Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“SHALAT JUM’AT”

Nama : Nazwa Winurul Rahmadhani


Kelas : 7 K

Sekolah Menengah Pertama Al-Itihad


2019-2020
DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………....................................

Daftar Isi……………………………………………………………………………………………..................

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah……………………………………………………………….…………..


2. Rumusan Masalah……………………………………………………………………..…………….
3. Tujuan………………………………………………………………………………………...............

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………..……………………….

BAB III    KESIMPULAN………………………………………………………….…………………….........


DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………….…………………
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah


Shalat ialah berhadap hati kepada Allah sebagai ibadah, yang diwajibkan atas tiap-tiap
orang Islam, baik laki-laki maupun perempuan. Berupa perbuatan, perkatan dan berdasarkan
atas syarat-syarat dan rukun tertentu yang dimulai dengan “takbir”, dan diakhiri dengan
“salam”.
Sabda Nabi Muhammad saw “Sholat itu adalah sendi agama, barang siapa mengerjakannya
berarti ia telah menegakkan tiang agama. Dan barabg siapa yang meninggalkan berarti ia telah
merobohkan agama”.
Shalat jum’at hukumnya fardhu ‘ain bagi tiap-tiap orang muslim mukalaf, laki-laki dan sehat.
Allah mensyari'atkan bagi umat islam beberapa perkumpulan untuk menguatkan hubungan dan
menjalin keakraban di atara mereka, ada pertemuan desa, yaitu shalat lima waktu, ada
pertemuan kota, yaitu shalat jum'at dan dua hari raya, dan ada pertemuan internasional, di
waktu haji di mekah, inilah pertemuan umat islam, pertemuan kecil, sedang, dan besar.
2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Apa Landasan dan disyariatkannya ?
2. Siapa sajakah yang Diwajibkan shalat jum’at ?
3. Perbuatan apa sajakah yang Dianjurkan Dalam Shalat Jum’at ?
4. Bagaimanakah Tata Cara Shalat Jum’at ?

3. Tujuan Penulisan
a. Untuk Mengetahui Landasan dan disyariatkannya Shalat Jum’at.
b. Untuk Mengetahui orang-orang yang diwajibkan Sholat Jum’at.
c. Untuk Mengetahui hal-hal yang dianjurkan dalam Shalat Jum’at.
d. Untuk Mengetahui Cara Shalat Jum’at.
BAB II

PEMBAHASAN

A. LANDASAN DISYARIATKANNYA

Allah mensyari'atkan bagi umat islam beberapa perkumpulan untuk menguatkan hubungan
dan menjalin keakraban di atara mereka, ada pertemuan desa, yaitu shalat lima waktu, ada
pertemuan kota, yaitu shalat jum'at dan dua hari raya, dan ada pertemuan internasional, di waktu
haji di mekah, inilah pertemuan umat islam, pertemuan kecil, sedang, dan besar.

Dalil kewajiban shalat Jum’at adalah firman Allah swt :

‫صالَ ِة ِم ْن يَ ْو ِم ْال ُج ُم َع ِة فَا ْس َع ْوا إِلَى ِذ ْك ِر هللاِ َو َذرُوا ْالبَ ْي َع‬ َ ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذ‬
َ ‫ين آَ َمنُوا إِ َذا نُو ِد‬
َّ ‫ي لِل‬
َ ‫تَ ْعلَ ُم‬
 )9 :‫ون (الجمعة‬ ‫َذلِ ُك ْم َخ ْي ٌر لَ ُك ْم إِ ْن ُك ْنتُ ْم‬

“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum’at, maka bersegeralah
kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui.” (QS. Al Jum’at: 9)

Sholat Jum'at adalah ibadah salat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan
dilaksanakan setelah khutbah.

Shalat Jum’at berhukum fardlu a’in bagi setiap muslim laki-laki yang mukallaf, sehat, serta menetap
atau bertempat tinggal di suatu daerah.

B. YANG DIWAJIBKAN SHALAT JUM’AT


Yang diwajibkan mengerjakan shalat jum’at adalah semua orang islam ( muslim ),kecuali empat
golongan,yaitu hamba sahaya, wanita, anak kecil, dan orang sakit.
"Salat Jum’at itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksanakan secara berjama’ah terkecuali empat
golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang yang sakit." (HR. Abu Daud dan
Al-Hakim, hadits shahih)

Hadits tersebut dinilai lemah oleh sebagian Ulama’ karena diriwayatkan oleh Thariq bin
Syihab yang tidak pernah mendengar langsung dari Nabi. Namun, meski ia tidak pernah mendengar
langsung dari Nabi, ia pernah melihat Nabi (sebagaimana dinyatakan Abu Dawud), sehingga
termasuk kategori Sahabat (sebagaimana pendapat Ibnu Mandah dan Abu Nu’aim). Kalaupun
hadits tersebut terhitung mursal, namun merupakan mursal shohaby yang bukan merupakan sisi
kelemahan dalam hadits sebagaimana dijelaskan oleh Imam anNawawy. Beberapa Ulama’ yang
menshahihkan hadits tersebut di antaranya adalah al-Hakim, adz-Dzahaby, al-Baihaqy, Ibnu Rojab
(dalam Fathul Baari), Ibnu Katsir (dalam Irsyadul Faqiih) dan Syaikh Muhammad Nashiruddin al-
Albaany. Bahkan al-Baihaqy menyatakan bahwa hadits ini memiliki jalur-jalur periwayatan lain yang
menguatkannya, di antaranya hadits Jabir dan Tamim adDaari.

Selain 4 golongan tersebut, yang termasuk tidak wajib melakukan sholat Jumat adalah
musafir. Sebagaimana Nabi ketika melakukan haji wada’ pada saat wukuf di Arafah bertepatan
dengan hari Jumat beliau tidak sholat Jumat, namun sholat dzhuhur (hadits Jabir riwayat Muslim).
Demikian juga tidak pernah ternukil dalam sebuah hadits bahwa Nabi pada saat safar melakukan
sholat Jumat. Beliau juga tidak pernah memerintahkan para Sahabat yang safar untuk melakukan
sholat Jumat.

Bisa disimpulkan bahwa golongan yang wajib melakukan sholat Jumat adalah:

a) Mukallaf dan berakal sehat.


Sholat Jumat tidak wajib bagi anak kecil yang belum baligh, ataupun orang gila, dan orang
yang hilang kesadaran. Non muslim juga tidak diwajibkan melakukan sholat Jumat, dalam
arti tidak akan ternilai sebagai ibadah. Namun, sikap mereka tidak sholat Jumat tersebut
adalah bentuk dosa yang akan dibalas dengan adzab di akhirat.
b) Laki-laki.

Wanita tidak wajib shalat jum’at.

c) Sehat

Orang yang sakit tidak wajib shalat jum’at.

d) Muqim

Musafir tidak wajib melakukan sholat Jumat. Namun, jika ia singgah di suatu tempat
(perkampungan/kota) dan sholat Jumat bersama orang-orang mukim tersebut, ia akan
mendapatkan keutamaan sholat Jumat yang besar, dan ia tidak terbebani untuk sholat
Dzhuhur lagi (Fatwa Syaikh bin Baz).

e) Merdeka

Hamba sahaya (budak) tidak wajib melakukan sholat Jumat.

Namun dalam hal ini terdapat perbedaan pandangan mengenai siapa yang wajib jum’at . Berikut ini
beberapa pendapat mengenai orang yang wajib jum’at :

1. Setiap muslim / muslima wajib jum’at tanpa kecuali, dengan alasan :

a. Hadist tersebut tidak dapat mentakhsis ayat al- Qur’an.


b. Hadist tersebut dha’if dari segi matan,karena menyebutkan “anak kecil” sebagai
salah satu dari golongan yang dibebaskan dari kewajiban.Padahal dalam hadist lain
yang shahih diseutkan anak kecil adalah salah satu dari tiga golongan yang
dibebaskan dari hukum.
2. Setiap Muslim / Muslimah wajib jum’at, tetapi ada empat golongan yang tidak wajib jamaah
jum’at,dengan alasan :
a. Tidak Zhuhur pada hari jum’at
b. Menerima Hadits tersebut, dengan pentakhsisan bukan pada kewajiban jum’at,
tetapi pada kewajiban jamaah jum’at. Sehingga bagi yang berhalangan atau
termasuk empat golongan sebagaimana disebutkan diatas tetap menjalankan shalat
jum’at di rumah sendiri.
3. Ada empat golongan yang tidak wajib jum’at dan kembali shalat Zhuhur.dengan alasan :
a. Menerima hadits tersebut dengan pentakhsisan pada kewajiban shalat jum’at dan
kembali kepada wajib shalat Zhuhur.
b. Shalat jum’at disyariatkan sesudah kewajiban shalat fardhu lima waktu. Maka ketika
shalat jum’at gugur (berhalangan), kembali pada asal. Sehingga wajib shalat Zhuhur.
Dari ketiga pandangan tersebut kami tidak memihak kepada pendapat manapun, sehingga
kepada pembaca dipersilahkan mengambil ketetapan sendiri sesuai dengan yang diyakini setelah
mempelajari alasan masing-masing lebih lanjut.

HUKUM SHALAT JUM'AT BAGI WANITA


Seperti disinggung di atas, wanita tidak wajib shalat Jum'at tapi boleh mengikuti shalat Jum'at
tanpa perlu mengulangi shalat dhuhur. Bahkan, sebaiknya ikut menghadiri shalat Jum'at (Lihat
kitab Bughiyatul Mustarsyidin bab Shalat Jum'at, dan kitab al-Majmuk Syarhul Muhadzdzab). Teks
aslinya demikian:

Artinya: “Bagi yang tidak wajib shalat Jum'at seperti musafir dan wanita boleh melaksanakan
shalat Jum'at sebagai ganti dari shalat dzuhur. Itu sah bahkan lebih utama. Karena hal itu
keutamaan bagi yang memenuhi syarat. Dan tidak boleh mengulangi shalat zhuhur”.

HUKUM MAKMUM YANG KETINGGALAN RAKAAT SHALAT JUM'AT


a. Bagi makmum yang ketinggalan satu rakaat shalat Jum'at (makmum masbuq), maka dia cukup
menambah satu rak'at yang ketinggalan setelah imam mengucapkan salam.

b. Bagi yang ketinggalan dua raka'at dan cuma kebagian sujud atau duduk tahiyat bersama imam,
maka harus menyempurnakan empat raka'at seperti layaknya shalat dhuhur.

c. Bagi yang ketinggalan shalat Jum'at sama sekali, maka harus mengganti dengan shalat dhuhur
(Al Mughni wasy Syarhul Kabir 2/158).
Dasar hukum, hadits riwayat Imam Zuhri dari Abu Hurairah:

Ancaman bagi orang yang tidak melakukan sholat Jumat tanpa udzur

“Barangsiapa yang meninggalkan sholat Jumat 3 kali karena malas, maka Allah akan menutup
hatinya” (H.R atTirmidzi).

Kita berlindung kepada Allah dari tertutupnya hati kita. Jika seseorang telah tertutp hatinya, maka
nasehat-nasehat dan pelajaran dari alQuran dan hadits Nabi tidak akan berpengaruh padanya.
Jadilah ia sebagai seorang munafiq. Wal-iyaadzu billaah!

“Dari Abu Hurairah beliau berkata Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: Bisa jadi ada
seseorang yang membawa sekumpulan kambing sejauh jarak 1 atau 2 mil tidak mendapatkan
padang gembalaan sehingga naik ke atas lagi kemudian datang waktu sholat Jumat dia tidak
mendatanginya, datang Jumat berikutnya ia tidak mendatanginya, datang Jumat berikutnya ia
tidak mendatanginya, sampai hatinya menjadi tertutup”(H.R Ibnu Majah dan al-Hakim)

“Dan Ibnu Abbas ditanya tentang seseorang yang (sering) berpuasa siang hari dan qiyamullail pada
malam hari namun tidak menghadiri sholat Jumat dan sholat berjamaah (di masjid) 5 waktu, beliau
menjawab: dia di anNaar (neraka)” (riwayat atTirmidzi dan Ibnu Abi Syaibah).

Yang Membolehkan Seseorang Laki-laki Meninggalkan Sholat Jamaah 5 Waktu dan Shalat Jumat

Para Ulama menjelaskan udzur-udzur syar’i yang membolehkan seseorang laki-laki meninggalkan
sholat Jumat dan sholat berjamaah 5 waktu di masjid. Udzur-udzur tersebut di antaranya:
a. Sakit.
“Sebagaimana Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam ketika sakit, beliau tidak sholat di masjid
padahal rumah beliau berdampingan dengan masjid. Justru beliau memerintahkan agar
Abu Bakar yang menjadi Imam sholat menggantikan beliau” (sebagaimana riwayat
alBukhari dan Muslim dari ‘Aisyah).
Namun, sangat perlu ditekankan di sini bahwa kadar sakitnya adalah sakit yang benar-benar
menyusahkan seseorang untuk bisa mendatangi sholat berjamaah di masjid.
Dalam menentukan takaran apakah seseorang sakitnya sudah masuk kategori udzur atau
belum, diperlukan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah dari orang yang bersangkutan
agar ia tidak bermudah-mudahan. Demikianlah diterapkan pada poin-poin udzur yang lain,
hendaknya kadarnya ditentukan secara adil (tidak terlalu ringan dan meremehkan, tidak
pula sangat ketat dan berlebih-lebihan).
b. Menahan keluarnya sesuatu dari 2 jalan (qubul dan dubur)
Seperti seseorang yang menahan kencing, buang air besar, atau buang angin. Jika waktu
sholat Jumat tiba dan dia sedang sangat berkebutuhan untuk keperluan tersebut sehingga
harus antri di toilet atau semisalnya, jika terluput dari sholat Jumat, maka yang demikian
termasuk udzur baginya. Karena Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

“Tidak ada sholat pada saat makanan dihidangkan dan ketika menahan keluarnya (sesuatu) dari 2
jalan (qubul dan dubur)” (H.R Muslim)
c. Sudah terhidang makanan di hadapannya dan ia sangat lapar.
Dalilnya adalah hadits riwayat muslim yang disebutkan pada poin 2.
Jika memungkinkan baginya untuk mendahulukan makan kemudian mendatangi masjid,
itulah yang diharapkan, namun jika tidak memungkinkan karena sempitnya waktu, maka hal
itu termasuk udzur. Misal: Seseorang yang baru pulang dari safar dalam kondisi sangat lapar
dan terasa pada dirinya tanda-tanda lapar yang sangat seperti keringat dingin, dada
berdegub kencang, dan semisalnya. Sedangkan waktu pelaksanaan sholat Jumat sudah
hampir berakhir. Maka, ia hendaknya mendahulukan makan. Jika memang ia terlewatkan
dari sholat Jumat karena sebab itu, maka hal itu termasuk udzur. Dalam hadits juga
dinyatakan:

“Jika telah dihidangkan hidangan makan malam, mulailah dengan makan hidangan tersebut
sebelum sholat maghrib dan janganlah tergesa-gesa dari makan malam kalian” (H.R alBukhari)
d. Hujan lebat
Sebagian Ulama’ menyatakan bahwa hujan rintik-rintik sudah merupakan udzur
(keringanan) untuk tidak mendatangi sholat berjamaah, sebagaimana hadits :

Dari Abul Malih beliau berkata: “ Aku pernah keluar (menuju masjid) pada malam yang hujan.
Ketika aku kembali ke rumah, aku meminta dibukakan pintu. Kemudian ayahku bertanya (dari balik
pintu): Siapa? Aku menjawab: ‘Abul Malih’. Kemudian ayahku berkata: Sungguh aku pernah
bersama Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam pada hari Hudaibiyah kemudian kami ditimpa
hujan yang tidak sampai membasahi bagian bawah sandal-sandal kami, kemudian berserulah
muadzin Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam: ‘Sholatlah di tempat tinggal kalian’ (H.R Ibnu
Majah, Ahmad)
Namun, jika seseorang tetap berusaha mendatangi masjid untuk mendapatkan keutamaan
sholat Jumat, maka yang demikian lebih utama.
e. Angin kencang dan dingin sehingga menghalangi dari keluar rumah.
f. Mengkhawatirkan keselamatan dirinya (ketakutan yang mencekam)
Misal: berlindung dari kejaran penguasa yang dholim yang akan membunuhnya bukan
secara haq, atau panik menyelamatkan diri karena adanya bencana alam.

“Dan janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri pada kebinasaan” (Q.S alBaqoroh:195).

g. Mengkhawatirkan hartanya yang berharga hilang atau rusak jika ditinggal pergi mendatangi sholat
berjamaah.
h. Sedang dalam proses pencarian suatu kendaraan/ barang berharga (bernilai tinggi) yang sebelumnya
hilang, dan teridentifikasi barang tersebut sedang berada di suatu tempat. Hal itu membutuhkan
tindakan cepat untuk segera mendatangi tempat tersebut agar barangnya bisa ditemukan. Jika ia
harus mendatangi masjid untuk sholat terlebih dahulu, maka peluang barang berharganya
ditemukan sangat kecil.
i. Ia ditugasi bekerja untuk menjaga pengoperasian alat-alat berharga milik perusahaan yang jika
ditinggal untuk mendatangi masjid pada saat itu bisa menyebabkan hilang atau rusaknya barang
yang diamanahkan padanya.
Termasuk kategori ini adalah seseorang yang jam kerjanya bertepatan dengan sholat Jumat,
sedangkan pekerjaan tersebut adalah pekerjaan penting yang memberikan maslahat bagi kaum
muslimin, atau suatu pekerjaan tak tergantikan yang jika ditinggal saat itu bisa menimbulkan
kerugian besar hilang/rusaknya barang berharga milik perusahaan yang mempekerjakannya.
Namun, semestinya hal tersebut tidak berlangsung terus menerus sehingga menyebabkan ia
selalu meninggalkan sholat Jumat.Jika pekerjaan tersebut sebenarnya bisa ditinggal tanpa
dikhawatirkan ada mudharat, maka hak Allah adalah yang harus didahulukan, tetap wajib
mendatangi sholat Jumat.
j. Menjaga dan merawat seorang yang sakit parah dan dikhawatirkan bisa meninggal atau semakin
parah sakitnya jika ditinggal.
k. Kecapekan dan mengantuk yang amat sangat, jika ia sudah tidak bisa lagi mengerti bacaan apa yang
sedang dibaca dalam sholat.

Dari Anas dari Nabi shollallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Jika salah seorang dari kalian
ngantuk dalam sholat, hendaknya ia tidur (terlebih dahulu) sampai ia bisa mengerti apa yang
dibacanya”(H.R alBukhari)

Dari Aisyah bahwasanya Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Jika salah seorang dari
kalian mengantuk dalam keadaan ia sholat, hendaknya tidur sampai hilang perasaan kantuknya.
Karena seorang jika sholat dalam keadaan mengantuk ia tidak mengetahui, pada saat bermaksud
mohon ampun namun justru mencela dirinya sendiri “ (muttafaqun ‘alaih).

Syaikh Muhammad bin Sholih alUtsaimin menjelaskan bahwa seseorang yang sangat
mengantuk dalam sholat bisa jadi ia berdoa meminta surga namun keliru berucap meminta
neraka, bermaksud meminta hidayah, justru keliru berucap meminta kesesatan, dan
semisalnya (Syarh Riyadis Sholihin juz 1 halaman 166).
l. Bersembunyi karena ditagih hutang pada saat ia benar-benar tidak memiliki sesuatu untuk
dibayarkan, sedangkan penagihnya adalah orang yang akan menganiaya ataupun mencaci
maki dan umpatan berlebihan yang menyebabkan ia tidak sanggup menahannya.
m. Imam membaca bacaan dalam sholat yang sangat panjang, sedangkan tidak ditemukan
pengganti atau masjid lain untuk berpindah melakukan sholat.
Sebagaimana Nabi memberikan udzur kepada seorang Arab Badui yang bermakmum di
belakang Muadz bin Jabal yang membaca surat alBaqoroh, kemudian orang tersebut
memisahkan diri dari jamaah dan sholat sendirian (riwayat alBukhari dan Muslim).
n. Imam cepat sekali dalam sholatnya (tidak thuma’ninah), dan tidak ditemukan pengganti lain
ataupun masjid yang lainnya.
Kadar minimum thuma’ninah adalah bisa membaca bacaan wajib dalam setiap gerakan
minimal 1 kali. Seperti bacaan subhaana robbiyal adzhim 1 kali pada saat ruku’ dengan
catatan, bacaan 1 kali tersebut dibaca pada saat posisi benar-benar sempurna telah ruku’,
bukan pada saat gerakan perpindahan.
Poin-poin tentang udzur tersebut kami sarikan dari penjelasan Ibnu Muflih dalam al-Furu’
dan Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin dalam asy-Syarhul Mumti’. Udzur yang
disebutkan tersebut ada yang memiliki dalil yang shohih dan shorih, ada pula yang
merupakan istinbath (penggalian hukum) dari keumuman dalil yang ada serta kaidah bahwa
syariat-syariat yang ada adalah penjagaan terhadap 5 hal utama (ad-Dharuriyaatul Khoms)
dalam diri manusia yaitu: Dien, akal, jiwa, harta, dan kehormatan. Semua aturan-aturan
syar’i yang ada adalah untuk menjaga lima hal utama tersebut. Demikian juga dalil-dalil
umum tentang kemudahan yang diberikan Allah dan bahwa agama ini adalah mudah, serta
perintah untuk bertaqwa kepada Allah semaksimal mungkin sesuai kemampuan.

“Maka bertakwalah kalian kepada Allah semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan kalian”
(Q.S atTaghobun:16).
“Allah menghendaki kemudahan bagi kalian dan tidak menghendaki kesulitan bagi kalian” (Q.S
alBaqoroh:185).

Dari Abu Hurairah dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda: “Sesungguhnya agama
ini mudah, dan tidaklah seseorang memberat-beratkan dalam beragama kecuali akan terkalahkan”
(H.R alBukhari).

“Sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan kalian adalah haram atas kalian seperti keharaman
hari ini di negeri ini pada bulan ini (H.R alBukhari dan Muslim).

C. PERBUATAN-PERBUATAN YANG DIANJURKAN DALAM SHALAT JUM’AT

1. Memperbanyak Sholawat Nabi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Sesungguhnya hari yang paling
utama bagi kalian adalah hari Jumat, maka perbanyaklah sholawat kepadaku di dalamnya, karena
sholawat kalian akan ditunjukkan kepadaku, para sahabat berkata: ‘Bagaimana ditunjukkan
kepadamu sedangkan engkau telah menjadi tanah?’ Nabi bersabda: ‘Sesungguhnya Allah
mengharamkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.” (Shohih. HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-
Nasa’i)

2. Mandi Jumat
“Apabila seseorang mandi pada hari Jum’at, dan bersuci semampunya, lalu memakai minyak dan
harum-haruman dari rumahnya kemudian ia keluar rumah, lantas ia tidak memisahkan di antara
dua orang, kemudian ia mengerjakan shalat yang diwajibkan, dan ketika imam berkhutbah, ia pun
diam, maka ia akan mendapatkan ampunan antara Jum’at yang satu dan Jum’at lainnya.” (HR.
Bukhari no. 883)

Mandi pada hari Jumat wajib hukumnya bagi setiap muslim yang balig berdasarkan hadits Abu Sa’id
Al Khudri, di mana Rasulullah bersabda yang artinya, “Mandi pada hari Jumat adalah wajib bagi
setiap orang yang baligh.” (HR. Bukhori dan Muslim). Mandi Jumat ini diwajibkan bagi setiap
muslim pria yang telah baligh, tetapi tidak wajib bagi anak-anak, wanita, orang sakit dan musafir.
Sedangkan waktunya adalah sebelum berangkat sholat Jumat. Adapun tata cara mandi Jumat ini
seperti halnya mandi janabah biasa. Rasulullah bersabda yang artinya, “Barang siapa mandi Jumat
seperti mandi janabah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

3. Menggunakan Minyak Wangi

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda yang artinya, “Barang siapa mandi pada hari Jumat dan
bersuci semampunya, lalu memakai minyak rambut atau minyak wangi kemudian berangkat ke
masjid dan tidak memisahkan antara dua orang, lalu sholat sesuai yang ditentukan baginya dan
ketika imam memulai khotbah, ia diam dan mendengarkannya maka akan diampuni dosanya mulai
Jumat ini sampai Jumat berikutnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

4. Bersegera Untuk Berangkat ke Masjid

Anas bin Malik berkata, “Kami berpagi-pagi menuju sholat Jumat dan tidur siang setelah sholat
Jumat.” (HR. Bukhari). Al Hafidz Ibnu Hajar berkata, “Makna hadits ini yaitu para sahabat memulai
sholat Jumat pada awal waktu sebelum mereka tidur siang, berbeda dengan kebiasaan mereka
pada sholat zuhur ketika panas, sesungguhnya para sahabat tidur terlebih dahulu, kemudian sholat
ketika matahari telah rendah panasnya.” (Lihat Fathul Bari II/388)

5. Sholat Sunnah Ketika Menunggu Imam atau Khatib

Abu Huroiroh radhiallahu ‘anhu menuturkan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Barang siapa mandi kemudian datang untuk sholat Jumat, lalu ia sholat semampunya
dan dia diam mendengarkan khotbah hingga selesai, kemudian sholat bersama imam maka akan
diampuni dosanya mulai jum’at ini sampai jum’at berikutnya ditambah tiga hari.” (HR. Muslim)

6. Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhotbah

“Sahl bin Mu’ad bin Anas mengatakan bahwa Rasulullah melarang Al Habwah (duduk sambil
memegang lutut) pada saat sholat Jumat ketika imam sedang berkhotbah.” (Hasan. HR. Abu
Dawud, Tirmidzi)

7. Sholat Sunnah Setelah Sholat Jumat

Rasulullah bersabda yang artinya, “Apabila kalian telah selesai mengerjakan sholat Jumat, maka
sholatlah empat rakaat.” Amr menambahkan dalam riwayatnya dari jalan Ibnu Idris, bahwa Suhail
berkata, “Apabila engkau tergesa-gesa karena sesuatu, maka sholatlah dua rakaat di masjid dan
dua rakaat apabila engkau pulang.” (HR. Muslim, Tirmidzi)

8. Membaca Surat Al Kahfi

Nabi bersabda yang artinya, “Barang siapa yang membaca surat Al Kahfi pada hari Jumat maka
Allah akan meneranginya di antara dua Jumat.” (HR. Imam Hakim dalam Mustadrok, dan beliau
menshahihkannya)

Isi Surat Al-Kahfi

Surah Al-Kahf (bahasa Arab:‫الكهف‬, al-Kahf, "Gua") disebut juga Ashabul Kahf adalah surah ke-18
dalam Al-Qur'an. Surah ini terdiri atas 110 ayat, termasuk golongan surah-surah Makkiyah. Dinamai
Al-Kahf dan Ashabul Kahf yang artinya Penghuni-Penghuni Gua. Kedua nama ini diambil dari cerita
yang terdapat dalam surah ini pada ayat 9 sampai dengan 26, tentang beberapa orang pemuda
yang tidur dalam gua bertahun-tahun lamanya. Selain cerita tersebut, terdapat pula beberapa buah
cerita dalam surat ini, yang kesemuanya mengandung pelajaran-pelajaran yang amat berguna bagi
kehidupan manusia. Terdapat beberapa hadits Rasulullah SAW yang menyatakan keutamaan
membaca surah ini

D. CARA SHALAT JUM’AT

1. Azan Jum’at adalah sebagaiman azan shalat wajib lima waktu dikumandangkan pada waktu
Zhuhur. Azan yang dilaksanakan pada masa rassullah SWA, satu kali ketika imam sudah naik di
atas mimbar khutbah, yaitu ketika imam (khotib) sudah menyampaikan salam kepada jama’ah
kemudian duduk diatas mimbar. Namun ketika usman bin afan menjadi kholifah, ditambahkan
aZan pada waktu sebelum masuk Zhuhur. Azan dikumandangkan di tempat-tempat keramaian
untuk mengingatkan orang-orang akan kewajiban shalat jum’at. ( Lihat hadist Bukhari, Nasai
dan Abu dawud dari saib ibnu yazid).

Dari Sa'ib ia berkata, "Saya mendengar dari Sa'ib bin Yazid, beliau berkata, “Sesungguhnya adzan di
hari jumat pada asalnya ketika masa Rasulullah SAW, Abu Bakar RA dan Umar RA dilakukan ketika
imam duduk di atas mimbar. Namun ketika masa Khalifah Utsman RA dan kaum muslimin sudah
banyak, maka beliau memerintahkan agar diadakan adzan yang ketiga. Adzan tersebut
dikumandangkan di atas Zaura' (nama pasar). Maka tetaplah hal tersebut (sampai sekarang)".
( Shahih al-Bukhari: 865)

Azan yang dikumandangkan pada massa utsman dengan 2kali azan memiliki beberapa alasan
sosiologis. Yaitu ketika umat islam semakin banyak jumlahnya,dan tempatnya berjauhan dengan
masjid tempat dilaksanakannya shalat jum’at. Sehingga dilakukanlah Azan pertama jauh sebelum
masuk waktu Shalat dan dikumandangkan di tempat-tempat keramaian , seperti pasar, sawah, dan
sebagainya, untuk maksud sebagaimana diterangkan dalam hadist diatas. Mengingat saat ini telah
cukup maju system penanggalan, dan peralatan lain untuk mengumandangkan Azan jum’at maka
‘ilah (alasan) yang bersifat sosiologis diatas dapat dikatakan gugur. Disamping itu, dalam urusan
ibadah Mahdhahlebih utama mengikuti ketetapan musyari’ (pembuat syariat), yaitu allah dan rasul-
Nya, maka azan jum’at yang masyru’ hanya satu kali saja pasa saat imam telah duduk diatas
mimbar.

2. Khutbah Jum’at yaitu pidato atau ceramah yang disampaikan sebagai rangkaian dari
pelaksanaan shalat jum’at. Untuk itu, dalam khutbah ini kita mengikuti cara rasullulah
berkhutbah. Berikut ini uraikan cara-cara khtbah jum’at berdasarka hadist-hadist nabi.

I. Khutbah dilaksanakan dua kali sebelum shalat

“Dari Jabir bin Samurah bahwasanya Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam berkhutbah dalam
keadaan berdiri kemudian beliau duduk kemudian berdiri berkhutbah. Barangsiapa yang
memberitahukan kepadamu bahwa beliau duduk ketika berkhutbah, sungguh ia telah berdusta.
Demi Allah aku telah sholat bersama beliau lebih dari 2000 sholat” (H.R Muslim)

II. Membaca hamdalah di awal khutbah I dan II

Dari Jbir, berkata: “ Adalah khutah Nabi Saw. Pada hari Jum’at dimulai dengan bacan hamdalah
dan bentuk pujian lainnya kepada Allah….dst (HR. Muslim)

III. Mengucapkan syahadat dan shalawat Nabi


Dari Abu hurairah, ia berkata: “Khutbah yang tidak disertai syahadat itu laksana tangan yang
terpotong (cacat)” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Titmizi)

Sedangkan untuk shalawat Nabi didasarkan pada ittifaq al-salaf wa al-khalaf (Kesepakatan
Ulama salaf dan Khalaf)

IV. Wasiat “taqwa kepada allah”

Dari jabir,katanya: “Bahwa Rasulullah Saw. Selalu mewasiatkan taqwa kepada allah dalam
khutbahnya” (HR. Muslim)

V. Membaca beberapa Ayat al-qur’an dan memberi peringatan kepada jamaah berdasarkan hadits
jabin bin samurah riwayat al Jamaah di atas.
VI. Duduk diantara dua khutbah

Dari ibn umar,Katanya: “Adalah Nabi Saw. Senantiasa berkhutbah pada hari jum’at dengan
berdiri,kemudian duduk, dan berdiri lagi sebagaimana dikerjakan pada khatib saat ini” (HR. al-
Jamaah)

VII. Berdoa diakhir khutbah dengan mengangkat Telunjuk tangan kanan.Berdasarkan hadits Husain
bin Abdurrahman ditakhrijkan oleh ahmad dan Tirmizi.

Dari Umaroh bin Ruaybah bahwasanya ia melihat Bisyr bin Marwan mengangkat tangannya
ketika berada di atas mimbar (dalam lafadz Abu Dawud: ‘pada saat berdoa hari Jumat), maka
beliau berkata: “Semoga Allah menjelekkan kedua tangan tersebut, sungguh aku telah melihat
Rasulullah shollallaahu ‘alaihi wasallam tidaklah menambah kecuali hanya begini (beliau
mengisyaratkan dengan jari telunjuk” (H.R Muslim dan Abu Dawud).
VIII. Sifat khutbah Nabi

1) Khutbah Sesingkat Mungkin

2) Khutbah dengan suara lantang dan tegas

3. Shalat Jum’at

Shalat Jum’at dilaksanakan dengan berjamaah sebanyak dua rakaat dengan bacaan jahr
(keras),Seperti shalat shubuh.

Disunnahkan pada Shalat Jum’at Membaca al-A’la (sabbihisma Rabbikal A’la) dan al-Ghasyiyah (Hal
ataka Haditsul Ghasyiyah). Berdasarkan hadits:

Dari Nu’man ibn Basyir,berkata :” Adalah Nabi Saw. Didalam shalat Id dan Jum’at selalu
membaca sabbihismaRabbikal A’la dan Hal Ataka Hadisul Ghasyiyah. Dan kalau bertepatan Id dan
Jum’at pada suatu hari, maka Rasulullahpun membaca surat tersebut dalam kedua shalat itu”
(HR.Jamaah,Kecuali Bukhari dan Ibn.Majah)
BAB III

KESIMPULAN

1) Landasan dyariatkannya shalat jum’at adalah QS. Al-Jum’at (62): 9,dan beberapa hadist yang
ada.
2) Yang diwajibkan shalat Jum’at:

 Mukallaf dan berakal sehat.

 Laki-laki.

 Sehat

 Muqim

 Merdeka

3) Perbuatan-perbuatan yang dianjurkan dalam shalat jum’at adalah :

 Memperbanyak Sholawat Nabi

 Mandi Jumat

 Menggunakan Minyak Wangi

 Bersegera Untuk Berangkat ke Masjid

 Sholat Sunnah Sebelum Shalat Jum’at

 Tidak Duduk dengan Memeluk Lutut Ketika Khatib Berkhotbah

 Sholat Sunnah ba’dal

 Membaca Surat Al Kahfi


4) Tata cara shalat Jum’at adalah:

 Adzan jum’at

 Khutbah Jum’at

 Shalat Jum’at

DAFTAR PUSTAKA

………..,IBADAH DAN MUAMALAH (AIK 1)

WWW.GOOGLE.COM

Anda mungkin juga menyukai