Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

     Shalat Jum'at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara
berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap
muslim laki-laki atau pria dewasa beragama islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta
muqaim (bukan dalam keadaan mussafir) dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu.

Allah telah menganugerahkan bermacam-macam keistimewaan dan keutamaan kepada


umat. Diantara keistimewaan itu adalah hari Jum’at, setelah kaum Yahudi dan Nasrani dipalingkan
darinya. Al-Hafidz Ibnu Katsir berkata: “Hari ini dinamakan Jum’at, karena artinya merupakan
turunan dari kata al-jam’u yang berarti perkumpulan, karena umat Islam berkumpul pada hari itu
setiap pekan di balai-balai pertemuan yang luas. Allah SWT memerintahkan hamba-hamba-Nya yang
mukmin berkumpul untuk melaksanakan ibadah kepada-Nya. Allah berfirman yang Artinya :

  Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah
kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.yang demikian itu lebih baik bagimu jika
kamu mengetahui. (Q.S. Al-Jumuah: 9)

Maksudnya adalah apabila imam telah naik mimbar dan muazzin telah azan di hari Jum'at, maka
kaum muslimin wajib bersegera memenuhi panggilan muazzin itu dan meninggalakan semua
pekerjaannya.

Di dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW. Bersabda yang atinya :“Sebaik-baik hari di kala
matahari terbit ialah hari jum’at. Pada hari inilah Nabi Adam AS diciptakan. Pada hari ini pula, Ia
dimasukan kedalam surga. Dan tidaklah hari kiamat akan terjadi kecuali pada hari jum’at”.

B. Rumusan Masalah

A.    Apa pengertian Shalat Jum’at?


B.     Apa hukum Shalat Jum’at?

C.     Apa kewajiban  mengerjakan shalat Jum’at?

D.    Bagaimana orang-orang yang berkewajiban menunaikan Shalat Jum’at?

E.     Bagaimana waktu dan tempat penyelenggaraan shalat Jum’at?

F.      Bagaimana syarat sah dan rukun Khutbah?

G.    Bagaiman Hikamh Shalat Jum’at?

B. Tujuan

1.      Mengetahui Pengertian Shalat Jm’at

2.      Mengetahui hukum Shalat Jum’at.

3.      Mengetahui Kewajiban Mengerjakan Shalat Jum’at.

4.      Mengetahui orang-orang yang berkewajiban menunaikan shalat Jum’at.

5.      Mengetahui waktu dan tempat penyelenggaraan shalat Jum’at.

6.      Mengetahui syarat sah dan rukun Khutbah.

7.      Mengetahui hikmah shalat Jum’at.


BAB II

PEMBAHASAN

A.  Sholat Jum’at

Shalat jum’at merupakan kewajiban bagi setiap muslim laki-laki yang telah dewasa, yang
waktunya tepat pada waktu zhuhur. Shalat jum’at pelaksanaannya harus dengan berjama’ah
bersama sejumlah kaum muslimin di suatu tempat. pada hakikatnya salat jum’at ini merupakan
pengganti salat zhuhur, sehingga seseorang melakukan shalat jum’at di masjid ia tidak perlu lagi
melakukan shalat zhuhur. Dibawah ini ada beberapa syarat :.

B. Hukum Shalat Jum’at

Hukum shalat jum’at Fardhu ‘Ain, artinya kewajiban individu mukallaf(muslim, baligh,


berakal) kecuali 6 golongan:

1.      Hamba sahaya (budak belian)

2.      Perempuan

3.      Anak kecil (yang belum baligh)

4.      Orang sakit yang tidak dapat menghadiri Jumat

5.      Musafir, yakni orang yang sedang dalam perjalanan jauh

6.      Orang yang udzur jum’at, seperi ada bencana alam atau bahaya.

Pengecualian ini ditetapkan oleh sabda Nabi SAW:[1]

)‫(صحيح علي شرطي البخا ري ومسلم‬.‫يض‬ َ ‫ َو‬,ٌ‫ َواِ ْم َرأَة‬,ٌ‫ َم ْملُوك‬:ً‫سلِ ٍم ِفي َج َما َع ٍة إِاَّل أَ ْربَ َعة‬
ٌ ‫ َو َم ِر‬,‫صبِ ٌّي‬ ْ ‫ب َعلَى ُك ِّل ُم‬
ٌ ‫اج‬ ٌّ ‫ا ْل ُج ُم َعةُ َح‬
ِ ‫ق َو‬
Artunya :“Jum'at itu hak yang wajib bagi setiap Muslim dengan berjama'ah kecuali empat orang,
yaitu: budak, wanita, anak kecil, dan orang yang sakit."

Adapun bagi musafir, dan ada yang udzur, karena perbuatan Rasulullah SAW, apabila
mengadakan perjalanan jauh, dan sampai hari jum’at beliau dan para sahabatnya tidak menunaikan
shalat jum’at, melainkan hanya shalat Zuhur, demikian pula ketika kejadian badai hari jum’at dikota
madinah, Beliau menganjurkan para sahabatnya shalat masing-masimg di rumah mereka.

C. Kewajiban Mengerjakan Shalat Jum’at

Para ulama sependapat bahwa hukum shalat jum’at adalah fardhu ‘Ain dan jumlah
rakaatnya dua. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT.
‫س َع ْوااِل َى ِذ ْك ِرهللاِ َو َذ ُر ْوالبَ ْي ِع َذالِ ُك ْم َخ ْي ُرلَّ ُك ْم انْ ُك ْنتُ ْم تَ ْعلَ ُم ْون‬
ْ ‫الج ُم َعةُ فَا‬
ُ ‫صاَل ِة ِمنْ يَ ْو ِم‬ َ ‫يَا اَيٌّ َها الّ ِذيْنَ ا َمنُ ْوااِ َذا نُ ْو ِد‬            
َّ ‫ي لِل‬

Artinya :  Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka
bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. yang demikian itu lebih baik
bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Dari ayat di atas, para ulama menyimpulkan bahwa :

a.       Shalat Jum’at Wajib‘Aini bagi yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan. Orang yang


meniggalkannya tanpa udzur adalah dosa besar.

b.      Bila sudah dikumandangkan adzan jum’at, wajib segera untuk mendengar khutbah dan menunaikan
shalat jum’at.

c.       Sesudah adzan jum’at berkumandang haram hukumnya bagi yang wajib jum’at melakukan kegiatan
yang bersifat duniawi seperti jual beli atau pekerjaan lainnya.[2]

Kewajiban shalat jum’at ditetapkan oleh Al-Qur’an dan dikuatkan oleh hadis Nabi SAW,
salah satunya dengan ancaman bagi orang yang meninggalkan jum’at tanpa udzur.

a.       Nabi SAW, bercita-cita menyuruh orang mencari kayu bakar dan yang lainnya mengumandangkan
adzan, lalu Beliau akan membakar rumah orang yang tidak pergi jum’at.

b.      Nabi SAW, bersabda dari mimbarnya, “Hendaklah kaum-kaum itu berhenti meninggalkan jum’at
atau Allah kunci hati-hati mereka dan mereka dijadikan orang-orang yang lalai.”

c.       Barang siapa meninggalkan tiga jum’at karena menyepelekannya maka Allah akan menutup hatinya.

D. Syarat Menunaikan Shalat Jum’at

     Dibawah ini ada beberapa syarat shalat jum’at yaitu sebagai berikut :

a.       Syarat Wajib Jum’at

1.      Islam, bagi orang kafir tidak wajib berjum’at.

2.      Laki-laki, tidak diwajibkan bagi kaum perempuan.

3.      Baligh, (dewasa), tidak wajib bagi anak-anak.

4.      Aqil (berakal), tidak wajib bagi orang gila.

5.      Sehat, tidak wajib bagi orang sakit atau berhalangan berjum’at.

6.      Merdeka (bukan hamba sanaya).

7.      Muqim (diam atau tinggal dalam negeri) bukan orang musyafir. 


b.      Sunat Jum’at  

1.      Mandi ( membersihkan tubuh) dan memotong kuku.

2.      Berpakaian yang putih dan bersih.

3.      Berpakaian yang rapi.

4.      Memakai wangi-wangian.

5.      Menyegerakan datang ke masjid.

6.      Memperbanyak dzikir dan shalawat.

7.      Memperbanyak baca Al-Qur’an.

8.      Memperhatikan segala maksud khutbah yang dibacakan oleh khatib.

c.       Syarat Sahnya Shalat Jum’at

Adapun syarat-syarat sahnya jum’at menurut madzhab syafi’i antara lain :

1.      Dua raka’at shalat jum’at dan dua khutbahnya harus masih masuk waktu shlat juhur.

2.      Dilaksanakan disuatu perkampungan atau perkotaan (maksudnya apabila yang shalat jum’at itu
semuanya musafir maka shalat jum’atnya tidak sah).

3.      Minimal mendapati satu raka’at (dengan berjama’ah) dari dua raka’at shalat jum’at, maka jika
seorang makmum shalat jum’at tidak mendapati satu raka’at shalat jum’at bersama imam, maka ia
tetap niat shalat jumat tetapi perakteknya shalat juhur empat raka’at.

4.      Jumlah makmum yang shalat jum’at minimal 40 orang dari penduduk setempat atau penduduk asli
(mustauthin) yang telah wajib jum’at.

5.      Shalat jum’atnya tidak berbarengan atau didahului oleh shalat jum’at dimasjid lain yang masih satu
perkampungan. Artinya tidak boleh ada dua jum’at atau lebih dalam satu kampung atau satu tempat
yang sama.[3]

6.      Harus didahului dua khutbah.

Rosulullah SAW. bersabda :

‫ق واجب علي ك ّل مسلم اال أربعة عبد مملوك أوامرأة أو صب ّي أومريض‬


ّ ‫الجمعة ح‬ 

Artinya :  Shalat jum’at adalah hak yang wajib atas setiap muslim kecuali empat
golongan  yaitu  budak belian, wanita, anak-anak, orang sakit.  (HR. Abu Dawud).

E. Waktu Shalat Jum’at


Golongan mayoritas dari kalangan sahabat dan tabi’in sepakat bahwa waktu shalat
jum’at itu adalah waktu shalat zuhur, berdasarkan hadis riwayat Ahmad, Bukhari, Abu Dawud,
Tirmidzi, dan Baihaqi dari Anas r.a., Rosulullah bersabda :

)‫س (رواه بخارى‬ َّ ‫صلِّى ا ْل ُج ُم َعةَ ِحيْنَ تَز ُْو ُل ال‬


ِ ‫ش ْم‬ َ ٌ‫سلَّ َم ي‬
َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬
َ ‫َكانَ النَّبِ ُّي‬

Artinya : Rasulullah SAW. melaksanakan shalat Jum’at ketika matahari tergelincir. (H.R. Bukhari).

ْ َ‫س ثُ َّم نَ ْر ِج ُع فَنَ ْتبَ ُع ا ْلفَ ْي َء ا‬


‫ي ِظ َّل الحيطان‬ ِ ‫ش ْم‬ ِ َ‫سلَّ َم ا ْل ُج ُم ِعةَ اِ َذا َزال‬
َّ ‫ت ال‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو‬ ُ ‫صلِّى َم َع َر‬
َ ِ‫س ْو ِل هللا‬ َ ُ‫ُكنَّا ن‬

Artinya : Kami shalat dengan Rasulullah SAW ketika matahari tergelincir, kemudian kami pulang
dengan mengikuti bayang-bayang tembok. (H.R. Muslim).

Bukhari mengatakan, “waktu shalat jum’at ialah apabila matahari telah tergelincir.”
Pendapat ini juga diriwayatkan dari Umar, Ali, Nu’man bin Basyri, dan dari Umar bin Huraits. Syafi’I
mengatakan, “Nabi SAW., Abu Bakar, Umar, Utsman, dan imam-imam lainnya mengerjakan shalat
jum’at setelah tergelincirnya matahari.”

F. Tempat Penyelenggaraan Shalat Jum’at

Ditulis leh pengarang buku ar-Raudhah Naddiyyah bahwa shalat jum’at itu sah dilakukan,
baik dikota maupun di desa, didalam masjid, didalam bangunan, maupun dilapangan yang terdapat
disekelilingnya, sebagaimana juga sah dilakukan ditempat-tempat lainnya. Umar r.a. pernah
mengirim surat kepada penduduk Bahrain yang isinya, “Lakukanlah shalat jum’at dimana saja kalian
berada.”(HR. Ibnu Abu Syaibah dan menurut Ahmad sanadnya baik)

Hadis ini menunjukkan bolehnya mengerjakan shalat di perkotaan maupun di pedesaan


atau ditempat manapun yang sekiranya sah dan bisa dilaksanakannya shalat..[4]

G. Khutbah

            Khutbah jum’at adalah perkataan yang mengandung mau’izah dan tuntunan ibadah
yang diucapkan oleh khotib dengan syarat yang telah ditentukan syara’ dan menjadi rukun. Untuk
memberikan pengertian kepada hadirin menurut rukun dari shalat jum’at. khutbah jum’at terbagi
menjdi dua, yang antara keduanya diadakan waktu istirahat yang pendek, dan khutbah ini dilakukan
sebelum shalat jum’at.

Beberapa hal yang menjadi keharusan sebagai syarat sah khutbah jum’at, antara lain
sebgai berikut :

1.      Khutbah harus dilakukan sebelum shalat.

2.      Khatib harus suci dari hadas, najis, dan menutup aurat.

3.      Khutbah disampaikan diwaktu jum’at dihadapan jama’ah yang menjadikan terlaksananya shalt
jum’at, dan harus dengan suara lantang demi tercapainya faedah khutbah.
4.      Antara khutbah dan shalat jum’at tidak terpisah dengan jarak yang kira-kira dapat digunakan untuk
makan karena hal itu dianggap sebagai pemisah yang memotong shalat. (Maksudnya antara khutbah
dengan shalat jum’at jarak waktunya tidak terpotong terlalu lama sehingga setelah khutbah harus
langsung dilaksanakan shalat jum’at).

5.      Khutbah harus disampaikan dengan bahasa Arab kecuali jika memang tidak mampu. Ini adalah
pendapat mayoritas ulama yang berlawanan dengan pendapat kalangan ulama madzab Hanafi yang
memperbolehkan khutbah dengan bahasa Arab. Namun mereka (ulama madzahb Hanafi) tidak
mempunyai dalil atas apa yang mereka katakana maupun dasar yang dapat diikuti.

6.      Dilakukan dengan berdiri bagi yang mampu. Ini adalah pendapat mayoritas ahli Fiqh, merujuk hadis
narasi Ibnu Umar bahwasanya Nabi SAW., berkhutbah pada hari jum’at kemudian duduk kemudian
berdiri, lalu berkhutbah sebagaimana yang kalian lakukan hari ini.(Mutttafaq ‘alaih). Juga merujuk
pada hadis narasi Jabir bin Samura, ia berkata: Nabi SAW., menyampaikan dua khutbah dimana
beliau duduk diantara keduanya, membaca al-Qur’an, dan mengingatkan manusia. (HR.Muslim)

    Dibawah ini adalah beberapa rukun khutbah :

1.      Memuji Allah pada tiap-tiap permulaan dua khutbah, sekurang-kurangnya membaca hamdalah.

2.      Mengucapkan shalawat atas Rasulullah SAW dalam kedua khutbah itu, sekurang-kurangnya, ُ‫صالَة‬
َّ ‫َوال‬
َ
‫ َعلى ال َّرسُوْ ِل‬ , artinya “Dan shalawat atas Rasulullah SAW”.

3.      Membaca syahadatain (dua kalimat syahadat).

4.      Berwasiat taqwa, yakni menganjurkan agar taqwa kepada Allah pada tiap-tiap khutbah, sekurang-
kurangnya  ‫اتّقوهللا‬ yang artinya “bertakwalah kalian semua kepada Allah.”

5.      Membaca ayat Al-Qur’an walaupun satu ayat di salah satu kedua khutbah itu dan lebih utama di
dalam khutbah yang pertama.

6.      Memohonkan ampunan bagi kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat.

Dibawah ini ada beberapasunnah-sunnah khutbah :

1.      Khutbah diucapkan di atas mimbar yang ditempatkan di sebelah kanan mihrab.

2.      Khatib hendaknya mengucapkan salam setelah berdiri  di atas mimbar.

3.      Khatib hendaknya duduk sewaktu adzan di kumandangkan oleh bilal.

4.      Khatib hendaknya memegang tongkat dengan tangan kirinya.

5.      Khatib hendaknya menyampaikan khutbahnya dengan suara yang baik, sehingga mudah di pahami
dan diambil manfaatnya oleh para hadirin.

6.      Khatib hendaknya tidak memperpanjang khutbahnya.

7.      Khatib hendaknya mengeraskan suaranya melebihi dari yang wajib.

Ada pula dibawah ini beberapa syarat mendirikan shalat jum’at yaitu :
1.      Didirikan pada suatu tempat, yaitu kota atau desa yang didiami orang banyak.

2.      Berjama’ah sekurang-kurangnya (sedikitnya) ada 40 orang laki-laki ahli jum’at.

3.      Dikerjakan dalam waktu zhuhur, di hari jum’at.

4.      Berkhutbah dahulu dua kali sebelum bersembayang jum’at.

Dan ada pula beberpa mengenai syarat dua khutbah

1.      Memulai khutbah itu sesudah tergelincir matahari.

2.      Berdiri jika kuasa pada waktu berkhutbah.

3.      Khatib hendaklah duduk di antara kedua khutbah, sekurang-kurangnya berhenti sebentar.

4.      Hendaknya dengan suara yang keras kira-kira terdengar oleh bilangan yang sah jum’at dengan
merdeka.

5.      Hendaklah berturut-turut, baik rukun, jarak keduanya, maupun antara keduanya dengan shalat.

6.      Khatib hendaklah suci dari hadast dab najis.

7.      Khatib hendaklah menutup auratnya.

Ada beberapa uzur-uzur jum’at jama’ah setengahnya :

1.      Hujan yang membasahi pakaian.

2.      Lumpur jalanan.

3.      Bersengatan panas.

4.      Bersengatan dingin.

5.      Sakit yang memuderati jum’at.

6.      Tidak ada pakaian yang layak untuk mendirikan shalat jum’at.

7.      Menunggu orang sakit.

8.      Bersengatan mengantuk.

9.      Bersengatan lapar dan dahaga.

10.  Orang buta yang tidak ada orang yang membawanya ketempat dilaksanakannya shalat jum’at.[5]

H.    Hikmah Shalat Jum’at

Adapun terdapat beberapa hikmah mengerjakan shalat jum’at yaitu :

1.      Simbol persatuan sesama umat Islam dengan berkumpul bersama, beribadah bersama dengan
barisan shaf  yang rapat dan rapi.
2.      Untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antar sesama manusia. Semua sama antara yang
miskin, kaya, tua, muda, pintar, bodoh, dan lain sebagainya.

3.      Menurut hadis, do’a yang kita panjatkan kepada Allah SWT. akan di kabulkan.

4.      Sebagai syiar Islam.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari hasil pembahasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Shalat Jum'at adalah
ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara berjamaah dan dilaksanakan setelah
khutbah. Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap muslim laki-laki atau pria dewasa
beragama islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta muqaim (bukan dalam keadaan
mussafir) dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu dan shalat jum’at juga memiliki syarat-
syarat wajib dan syarat syah nya yang harus dilaksanakan, supaya shalat jumat nya menjadi
sempurna.

Shalat Jum'at adalah ibadah shalat yang dikerjakan di hari jum'at dua rakaat secara
berjamaah dan dilaksanakan setelah khutbah. Shalah Jum'at memiliki hukum wajib 'ain bagi setiap
muslim laki-laki atau pria dewasa beragama islam, merdeka sudah mukallaf, sehat badan serta
muqaim (bukan dalam keadaan mussafir) dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu.

B. Saran

Dalam pengumpulan materi pembahasan diatas tentunya kami banyak mengalami


kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu hendaknya pembaca memberikan tanggapan dan
tambahan terhadap makalah kami. Sebelum dan sesudahnya kami haturkan terimakasih. 
C. Daftar Pustaka

Umay M. dja’far Shiddieq, Syari’ah Ibadah, Jakarta : Al-Ghuraba.

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena.

Muhammad Azzam Abdul Aziz dan Sayyed Hawwas Abdul Wahhab, Fiqih Ibadah, Jakarta: Amzah,
2009.

Abbas Arfan, Fiqih Ibadah Peraktis, malang: Uin-Maliki Press.

[1] Umay M. dja’far Shiddieq, Syari’ah Ibadah, Jakarta : Al-Ghuraba, Hal. 75

[2] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah, Jakarta: Pena, Hal. 459

[3] Muhammad Azzam Abdul Aziz dan Sayyed Hawwas Abdul Wahhab, Fiqih Ibadah, Jakarta. Hal : 128

[4] Abbas Arfan, Fiqih Ibadah Peraktis, malang: Uin-Maliki Press, Hal. 113

[5] Umay M. dja’far Shiddieq, Syari’ah Ibadah, Jakarta : Al-Ghuraba, Hal. 234

https://www.blogger.com/blogger.gblogID=7996790875042515917#editor/target=page;pageID=7
726656888137994676;onPublishedMenu=pages;onClosedMnu=pages;postNum=0;src=pagena
me

Anda mungkin juga menyukai