Anda di halaman 1dari 15

i

MAKALAH

FIKIH MAWARIS
Tentang
SEBAB-SEBAB PENGHALANG KEWARISAN DALAM ISLAM

DI SUSUN :
KELOMPOK III

NAMA NIM
Rita Sukria : 19050101081
Ici Kurnia Ode : 19050101082
Iis Marlina : 19050101083
Mr. Syarif Hidayatullah : 19050101084

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM


PROGRAM STUDI EKONOMI SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI KENDARI
TAHUN
2021
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “Sebab-Sebab Penghalang Kewarisan Dalam Islam” tepat pada
waktunya. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan serta
ilmu pengetahuan terhadap para pembaca sekaligus penulis mengenai Sebab-
Sebab Penghalang Kewarisan Dalam Islam, penulis mengucapkan banyak
terima kasih kepada Bapak H. Muhammad Iqbal Lc, MHI, selaku dosen bidang
studi Fiqih Mawaris yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang penulis pelajari.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga Penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Saran
yang membangun akan Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Kendari, 17 Maret 2021


Penulis

DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
iii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1

B. Rumusan Masalah......................................................................................2

C. Tujuan.........................................................................................................2

D. Manfaat.......................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................2
A. Pengertian Ahli Waris dan Kewarisan....................................................2

B. Sebab-Sebab Penghalang Kewarisan Dalam Islam................................3

C. Macam-Macam Ahli Waris.......................................................................7

D. Ahli Waris Dzawil Furudh........................................................................8

BAB III PENUTUP .............................................................................................10


A. Kesimpulan...............................................................................................11

B. Saran..........................................................................................................11

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................11

BAB I

PENDAHULUAN
iv

A. Latar Belakang
Harta pusaka yang menjadi warisan sering menjadi salah satu sumber
terjadinya sengketa dalam sebuah keluarga. Terutama untuk menentukan
siapa-siapa yang berhak dan yang tidak berhak mendapatkan warisan
tersebut, yang pada akhirnya dapat menimbulkan keretakan keluarga. Hal ini
dikarenakan adanya pandanganyang diberbeda sesama anggota keluarga,
salah satu pihak dianggap sudah adil dalam pembagian harta warisan
sedangkan dipihak lain masih menganggap tidak adanya keadilan dalam
pembagian harta yang diwariskan tersebut.1 Sehingga dapat memicu adanya
pertengkaran dalam keluarga mengenai pembagian harta warisan.
Oleh karena itu Islam yang merupakan agama universal hadir untuk
mengatur semua tingkah laku manusia, mulai dari permasalahan kecil hingga
masalah yang besar baik semasa hidupnya seseorang maupun setelah
seseorang tersebut meninggal, karena Islam adalah agama rahmatan lil
„alamĪn.2 Segala aturan yang terdapat dalam agama Islam telah ditetapkan
oleh Allah SWT yang disebut dengan hukum syara‟sebagai rahmat bagi
manusia.3 Salah satu aturan yang telah ditetapkan dalam hukum syara‟adalah
hukum waris.
Hukum waris dalam Islam adalah aturan yang mengatur mengenai
perpindahan hak kebendaan atau harta dari orang yang meninggal dunia
(pewaris) kepada ahli warisnya dengan bagian masing-masing yang tidak
sama tergantung kepada status kedekatan hubungan hukum antara pewaris
dengan ahli warisnya. Hal ini senada dengan pendapat Zainuddin Ali yang
mendefinisikan Hukum Kewarisan adalah aturan yang mengatur pengalihan
4
harta dari seseorang yang meninggal dunia kepada ahli warisnya. Hal ini
berarti menentukan siapa-siapa yang menjadi ahli waris, porsi bagian masing-

1 min Husein Nasution, Hukum Kewarisan, (Cet: III. Jakarta: Rajawali Pers, 2014), hlm. 52.
2 Zainuddin Ali, Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,(Jakarta: Sinar
Grafika, 2006), hlm. 4.
3 Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kecana, 2006), hlm. 36.
4 .Zainuddin Ali, Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm.
33.
v

masing ahli waris, menentukan harta peninggalan dan harta warisan bagi
orang yang meninggal dimaksud.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi rumusan
masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja sebab-sebab penghalang kewarisan dalam Islam ?
2. Apa saja macam-macam ahli waris?
3. Siapa saja ahli waris Dzawil Furudh?

C. Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui sebab-sebab penghalang kewarisan dalam Islam.
2. Mengetahui macam-macam ahli waris.
3. Mengetahui ahli waris dzawil furudh.

D. Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bentuk referensi bagi pembaca yang mempelajari fiqih mawaris
2. Sebagai sumber ilmu pengetahuan yang baru sekaligus sarana belajar
bagi para pembaca.

BAB II
PEMBAHASAN
vi

A. Pengertian Ahli Waris dan Kewarisan


Ahli Waris adalah orang-orang yang berhak atas harta warisan yang
ditinggalkan oleh pewaris.5 Dalam Buku Hukum Kewarisan Islam di
Indonesia, Sajuti Thalib memberi definisi, ahli waris adalah orang yang
berhak mendapatbagian dari harta peninggalan.
Kewarisan (al-miras) yang disebut sebagai faraidh berarti bagian
tertentu dari harta warisan sebagaimana telah diatur dalam nash Al-Qur‟an
dan al- hadits. Jadi, pewarisan adalah perpindahan hak dan kewajiban tentang
kekayaan seseorang yang telah meninggal dunia terhadap orang-orang yang
masih hidup dengan bagian-bagian yang ditetapkan dalam nash-nash baik Al-
qur‟an dan alhadits.6

B. Sebab-Sebab Penghalang Kewarisan Dalam Islam


Seseorang terhalang menjadi ahli waris apabila dengan putusan hakim
yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, dihukum karena:
1. Dipersalahkan telah membunuh atau mencoba membunuh atau
menganiaya berat pewaris.
2. Dipersalahkan secara memfitnah telah mengajukan pengaduan bahwa
pewaris telah melakukan suatu kejahatan yang diancam dengan hukuman 5
tahun penjara atau hukuman yang lebih berat.7
Sedangkan menurut hukum islam halangan mewarisi adalah tindakan
atau hal-hal yang dapat menggugurkan hak seseorang untuk mewarisi karena
adanya sebab atau syarat mewarisi. Namun, karena sesuatu maka mereka
tidak dapat menerima hak waris. Hal-hal yang menyebabkan ahli waris
kehilangan hak mewarisi atau terhalang mewarisi adalah sebagai berikut:8
1. Perbudakan
Seseorang yang berstatus sebagai budak tidak mempunyai hak untuk
mewarisi sekalipun dari saudaranya. Sebab segala sesuatu yang dimiliki
budak, secara langsung menjadi milik tuannya.baik budak itu sebagai
5 . Hajar M,Hukum Kewarisan Islam, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2007), cet.ke-1, hlm.32
6 .Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia. h. 17-18.
7 Tim Redaksi Nuansa Aulia, Kompilasi Hukum Islam, (Bandung: Nuansa Aulia, 2008), 55.
8 Rahman, Ilmu Waris...,116.
vii

qinnun (budak murni), mudabbar (budak yang telah dinyatakan merdeka


jika tuannya meninggal), atau mukatab (budak yang telah menjalankan
perjanjian pembebasan dengan tuannya, dengan persyaratanyang
disepakati kedua belah pihak). Alhasil, semua jenis budak merupakan
penggugur hak untuk mewarisi dan hak untuk diwarisi disebabkan mereka
tidak mempunyai hak milik.9
Para ulama sepakat bahwa perbudakan merupakan suatu hal yang
menjadi penghalang mewarisi berdasarkan petunjuk umum dari nash
s}arih yang menafikan kecakapan bertindak seorang hamba dalam segala
bidang, yaitu firman allah swt:10

Artinya:“Dan Allah membuat (pula) perumpamaan: dua orang lelaki yang


seorang bisu, tidak dapat berbuat sesuatupun dan Dia menjadi
beban atas penanggungnya.” (QS. An-Nahl: 76).
2. Pembunuhan
Para fuqaha telah sepakat dalam menetapkan pembunuhan sebagai
penghalang pewarisan. Hanya fuqaha dari golongan khawarij yang
mengingkarinya.Menurut fuqaha aliran Hanafiyah jenis pembunuhan yang
menjadi penghalang kewarisan ialah pembunuhan yang bersanksi qhisas
dan kaffarah.11
Pembunuhan yang bersanksi qisas adalah pembunuhan yang
dilakukan dengan sengaja untuk membunuh, menggunakan alat yang dapat
mematikan.
Adapun pembunuhan yang bersanksi kaffarah yaitu pembunuhan yang
dikenai sanksi pembebasan budak islam atau puasa dua bulan berturut-
turut.
Pembunuhan yang bersanksi kafarah ini ada 3 jenis yaitu:

9 . Muhammad Ali Ash Shabuni, Pembagian Waris Menurut Islam, (Jakarta: Gema Insani Press,
1995), 41.
10 Dian Khairul Umam, Fiqih Mawaris, (Bandung: Pustaka Setia, 2000), 30-31.
11 Amin Husein Nasution, Hukum kewarisan, (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 79
viii

a. Pembunuhan mirip sengaja misalnya sengaja melakukan penganiayaan


dengan pukulan tanpa niat membunuhnya, tetapi ternyata yang dipukul
meninggal dunia.
b. Pembunuhan keliru misalnya seorang pemburu yang menembak mati
sesuatu yang dikira monyet, setelah didekati ternyata manusia.
c. Pembunuhan dianggap keliru misalnya orang yang sedang membawa
benda berat tanpa sengaja terlepas menjatuhi saudaranya hingga mati.
Menurut fuqaha Malikiyah, jenis pembunuhan yang menjadi
penghalang mewarisi ada tiga, yakni sebagai berikut:
a. Pembunuhan dengan sengaja.
b. Pembunuhan mirip sengaja.
c. Pembunuhan tidak langsung yang disengaja, misalnya melepas binatang
buas atau persaksian palsu yang menyebabkan kematian seseorang.
Sedangkan menurut fuqaha Syafi’i, pembunuhan dengan segala cara
dan macamnya tetap menjadi penggugur hak waris. Pembunuhan yang
dilakukan dengan sengaja untuk membunuh dengan menggunakan alat-alat
yang mematikan. Qisas adalah sanksi dari pembunuhan itu.
3. Berlainan Agama
Kedaan berlainan agama menghalangi seseorang memperoleh harta
warisan. Dalam hal ini yang dimaksud ialah antara ahli waris dengan
muwarist yang beda agama . ini sudah disepakati oleh seluruh ulama ,
semua ulama telah sepakat seorang muslimtidak dapat mewarisi ataupun
diwarisi oleh orang non muslim, apapun agamanya. Apabila seorang ahli
waris yang berbeda agama beberapa saat setelah meninggalnya pewaris
lalu masuk Islam, sedangkan peninggalan sebelum dibagi-bagikan maka
seorang ahli waris yang baru masuk Islam itu tetap terhalang untuk
mewarisi, sebab timbulnya hak mewarisi tersebut adalah sejak adanya
kematian orang yang mewariskan, bukan saat kapan dimulainya
pembagian harta peninggalan.
Demikian juga dengan orang murtad (orang yang meninggalkan/ keluar
dari agama Islam) mempunyai kedudukan yang sama, yaitu tidak mewarisi
ix

harta peninggalan keluarganya yang beragama Islam. Orang yang murtad


tersebut berarti telah melakukan kejahatan terbesar yang telah memutuskan
shilah syari’ah.12 Oleh karena itu, para fuqaha telah sepakat bahwa orang
murtad tidak berhak menerima harta warisan dari kerabatnya yang
beragama Islam.13 Jumhur fuqaha berpendapat bahwa orang yang murtad,
baik laki-laki atau perempuan tidak berhak atas harta peninggalan dari
muwarith yang beragama Islam, murtad atau kafir begitupun sebaliknya
4. Berlainan Negara
Berlainan Negara antara sesama muslim yang dimaksud adalah ibarat
suatu daerah yang ditempat tinggali oleh muwarrist dan ahli waris, baik
daerah itu berbentuk kesultanan, kerajaan, maupun repuplik.
Dua negara bisa dikatakan berlainan negara menurut Ibnu Abidin
ditandai dengan 3 (tiga) ciri sebagai berikut:
a. Angkatan perangnya berlainan. Artinya setiap negara mempunyai
kesatuan angkatan perang tersendiri.
b. Kepala negaranya berlainan. Yakni setiap negara mempunyai kepala
negara sendiri, baik kepala negranya bernama sultan, raja maupun
presiden.
c. Tidak ada keterikatan kekuasaan satu sama lain. Jika salah satu dari dua
negara yang masing-masing mempunyai kepala negaradan angkatan
perang sendiri mengadakan peperangan dengan negara yang lain, maka
kedua negara tersebut merupakan dua negarayang berbeda-beda, sebab
ikatan kekuasaan negara tersebut sudah terputus oleh karena adanya
permusuhan.
Menurut jumhur ulama’ tidak menjadi penghalang mewarisi dengan
alasan hadis yang melarang warisan antara dua orang yang berlainan
agama. Maf|hum mukha>lafah-nya bahwa ahli waris dan pewaris yang
sama agamanya dapat saling mewarisi meskipun berbeda negaranya. Dua
negara dikatakan berbeda ditandai dengan adanya tiga ciri berikut:44yakni

12 . Moh. Muhibbin dan Abdul Wahid, Hukum Kewarisan...,78-79.


13 . Ibnu Rusyd, Analisa Fiqih Para Mujtahid (Terjemahan Bidayatul Mujtahid), Juz III, (Jakarta:
Pustaka Imami, 2002), 497.
x

berlainan menurut hukumnya, berlainan menurut hakikatnya dan berlainan


menurut hakikat sekaligus hukumnya.
Memperoleh hak waris tidak cukup hanya karena adanya penyebab
kewarisan, tetapi pada seseorang itu juga harus tidak ada penyebab yang
dapat menghalanginya untuk menerima warisan. Karena itu orang yang
dilihat dari aspek penyebab-penyebab kewarisan sudah memenuhi syarat
untuk menerima warisan, tetapi jika ia dalam keadaan dan atau melakukan
sesuatu yang menyebabkan dia tersingkir sebagai ahli waris.14 Dalam
hukum Islam secara umum faktor penghalang hak waris terdapat beberapa
sebab yaitu:15
a. Ahli waris yang membunuh pewaris, tidak berhak mendapatkan warisan
dari keluarga yang dibunuhnya.
b. Ahli waris yang murtad tidak berhak mendapat warisan dari
keluarganya yang beragama Islam, demikian pula sebaliknya.
c. Orang kafir tidak berhak menerima warisan dari keluarga yang
beragama Islam.

C. Macam-Macam Ahli Waris


Ahli waris ada dua macam, pertama ahli waris nasabiyah yaitu ahli
waris yang hubungan kewarisannya didasarkan karena hubungan darah
(kekerabatan). Kedua ahli waris sababiyah yaitu ahli waris yang hubungan
kewarisannya karena suatu sebab, yaitu sebab pernikahan dan memerdekakan
budak.16
a. Ahli waris nasabiyah
Kelompok ahli waris berdasarkan hubungan darah (nasabiyah)
meliputi empat kelompok:
1. Ayah dan seterusnya ke atas
2. Anak dan seterusnya ke bawah
3. Saudara dan anak-anaknya

14 Abdul Ghofur Anshori, Op.Cit., hlm.39


15. Eman Suparman, Op. Cit., hlm.2.
16 Ahmad Rofik, Op. Cit, hal. 30
xi

4. Paman dan anak-anaknya


Rincian dari ahli waris nasabiyah ini adalah sebagai berikut:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki dst.
3. Ayah
4. Kakek dari ayah dst
5. Saudara (Sekandung, seayah dan seibu)
6. Anak laki-laki dari saudara sekandung dan seayah
7. Paman (saudara sekandung atau seayah dari ayah)
8. Anak laki-laki dari paman sekandung atau seayah dengan ayah
b. Ahli Waris Sababiyah
Ahli waris sababiyah adalah ahli waris yang dihubungkan dengan
muwarits melalui dua sebab, yaitu:
a. Pernikahan
b. Perbudakan
Dari sebab pernikahan ada dua orang ahli waris, yaitu:
a. Suami (janda)
b. Isteri (duda)
Sementara dari sebab perbudakan, ada dua golongan, yaitu:
a. Maula mu’tiq
b. Ashabah li Maula Mu’tiq yang mendapatkan warisan ketika si
maula mu’tiq meninggal dunia.
D. Ahli Waris Dzawil Furudh
Ahli waris ashab al-furudh adalah ahli waris yang bagiannya telah
ditetapkan secara pasti dalam al-Qur’an dan haditst nabi. Mereka menerima
harta warisan dalam urutan yang pertama, atau ahli waris yang secara hukum
syara’ berhak menerima warisan karena tidak ada yang menutupnya. Ahli
waris ashabul furudh terdiri dari dua belas orang, yang terdiri dari delapan
orang perempuan dan empat orang laki-laki dan bagian-bagian tertentu ada
enam macam, yaitu :
a. Seperdua (1/2)
xii

b. Seperempat (1/4)
c. Seperdelapan (1/8)
d. Dua pertiga (2/3)
e. Sepertiga (1/3)
f. Seperenam (1/6).17
Adapun ahli waris tersebut adalah :
1. Anak perempuan mendapat:
a. 1/2 Jika sendirian dan tidak bersama anak laki-laki
b. 2/3 Jika dua orang atau lebih dan tidak bersma dengan anak laki-laki.
2. Cucu perempuan mendapat:
a. 1/2 Jika sendirian dan tidak bersama cucu laki-laki
b. 2/3 Jika dua orang atau lebih adan tidak bersama dengan cucu
lakilaki.
c. 1/6 Jika bersama seorang anak perempuan.
3. Ibu, mendapat:
a. 1/6 Jika ada anak atau cucu atau dua orang bersaudara atau lebih
b. 1/3 Jika tidak menggilkan anak atau cucu atau dua orang saudara
atau lebih
c. 1/3 dari sisa bila ahli waris terdiri dari ayah, ibu, suami atau istri.
4. Ayah, mendapat:
a. 1/6 Jika ada anak laki-laki atau cucu laki-laki
b. 1/6 Jika + sisa jika tidak ada anak laki-laki dan cucu laki-laki
5. Suami, (duda), mendapat:
a. 1/2 Jika tidak meninggalkan anak atau cucu
b. 1/4 Jika ada anak atau cucu
6. Istri, (janda), mendapat:
a. 1/4 Jika tidak ada anak atau cucu
b. 1/8 Jika ada anak atau cucu
7. Saudara perempuan seayah mendapat:

17 Muhammad Rifa’i, 1978, Terjemahan Kifayatul Akhyar, Toha Putra, Semarang, hal. 249.
xiii

a. 1/2 Jika sendiri dan tidak ada saudara laki-laki maupun saudara
perempuan seayah
b. 2/3 Jika lebih dari seorang dan tidak bersama saudara laki-laki atau
saudara perempuan seayah
c. 1/6 Jika bersama dengan dengan saudara perempuan kandung
8. Saudara perempuan se ibu, mendapat:
a. 1/6 Jika jika sendirian saja
b. 1/3 Jika ada seorang laki-laki maupun perempuan
9. Saudara perempuan kanduang, mendapat:
a. 1/2 Jika sendirian dan tidak ada saudara laki-laki
b. 2/3 Jika lebih dari seorang dan tidak bersama saudara laki-laki
10. Saudar laki-laki seibu mendapat:
a. 1/6 Jika seorang saja
b. 1/3 Jika dua orang atau lebih
11. Kakek, mendapat:
a. 1/6 Jika ada anak atau cucu + sisa bila tidak ada anak atau cucu
lakilaki
b. 1/6 + sisa harta bila bersamanya anak atau cucu perempuan
12. Nenek, mendapat:
a. 1/6 selama tidak terhijab oleh ahli waris yang lain

BAB III
PENUTUP
xiv

A. Kesimpulan
Ahli Waris adalah orang-orang yang berhak atas harta warisan yang
ditinggalkan oleh pewaris.18 Dalam Buku Hukum Kewarisan Islam di
Indonesia, Sajuti Thalib memberi definisi, ahli waris adalah orang yang
berhak mendapatbagian dari harta peninggalan. Kewarisan (al-miras) yang
disebut sebagai faraidh berarti bagian tertentu dari harta warisan sebagaimana
telah diatur dalam nash Al-Qur‟an dan al- hadits. Jadi, pewarisan adalah
perpindahan hak dan kewajiban tentang kekayaan seseorang yang telah
meninggal dunia terhadap orang-orang yang masih hidup dengan bagian-
bagian yang ditetapkan dalam nash-nash baik Al-qur‟an dan alhadits.

B. Saran
Dengan adanya beberapa uraian di atas, maka penulis memberikan saran
untuk menjadi bahan pertimbangan yakni hendaknya setiap pembagian
warisan harus dipahami apa sebab- sebab orang yang tidak bisa menerima
harta warisan.

DAFTAR PUSTAKA

Nasution Husein Min, 2014. Hukum Kewarisan, Jakarta: Rajawali Pers.


18. Hajar M,Hukum Kewarisan Islam, (Pekanbaru: Alaf Riau, 2007), cet.ke-1, hlm.32
xv

Ali Zainuddin, 2006. Hukum Islam, Pengantar Ilmu Hukum Islam di Indonesia,
Jakarta: Sinar Grafika.

Syarifuddin Amir, 2006. Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Kecana.

Ali Zainuddin, 2009. Pelaksanaan Hukum Waris di Indonesia, Jakarta : Sinar


Grafika.

M Hajar, 2007. Hukum Kewarisan Islam, Pekanbaru: Alaf Riau.

Habiburrahman, Rekonstruksi Hukum Kewarisan Islam di Indonesia.

Tim Redaksi Nuansa Aulia, 2008. Kompilasi Hukum Islam, Bandung: Nuansa
Aulia.

Shabuni Ash Ali Muhammad, 1995. Pembagian Waris Menurut Islam, Jakarta:
Gema Insani Press.

Umam Khairul Dian, 2000. Fiqih Mawaris, Bandung: Pustaka Setia.

Nasution Husein Amin, 2012. Hukum kewarisan, Jakarta: Rajawali Pers.

Rusyd Ibnu, 2002. Analisa Fiqih Para Mujtahid Terjemahan Bidayatul Mujtahid,
Juz III, Jakarta: Pustaka Imami.

Rifa’i Muhammad, 1978, Terjemahan Kifayatul Akhyar, Toha Putra, Semarang.

M Hajar, 2007. Hukum Kewarisan Islam, Pekanbaru: Alaf Riau.

Anda mungkin juga menyukai