Anda di halaman 1dari 35

1.

Budi Utomo
A. Tokoh Pendiri
Para pelajar yang aktif dalam pembentukan Budi Utomo tersebut adalah
M. Suradji, Muhammad Saleh, Mas Suwarno, Muhammad Sulaiman,
Gunawan, dan Gumbreg.
B. Sejarah Pembentukan
Untuk membangkitkan jiwa kebangsaan dan rasa harga diri yang kuat terhadap
seluruh lapisan masyarakat di Indonesia, kaum terpelajar yang dipelopori oleh dr.
Wahidin Sudirohusodo dan (pemuda) Sutomo mulai menggerakkan para pemuda dan
pelajar Indonesia untuk membentuk organisasi yang akan bergerak dalam bidang
sosial, budaya, ekonomi, dan politik.
Pada tahun 1906, kaum terpelajar tersebut mulai terjun ke daerah-daerah untuk
mencari dukungan moral dan material dari kaum bangsawan, para pegawai, dan
dermawan agar bersedia secara aktif membantu usaha dalam memperbaiki nasib
bangsanya. Dalam ceramahnya di depan para pelajar STOVIA, dr. Wahidin
Sudirohusudo melontarkan keinginannya untuk mendirikan badan pendidikan yang
disebut studiefonds. Ajakan tersebut mendapat sambutan hangat dari seluruh pelajar.
Salah seorang pelajar STOVIA yang bernama Sutomo segera menghubungi kawan-
kawannya untuk mendiskusikan mengenai nasib bangsanya. Pada hari Minggu,
tanggal 20 Mei 1908 Sutomo dan kawan-kawannya di ruang kelas Sekolah
Kedokteran STOVIA di Batavia atau Jakarta mendirikan sebuah perkumpulan yang
diberi nama Budi Utomo (Budi Luhur).
Para pelajar yang aktif dalam pembentukan Budi Utomo tersebut adalah M. Suradji,
Muhammad Saleh, Mas Suwarno, Muhammad Sulaiman, Gunawan, dan
Gumbreg.Pada akhir pidatonya, Sutomo mengatakan, berhasil dan tidaknya usaha
ini bergantung kepada kesungguhan hati kita, bergantung kepada kesanggupan kita
bekerja. Saya yakin bahwa nasib Tanah Air di masa depan terletak di tangan kita.
Ucapan itu disambut dengan tepuk tangan yang amat meriah.
Budi Utomo setelah terbentuk, para pengurus dan anggotanya segera
mempropagandakan mengenai maksud dan tujuan pembentukan organisasi tersebut
kepada semua masyarakat, terutama kelompok pelajar, pegawai, kaum priayi, dan
pedagang kecil.Propaganda itu ternyata mendapat sambutan hangat. Berita tentang
pembentukan Budi Utomo akhirnya tersiar juga lewat surat kabar sehingga diketahui
oleh pelajar-pelajar di berbagai kota. Akhirnya, para pelajar di kota-kota, seperti
Yogyakarta, Magelang, dan Probolinggo ikut mendirikan cabang-cabang Budi
Utomo.Nama Sutomo sebagai pendiri dan ketua umum Budi Utomo makin populer
sekaligus mengundang risiko besar.
Beberapa staf pengajar dan pemerintah Belanda menuduh Sutomo dan kawan-
kawannya sebagai pemberontak. Sutomo diancam akan dipecat dari sekolahnya.
Akan tetapi, kawan-kawannya mempunyai solidaritas tinggi. Jika Sutomo
dikeluarkan, mereka akan ikut keluar juga. Dalam persidangan di sekolah, Sutomo
masih dipertahankan oleh pemimpin umum STOVIA, Dr. H. E. Roll sehingga ia dan
kawan-kawannya tidak jadi dikeluarkan dari sekolah. Jelaslah bahwa setiap

1
perjuangan pasti mendapat tantangan, rintangan, bahkan ancaman, tetapi mereka
tetap tegar.
Budi Utomo berkembang makin besar sehingga perlu menyelenggarakan
kongres.Untuk keperluan itu, mereka mempersiapkan segala sesuatunya atas usaha
sendiri.Dr. Wahidin berkampanye keliling daerah untuk mendapatkan dukungan dan
bantuan dari semua pihak.Kongres Budi Utomo yang pertama berhasil
diselenggarakan pada tanggal 5 Oktober 1908 di Yogyakarta. Dalam kongres
dihasilkan beberapa keputusan penting, seperti:

merumuskan tujuan utama Budi Utomo, yaitu kemajuan yang selaras untuk negara
dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan,
perdagangan, teknik dan industri, ilmu pengetahuan dan seni budaya bangsa
Indonesia;

kedudukan pusat perkumpulan berada di Yogyakarta;

menyusun kepengurusan dengan Ketua R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar (Jawa


Tengah);

kegiatan Budi Utomo terutama ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan

wilayah gerakannya difokuskan di Jawa dan Madura

BU tidak ikut mengadakan kegiatan politik.

Penyerahan pimpinan pusat organisasi oleh Sutomo kepada kaum tua tersebut
mempunyai tujuan strategis berikut:

menghargai kaum tua yang lebih berpengalaman;

mengajak kaum tua untuk ikut memikirkan dan memajukan pendidikan rakyat lewat
Budi Utomo;

Sutomo dan kawan-kawannya masih harus menyelesaikan pendidikannya lebih


dahulu di STOVIA, Jakarta.

Pada tahun awal berkembangnya Budi Utomo dapat menjadi tempat penyaluran
keinginan rakyat yang ingin maju dan tempat mengabdi tokoh-tokoh terkemuka
terhadap bangsanya. Tokoh-tokoh yang pernah menjabat Ketua Budi Utomo, antara
lain R.T. Tirtokusumo (19081991), Pangeran Aryo Noto Dirodjo dari Istana Paku
Alam (19111914), R.Ng. Wedyodipura atau Radjiman Wedyoningrat (19141915),
dan R.M. Ario Surjo Suparto atau Mangkunegoro VII (1915). Oleh karena pemimpin
Budi Utomo umumnya berasal dari kaum bangsawan, banyaklah dana yang
disumbangkan untuk kemajuan pengajaran.

2
Dengan demikian, lahirlah badan bantuan pendidikan atau studiefonds yang diberi
nama Darma Wara. Hal inilah yang dicita-citakan oleh dr. Wahidin.
Sejak tahun 1908 hingga tahun 1915, Budi Utomo hanya bergerak di bidang sosial
dan budaya terutama pada bagian pengajaran.Namun, setelah tahun 1925 itu Budi
Utomo ikut terjun ke dunia politik. Perubahan haluan ini terjadi karena adanya
pengaruh dari organisasi pergerakan lain yang bercorak politik, seperti Indische Partij
dan Sarekat Islam.
Tujuan Budi Utomo berpolitik adalah untuk mendapat bagian dalam pemerintahan
yang akan dipegang oleh golongan pelajar pribumi. Kegiatan Budi Utomo dalam
bidang politik, antara lain sebagai berikut.

Budi Utomo ikut duduk dalam komite Indie Weerbaar yang dikirim ke Negeri
Belanda untuk membahas pertahanan Hindia Belanda pada tahun 19161917.

Budi Utomo juga mengusulkan pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) bagi


penduduk pribumi, ketika wakilnya dalam Comite Indie Weerbaar (Panitia
Ketahanan Hindia Belanda) berangkat ke Negeri Belanda.

Budi Utomo berpartisipasi dalam pembentukan Komite Nasional untuk


menghadapi pemilihan anggota Volksraad.

Budi Utomo berpartisipasi aktif sebagai anggota Volksraad, bahkan menempati dua
dalam hal jumlah anggota di antara anggota pribumi.

Budi Utomo mencanangkan program politiknya berupa keinginan mewujudkan


pemerintahan parlementer yang berasas kebangsaan.

Pada tahun 1927, Budi Utomo memprakarsai dan bergabung dalam Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) .

Dokter Sutomo banyak mendirikan studieclub yang dalam praktiknya juga dapat
membahas soal-soal politik. Pada tahun 1935 Indonesisch Studie Club di Surabaya
bergabung dengan Sarekat Madura menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI),
kemudian PBI digabung dengan Budi Utomo menjadi Partai Indonesia Raya
(Parindra).

Budi Utomo dalam bidang politik meskipun kalah progresif jika dibandingkan
dengan Sarekat Islam, Indische Partij, dan PNI, tetaplah sebagai pembuka jalan dan
pelopor Pergerakan Nasional Indonesia. Karena peranan dan jasanya yang besar
itulah, tanggal kelahiran Budi Utomo, 20 Mei, ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan
Nasional dan diperingati setiap tahun oleh bangsa Indonesia.[ps]

C.Tujuan

3
merumuskan tujuan utama Budi Utomo, yaitu kemajuan yang selaras untuk negara
dan bangsa, terutama dengan memajukan pengajaran, pertanian, peternakan,
perdagangan, teknik dan industri, ilmu pengetahuan dan seni budaya bangsa
Indonesia;

kedudukan pusat perkumpulan berada di Yogyakarta;

menyusun kepengurusan dengan Ketua R.T. Tirtokusumo, Bupati Karanganyar (Jawa


Tengah);

kegiatan Budi Utomo terutama ditujukan pada bidang pendidikan dan kebudayaan

wilayah gerakannya difokuskan di Jawa dan Madura

BU tidak ikut mengadakan kegiatan politik.

Penyerahan pimpinan pusat organisasi oleh Sutomo kepada kaum tua tersebut
mempunyai tujuan strategis berikut:

menghargai kaum tua yang lebih berpengalaman;

mengajak kaum tua untuk ikut memikirkan dan memajukan pendidikan rakyat lewat
Budi Utomo;

Sutomo dan kawan-kawannya masih harus menyelesaikan pendidikannya lebih


dahulu di STOVIA, Jakarta.

Tujuan Budi Utomo berpolitik adalah untuk mendapat bagian dalam pemerintahan
yang akan dipegang oleh golongan pelajar pribumi.

D. Peran

Peran Budi Utomo dalam bidang politik, antara lain sebagai berikut.

Budi Utomo ikut duduk dalam komite Indie Weerbaar yang dikirim ke Negeri
Belanda untuk membahas pertahanan Hindia Belanda pada tahun 19161917.

Budi Utomo juga mengusulkan pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) bagi


penduduk pribumi, ketika wakilnya dalam Comite Indie Weerbaar (Panitia
Ketahanan Hindia Belanda) berangkat ke Negeri Belanda.

Budi Utomo berpartisipasi dalam pembentukan Komite Nasional untuk


menghadapi pemilihan anggota Volksraad.

4
Budi Utomo berpartisipasi aktif sebagai anggota Volksraad, bahkan menempati dua
dalam hal jumlah anggota di antara anggota pribumi.

Budi Utomo mencanangkan program politiknya berupa keinginan mewujudkan


pemerintahan parlementer yang berasas kebangsaan.

Pada tahun 1927, Budi Utomo memprakarsai dan bergabung dalam Permufakatan
Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI) .

Dokter Sutomo banyak mendirikan studieclub yang dalam praktiknya juga dapat
membahas soal-soal politik. Pada tahun 1935 Indonesisch Studie Club di Surabaya
bergabung dengan Sarekat Madura menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI),
kemudian PBI digabung dengan Budi Utomo menjadi Partai Indonesia Raya
(Parindra).

E.Masalah Yang Dihadapi


Beberapa staf pengajar dan pemerintah Belanda menuduh Sutomo dan kawan-
kawannya sebagai pemberontak. Sutomo diancam akan dipecat dari sekolahnya. Akan
tetapi, kawan-kawannya mempunyai solidaritas tinggi. Jika Sutomo dikeluarkan,
mereka akan ikut keluar juga. Dalam persidangan di sekolah, Sutomo masih
dipertahankan oleh pemimpin umum STOVIA, Dr. H. E. Roll sehingga ia dan kawan-
kawannya tidak jadi dikeluarkan dari sekolah. Jelaslah bahwa setiap perjuangan pasti
mendapat tantangan, rintangan, bahkan ancaman, tetapi mereka tetap tegar.

2.Serekat Islam
A. Tokoh Pendiri
Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan
perkumpulan pedagang-pedagang Islam.Organisasi ini dirintis oleh Haji
Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905.perkumpulan ini
berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M.
Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di
Batavia.Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi
semacam itu di Buitenzorg.Demikian pula, di Surabaya H.O.S.
Tjokroaminoto mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto
masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak
kemudian memegang keuangan surat kabar SI, Oetusan Hindia.
Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah nama

5
SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang
baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi Sarekat
Islam (SI).

B. Sejarah Pembentukan
Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan
pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di
Surakartapada 16 Oktober 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para
pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) agar dapat bersaing dengan
pedagang-pedagang besar Tionghoa. Pada saat itu, pedagang-pedagang keturunan
Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya dan memiliki hak dan status yang lebih
tinggi dari pada penduduk Hindia Belanda lainnya.Kebijakan yang sengaja
diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian menimbulkan
perubahan sosial karena timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang biasa
disebut sebagai Inlanders.

SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan
perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya.Di bawah pimpinan H.
Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat hingga menjadi perkumpulan yang
berpengaruh.R.M. Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang
Islamiyah di Batavia.Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi
semacam itu di Buitenzorg.Demikian pula, di Surabaya H.O.S. Tjokroaminoto
mendirikan organisasi serupa tahun 1912. Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan
Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak kemudian memegang keuangan surat
kabar SI, Oetusan Hindia. Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan
mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Pada tahun 1912, oleh
pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto, nama SDI diubah menjadi
Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak hanya bergerak dalam
bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik. Jika ditinjau dari
anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai berikut:

Mengembangkan jiwa dagang.

Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.

Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.

Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.

Hidup menurut perintah agama.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di
antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka

6
untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai
Badan Hukum, awalnya Gubernur JendralIdenburg menolak.Badan Hukum hanya
diberikan pada SI lokal.Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya
unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-
unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial.Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga
menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan
Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah memperbolehkan
berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan
wakilnya ke Volksraad tahun 1917, yaitu HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel
Moeis yang juga tergabung dalam CSI menjadi anggota volksraad atas namanya
sendiri berdasarkan ketokohan, dan bukan mewakili Central SI sebagaimana halnya
HOS Tjokroaminoto yang menjadi tokoh terdepan dalam Central Sarekat Islam. Tapi
Tjokroaminoto tidak bertahan lama di lembaga yang dibuat Pemerintah Hindia
Belanda itu dan ia keluar dari Volksraad (semacam Dewan Rakyat), karena volksraad
dipandangnya sebagai "Boneka Belanda" yang hanya mementingkan urusan
penjajahan di Hindia ini dan tetap mengabaikan hak-hak kaum pribumi. HOS
Tjokroaminoto ketika itu telah menyuarakan agar bangsa Hindia (Indonesia) diberi
hak untuk mengatur urusan dirinya sendiri, yang hal ini ditolak oleh pihak Belanda.

Syarikat Islam

Potret bersama rapat Sarekat Islam di Kaliwungu. Hadir para anggota dari
Kaliwungu, Peterongan, dan Mlaten, serta anggota Asosiasi Staf Kereta Api dan
Trem (VSTP)[1] Semarang.

Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto,
nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak
hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik.
Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai
berikut:

1. Mengembangkan jiwa dagang.

2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.

3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.

4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.

5. Hidup menurut perintah agama.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura saja.
Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di

7
antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka
untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai
Badan Hukum, awalnya Gubernur JendralIdenburg menolak.Badan Hukum hanya
diberikan pada SI lokal.Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya
unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-
unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial.Artinya SI memiliki jumlah anggota yang banyak sehingga
menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.

Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai Badan
Hukum pada bulan Maret tahun 1916.Setelah pemerintah memperbolehkan
berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan mengirimkan
wakilnya ke Volksraad tahun 1917.

Kongres-Kongres Awal

Kongres pertama diadakan pada bulan Januari 1913.Dalam kongres ini


Tjokroaminoto menyatakan bahwa SI bukan merupakan organisasi politik, dan
bertujuan untuk meningkatkan perdagangan antarbangsa Indonesia, membantu
anggotanya yang mengalami kesulitan ekonomi serta mengembangkan kehidupan
relijius dalam masyarakat Indonesia.

Kongres kedua diadakan pada bulan Oktober 1917.

Kongres ketiga diadakan pada tanggal 29 September hingga 6 Oktober1918 di


Surabaya. Dalam kongres ini Tjokroaminoto menyatakan jika Belanda tidak
melakukan reformasi sosial berskala besar, SI akan melakukannya sendiri di luar
parlemen.

Masuknya pengaruh komunisme


SI yang mengalami perkembangan pesat, kemudian mulai disusupi oleh paham
sosialisme revolusioner.Paham ini disebarkan oleh H.J.F.M Sneevliet yang
mendirikan organisasi ISDV (Indische Sociaal-Democratische Vereeniging) pada
tahun 1914.Pada mulanya ISDV sudah mencoba menyebarkan pengaruhnya, tetapi
karena paham yang mereka anut tidak berakar di dalam masyarakat Indonesia
melainkan diimpor dari Eropa oleh orang Belanda, sehingga usahanya kurang
berhasil. Sehingga mereka menggunakan taktik infiltrasi yang dikenal sebagai "Blok
di dalam", mereka berhasil menyusup ke dalam tubuh SI oleh karena dengan tujuan
yang sama yaitu membela rakyat kecil dan menentang kapitalisme namun dengan
cara yang berbeda.

Dengan usaha yang baik, mereka berhasil memengaruhi tokoh-tokoh muda SI seperti
Semaoen, Darsono, Tan Malaka, dan Alimin Prawirodirdjo.Hal ini menyebabkan SI
pecah menjadi "SI Putih" yang dipimpin oleh HOS Tjokroaminoto dan "SI Merah"
yang dipimpin Semaoen.SI merah berlandaskan asas sosialisme-komunisme.

8
Adapun faktor-faktor yang mempermudah infiltrasi ISDV ke dalam tubuh SI antar
lain:

1. Centraal Sarekat Islam (CSI) sebagai badan koordinasi pusat memiliki kekuasaan
yang lemah. Hal ini dikarenakan tiap cabang SI bertindak sendiri-sendiri. Pemimpin
cabang memiliki pengaruh yang kuat untuk menentukan nasib cabangnya, dalam hal
ini Semaoen adalah ketua SI Semarang.

2. Peraturan partai pada waktu itu memperbolehkan keanggotaan multipartai,


mengingat pada mulanya organisasi seperti Boedi Oetomo dan SI merupakan
organisasi non-politik. Semaoen juga memimpin ISDV (PKI) dan berhasil
meningkatkan anggotanya dari 1700 orang pada tahun 1916 menjadi 20.000 orang
pada tahun 1917 di sela-sela kesibukannya sebagai Ketua SI Semarang.

3. Akibat dari Perang Dunia I, hasil panen padi yang jelek mengakibatkan
membumbungnya harga-harga dan menurunnya upah karyawan perkebunan untuk
mengimbangi kas pemerintah kolonial mengakibatkan dengan mudahnya rakyat
memihak pada ISDV.

4. Akibat kemiskinan yang semakin diderita rakyat semenjak Politik Pintu Terbuka
(sistem liberal) dilaksanakan pemerintah kolonialis sejak tahun 1870 dan wabah pes
yang melanda pada tahun 1917 di Semarang.

SI Putih (H. Agus Salim, Abdul Muis, Suryopranoto, Sekarmadji Maridjan


Kartosoewirjo) berhaluan kanan berpusat di kota Yogyakarta. Sedangkan SI Merah
(Semaoen, Alimin, Darsono) berhaluan kiri berpusat di kotaSemarang. Sedangkan
HOS Tjokroaminoto pada mulanya adalah penengah di antara kedua kubu tersebut.

Jurang antara SI Merah dan SI Putih semakin melebar saat keluarnya pernyataan
Komintern (Partai Komunis Internasional) yang menentang cita-cita Pan-Islamisme.
Pada saat kongres SI Maret 1921 di Yogyakarta, H. Fachruddin, Wakil Ketua
Muhammadiyah mengedarkan brosur yang menyatakan bahwa Pan-Islamisme tidak
akan tercapai bila tetap bekerja sama dengan komunis karena keduanya memang
bertentangan. Di samping itu Agus Salim mengecam SI Semarang yang mendukung
PKI. Darsono membalas kecaman tersebut dengan mengecam beleid (Belanda:
kebijaksanaan) keuangan Tjokroaminoto. SI Semarang juga menentang pencampuran
agama dan politik dalam SI.Oleh karena itu, Tjokroaminoto lebih condong ke SI
haluan kanan (SI Putih).

Penegakan disiplin partai

Pecahnya SI terjadi setelah Semaoen dan Darsono dikeluarkan dari organisasi. Hal
ini ada kaitannya dengan desakan Abdul Muis dan Agus Salim pada kongres SI yang
keenam 6-10 Oktober 1921 tentang perlunya disiplin partai yang melarang
keanggotaan rangkap. Anggota SI harus memilih antara SI atau organisasi lain,
dengan tujuan agar SI bersih dari unsur-unsur komunis. Hal ini dikhawatirkan oleh

9
PKI sehingga Tan Malaka meminta pengecualian bagi PKI.Namun usaha ini tidak
berhasil karena disiplin partai diterima dengan mayoritas suara. Saat itu anggota-
anggota PSI dari Muhammadiyah dan Persis pun turut pula dikeluarkan, karena
disiplin partai tidak memperbolehkannya.

Keputusan mengenai disiplin partai diperkuat lagi dalam kongres SI pada bulan
Februari 1923 di Madiun. Dalam kongres Tjokroaminoto memusatkan tentang
peningkatan pendidikan kader SI dalam memperkuat organisasi dan pengubahan
nama CSI menjadi Partai Sarekat Islam (PSI). Pada kongres PKI bulan Maret 1923,
PKI memutuskan untuk menggerakkan SI Merah untuk menandingi SI Putih. Pada
tahun 1924, SI Merah berganti nama menjadi "Sarekat Rakyat".

Partai Sarekat Islam Indonesia

Pada kongres PSI tahun 1929 menyatakan bahwa tujuan perjuangan adalah mencapai
kemedekaan nasional.Karena tujuannya yang jelas itulah PSI ditambah namanya
dengan Indonesia sehingga menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).Pada tahun
itu juga PSII menggabungkan diri dengan Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI).

Akibat keragaman cara pandang di antara anggota partai, PSII pecah menjadi
beberapa partai politik, di antaranya Partai Islam Indonesia dipimpin Sukiman, PSII
Kartosuwiryo, PSII Abikusno, dan PSII sendiri. Perpecahan itu melemahkan PSII
dalam perjuangannya.Pada Pemilu 1955 PSII menjadi peserta dan mendapatkan 8
(delapan) kursi parlemen. Kemudian pada Pemilu 1971 pada zaman Orde Baru, PSII
di bawah kepemimpinan H. Anwar Tjokroaminoto kembali menjadi peserta bersama
sembilan partai politik lainnya dan berhasil mendudukkan wakilnya di DPRRI
sejumlah 12 (dua belas orang).

C.Tujuan
Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai
berikut:

Mengembangkan jiwa dagang.

Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.

Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat


rakyat.

Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.

Hidup menurut perintah agama.

10
D. Peran
Perlawanan terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orang Cina.
Isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan
kekuatannya, dan
Membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.

E.Masalah Yang Dihadapi


Tumbuh/berkembangnya Sarekat Islam (SI) yang berdasarkan ajaran
agama sangat mencemaskan Belanda.Maka dan itu Pemerintah Belanda
tidak mau mengakui SI sebaga satu pergerakan yang meliput SeIuruh
Indonesia.

11
3.Indische partij

A. Tokoh Pendiri
Didirikan oleh tiga serangkai, yaitu E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto
Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara.
B. Sejarah Pembentukan
Indische Partij adalah partai politik pertama di Hindia Belanda, berdiri tanggal 25
Desember 1912. Didirikan oleh tiga serangkai, yaitu E.F.E. Douwes Dekker, Tjipto
Mangunkusumo dan Ki Hajar Dewantara. Maksudnya adalah untuk mengganti
Indische Bond yang merupakan organisasi orang-orang Indonesia dan Eropa di
Indonesia. Hal ini disebabkan adanya keganjilan-keganjilan yang terjadi
(diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda totok dengan orang Belanda
campuran (Indonesia). IP sebagai organisasi campuran menginginkan adanya kerja
sama orang Indo dan bumi putera. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indo
sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang bumi putera agar
kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.

Indische Partij, yang berdasarkan golongan indo yang makmur, merupakan partai
pertama yang menuntut kemerdekaan Indonesia.

Partai ini berusaha didaftarkan status badan hukumnya pada pemerintah kolonial
Hindia Belanda tetapi ditolak pada tanggal 11 Maret 1913, penolakan dikeluarkan
oleh Gubernur Jendral Idenburg sebagai wakil pemerintah Belanda di negara jajahan.
Alasan penolakkannya adalah karena organisasi ini dianggap oleh kolonial saat itu
dapat membangkitkan rasa nasionalisme rakyat dan bergerak dalam sebuah kesatuan
untuk menentang pemerintah kolonial Belanda.

Selain itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang
Indonesia, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang
bumiputera. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan
campuran, ayah Belanda, ibu seorang Indonesia. Indische Partij merupakan satu-
satunya organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik
dan ingin mencapai Indonesia merdeka. Tujuan Indische Partij adalah untuk
membangunkan patriotisme semua indiers terhadap tanah air. IP menggunakan media
majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar De Expres pimpinan E.F.E Douwes Dekker
sebagai sarana untuk membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air. Tujuan
dari partai ini benar-benar revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik
rasial yang dilakukan pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun

12
1913. Saat itu pemerintah Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya
Belanda dari tangan Napoleon Bonaparte (Perancis). Perayaan ini direncanakan
diperingati juga oleh pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang kurang pas di
mana suatu negara penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah
pada suatu bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan
cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat
menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul Als ik een Nederlander was
(Andaikan aku seorang Belanda). Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat
ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam
De Expres tanggal 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang
kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat
rekan dalam Tiga Serangkai, Douwes Dekker mengkritik dalam tulisan di De Express
tanggal 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en
Soewardi Soerjaningrat (Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi
Soerjaningrat). Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda
menyebabkan ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka
diasingkan ke Belanda. Douwes Dekker dibuang ke Kupang, NTT sedangkan Dr.
Cipto Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda. Namun pada tahun 1914 Cipto
Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi
Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun 1919.
Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki Hajar
Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E Douwes Dekker juga
mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan pendidikan
Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam perkembangannya, E.F.E
Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname, Amerika Selatan.

Pada tahun 1913 partai ini dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian
besar anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi
Poetera.Akhirnya pun organisasi ini tenggelam karena tidak adanya pemimpin seperti
3 serangkai yang sebelumnya.

C.Tujuan
Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua
indiers terhadap tanah air.
D. Peran
Peran IP adalah menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan surat
kabar De Expres pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk
membangkitkan rasa kebangsaan dan cinta tanah air.

13
E.Masalah Yang dihadapi
Masalah yang dihadapi terlihat nyata pada tahun 1913. Saat itu pemerintah
Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan
Napoleon Bonaparte (Perancis). Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh
pemerintah Hindia Belanda. Adalah suatu yang kurang pas di mana suatu negara
penjajah melakukan upacara peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu
bangsa yang dia sebagai penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan
cemoohan termasuk dari para pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi
Suryaningrat menulis artikel bernada sarkastis yang berjudul Als ik een
Nederlander was (Andaikan aku seorang Belanda). Akibat dari tulisan itu R.M.
Suwardi Suryaningrat ditangkap. Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto
Mangunkusumo yang dimuat dalam De Expres tanggal 26 Juli 1913 yang diberi
judul Kracht of Vrees?, berisi tentang kekhawatiran, kekuatan, dan ketakutan. Dr.
Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga Serangkai, Douwes
Dekker mengkritik dalam tulisan di De Express tanggal 5 Agustus 1913 yang
berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en Soewardi Soerjaningrat
(Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi Soerjaningrat).
Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan ketiga
tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke
Belanda. Douwes Dekker dibuang ke Kupang, NTT sedangkan Dr. Cipto
Mangunkusumo dibuang ke Pulau Banda. Namun pada tahun 1914 Cipto
Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena sakit. Sedangkan Suwardi
Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke Indonesia pada tahun
1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan, dikenal sebagai Ki
Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E Douwes Dekker
juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan yayasan
pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam
perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke
Suriname, Amerika Selatan.

Pada tahun 1913 partai ini dilarang karena tuntutan kemerdekaan itu, dan sebagian
besar anggotanya berkumpul lagi dalam Serikat Insulinde dan Comite Boemi
Poetera.Akhirnya pun organisasi ini tenggelam karena tidak adanya pemimpin
seperti 3 serangkai yang sebelumnya.

14
5.Perhimpunan Indonesia

A. Tokoh Pendiri
Perhimpunan Indonesia didirikan tahun 1908 oleh mahasiswamahasiswa Indonesia
yang belajar di negeri Belanda. Mereka antara lain: R.P Sosrokartono, R. Hoesein
Djajadiningrat, R.N Notosuroto, Notodiningrat, Sutan Kasyayangan Saripada,
Sumitro Kolopaking, dan Apituley.

B. Sejarah Pembentukan
Perhimpunan Indonesia didirikan tahun 1908 oleh
mahasiswamahasiswa Indonesia yang belajar di negeri Belanda. Mereka
antara lain: R.P Sosrokartono, R. Hoesein Djajadiningrat, R.N
Notosuroto, Notodiningrat, Sutan Kasyayangan Saripada, Sumitro
Kolopaking, dan Apituley. Pada mulanya Perhimpunan Indonesia
bernama Indische Vereeniging. Kegiatannya pada mulanya hanya
terbatas pada penyelenggaraan pertemuan sosial dan para anggota
ditambah dengan sekali-sekali mengadakan pertemuan dengan orang-
orang Belanda yang banyak memperhatikan masalah Indonesia, antara
lain: Mr. Abenendanon, Mr. van Deventer, dan Dr. Snouck Hurgronye.

Kedatangan 3 tokoh Indische Partiij ke negeri Belanda yang dibuang


oleh pemerintah kolonial (Cipto Mangunkusumo, R. M Suwardi
Suryaningrat, E.F.E. Douwes Dekker) segera mengubah suasana dan
semangat Indische Vereeniging. Tokoh IP tersebut membawa suasana

15
politik ke dalam pikiran tokoh-tokoh Indische Vereeniging. Udara politik
itu lebih segar lagi setelah datangnya Comite Indie Weerbaar (Panitia
Ketahanan Hindia Belanda) yang dibentuk oleh pemerintah kolonial,
sebagai usaha untuk mempertahankan Indonesia dari ancaman Perang
Dunia I. Panitia ini terdiri atas R.Ng. Dwijosewojo (BU), Abdul Muis (SI),
dan Kolonel RheMrev, seorang Indo-Belanda. Kedatangan tokoh-tokoh IP
dan Comite Indie Weerbaar tersebut, memberikan dimensi pikiran baru
bagi para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. Mereka bukan hanya
dapat menuntut ilmu, tetapi juga harus memikirkan bagaimana dapat
memperbaiki nasib bangsanya sendiri.

Pada tahun 1912 Indische Vereeniging berganti nama menjadi


Indonesische Vereeniging dan akhirnya diubah lagi menjadi
Perhimpunan Indonesia (1924). Dengan perubahan itu, terjadi pula
perubahan dasar pikiran dan orientasi dalam pergerakan mereka.
Majalah mereka berganti nama menjadi Indonesia Merdeka (1924).
Terjadilah pergeseran cara berpikir dan gerakan yang radikal, dengan
tegas mereka menginginkan Indonesia merdeka.

Perhimpunan Indonesia semakin tegas bergerak memasuki bidang


politik, terlihat dari asasnya yang dimuat dalam majalah Hindia Poetra,
Maret 1923, yaitu Mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia
yang bertanggungjawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-mata.
Hal yang demikian itu hanya dapat dicapai oleh orang Indonesia sendiri,
bukan dengan pertolongan siapapun juga. Oleh karena itu, segala jenis
perpecahan harus dihindarkan, supaya tujuan lekas tercapai.

Dalam rangka memperingati hari ulang tahunnya yang ke-15, tahun


1924 mereka menerbitkan buku peringatan yang berjudul Gedenkboek.
Buku ini berisi 13 artikel yang ditulis oleh A.A. Maramis, Ahmad
Soebardjo, Sukiman Wiryosanjoyo, Mohammad Hatta, Muhammad
Natsir, Sulaiman, R. Ng. Purbacaraka, Darmawan Mangunkusumo, dan
Iwa Kusumasumantri. Buku ini ternyata mengguncangkan dan
menghebohkan pemerintahan Hindia Belanda. Setelah itu disusul lagi
dengan dikeluarkannya pernyataan yang keras dari pengurus PI di
bawah pimpinan Sukiman Wirjosanjoyo tentang prinsip-prinsip yang
harus dipakai oleh pergerakan kebangsaan untuk mencapai
kemerdekaan.

Aksi para anggota PI semakin radikal. Pengawasan terhadap gerakan


mahasiswa Indonesia makin diperkuat oleh aparat kepolisian Belanda.
Namun para anggota PI tetap melakukan kegiatan politiknya, bahkan
mulai menjalin hubungan dengan berbagai negara di Eropa dan Asia.
Konsepsi-konsepsi PI dan berita-berita tentang berbagai kejadian di
Eropa dikirim ke Indonesia melalui majalah mereka, Indonesia Merdeka.

16
Konsepsi-konsepsi PI kelak sangat berpengaruh terhadap kaum
pergerakan di Indonesia. Bahkan di bawah kepemimpinan Muhammad
Hatta, PI resmi diakui sebagai front terdepan pergerakan kebangsaan
oleh PPKI yang diketuai Ir. Soekarno.

Pada Juni 1927, PI dituduh menjalin hubungan dengan PKI untuk


melakukan pemberontakan sehingga diadakan penggeledahan
terhadap tokoh-tokoh PI. Pada September, 4 tokoh PI di negeri Belanda,
ditangkap dan diadili. Mereka adalah Mohammad Hatta, Natzir Datuk
Pamoncak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Majid Joyodiningrat. Di
Indonesia sendiri, banyak organisasi yang lahir karena mendapat ilham
dari perjuangan PI, antara lain: Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia
(PPPI), Partai Nasional Indonesia (PNI), dan Jong Indonesia (Pemuda
Indonesia) 1928.

C.Tujuan

Tujuannya adalah mengurus kepentingan orang-orang


Indonesia yang belajar di negri Belanda. Tujuan lain yang ingin
dicapai adalah :

Mengusahakan suatu pemerintahan untuk Indonesia yang bertanggung


jawab terhadap rakyat Indonesia.
Kemerdekaan harus dicapai oleh orang-orang Indonesia sendiri tanpa
bantuan siapa pun.
Persatuan nasional harus dipupuk, segala macam perpecahan harus
dihindarkan agar tujuan perjuangannya segera tercapai.
D. Peran
Perannya antara lain pendobrak pisikologis dan sistem kolonial, sebagai ideologi sekuler agar
mendorong semangat revolusioner dan kebangsaan, menyusutkan unsur unsur golongan ke
dalam organisasi secara menyeluruh, berhasil menggunakan kata Indonesia untuk
mengembangkan rasa nasionalis dan tidak bersifat kedaerahan, yang terakhir organisasi ini
mampi membangkitkan dan mengembangkan ideologi Indonesia Merdeka.

E.Masalah Yang Dihadapi


Masalah berawal saat memperingati hari ulang tahunnya yang ke-15,
tahun 1924 mereka menerbitkan buku peringatan yang berjudul
Gedenkboek. Buku ini berisi 13 artikel yang ditulis oleh A.A. Maramis,
Ahmad Soebardjo, Sukiman Wiryosanjoyo, Mohammad Hatta,
Muhammad Natsir, Sulaiman, R. Ng. Purbacaraka, Darmawan

17
Mangunkusumo, dan Iwa Kusumasumantri. Buku ini ternyata
mengguncangkan dan menghebohkan pemerintahan Hindia Belanda.
Setelah itu disusul lagi dengan dikeluarkannya pernyataan yang keras
dari pengurus PI di bawah pimpinan Sukiman Wirjosanjoyo tentang
prinsip-prinsip yang harus dipakai oleh pergerakan kebangsaan untuk
mencapai kemerdekaan.

Aksi para anggota PI semakin radikal. Pengawasan terhadap gerakan


mahasiswa Indonesia makin diperkuat oleh aparat kepolisian Belanda.
Namun para anggota PI tetap melakukan kegiatan politiknya, bahkan
mulai menjalin hubungan dengan berbagai negara di Eropa dan Asia.
Konsepsi-konsepsi PI dan berita-berita tentang berbagai kejadian di
Eropa dikirim ke Indonesia melalui majalah mereka, Indonesia Merdeka.
Konsepsi-konsepsi PI kelak sangat berpengaruh terhadap kaum
pergerakan di Indonesia. Bahkan di bawah kepemimpinan Muhammad
Hatta, PI resmi diakui sebagai front terdepan pergerakan kebangsaan
oleh PPKI yang diketuai Ir. Soekarno.

Pada Juni 1927, PI dituduh menjalin hubungan dengan PKI untuk melakukan
pemberontakan sehingga diadakan penggeledahan terhadap tokoh-tokoh PI. Pada
September, 4 tokoh PI di negeri Belanda, ditangkap dan diadili. Mereka adalah
Mohammad Hatta, Natzir Datuk Pamoncak, Ali Sastroamidjojo, dan Abdul Majid
Joyodiningrat.

6.PNI

1.Tokoh Pendiri
Didirikan di Bandung oleh para tokoh nasional seperti Dr. Tjipto Mangunkusumo,
Mr. Sartono, Mr Iskaq Tjokrohadisuryo dan Mr Sunaryo. Selain itu para pelajar yang
tergabung dalam Algemeene Studie Club yang diketuai oleh Ir. Soekarno turut pula
bergabung dengan partai ini.

2.Sejarah Pembentukan
Semakin banyaknya organisasi pemuda yang bermunculan seperti Budi
Utomo, Sarekat Islam, dan PKI mendorong kaum intelektual pada saat itu

18
untuk membentuk gerakan yang senada dan turut ambil bagian dalam sejarah
pergerakan nasional. Berawal dari klub belajar yang kemudian bercita-cita
nasional dan menjelma menjadi partai politik seperti Aglemen Studie Club
yang berada di Bandung dimana kemudia berubah menjadi Partai nasional
Indonesia. Selain itu ada juga partai Bangsa Indonesia yang kemudian
berubah menjadi Partai Indonesia Raya yang berasal dari Indische Studie
Club di Surabaya.

Partai Nasional Indonesia atau PNI didirikan pada tahun 1927. Digawangi
oleh tokoh-tokoh besar seperti Ir. Soekarno, Dr. Cipto Mangunkusumo, Ir.
Anwari, Sartono SH, Budiarto SH, dan Dr. Samsi PNI tumbuh dan
berkembang menjadi salah satu partai politik berpengaruh pada saat itu.
Dengan berhaluan nasional PNI termasuk mampu berkembang dengan sangat
pesat karena semua golongan dirangkul untuk bergabung dan bersatu.

PNI semakin menunjukkan pengaruhnya dalam melawan penjajahan pada


saat itu. Tahun 1927, PNI membentuk sebuah badan koordinasi dari berbagai
macam aliran untuk menggalang kesatuan aksi melawan penjajahan. Badan
tersbut diberi nama PPPKI atau permufakatan perhimpunan politik
kebangsaan Indonesia.

Selanjutnya pada tahun 1929 PNI melakukan kongres dan menetapkan


bendera partai yang bergambar kepala banteng dan mencetuskan cita-cita
sosialisme dan semangat non kooperasi. Berita ini pun mulai memicu reaksi

19
dari pemerintahan kolonial Blanda. Muncul berita provokatif yang
mengatakan bahwa PNI akan melakukan pemberontakan. Dmi mengantisipasi
berita tersebut Pemerintah Belanda menangkap para pemimpin PNI yakni Ir.
Soekarno, Gatot Mangkupraja, Maskun dan Suriadinatya. Kemudian ke
empat tokoh tersebut di sidangkan di pengadilan bandung pada tahun 1930.

Dalam persidangan itu Ir. Soekarno mengajukan pembelaan dengan


menyampaikan pidato yang berjudul Indonesia Menggugat. Hakim pada saat
itu adalah Mr. Dr. R. Siegembeek van Hoekelen sedang pembela para tokoh
Indonesia adalah Sartono SH, Sastromuljono SH, dan Idik Prawiradiputra SH.
Namun karena lemahnya posisi bangsa Indonesia pada saat itu ke empat
tokoh itu dinyatakan bersalah dan pengadilan negeri Bandung menjatuhkan
hukuman pidana kepada Ir. SOekarno dengan 4 tahun penjara, Maskun 2
tahun penjara, Gatot Mangkupraja 1 tahun 8 bulan penjara, dan Suriadinata 1
tahun 3 bulan penjara.

Yang menjadi dasar dari perjuangan PNI adalah sosionasionalis dan


sosiodemokratis atau disingkat dengan istilah yang hingga kini masih kita
kenal dengan marhaenisme. PNI benar-benar memisahkan diri dari
pemerintahan kolonial belanda dengan menyatakan semangan non
kooperasinya dalam kongres 1929. Sikap ini sama dengan gerkan pemuda
Indoesia yang ada di Belanda Perhimpunan Indonesia, (baca sejarah
perhimpunan Indoensia). Keduanya pun memiliki hubungan yang sangat erat
dimana sekembalinya para pemuda yang tergabung di perhimpunan Indonesia
mereka kemudian melebur dan bergabung dengan Partai nasional Indonesia.

3.Tujuan
Tujuan PNI adalah Mencapai Indonesoa merdeka yang dilakukan atas usaha
sendiri.

4.Peran
1. memperjuangkan hak rakyat
2. menyampaikan aspirasi dan kebutuhan rakyat

5.Masalah Yang Dihadapi


Pada tahun 1929 pemimpin PNI ditangkap, karena semakin meningkatnya
nasionalisme dan radikalisme dianggap sebagai persiapan untuk melakukan
pembrontakan. Didepan sidang kolonial, Ir Sukarno mengemukakan pembelaannya
yang terkenal dengan judul INDONESIA MENGGUGAT, namun walaupun

20
pengadilan tidak dapat membuktikan kebenaran atas tuduhannya, Ir Sukarno dan
tokoh-tokoh PNI lainnya tetap dijatuhi hukuman penjara. PNI bubar pada tahun 1931
karena para pemimpinnya tidak dapat melanjutkan perjuangannya.

7.GAPI

1.Tokoh Pendiri
Tokoh-tokoh GAPI : Moh, Husni Thamrin, Amir Syarifudin, Abikusno Cokrosuyoso.

2.Sejarah Pembentukan

21
Muhammad Husni Thamrin adalah penggagas federasi nasional ini
untuk membina kerjasama antarpartai politik. Pembentukan GAPI pada
mulanya diusulkan oleh PSII pada April 1938 dengan pembentukan Badan
Perantara Partai-Partai Politik Indonesia (BAPEPPI). Namun karena BAPEPPI
tidak berjalan dengan baik, Parindra berinisiatif untuk membentuk
kembali Konsentrasi Nasional. Percepatan terbentuknya federasi ini
dikarenakan oleh: kegagalan Petisi Soetarjo, sikap pemerintah kolonial
Belanda yang kurang memperhatikan kepentingan bangsa, dan semakin
gawatnya situasi internasional sebagai akibat meningkatkannya pengaruh
fasisme Nazi-Jerman. (Baca juga : Pengaruh Paham Baru Terhadap
Kesadaran dan Pergerakan Nasionalisme di Indonesia)

Parindra melihat bahwa perjuangan konsentrasi nasional harus mencakup


dua sasaran yaitu: ke dalam dapat menyadarkan dan menggerakan
rakyat untuk dapat memperoleh pemerintahan tersendiri; ke keluar dapat
merubah pemerintahan Belanda untuk menyadari cita-cita bangsa
Indonesia kemudian mengadakan perubahan-perubahan dalam
pemerintahan di Indonesia.

Selanjutnya Parindra melakukan pendekatan dan perundingan dengan


sejumlah partai dan organisasi seperti PSII, Gerindo, PII, Paguyuban
Pasundan, Persatuan Minahasa, dan Partai Katolik untuk membicarakan
masa depan Indonesia. Tanggal 21 Mei terbentuklah Gabungan Politik
Indonesia (GAPI) sebagai organisasi kerja sama partai-partai politik dan
organisasi. Adapun tokoh-tokoh GAPI adalah Muhammad Husni Thamrin
(Parindra), Mr. Amir Syarifudin (Gerindo), Abikusno Cokro Suyoso (PSII).

Langkah-langkah yang diambil GAPI adalah mendesak untuk dibentuknya


parlemen, namun bukan parlemen seperti Volksraad yang sudah ada
sejak 1918, serta membentuk Kongres Rakyat Indonesia (KRI) pada 25
Desember 1939 di Jakarta. Dengan tujuan untuk Indonesia merdeka yang
bertemakan kesejahteraan rakyat dan yang mampu berparlemen penuh,
KRI menghasilkan beberapa keputusan, antara lain:

1. disetujuinya untuk melancarkan tuntutan Indonesia berparlermen penuh;

2. ditetapkannya bendera Merah Putih sebagai bendera persatuan


Indonesia, lagu Indonesia Raya sebagai lagu persatuan, serat
peningkatan pemakaian bahasa Indonesia bagi rakyat Indonesia dan
ditetapkan sebagai bahasa persatuan.

22
Pada 14 September 1940 Belanda membentuk suatu komisi yang
bertugas untuk menyelidiki dan mempelajari perubahan-perubahan
ketatanegaraan. Komisi tersebut dikenal dengan Komisi Visman, karena
diketuai oleh Dr. F.H. Visman. Pembentukan komisi ini ditolak oleh
anggota Volksraad, terlebih oleh GAPI, karena berdasarkan pengalaman
akan komisi sejenis pada tahun 1918 yang tidak menghasilkan apa-apa
bagi perbaikan nasib Indonesia.

Untuk memperjelas tuntutan maka GAPI membentuk suatu panitia yang


bertugas menyusun bentuk dan susunan ketatanegaraan Indonesia. Hasil
panitia itu kemudian disampaikan dalam pertemuan antara wakil-wakil
GAPI dengan Komisi Visman pada 14 Februari 1941. Pertemuan tersebut
ternyata tidak menghasilkan hal-hal baru yang menuju perubahan
ketatanegaraan Indonesia. Gagallah perjuangan GAPI dalam
menyampaikan tuntutantuntutannya terhadap pemerintahan kolonial.
Namun demikian, perjuangan GAPI sangat berarti dalam pergerakan
nasional, yaitu berhasil dalam:

1. memperjuangkan organisasi-organisasi pergerakan dalam satu wadah


perjuangan;

2. memperkuat rasa kebangsaan sebagai modal pokok untuk mewujudkan


kemerdekaan bagi bangsa Indonesia.

3.Tujuan
Tujuan GAPI : membentuk badan persatuan dan menjalankan aksi bersama guna
memperjuangkan kepentingan rakyat.

4.Peran
1. pelaksanaan The Right of Self Determination;
2. persatuan kebangsaan atas dasar demokrasi politik, sosial, ekonomi;
3. pembentukan parlemen yang dipilih secara bebas dan umum (Indonesia
berparlemen);
4. membentuk solidaritas Indonesia-Belanda untuk menghadapi fasisme;
5. pengangkatan lebih banyak orang-orang Indonesia dalam berbagai jabatan.

23
5.Masalah Yang Dihadapi
Masalah terjadi pada awal Februari datanglah jawaban dari Menteri Welter selaku
menteri jajahan mengenai masalah aksi Indonesia Berparlemen. Diakui bahwa hal
yang wajar dan sah apabila materiel maupun spiritual, akan muncul kecakapan dan
kegairahan dalam masyarakat itu untuk memegang peranan dalam kerangka
kelembagaan politik dewasa ini masih berlaku, yaitu tanggung jawab ketatanegaraan
yang ada pada pemerintah Hindia Belanda atas HB, maka tidak mungkin permintaan
gerakan tersebut dipenuhi.

Sudah barang tentu penolakan itu menimbulkan kekcewaan dimana-mana. Alasan


bahwa Indonesia belum masak adalah hal klasik, meskipun menurut tanggapan
waktu itu justru adanya parlemen akan menjadi alat untuk memasakkan rakyat.
Kesimpulan yang diambil bahwa jalan yang ditempuh oleh gerakan ialah berpaling
kepada rakyat. Dalam rapatnya tanggal 23 Februari 1940 GAPI menganjurkan
pendirian panitia Parlemen Indonesia untuk meneruskan aksi Indonesia
Berparlemen. Segera keputusan itu mendapat dukungan dari Pasoendan, Parindra,
PSII, dan lain-lain. Kesempatan bergerak ternyata tidak ada lagi begi GAPI oleh
karena pada awal Mei 1940, Negeri Belanda diduduki Jerman dan pecahlah Perang.

24
8.Muhammadiyah

1.Tokoh Pendiri
Organisasi ini didirikan oleh KH Ahmad Dahlan

2.Sejarah Pembentukan
Delapan orang siswa pertama itu merupakan santrinya yang masih setia, serta anak-
anak yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan Ahmad Dahlan. Pendirian
sekolah tersebut ternyata tidak mendapat sambutan yang baik dari masyarakat
sekitarnya kecuali beberapa orang pemuda. Pada tahap awal proses belajar mengajar
belum berjalan dengan lancar. Selain ada penolakan dan pemboikotan masyarakat
sekitarnya, para siswa yang hanya berjumlah 8 orang itu juga sering tidak masuk
sekolah. Untuk mengatasi hal tersebut, Ahmad Dahlan tidak segan-segan datang ke
rumah para siswanya dan meminta mereka masuk sekolah kembali, di samping ia
terus mencari siswa baru. Seiring dengan pertambahan jumlah siswa, Ahmad Dahlan
juga menambah meja dan bangku satu per satu sehingga setelah berlangsung enam
bulan jumlah siswa menjadi 20 orang.

Ketika pendirian sekolah tersebut dibicarakan dengan anggota dan pengurus Budi
Utomo serta para siswa dan guru Kweekschool Jetis, Ahmad Dahlan mendapat
dukungan yang besar. Di antara para pendukung itu adalah : Mas Raji yang menjadi
siswa, R. Sosro Sugondo, dan R. Budiarjo yang menjadi guru di Kweekschool Jetis
sangat membantu Ahmad Dahlan mengembangkan sekolah tersebut sejak awal.

R. Budiharjo yang bersama-sama Ahmad Dahlan menjadi pengurus Budi Utomo


Yogyakarta banyak memberikan Saran tentang penyelenggaraan sebuah sekolah
sesuai dengan pengalamannya menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis. Ia juga
menyarankan kepada Ahmad Dahlan untuk meminta subsidi kepada pemerintah jika
sekolah yang didirikan itu sudah teratur, dengan dukungan dari Budi Utomo. Selain
itu, pendirian sekolah itu juga mendapat dukungan dari kelompok terpelajar yang
berasal dari luar Kauman serta para siswa Kweekschool Jetis yang biasa datang ke
rumahnya pada setiap hari Ahad.

Sebagai realisasi dari dukungan Budi Utomo, organisasi ini menempatkan Kholil,
seorang guru di Gading untuk mengajar ilmu pengetahuan umum pada sore hari di
sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan. Oleh sebab itu, para siswa masuk dua kali
dalam satu hari karena Ahmad Dahlan mengajar ilmu pengetahuan agama Islam pada

25
pagi hari. Walaupun masih mendapat tantangan dari beberapa pihak, jumlah siswa
terus bertambah sehingga Ahmad Dahlan harus memindahkan ruang belajar ke
tempat yang lebih luas di serambi rumahnya.

Akhirnya setelah proses belajar mengajar semakin teratur, sekolah yang didirikan
oleh Ahmad Dahlan itu diresmikan pada tanggal 1 Desember 1911 dan diberi nama
Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai
29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa
yang belajar di sekolah itu. Sebagai lembaga pendidikan yang baru saja terbentuk,
sekolah yang didirikan oleh Ahmad Dahlan memerlukan perhatian lebih lanjut agar
dapat terus dikembangkan. Dalam kondisi seperti itu, pengalaman Ahmad Dahlan
berorganisasi dalam Budi Utomo dan Jamiat Khair menjadi suatu hal yang sangat
penting bagi munculnya ide dan pembentukan satu organisasi untuk mengelola
sekolah tersebut, di samping kondisi makro pada saat itu yang telah menimbulkan
kesadaran akan arti penting suatu organisasi modern maupun masukan yang didapat
dari para pendukung, termasuk dari para murid Kweekschool Jetis.

Salah seorang siswa kweekschool yang biasa datang ke rumah Ahmad Dahlan pada
hari Ahad, misalnya, menyarankan agar sekolah tersebut tidak hanya diurus oleh
Ahmad Dahlan sendiri melainkan dilakukan oleh suatu organisasi supaya sekolah itu
dapat terus berlangsung walaupun Ahmad Dahlan tidak lagi terlibat di dalamnya atau
setelah ia meninggal. Ide pembentukan organisasi itu kemudian didiskusikan lebih
lanjut dengan orang-orang yang selama ini telah mendukung pembentukan dan
pelaksanaan sekolah di Kauman, terutama para anggota dan pengurus Budi Utomo
serta guru dan murid Kweekschool Jetis.

Dalam satu kesempatan untuk mendapatkan dukungan dalam rangka merealisasi ide
pembentukan sebuah organisasi, Ahmad Dahlan melakukan pembicaraan dengan
Budiharjo yang menjadi kepala sekolah di Kweekschool Jetis dan R. Dwijosewoyo,
seorang aktivis Budi utomo yang sangat berpengaruh pada masa itu. Pembicaraan
tersebut tidak hanya terbatas pada upaya mencari dukungan, melainkan juga sudah
difokuskan pada persoalan nama, tujuan, tempat kedudukan, dan pengurus organisasi
yang akan dibentuk. Berdasarkan pembicaraan-pembicaraan yang dilakukan
didapatkan beberapa ha1 yang berhubungan secara langsung dengan rencana
pembentukan sebuah organisasi.

Pertama, perlu didirikan sebuah organisasi baru di Yogyakarta. Kedua, para siswa
Kweekschool tetap akan mendukung Ahmad Dahlan, akan tetapi mereka tidak akan
menjadi pengurus organisasi yang akan didirikan karena adanya larangan dari
inspektur kepala dan anjuran agar pengurus supaya diambil dari orang-orang yang
sudah dewasa. Ketiga, Budi Utomo akan membantu pendirian perkumpulan baru
tersebut. Pada bulan-bulan akhir tahun 1912 persiapan pembentukan sebuah
perkumpulan baru itu dilakukan dengan lebih intensif, melalui pertemuan-pertemuan
yang secara ekplisit membicarakan dan merumuskan masalah seperti nama dan
tujuan perkumpulan, serta peran Budi Utomo dalam proses formalitas yang
berhubungan dengan pemerintah Hindia Belanda.

26
Walaupun secara praktis organisasi yang akan dibentuk bertujuan untuk mengelola
sekolah yang telah dibentuk lebih dahulu, akan tetapi dalam pembicaraan-
pembicaraan yang dilakukan selanjutnya tujuan pembentukan organisasi itu
berkembang lebih luas, mencakup penyebaran dan pengajaran agama Islam secara
umum serta aktivitas sosial lainnya. Anggaran dasar organisasi ini dirumuskan dalam
bahasa Belanda dan bahasa Melayu, yang dalam penyusunannya mendapat bantuan
dari R. Sosrosugondo, guru bahasa Melayu di Kweekscbool Jetis.

Organisasi yang akan dibentuk itu diberi nama "Muhammadiyah", nama yang
berhubungan dengan nama nabi terakhir Muhammad SAW."' Berdasarkan nama itu
diharapkan bahwa setiap anggota Muhammadiyah dalam kehidupan beragama dan
bermasyarakat dapat menyesuaikan diri dengan pribadi Nabi Muhammad SAW dan
Muhammadiyah menjadi organisasi akhir zaman. Sementara itu, Ahmad Dahlan
berhasil mengumpulkan 6 orang dari Kampung Kauman, yaitu: Sarkawi, Abdulgani,
Syuja, M. Hisyam, M. Fakhruddin, dan M. Tamim untuk menjadi anggota Budi
Utomo dalam rangka mendapat dukungan formal Budi Utomo dalam proses
permohonan pengakuan dari Pemerintah Hindia Belanda terhadap pembentukan
Muhammadiyah.

Setelah seluruh persiapan selesai, berdasarkan kesepakatan bersama dan setelah


melakukan shalat istikharah akhirnya pada tanggal 18 November 1912 M atau 8
Dzulhijjah 1330 H persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Dalam kesepakatan itu
juga ditetapkan bahwa Budi Utomo Cabang Yogyakarta akan
membantu mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda agar
pembentukan Muhammadiyah diakui secara resmi sebagai sebuah badan hukum.
Pada hari Sabtu malam, tanggal 20 Desember 1912, pembentukan Muhammadiyah
diumumkan secara resmi kepada masyarakat dalam suatu pertemuan yang dihadiri
oleh tokoh masyarakat, pejabat pemerintah kolonial, maupun para pejabat dan
kerabat Kraton Kasultanan Yogyakarta maupun Kadipaten Pakualaman.

Pada saat yang sama, Muhammadiyah yang dibantu oleh Budi Utomo secara resmi
mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mengakui
Muhammadiyah sebagai suatu badan hukum. Menurut anggaran dasar yang diajukan
kepada pemerintah pada waktu pendirian, Muhammadiyah merupakan organisasi
yang bertujuan menyebarkan pengajaran agama Nabi Muhammad SAW kepada
penduduk bumiputra di Jawa dan Madura serta memajukan pengetahuan agama para
anggotanya. Pada waktu itu terdapat 9 orang pengurus inti, yaitu: Ahmad Dahlan
sebagai kctua, Abdullah Sirat sebagai sekretaris, Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi,
Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih sebagai anggota. Sementara itu,
para anggota hanya dibatasi pada penduduk Jawa dan Madura yang beragama Islam.

3.Tujuan

27
1. Memajukan pengajaran dan pendidikan berdasarkan agama Islam,
2. Mengembangkan pengetahuan ilmu agama dan cara-cara hidup menurut
peraturan

4.Peran
1. Mendirikan, memelihara, dan membantu pendirian sekolah berdasarkan agama
Islam,
2.Mendirikan dan memelihara masjid, langgar, poliklinik, dan rumah yatim dan
kegiatan social
3.Menyebarluaskan ketentuan-ketentuan dalam agama Islam.

5.Masalah Yang Dihadapi


Masalah yang dihadapi saat mundurnya pemikiran umat Islam yang telah dimulai
sebelum jatuhnya Bagdad. Salah satu di antaranya adalah penghapusan Mazhab
Mutazilah sebagai Mazhab resmi Negara dalam kerajaan Abbasiyah. Penekanan dan
kekerasan yang dilakukan oleh Khalifah Mutawakkil (847-861 M) kepada penganut
Mazhab tersebut secara tidak langsung mematikan semangat intelektual dan
kebebasan berfikir kaum Mutazilah yang banyak memberikan andil dalam dunia
ilmu pengetahuan pada saat itu.

28
9.Taman Siswa

1.Tokoh Pendiri
Pendirinya adalah Raden Mas Soewardi Soeryaningrat atau yang biasa dikenal
dengan Ki Hajar Dewantara.

2.Sejarah Pembentukan
Taman siswa berdiri pada 3 Juli 1922, pendirinya adalah Raden Mas Soewardi
Soeryaningrat atau yang biasa dikenal dengan Ki Hajar Dewantara. Awal pendirian
Taman Siswa diawali dengan ketidakpuasan dengan pola pendidikan yang dilakukan oleh
pemerintah kolonial, karena jarang sekali negara kolonial yang memberikan fasilitas
pendidikan yang baik kepada negara jajahannya. Seperti yang dikatakan oleh ahli
sosiolog Amerika pengajaran merupakan dinamit bagi sistem kasta yang dipertahankan
dengan keras di dalam daerah jajahan.

10. Gambar: Ki Hajar Dewantara

Oleh sebab itu maka didirikanlah Taman Siswa, berdirinya Taman Siswa merupakan
29
tantangan terhadap politik pengajaran kolonial dengan mendirikan pranata tandingan.
Taman Siswa adalah badan perjuangan kebudayaan dan pembangunan masyarakat yang
menggunakan pendidikan dalam arti luas untuk mencapai cita-citanya. Bagi Taman
Siswa, pendidikan bukanlah tujuan tetapi media untuk mencapai tujuan perjuangan, yaitu
mewujudkan manusia Indonesia yang merdeka lahir dan batinnya. Merdeka lahiriah
artinya tidak dijajah secara fisik, ekonomi, politik, dsb, sedangkan merdeka secara
batiniah adalah mampu mengendalikan keadaan.

Dengan proses berdirinya Taman Siswa Ki Hajar Dewantara telah mengesampingkan


pendapat revolusioner pada masa itu, tetapi dengan seperti itu secara langsung usaha Ki
Hajar merupakan lawan dari politik pengajaran kolonial. Lain dari pada itu kebangkitan
bangsa-bangsa yang dijajah dan perlawanan terhadap kekuasaan kolonial umumnya
disebut dengan istilah nasionalisme atau paham kebangsaan menuju kemerdekaan. Taman
Siswa mencita-citakan terciptanya pendidikan nasional, yaitu pendidikan yang beralas
kebudayaan sendiri. Dalam pelaksanaanya pendidikan Taman Siswa akan mengikuti garis
kebudayaan nasional dan berusaha mendidik angkatan muda di dalam jiwa kebangsaan.

Pendidikan Taman Siswa dilaksanakan berdasar Sistem Among, yaitu suatu sistem
pendidikan yang berjiwa kekeluargaan dan bersendikan kodrat alam dan kemerdekaan.
Dalam sistem ini setiap pendidik harus meluangkan waktu sebanyak 24 jam setiap
harinya untuk memberikan pelayanan kepada anak didik sebagaimana orang tua yang
memberikan pelayanan kepada anaknya.

Sistem Among tersebut berdasarkan cara berlakunya disebut Sistem Tut Wuri Handayani.
Dalam sistem ini orientasi pendidikan adalah pada anak didik, yang dalam terminologi
baru disebut Student Centered. Di dalam sistem ini pelaksanaan pendidikan lebih
didasarkan pada minat dan potensi apa yang perlu dikembangkan pada anak didik, bukan
pada minat dan kemampuan apa yang dimiliki oleh pendidik. Apabila minat anak didik
ternyata akan ke luar rel atau pengembangan potensi anak didik di jalan yang salah
maka pendidik berhak untuk meluruskannya.

30
11. Gambar: Logo Taman Siswa

Untuk mencapai tujuan pendidikannya, Taman Siswa menyelanggarakan kerja sama yang
selaras antar tiga pusat pendidikan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan perguruan, dan
lingkungan masyarakat. Pusat pendidikan yang satu dengan yang lain hendaknya saling
berkoordinasi dan saling mengisi kekurangan yang ada. Penerapan sistem pendidikan seperti
ini yang dinamakan Sistem Trisentra Pendidikan atau Sistem Tripusat Pendidikan.

Pendidikan Tamansiswa berciri khas Pancadarma, yaitu Kodrat Alam (memperhatikan


sunatullah), Kebudayaan (menerapkan teori Trikon), Kemerdekaan (memperhatikan potensi
dan minat maing-masing indi-vidu dan kelompok), Kebangsaan (berorientasi pada keutuhan
bangsa dengan berbagai ragam suku), dan Kemanusiaan (menjunjung harkat dan martabat
setiap orang).

REAKSI PEMERINTAH KOLONIAL TERHADAP TAMANSISWA


Taman Siswa bisa dianggap sebagai tempat pemupukan kader masyarakat Indonesia dimasa
mendatang dan yang sudah pasti akan berusaha pula untuk menumbangkan kekuasaan
kolonial. Oleh karena itu pemerintah kolonial berusaha untuk menghalang-halangi
perkembangan Taman Siswa khususnya, dan sekolah-sekolah partikelir umumnya. Sejak itu,
Taman Siswa menghadapi perjuangan asasi, melawan politik pemerintah Hindia Belanda.
Pada tahun 1931 timbul pendapat dikalangan orang Belanda yang memperingatkan
pemerintah, bahwa apabila tidak diadakan peninjauan kembali, Taman Siswa akan menguasai
keadaan dalam tempo sepuluh tahun.

Pemerintah konservatif Gubernur Jenderal de jonge menyambut kegelisahan orang Belanda


dengan mengeluarkan ordonansi pengawasan yang dimuat dalam Staatsblad no. 494
tanggal 17 September 1932. Isi dan tujuan dari ordonansi itu ialah memberi kuasa kepada
alat-alat pemerintah untuk mengurus wujud dan isi sekolah-sekolah partikelir yang tidak
dibiayai oleh negeri. Sekolah partikelir harus meminta izin lebih dahulu sebelum dibuka dan
guru-gurunya harus mempunyai izin mengajar. Rencana pengajaran harus pula sesuai dengan
sekolah-sekolah negeri, demikian juga peraturan-peraturannya. Ordonansi itu menimbulkan
perlawanan umum dikalangan masyarakat Indonesia dan dimulai oleh prakarsa Ki Hajar
Dewantara yang mengirimkan protes lewat telegram kepada Gubernur Jenderal di Bogor
pada tanggal 1 Oktober 1932.

Pada tanggal 3 Oktober 1932 Ki Hajar Dewantara mengirimkan maklumat kepada segenap
pimpinan pergerakan rakyat, dan menjelaskan lebih lanjut sikap yang diambil Taman Siswa.
Aksi melawan ordonansi ini disokong sepenuhnya oleh 27 organisasi, antara lain Istri sedar,
PSII, Dewan Guru Perguruan Kebangsaan di Jakarta, Budi Utomo, Paguyuban Pasundan,
Persatuan Mahasiswa, PPPI, Partindo, Muhammadiyah, dan lain-lainnya. Golongan
peranakan Arab dan Tionghoa juga menyokong aksi ini. Pers nasional tidak kurang
menghantam ordonansi itu melalui tajuk rencananya. Mohammad Hatta sebagai pemimpin
Pendidikan Nasional Indonesia, menganjurkan supaya mengorganisasi aksi yang kuat. Pada
bulan Desember 1932, Wiranatakusumah, anggota Volksraad mengajukan pertanyaan pada

31
pemerintah dan disusul pada bulan Januari 1933 dengan sebuah usul inisiatif.

Usul inisiatif yang disokong oleh kawan-kawannya di Volksraad, berisi: menarik kembali
ordonansi yang lama serta mengangkat komisi untuk merencanakan perubahan yang tetap.
Budi Utomo dan Paguyuban Pasundan mengancam akan menarik wakil-wakilnya dari
dewan-dewan, apabila ordonansi ini tidak dicabut pada tanggal 31 Maret 1933. Juga
dikalangan para ulama aksi melawan ordonansi sekolah liar ini mendapat sambutan, terbukti
dengan adanya rapat-rapat Persyarikatan Ulama di Majalengka dan Ulama-ulama Besar di
Minangkabau. Pemerintah terkejut akan tekad perlawanan akan masyarakat Indonesia dan
setelah mengeluarkan beberapa penjelasan dan mengadakan pertemuan dengan Ki Hajar
Dewantara, akhirnya dengan keputusan Gubernur Jenderal tanggal 13 Februari 1933
ordonansi Sekolah liar diganti dengan ordonansi baru.

12.
13. Gambar: Kongres Taman Siswa Tahun 1930 di Yogyakarta
14.

Perlawan Taman Siswa terhadap ordonansi sekolah liar merupakan masa gemilang bagi
sejarahnya, yang juga berarti mempertahankan hak menentukan diri sendiri bagi bangsa
Indonesia. Sesudah itu Taman Siswa akan mengadakan lagi perlawanan terhadap
peraturan pemerintah kolonial yang dapat dianggap merugikan rakyat. Pada tahun 1935
Taman Siswa mempunyai 175 cabang yang tersebar di sekolahnnya ada 200 buah, dari
mulai sekolah rendah hingga sekolah menengah.

SIKAP TAMAN SISWA PADA REVOLUSI DAN INDONESIA MERDEKA


Pada saat setelah Indonesia merdeka Taman Siswa mengadakan Rapat Besar (Konferensi)
yang ke-9 di Yogyakarta. Tapi pada masa kemerdekaan ini tidak semua guru Taman
Siswa menyadari akan datang juga masa baru untuk Perguruan nasional mereka. Dalam
Rapat besar itu terdapat tiga pendapat dikalangan Taman Siswa dalam menghadapi
kemerdekaan.
15. Pertama, pendapat bahwa tugas Taman Siswa telah selesai dengan tercapainya Indonesia
merdeka. Karena menurut pendukung pendapat ini, peran taman siswa sebagai
penggugah keinsafan nasional sudah habis, dan faktor melawan pemerintah jajahan tidak
ada lagi.

32
Kedua, Taman Siswa masih perlu ada, sebelum pemerintah Republik dapat mengadakan
sekolah-sekolah yang mencukupi keperluan rakyat. Lagi pula isi sekolah-sekolah negeri
pun belum dapat diubah sekaligus sebagai warisan sistem pengajaran yang lampau.

Ketiga, sekolah-sekolah partikelir yang memang mempunyai dasar sendiri tetap


diperlukan, walaupun nantinya jumlah sekolah sudah cukup dan isinya juga sudah
nasional.
16.
Perbedaan pendapat dikalang Taman Siswa membawa dampak yang tidak bisa dielakan,
para pendukung pendapat pertama banyak yang meninggalkan Taman Siswa. Taman
Siswa banyak ditinggalkan oleh pendukung akatif yang tahan uji. Namun hal ini tidak
mengherankan karena sebenarnya orang-orang Taman Siswa hanya berpindah tempat
mengisi kemerdekaan. Misal saja bapak Taman Siswa sendiri, Ki Hajar Dewantara, pada
awal kemerdekaan menjadi Mentri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan yang
pertama didalam pemerintahan. Bagi Taman Siswa sendiri yang terpenting ialah
pembentukan panitia yang berkewajiban meninjau kembalinya peraturan Taman Siswa
dengan segala isinya. Panitia ini diketuai oleh S. Manggoensarkoro dan kesimpiulan
panitia ini diterima dalam Rapat Besar Umum (Kongres) V di Yogyakarta pada bulan
Desember 1947.

Pada masa itu, Belanda sudah memulai aksi militernya yang pertama pada 21 Juli 1947,
sehingga Rapat Besar Umum, membahas tentang kedudukan cabang-cabang di daerah
pendudukan. Di daerah pendudukan Belanda muncul sebutan sekolah liar tapi tidak
hanya sekolah partikelir saja tapi sekolah republik pun dinyatakan sekolah liar ketika
sekolah di Jakarta ditutup, maka gedung Taman Siswa di jalan Garuda 25 dibanjiri oleh
murid-murid. Semangat yang luar biasa ditunjukan oleh sekolah Taman Siswa yang
berada di daerah pendudukan, mereka berusaha mempertahankan sekolah mereka meski
Majelis Luhur di Yogyakarta tidak menyetujui diteruskanya sekolah di daerah
pendudukan. Tapi akhirnya majelis Luhur mengizinkan untuk membuka terus cabang-
cabang Taman Siswa di daerah pendudukan.

TAMAN SISWA SETELAH KEMERDEKAAN


Salah satu masalah yang dihadapi Taman Siswa setelah kemerdekaan ialah meninjau
kembali hubungan dengan pemerintah kita sendiri, terutama dalam hal penerimaan
subsidi. Di kalang perguruan tinggi, banyak perbedaan dalam menghadapi masalah ini,
yaitu mereka yang dapat menerima subsidi itu dan digunakan untuk pengelolaan sekolah
tapi tetap melihat berapa besar pengaruhnya agar tidak menggangu prinsip merdeka
mengurus diri sendiri dan mereka yang beranggapan agar melepas sikap oposisi seperti
pada masa kolonial karena dianggap tidak cocok saat Indonesia merdea. Pada tahun 1946,
sempat ada keterbukaan untuk menghadapi masa kemerdekaan untuk merumuskan
kembali sas dan dasar , namun dalam pelaksanaanya mengenai subsidi ini masih banyak
yang ingin memelihara keadaan seperti yang lalu.

Di kalangan para pemimpin sedikitnya tedapat dua aliran. Yang pertama aliran yang
memnginginkan Taman Siswa terlepas dari sistem pendidikan pemerintah, merupakan

33
lembaga pendidikan yang independen, hidup dalam cita-citanya sendiri dan terus
berusaha agar sebagian masyarakat menerima konsep pendidikan nasional. Caranya ialah
dengan tetap mempertahankan sistem pondok yang relatif terasing dari masyarakat
sekitarnya. Aliran pemikiran yang kedua ialah mereka yang berpendapat bahwa
perkembangan masyarakat Indonesia baru sangat berbeda dengan keadaan zaman
kolonial, oleh karena perubahan perlu dihadapi dengan pemikiran baru. Taman Siswa
dapat menyumbangkan pengalaman dan keahlian untuk Menteri Pendidikan dalam
usahanya mengembangkan kebijaksanaan politik pendidikan nasional.

C. Tujuan
Tujuan : mewujudkan masyarakat yang tata tentrem tertib damai dengan asas
Panca darma yaitu :
1. Dasar kodrat alam
2. Dasar kemerdekaan
3.Kebudayaan
4.Dasar kebangsaan dan kerakyatan
5.Kemanusiaan

D. Peran
Prilaku iman dan taqwa (IMTAQ)
Ilmu pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Penerangan Budi Pekerti (AKHLAK)

E. Masalah Yang Dihadapi


Tidak sedikit masalah yang dihadapi dalam membina Taman Siswa. Pemerintah kolonial
Belanda berupaya merintanginya dengan mengeluarkan Ordonansi Sekolah Liar pada 1
Oktober 1932. Tetapi dengan kegigihan memperjuangkan haknya, sehingga ordonansi itu
kemudian dicabut.

Daftar Pustaka
Eka, febriana. (2013). Naskah Akademik Kajian Kebijakan Kurikulum Mata Pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS). [ONLINE]. TERSEDIA:
https://www.academia.edu/4425110/52_Kajian_20Kebijakan_20Kurikulum_20IPS [10-10-
2014, 14:23 wib ]

34
35

Anda mungkin juga menyukai