuk kaum muslimin serta

pelajaran dan peringatan bagi mereka.” Penjelasan ini adalah penjelasan umum

dan bukan definisi yang teliti dan memenuhi syarat-syarat definisi ilmiah.

Adapun definisi yang hampir pas untuk “khotbah Jumat” ialah ‘perkataan

yang disampaikan kepada sejumlah orang secara berkesinambungan, berupa

nasihat dengan bahasa Arab, sesaat sebelum shalat Jumat setelah masuk

waktunya, disertai niat serta diucapkan secara keras, dilakukan dengan berdiri

jika mampu, sehingga tercapai tujuannya.


7

2. Hukum khutbah jumat

Para ahli fikih berbeda pendapat mengenai hukum khotbah pada shalat

Jumat, apakah termasuk syarat shalat sehingga shalat Jumat tidak sah tanpanya,

atau sekadar sunah sehingga shalat Jumat tetap sah tanpanya. Berkenaan dengan

hal ini, para ahli fikih terbagi ke dalam dua pendapat.

Pendapat pertama menyatakan bahwa khotbah merupakan syarat shalat

Jumat. Pendapat ini adalah pendapat Hanafiah dan mayoritas Malikiah. Pendapat

ini adalah pendapat yang sahih bagi mereka, demikian juga Syafi’iah dan

Hanabilah.

Disebutkan dalam kitab Al-Hawi, “Hal ini merupakan pendapat seluruh ahli

fikih selain Hasan Al-Bashri, karena ia menyelisihi pendapat ijma’; ia berkata,

‘Khotbah tidaklah wajib.” Disebutkan pula dalam kitab Al-Mughni, “…

Kesimpulannya adalah bahwa khotbah merupakan syarat shalat Jumat; shalat

Jumat tidak sah tanpanya, dan kami tidak mengetahui pendapat yang

bertentangan kecuali pendapat Hasan.”

Pendapat kedua menyebutkan bahwa khotbah merupakan sunah Jumat. Ini

merupakan pendapat Hasan Al-Bashri. Pendapat ini juga diriwayatkan dari Imam

Malik, demikian pula pendapat sebagian pengikutnya (Malikiah). Ibnu Hazm

juga berpendapat demikian.

Pendapat yang kuat dalam permasalahan ini ialah pendapat pertama, bahwa

khotbah merupakan syarat sah shalat Jumat. Bahkan, sebagian ulama

menganggap hal ini menyerupai ijma’.

3. Syarat Sah Khutbah jumat

a. Khutbah harus dilakukan sebelum shalat.


8

b. Khatib harus suci dari hadas, najis, dan menutup aurat.

c. Khutbah disampaikan diwaktu jum’at dihadapan jama’ah yang

menjadikan terlaksananya shalat jum’at, dan harus dengan suara lantang

demi tercapainya faedah khutbah.

d. Antara khutbah dan shalat jum’at tidak terpisah dengan jarak yang kira-

kira dapat digunakan untuk makan karena hal itu dianggap sebagai

pemisah yang memotong shalat. (Maksudnya antara khutbah dengan

shalat jum’at jarak waktunya tidak terpotong terlalu lama sehingga

setelah khutbah harus langsung dilaksanakan shalat jum’at).

e. Khutbah harus disampaikan dengan bahasa Arab kecuali jika memang

tidak mampu. Ini adalah pendapat mayoritas ulama yang berlawanan

dengan pendapat kalangan ulama madzab Hanafi yang memperbolehkan

khutbah dengan bahasa Arab. Namun mereka (ulama madzahb Hanafi)

tidak mempunyai dalil atas apa yang mereka katakana maupun dasar yang

dapat diikuti.

f. Dilakukan dengan berdiri bagi yang mampu. Ini adalah pendapat

mayoritas ahli Fiqh, merujuk hadis narasi Ibnu Umar bahwasanya Nabi

SAW., berkhutbah pada hari jum’at kemudian duduk kemudian berdiri,

lalu berkhutbah sebagaimana yang kalian lakukan hari ini.(Mutttafaq

‘alaih).

Juga merujuk pada hadis narasi Jabir bin Samura, ia berkata: Nabi SAW.,

menyampaikan dua khutbah dimana beliau duduk diantara keduanya,

membaca al-Qur’an, dan mengingatkan manusia. (HR.Muslim). 6

6
Abbas Arfan, Fiqih Ibadah Peraktis, (Malang: Uin-Maliki Press, 2004) hal. 133.
9

4. Rukun-rukun Khutbah Jumat

a. Rukun Pertama: Hamdalah. Khutbah jumat itu wajib dimulai dengan

hamdalah. Yaitu lafaz yang memuji Allah SWT. Misalnya lafaz

alhamdulillah, atau innalhamda lillah, atau ahmadullah. Pendeknya,

minimal ada kata alhamd dan lafaz Allah, baik di khutbah pertama atau

khutbah kedua.

b. Rukun Kedua: Shalawat kepada Nabi SAW. Shalawat kepada nabi

Muhammad SAW harus dilafadzkan dengan jelas, paling tidak ada kata

shalawat. Misalnya ushalli ‘ala Muhammad, atau as-shalatu ‘ala

Muhammad, atau ana mushallai alaMuhammad. Namun nama

Muhammad SAW boleh saja diucapkan dengan lafadz Ahmad, karena

Ahmad adalah nama beliau juga sebagaimana tertera dalam Al-Quran.

c. Rukun Ketiga: Washiyat untuk Taqwa. Yang dimaksud dengan washiyat

ini adalah perintah atau ajakan atau anjuran untuk bertakwa atau takut

kepada Allah SWT. Dan menurut Az-Zayadi, washiyat ini adalah

perintah untuk mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-

larangan-Nya. Sedangkan menurut Ibnu Hajar, cukup dengan ajakan

untuk mengerjakan perintah Allah. Sedangkan menurut Ar-Ramli,

washiyat itu harus berbentuk seruan kepada ketaatan kepada Allah.

Lafadznya sendiri bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat:

takutlah kalian kepada Allah. Atau kalimat: marilah kita bertaqwa dan

menjadi hamba yang taat. Ketiga rukun di atas harus terdapat dalam

kedua khutbah Jumat itu.


10

d. Rukun Keempat: Membaca ayat Al-Quran pada salah satunya. Minimal

satu kalimat dari ayat Al-Quran yang mengandung makna lengkap.

Bukan sekedar potongan yang belum lengkap pengertiannya. Maka

tidak dikatakan sebagai pembacaan Al-Qur’an bila sekedar

mengucapkan lafaz: tsumma nazhar. Tentang tema ayatnya bebas saja,

tidak ada ketentuan harus ayat tentang perintah atau larangan atau

hukum. Boleh juga ayat Quran tentang kisah umat terdahulu dan

lainnya.

e. Rukun Kelima: Doa untuk umat Islam di khutbah kedua. Pada bagian

akhir, khatib harus mengucapkan lafaz yang doa yang intinya meminta

kepada Allah kebaikan untuk umat Islam. Misalnya kalimat:

Allahummaghfir lil muslimin wal muslimat . Atau kalimat Allahumma

ajirna minannar.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Shalat Jum’at adalah shalat wajib dua raka’at yang dilaksanakan dengan

berjama’ah diwaktu Zuhur dengan didahului oleh dua khutbah. Hukum shalat

jum’at Fardhu ‘Ain, artinya kewajiban individu mukallaf (muslim, baligh,

berakal) kecuali 6 golongan.

2. “Khotbah”, secara bahasa, adalah ‘perkataan yang disampaikan di atas

mimbar’. Adapun kata “khitbah” yang seakar dengan kata “khotbah” (dalam

bahasa Arab) berarti ‘melamar wanita untuk dinikahi’. “Khotbah” berasal dari

bahasa Arab yang merupakan kata bentukan dari kata “mukhathabah” yang

berarti ‘pembicaraan’. Ada pula yang mengatakannya berasal dari kata “al-

khatbu” yang berarti ‘perkara besar yang diperbincangkan’, karena orang-

orang Arab tidak berkhotbah kecuali pada perkara besar.

A. Saran

Dari makalah yang kami susun, kami sangat menyarankan agar kiranya dalam

membacanya agar bisa fokus. Karena tidak menutup kemungkinan, dalam makalah

yang sudah kami buat ini terdapat kekurangan-kekurangan. Maka dari itu, kami

meminta kritik beserta saran yang bersifat membangun. Agar pada penulisan

berikutnya bisa lebih baik lagi. Terimakasih atas perhatiannya.

11
DAFTAR PUSTAKA

Al-Syatiry, Ahmad. Terjemahan Buku Al-Yaqutu Al-Nafis. Sana’a: Muassas Al-

Risalah. 2009.

Arfan, Abbas. Fiqih Ibadah Peraktis. Malang: Uin-Maliki Press. 2004.

http://hikmah-kata.blogspot.co.id/2013/03/syarat-wajib-dan-syarat-sah-sholat-

jumat.html

http://puji-share.blogspot.co.id/2013/04/sejarah-dan-dasar-hukum-sholat-jumat.html

https://8kacamatahitam.blogspot.com/2018/01/makalah-shalat-jumat-dan-khutbah-

jumat.html

https://khotbahjumat.com/definisi-khutbah-jumat/

https://spupe07.wordpress.com/2010/01/05/khutbah-jumat/

Muhammad Azzam Abdul Aziz, dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas. Fiqih Ibadah.

Jakarta: Amzah. 2009.

Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah. Jakarta: Pena. 2006.

Shiddieq, Umay M. Dja’far. Syari’ah Ibadah. Jakarta Pusat: alGhuraba. 2001.

12

Anda mungkin juga menyukai