HIPERTENSI
Oleh :
Hasanah, S.Ked
NIM: FAB 116 010
Pembimbing :
dr. Tagor Sibarani
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Menurut JNC 7 (Joint National Committee 7), definisi dari hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah dimana tekanan darah sistolik 140 mmHg atau
tekanan darah diastolik 90 mmHg. Penentuan ini berdasarkan rata-rata dua kali
pengukuran tekanan darah pada posisi duduk. JNC 7 mengklasifikasikan hipertensi
menjadi 2 grade dan terdapat kategori prehipertensi. Adanya kategori prehipertensi
ke dalam klasifikasi bertujuan untuk meningkatkan kewaspadaan, karena orang
pada kategori tersebut beresiko dua kali lipat lebih besar untuk menjadi hipertensi.
Klasifikasi ini hanya untuk orang dewasa diatas 18 tahun. Berikut ini adalah
klasifikasi hipertensi dari JNC 7. 5
Tabel 2.1. Klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC 7
2
Isolated systolic hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah sistolik
140 mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Prevalensinya
meningkat berdasarkan usia, dan mempunyai resiko lebih tinggi untuk
mengalami serangan jantung dan stroke. 1,2,3,4
Isolated diastolic hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah
sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolik 90 mmHg. 1,2,3
Masked hypertension: adalah istilah di mana tekanan darah selama
menjalankan aktivitas harian meningkat, jika diperiksa di klinik termasuk
normal. 1,2,3
Pseudohypertension: pada pasien usia lanjut, biasanya pasien disertai
dengan arteri perifer yang kaku atau mengalami kalsifikasi.
Konsekuensinya, jika diukur dengan manset, tekanan darah akan
meningkat. 1,2,3
2.2. Klasifikasi
Selain berdasarkan grade-nya, hipertensi juga dibedakan berdasarkan etiologi:
a. Hipertensi primer/esensial (95% kasus): penyebabnya tidak diketahui. 1
b. Hipertensi sekunder (5% kasus): penyebabnya dapat diketahui. 1
Tabel 2.2. Penyebab sekunder dari hipertensi 2
3
2.3. Epidemiologi
Hipertensi merupakan suatu penyakit global dengan prevalensi yang tinggi.
Sekitar 65 juta penduduk dewasa AS atau sekitar sepertiga penduduk dewasa
mengalami hipertensi dan di seluruh dunia bisa mencapai 1 milyar penduduk.
Terlebih lagi, seperempat populasi dewasa di AS tergolong prehipertensi.
Prevalensinya juga meningkat pada usia tua. Lebih dari setengah populasi di atas 65
tahun di AS mengalami hipertensi. 6
Tidak ada prevalensi tepat secara nasional di Indonesia, hanya didapatkan
variasi prevalensi berkisar antara 11-43%. 4
4
Gambar 2.1. Prinsip terjadinya hipertensi 7
5
tekanan darah. Hipertensi renalis juga dapat disebabkan karena penyakit ginjal seperti
glomerulonefritis yang mengurangi massa ginjal fungsional, serta tumor pensekresi
renin. 7
Hipertensi karena hormonal dapat disebabkan karena beberapa penyebab.
Misalnya pada sindroma Cushing, di mana terdapat peningkatan konsentrasi
glukokortikoid pada plasma. Glukokortikoid akan meningkatkan sensitisasi terhadap
katekolamin yang akan meningkatkan resistensi perifer dan curah jantung, sehingga
menyebabkan hipertensi. Hiperaldosteronisme primer (Sindroma Conn) karena tumor
di korteks adrenal yang mensekresi aldosterone, berefek pada retensi natrium yang
akan meningkatkan curah jantung. 7
Hipertensi neurogenik disebabkan karena penyakit di otak, misalnya
ensefalitis, edema serebri, dan tumor otak, yang akan menyebabkan perangsangan
sistem saraf simpatis. 7
6
Akibat dari hipertensi yang paling penting adalah akibat dari aterosklerosis
pada pembuluh darah arteri. Resistensi vaskuler akhirnya menyebabkan iskemia di
berbagai organ dan jaringan. Di otak, hipertensi dapat menyebabkan perdarahan otak,
di arteri besar dapat menyebabkan aneurisma yang akhirnya dapat menjadi ruptur.
Iskemia ginjal akan menyebabkan lingkaran setan, di mana iskemia ginjal akan
menyebabkan pelepasan renin yang nantinya akan memperparah hipertensi. 7
2.5. Diagnosis
Untuk mendiagnosis, perlu dilakukan evaluasi pasien terlebih dahulu. Tujuan
dari evaluasi pasien adalah:
Mengetahui ada tidaknya target organ damage yang berkaitan dengan hipertensi
yang bisa mempengaruhi pilihan terapi
Mengetahui life style serta faktor-faktor resiko cvs lainnya/kelainan-kelainan
yang menyertai
Menemukan penyebab sekunder dari hipertensi yang bisa diidentifikasi 4
7
Pada anamnesa, dapat ditanyakan keluhan yang dialami penderita, meskipun
banyak penderita yang tidak memiliki keluhan apapun. Keluhan yang dapat muncul
antara lain hypertensive headache (nyeri kepala biasanya di pagi hari dan terlokalisir
di regio occipital), keluhan sistem kardiovaskuler seperti berdebar dan rasa sesak saat
melakukan aktivitas dan keluhan tidak spesifik seperti mudah lelah dan impotensi. 1
Riwayat lain yang penting untuk ditanyakan: 1
Durasi, onset usia, dan level tekanan darah sebelumnya
Terapi antihipertensi sebelumnya
Gejala yang mengindikasikan penyebab sekunder
Faktor lifestyle: intake lemak, garam, alkohol, rokok, aktivitas fisik, kenaikan
berat badan
Riwayat disfungsi neurologis, gagal jantung, PJK
Pemakaian obat-obat yang meningkatkan tekanan darah: kontrasepsi oral,
steroid, NSAID, dekongestan nasal
Keberadaan faktor resiko CVS
Yang dimaksud dengan faktor resiko sistem kardiovaskular adalah sebagai
berikut: 3,4
Hipertensi
Merokok
Obesitas (IMT 30)
Inaktivitas fisik
Dislipidemia
Diabetes mellitus
Mikroalbuminemia atau perkiraan GFR < 60 ml/menit
Umur (> 55 tahun untuk laki-laki, 65 tahun untuk wanita)
Riwayat keluarga dengan penyakit jantung cardiovascular yang prematur
(< 55 tahun untuk laki-laki, < 65 tahun untuk wanita)
Untuk pemeriksaan fisik, tentunya adalah dengan pemeriksaan tekanan darah.
Persiapan untuk pemeriksaan tekanan darah meliputi persiapan alat, yaitu manometer
merkuri (gold standart) dengan manset yang sesuai (panjang 80% lingkar lengan,
8
lebar 40% lingkar lengan) dan stetoskop. Manometer aneroid dan elektronik
cenderung kurang akurat. Untuk persiapan pasien, maka pasien harus diistirahatkan
5 menit, posisi duduk di kursi, kaki di atas lantai, pakaian ketat dilepas, lengan
disangga sehingga posisinya setinggi jantung dan hindari percakapan selama
pemeriksaan. 1,4,6
9
Letakkan stetoskop di atas A.brakhialis, manset dipompa hingga 20-30 mmHg
diatas tekanan sistolik palpasi, dikendurkan pelan (2-3 mmHg/detik), tentukan
tekanan darah sistolik (Korotkoff 1-mulai terdengar suara) dan tekanan darah
diastolik (Korotkoff 5-suara mulai hilang)
Bandingkan kanan kiri (normalnya beda 5-10 mmHg)
JNC 7 merekomendasikan pengulangan pemeriksaan tekanan darah sekitar 5
5
menit setelah pemeriksaan pertama. Sedangkan menurut American society of
hypertension, diagnosis hipertensi dikonfirmasi setelah kunjungan berikutnya (1-4
minggu setelah pengukuran pertama), dengan kedua pengukuran tersebut harus
tekanan darah sistolik 140 mmHg atau tekanan darah diastolik 90 mmHg untuk
menegakkan diagnosis. 8
Di samping, pemeriksaan darah di klinik, terdapat pemeriksaan tekanan darah
lainnya. Ambulatory blood pressure measurement adalah teknik pengukuran tekanan
darah multipel, otomatis dan non invasif selama periode waktu tertentu, biasanya tiap
15-30 menit selama 24 jam. Teknik pengukuran ini memerlukan monitor dan tube
yang menghubungkan monitor dengan manset. Normalnya, tekanan darah adalah
<135/85 mmHg ketika terjaga & <120/70 mmHg ketika malam, dengan rata-rata
130/80 mmHg. Teknik ini berguna untuk memprediksi morbiditas lebih baik,
mendeteksi episodic, white coat & masked hypertension. Pemeriksaan tekanan darah
di rumah juga sangat baik untuk menyingkirkan kemungkinan white coat
hypertension, serta membantu monitoring terapi serta menilai resiko CVS, namun
membutuhkan alat yang valid dan akurat serta keterampilan. 1,6
Selain pemeriksaan tekanan darah, pemeriksaan fisik ditujukan untuk mencari
kemungkinan penyebab sekunder dari hipertensi serta keberadaan kerusakan organ
target. Berikut ini adalah rangkuman pemeriksaan fisik selain pemeriksaan tekanan
darah yang perlu dilakukan:
10
Tabel 2.3. Temuan klinis yang penting untuk mencari kemungkinan penyebab sekunder dan kerusakan
organ target dari hipertensi 1
11
2.6. Manajemen
Manajemen dari hipertensi meliputi intervensi gaya hidup dan terapi
farmakologi. Intervensi gaya hidup sangat direkomendasikan baik pada pasien
prehipertensi hingga hipertensi grade II. Berikut ini adalah intervensi gaya hidup dari
pasien hipertensi:
Sedangkan untuk terapi farmakologis, terdapat banyak kelas dari pilihan obat
pada hipertensi. Berikut ini adalah site of action dari berbagai kelas obat anti
hipertensi.
12
Gambar 2.5. Site of action dari berbagai obat anti hipertensi 9
13
Untuk pedoman tatalaksana dari hipertensi, terdapat beberapa pedoman.
Berikut ini adalah pedoman tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC 7:
Tabel 2.5. Pedoman tatalaksana hipertensi berdasarkan JNC 7 5
14
15
Gambar 2.6. Alur tatalaksana 2014 oleh anggota panel JNC 8 10
Sedangkan untuk dosis awal dan dosis terapi dari hipertensi, dapat dilihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 2.6. Dosis dari obat-obatan anti hipertensi (rekomendasi dari anggota panel JNC / guideline
2014) 10
16
2.7. Hypertensive Crisis
Hypertensive crisis merupakan kondisi peningkatan tekanan darah dalam
waktu relatif singkat yang disertai kerusakan atau mengancam kerusakan organ dan
memerlukan penanganan segera untuk mencegah kerusakan dan keparahan
kerusakan. Ada 2 macam:
Hypertensive emergency: kondisi peningkatan tekanan darah yang
mengakibatkan kerusakan target organ secara akut
Hypertensive urgency: mengancam kerusakan target organ tapi belum
didapatkan tanda-tanda kerusakan target organ 1,2
Tidak ada tekanan darah tertentu yang digolongkan sebagai krisis, namun
kebanyakan pada tekanan darah 220/120, mulai muncul kerusakan organ. Diagnosis
dari hypertensive crisis dapat berdasarkan anamnesa keluhan hipertensi maligna,
misalnya pada jantung terdapat angina pectoris, sesak nafas. Pada ginjal didapatkan
oliguria dan pada sistem saraf pusat dapat ditemukan sakit kepala, gangguan
kesadaran dan penglihatan. Pada pemeriksaan fisik, dipusatkan pada organ-organ
target. Pada jantung dapat ditemukan tanda-tanda payah jantung seperti takikardia,
gallop, dan ronki pada paru. Sedangkan pada sistem saraf pusat dapat ditemukan
gejala gangguan kesadaran dan penglihatan. Pada pemeriksaan retina, dapat
ditemukan papiledema dan perdarahan. Pemeriksaan laboratorium yang penting
antara lain: BUN, kreatinin, dipstick urinalysis untuk mendeteksi hematuria/
proteinuria, EKG, dan foto thorax. 1,2
Penatalaksanaan dari hypertensive crisis pada prinsipnya adalah menurunkan
tekanan darah dengan cepat pada hipertensi emergency (dalam beberapa jam,
menggunakan obat injeksi). Sedangkan pada hipertensi urgency, penurunan tekanan
darah dapat dalam jangka waktu satu hari dan menggunakan obat oral. 1 Pilihan obat
injeksi antara lain:
17
Tabel 2.7. Pilihan obat anti hipertensi parenteral untuk hypertensive crisis 2
Tabel 2.8. Dosis dan cara pemberian obat parenteral untuk hypertensive crisis 2
18
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita oleh hampir semua golongan
masyarakat di seluruh dunia. Batasan hipertensi ditetapkan dan dikenal dengan
ketetapan JNC VII (The Seventh Report of The Joint National Committee on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of Hight Blood Pressure). Menurut
criteria JNC VII, pasien dengan hipertensi dibagi menjadi normal, pre hipertensi,
hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.
Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis adanya
hipertensi (underdiagnosed condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau
dengan gejala ringan bagi mereka yang menderita hipertensi. Sedangkan, hipertensi
ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita
hipertensi akan merusak jantung), ginjal, otak, mata, serta organ tubuh lainnya
sehingga hipertensi disebut sebagai silent killer. Deteksi dini penting dilakukan untuk
mencegah timbulnya berbagai komplikasi. Apabila sudah di diagnosis dengan
hipertensi, seorang pasien harus diedukasi dengan baik mengenai pengaturan pola
hidup yang benar selain dari terapi dengan medikamentosa.
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Fuster V, Walsh RA, ORourke RA, Poole-Wilson P. Hursts The Heart 12th
Edition. New York: Mc Graw Hill; 2012.
2. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser SL, Loscalzo J.
Harrisons Principles of Internal Medicine 18th edition. New York: Mc Graw
Hill; 2012.
3. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds Heart Disease: A
Textbook of Cardiovascular Medicine 8th edition. Philadelphia: Saunders
Elsevier; 2011.
4. Yogiantoro M, Pranawa, Irwanadi C, Santoso D, Mardiana N, Thaha M,
Widodo, Soewanto. Hipertensi. In: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga Rumah Sakit Pendidikan Dr. Soetomo
Surabaya. Surabaya: Airlangga University Press; 2012. p. 210-217.
5. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, et al. National Heart, Lung, and Blood
Institute Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and
Treatment of High Blood Pressure; National High Blood Pressure Education
Program Coordinating Committee. The seventh report of the Joint National
Committee on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Pressure: the JNC 7 report. JAMA. 2003; 289(19):2560-2572.
6. Pickering TG, Hall JE, Appel LJ, Falkner BE, Graves J, Hill MN, Jones DW
et al. Recommendation for Blood Pressure Measurement in Humans and
Experimental Animals. Hypertension. 2013; 45: 142-161.
7. Silbernagl S, Lang F. Color Atlas of Pathophysiology. Stuttgart: Georg
Thieme Verlag; 2011. p. 208-213.
8. Weber MA, Schiffrin EL, White WB, Mann S, Lindholm LH, Kenerson JG,
Flack JM et al. Clinical Practice Guidelines for the Management of
Hypertension in the Community: A Statement by the American Society of
Hypertension and the International Society of Hypertension. The Journal of
Clinical Hypertension. 2014; 16 (1): 14-26.
9. Katzung BG. Basic & Clinical Pharmacology 10th edition. New York: Mc
Graw Hill; 2012.
10. James PA, Oparil S, Carter BL, Cushman WC, Dennison-Himmelfarb C,
Handler J, Lackland DT et al. 2014 Evidence-Based Guideline for the
Management of High Blood Pressure in Adults: Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8). JAMA.
2014; 311 (5): 507-520.
20
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv