Anda di halaman 1dari 28

KEKUASAAN DAN PROSES

KEBIJAKAN

Ruswan
G2U120002
APAKAH KEKUASAAN ITU?
Kekuasaan pada umumnya dipahami sebagai kemampuan
untuk mencapai hasil yang diharapkan –– untuk
‘‘melakukan’’ sesuatu. Dalam penyusunan kebijakan,
konsep kekuasaan secara khusus dipertimbangkan dalam
suatu pemikiran hubungan ““memiliki kekuasaan”” atas
orang lain. Kekuasaan dilaksanakan pada saat A meminta B
melakukan sesuatu yang tidak akan dilakukan B
sebelumnya. Si A dapat meraih tujuan akhir atas B ini
melalui beberapa cara yang dikategorikan menjadi tiga
dimensi kekuasaan: kekuasaan dalam pengambilan
keputusan, kekuasaan untuk tidak membuat keputusan;
dan kekuasaan sebagai pengendalian pikiran.
KEKUASAAN SEBAGAI PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Kekuasaan dalam pengambilan keputusan menekankan
pada tindakan individu atau kelompok yang
mempengaruhi pemutusan kebijakan. Penelitian Rober
Dahl, Who Governs? (Siapa yang berkuasa?), melihat
kepada siapa yang membuat keputusan penting atas
isu−isu yang terjadi di New Haven, Connecticut, Amerika
(Dahl, 1961). Ia menyimpulkan tentang siapa yang
berkuasa dengan mengkaji preferensi (keinginan)
kelompok − kelompok berkepentingan dan
membandingkannya dengan hasil kebijakan. Ia
menemukan bahwa ada perbedaan sumber daya yang
memberi kekuasaan kepada warga masyarakat dan
kelompok berkepentingan dan sumber daya ini tidak
didistribusikan dengan merata: meski sejumlah individu
memiliki kekayaan sumber daya politik, mereka menjadi
miskin dalam aspek lainnya.
KEKUASAAN SEBAGAI BAHAN PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
Pemberi kritik atas pengkajian Dahl
mengatakan bahwa pengkajiannya tersebut
hanya berfokus pada isu−isu kebijakan yang
dapat diamati dan tidak memperhatikan
dimensi kekuasaan lain yang penting karena
pengkajiannya tersebut melupakan adanya
kemungkinan bahwa kelompok− kelompok
dominan mengeluarkan pengaruh mereka
dengan membatasi agenda kebijakan kepada
pemikiran−pemikiran yang dapat diterima.
Bachrach dan Barats (1962) berpendapat bahwa ‘‘kekuasaan juga
dilakukan ketika A mengeluarkan tenaganya untuk menciptakan
atau memberlakukan nilai−nilai sosial dan politik serta
kegiatan−kegiatan kelembagaan yang dapat membatasi lingkup
proses politik hanya pada pemikiran umum dari isu−isu tersebut
yang tidak membahayakan A’’. Akibatnya, kekuasaan sebagai
latar belakang agenda menyoroti cara para kelompok berkuasa
mengendalikan agenda tetap menjadi isu yang mengancam di
bawah layar radar kebijakan. Diutarakan dengan cara berbeda,
kekuasaan sebagai bukan pembuat keputusan mencakup
kegiatan yang membatasi lingkup pembuatan keputusan untuk
menyelamatkan isu dengan merubah nilai−nilai masyarakat yang
dominan, mitos dan lembaga serta prosedur politik’’ (Bachrach
dan Barats 1963). Dalam dimensi kekuasaan ini, beberapa isu
tetap tersembunyi dan gagal memasuki arena politik.
  
KEKUASAAN SEBAGAI PENGENDALI PIKIRAN

Steven Lukes (1974) menggambarkan kekuasaan


sebagai pengendali gagasan. Dengan kata lain,
kekuasaan berfungsi sebagai kemampuan untuk
mempengaruhi orang lain dengan membentuk
keinginan mereka. Dalam dimensi ini, ““A
melakukan kekuasaan kepada B pada saat A
mempengaruhi B dengan cara yang tidak sesuai
dengan keinginan B’’. Sebagai contoh, orang−orang
miskin memberikan suara kepada Presiden Bush
pada tahun 2004 meskipun kebijakan dalam
negerinya tidak sesuai dengan keinginan mereka.
 
POLUSI UDARA YANG TIDAK TERPOLITIK
Pada tahun 1960an, Matthew Crenson berusaha untuk
menjelaskan mengapa polusi udara tidak menjadi isu
di banyak kota di Amerika. Secara khusus, ia
mengidentifikasi hubungan antara polusi udara yang
diabaikan dan karakter dari pemimpin politik dan
lembaga. Pendekatan yang digunakan Crenson
menjelaskan mengapa ada hal−hal yang tidak terjadi,
sangat berbeda dengan pendekatan Dahl yang lebih
melihat pada apa yang mereka lakukan (1961).
Crenson mengadopsi strategi ini untuk menguji
apakah penelitian terhadap ketidakaktifan politik
(tidak membuat keputusan) akan memberikan
gagasan baru pada cara berpikir tentang kekuasaan.
SIAPA YANG MEMPUNYAI KEKUASAAN?
Tiga ““dimensi”” kekuasaan memberikan
cara pandang yang berbeda tentang siapa
yang memegang kekuasaan dan seberapa luas
pembagiannya dalam proses kebijakan. Tidak
ada jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini
karena penyebaran pengaruh akan
bergantung pada isi dan konteks dari
kebijakan tertentu. Sebagai contoh: di
sebuah negara dimana tembakau
memberikan proporsi terbesar pendapatan
domestik bruto dan merupakan sumber
pendapatan negara yang bernilai.
PLURALISME
 
Pluralisme merupakan kelompok dominan dari pemikiran teoritis
dalam pembagian kekuasaan dalam demokrasi liberal. Dalam
bentuk klasik, pluralisme berpendapat bahwa kekuasaan tersebar
diseluruh masyarakat. Tidak ada satu kelompok yang memegang
kekuasaan mutlak dan negara memutuskan diantara
kepentingan−kepentingan yang bersaing dalam perkembangan
kebijakan.
 Sifat kunci dari pluralisme adalah:
 Membuka persaingan pemilihan diantara sejumlah
partai politik
 Kemampuan para individu untuk menata diri mereka
sendiri kedalam kelompok penekan dan partai politik
 Kemampuan kelompok penekan untuk mengeluarkan
pendapat mereka secara bebas
 Keterbukaan negara untuk melobi seluruh kelompok
penekan
 Negara sebagai wasit yang netral dalam mengadili
tuntutan−tuntutan yang saling bersaing
 Meskipun masyarakat memiliki kelompok elit, tidak ada
satu kelompok yang mendominasi sepanjang waktu
Untuk kalangan pluralis, kebijakan kesehatan muncul
sebagai hasil dari konflik dan tawar− menawar diantara
sejumlah besar kelompok−kelompok yang terbentuk
untuk melindungi kepentingan khusus dari anggotanya.
Negara memilih dari setiap gagasan dan usulan yang
diajukan oleh kelompok berkepentingan sesuai dengan
apa yang terbaik untuk masyarakat.
PILIHAN RAKYAT
 
Para ahli teori pilihan rakyat sepakat dengan para pluralis
bahwa masyarakat terbentuk dari kelompok−kelompok yang
bersaing untuk meraih tujuan masing−masing. Tetapi mereka
mempermasalahkan kenetralan negara. Para ahli teori pilihan
rakyat menyatakan bahwa negara sendiri merupakan suatu
kelompok berkepentingan yang berkuasa atas proses kebijakan
untuk meraih kepentingan pelaksana negara: para pejabat
terpilih dan pegawai pemerintahan. Untuk tetap berkuasa, para
pejabat terpilih berusaha untuk memfasilitasi
kelompok−kelompok dengan anggaran, barang, jasa dan
peraturan yang mendukung dengan harapan bahwa
kelompok−kelompok ini akan tetap menjadikannya berkuasa.
Sama halnya, pejabat pemerintah menggunakan lembaga dan
kedekatan mereka untuk para pembuat keputusan politik untuk
memperoleh ““sewa”” dengan menyediakan akses khusus kepada
sumber daya umum dan peraturan−peraturan yang sesuai
dengan keinginan kelompok tertentu.
Para ahli teori pilihan rakyat berpendapat bahwa
sikap mementingkan kepentingan sendiri dari
para pejabat negara akan menimbulkan suatu
kebijakan yang dipahami oleh kelompok
kepentingan tertentu. Akibatnya, kebijakan akan
terpecah secara ekonomi dan tidak sesuai
dengan kepentingan umum. Para kritikus
menyatakan bahwa pilihan rakyat terlalu
menekankan pada kekuasaan birokrasi dalam
proses kebijakan dan didorong oleh ideologi
sebagai oposisi untuk meningkatkan pengeluaran
publik dan pemerintahan yang besar.
ELITISME
Ahli teori elitisme menyatakan bahwa kebijakan
  didominasi oleh minoritas istimewa. Mereka
berpendapat kebijakan umum menggambarkan nilai dan
kepentingan dari para elit atau aristokrat, bukan
““rakyat”” seperti yang dianggap oleh pluralis. Para elit
modern mempertanyakan sampai dimana sistem politik
modern mencapai cita−cita demokrasi yang dinyatakan
oleh kaum pluralis liberal. Dalam hal kebijakan
kesehatan, apakah teori elitisme terlalu menekankan pada
kemampuan para elit untuk memegang kekuasaan? Tentu
saja, kebanyakan kebijakan kesehatan dianggap tidak
begitu penting secara marginal, dan akibatnya, teori
elitisme tidak akan berguna untuk menunjukkan kekuasaan
dalam kebijakan kesehatan.
Isu−isu marginal seperti itu sering disebut sebagai
““politik rendah””. Namun, pembaca akan melihat banyak
contoh dalam buku ini yang menunjukkan bahwa kaum elit
memiliki pengaruh kuat dalam penyusunan kebijakan yang
relatif dianggap rendah Dapat disimpulkan bahwa untuk
para ahli teori elitisme, kekuasaan dapat didasarkan pada
beragam sumberdaya: kekayaan, hubungan keluarga,
keahlian teknis, atau lembaga. Namun, yang tak kalah
penting adalah untuk satu anggota kalangan elit,
kekuasaan tidak mungkin tergantung pada satu sumber
saja.
 
LOBI LAYANAN KESEHATAN DI AMERIKA
Pada tahun 2000, para pelobi layanan kesehatan mengeluarkan
dana 237 juta dolar, lebih besar daripada industri mana pun, untuk
mempengaruhi para wakil dan senator, eksekutif dan badan federal
lainnya di tingkat nasional. Dari jumlah ini, perusahaan obat dan
perlengkapan medis menyumbang lebih dari sepertiganya (96 juta
dolar); dokter umum dan profesi kesehatan lainnya (46 juta dolar),
rumah sakit dan panti kesehatan (40 juta dolar); perusahaan
asuransi kesehatan dan managed−care (31 juta dolar); advokasi
penyakit dan organisasi kesehatan masyarakat (12 juta dolar).
Semakin besar jumlah pendanaan, semakin besar pula kemungkinan
para kelompok ini untuk mengajukan pendapat mereka kepada
legislator. Para dokter yang memberi komentar pada penelitian ini
menunjukkan kekhawatiran mereka bahwa ‘‘kebijakan kesehatan
berada dalam resiko terlalu dipengaruhi oleh kelompok kepentingan
tertentu yang dapat menyediakan sumberdaya keuangan yang
paling besar.’’ (Kushel dan Bindman 2004).
PELAKSANAAN KEBIJAKAN SESUAI GENDER
Di India teknologi ultrasound pra−kelahiran yang pertama kali
dikenalkan untuk mengidentifikasi komplikasi bawaan, telah
merubah preferensi budaya mengarah ke keturunan laki− laki
menjadi sebuah proses dimana orang−orang yang mampu
melakukan scan, yang jumlahnya semakin meningkat, dapat
memilih janin laki−laki selama kehamilan dan memilih untuk
mengaborsi janin perempuan. Hal ini telah berakibat pada
peningkatan perbandingan jenis kelamin di negara tersebut.
Sensus tahun 2001 menunjukkan perbandingan jenis kelamin
nasional (usia 0−6 tahun) 933wanita berbanding 1000 pria
(sedangkan orang lain akan berharap perbandingan yang seimbang
antara jumlah wanita dan pria dalam masyarakat dengan
kesetaraan gender). Sejumlah negara memiliki angka perbedaan
yang lebih tinggi. Misalnya, laporan dari Punjab menunjukkan
perbandingan 792 wanita berbanding 1000 pria pada kelompok
usia tersebut.
  
Untuk menanggapi masalah tersebut, pemerintah
federal mengeluarkan Undang−undang Tehnik
Diagnosa Pra−kelahiran tahun 1994. Sedikit yang
dilakukan untuk melaksanakan undang− undang
sampai dengan tahun 2001 ketika sebuah LSM
melaporkan kepentingan masyarakat ke
Mahkamah Agung. Mahkamah memerintahkan
sejumlah negara bagian untuk melakukan
tindakan (menyita mesin tanpa surat ijin di
klinik) tetapi seorang tokoh demografi tetap
yakin bahwa undang− undang tersebut
benar−benar tidak efektif dilaksanakan.
REFORMASI PEMBIAYAAN KESEHATAN INTERNASIONAL:
DIDOMINASI OLEH SEBUAH ELIT?
Dalam usaha untuk menggambarkan dampak globalisasi
pada proses penyusunan kebijakan kesehatan, Lee dan
Goodman (2002) melakukan pengkajian empiris terhadap
reformasi pembiayaan layanan kesehatan pada tahun
1980−an dan 1990−an. Meski nampak bahwa kebanyakan
para pelaku non pemerintah semakin terlibat dalam
pemberian pelayanan dan pendanaan layanan kesehatan,
tidak terlalu jelas apakah perbedaan besar ini
direfleksikan dalam debat dan penyusunan kebijakan
kesehatan. Lee dan Goodman merasa skeptis dengan
pendapat yang menganggap bahwa globalisasi telah
meningkatkan besarnya suara dan keanekaragaman suara
dalam proses kebijakan, oleh karenanya mereka mencoba
menentukan siapa yang bertanggung jawab atas gagasan
dan isi dari kebijakan pembiayaan layanan kesehatan.
KEKUASAAN DAN SISTEM
POLITIK
Sistem politik berkaitan dengan
keputusan−keputusan mengenai barang apa, jasa
apa, kebebasan, hak dan keistimewaan apa yang
hendak diberikan (atau tidak) dan kepada siapa
akan diberikan (atau tidak). Lingkungan
mempengaruhi sistem politik karena lingkungan
menyediakan kesempatan, sumber−daya,
tantangan dan hambatan terhadap keputusan
politik. Sebagai contoh: terjadi kekurangan
tenaga perawat. Kekurangan ini dapat
menyebabkan suatu tindakan (keputusan
kebijakan) dari sistem politik untuk mengatasi
kekurangan tersebut.
MEMBEDAKAN SISTEM-SISTEM POLITIK:
PARTISIPASI, KEUNTUNGAN DAN KETERBUKAAN

Secara umum, warga masyarakat dapat berpartisipasi


secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
kebijakan. Partisipasi langsung menggambarkan usaha
untuk mempengaruhi kebijakan secara tatap muka atau
bentuk kontak pribadi lainnya dengan penyusun
kebijakan. Sebagai contoh, lembaga konstitusi dapat
bertemu dengan perwakilan parlemen mereka untuk
membahas pilihan−pilihan untuk mengurangi panjangnya
antrian pada rumah sakit setempat. Partisipasi tidak
langsung mengacu pada tindakan−tindakan yang dilakukan
perorangan untuk mempengaruhi pilihan wakil−wakil
pemerintah. Hal ini sering kali dilakukan dengan
bergabung pada partai politik, kampanye untuk partai
tertentu atau orang tertentu dan memberikan hak suara
dalam pemilu.
PENGAMBILAN KEPUTUSAN DIDALAM
‘‘KOTAK HITAM’’

Sekarang, pikirkan tiga pendapat yang berbeda


mengenai pengambilan keputusan dengan tujuan agar
memahami implikasi mereka pada penyusunan kebijakan
kesehatan. Ada perdebatan terus menerus antara para
ahli teori yang menggambarkan pengambilan keputusan
sebagai suatu ‘‘proses rasional’’, dan ahli lain
mengacu pada model ‘‘incremental’’
(tambahan) yang menggambarkan suatu proses dimana
para pengambil keputusan bergulat untuk menanggapi
pengaruh politik, serta upaya pihak lain untuk
menyatukan kedua pandangan ini. Kasus penyakit
syphilis bawaan digunakan untuk menggambarkan
pendekatan−pendekatan yang berbeda untuk memahami
pengambilan keputusan tetapi isu kesehatan apapun
dapat digunakan.
MODEL RASIONAL DALAM PENGAMBILAN
KEPUTUSAN: APAKAH TERLALU IDEALIS?

Sering sekali diasumsikan bahwa kebijakan−kebijakan dan


keputusan−keputusan dibuat atau diambil melalui cara yang
rasional. Model rasional dalam pengambilan keputusan
terkait dengan pemikiran Simon (1957) tentang bagaimana
seharusnya sebuah organisasi mengambil keputusan.
Pertama−tama, para pengambil keputusan perlu
mengidentifikasi sebuah masalah yang perlu dipecahkan dan
memisahkannya dari yang lain. Sebagai contoh: di Sub−Sahara
Afrika, angka rata−rata infeksi sifilis pada ibu−ibu hamil di
beberapa daerah adalah 10%. Untuk memisahkan masalah
tersebut dari yang lain, pengambil keputusan mungkin harus
memutuskan apakah ini betul−betul kenaikan atau hasil dari
perbaikan kapasitas penemuan dan apakah perhatian mereka
lebih ke infeksi pada anak−anak atau dengan beban penderita
sifilis masyarakat yang lebih umum.
Kedua, tujuan−tujuan, nilai−nilai dan
objektif−objektif para pembuat keputusan perlu
diklarifikasi dan dirangking. Sebagai contoh:
apakah para pembuat kebijakan lebih memilih
untuk mengurangi peristiwa sifilis turunan atau
bawaan dengan memeriksa semua ibu−ibu hamil
(sebuah strategi yang mungkin wajar) atau hanya
memeriksa ibu−ibu hamil yang beresiko tinggi
(sebuah strategi yang mungkin jadi lebih cost
effective)?
Ketiga, para pengambil keputusan membuat daftar
semua strategi alternatif untuk mencapai tujuan
mereka.
Tergantung negaranya, strategi seperti itu mungkin
termasuk:
 Memperluas ruang lingkup perawatan sebelum
melahirkan, meningkatkan angka perempuan−
perempuan yang mencari perawatan pada awal
kehamilan mereka, dan melatih para penyedia
pelayanankesehatan untuk memberikan pemeriksaan
sifilis yang efektif dan manajemen sifilis. 
 Memberi bantuan perawatan perkiraan awal sifilis untuk
semua ibu−ibu hamil.
 Menargetkan perawatan perkiraan sifilis untuk kelompok
beresiko tinggi.
 Mengontrol penyakit kelamin menular di masyarakat
melalui, sebagai contoh: promosi penggunaan kondom.
Langkah keempat akan melibatkan para
pengambil keputusan yang rasional
melakukan analisa yang komprehensif atas
semua akibat dari tiap−tiap alternatif. Dalam
hal sifilis turunan/bawaan, para pengambil
keputusan perlu menghitung pengurangan
insiden penyakit dan biayanya di setiap
alternatif (beberapa telah kita daftar
diatas). Usaha menghitung seberapa luas
intervensi itu dapat mencapai tujuan dan
biaya−biayanya bisa menjadi hal yang cukup
rumit.
MODEL INCREMENTAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN:
LEBIH REALISTIS TAPI TERLALU KONSERVATIF
Model incremental menyajikan penjelasan yang lebih realistis
dibandingkan model rasional dalam pengambilan keputusan, model ini
juga menjadi bahan kritikan tajam. Salah satu kritik atas model ini
berkenaan dengan ketidakmampuannya menjelaskan fundamental dan
seradikal apa keputusan diambil. Jika pengambilan keputusan hanya
meliputi langkah−langkah pemeriksaan kecil dari kebijakan yang ada,
bagaimana bisa menjelaskan kebijakan yang meliputi reformasi
fundamental keseluruhan sistem layanan kesehatan? Sebagai
keterbatasan pada kapasitas deskriptifnya, pendekatan incremental
menyangkut tentang posisi preskriptif dan normatifnya dalam
pembuatan kebijakan. Akibatnya, inkrementalisme menganjurkan
pendekatan konservatif dalam pengambilan keputusan. Para pembuat
kebijakan dicegah untuk melanjutkan strategi yang menghasilkan
pemaksimalan tujuan jika dihadapkan ke berbagai keinginan yang
menolak. Perubahan yang strategis kemungkinan besar ditentang
walaupun sangat dibutuhkan. Pendekatan inkremental cenderung tidak
meningkatkan inovasi atau tidak memajukan secara signifikan dan
mungkin menjadi tidak adil karena memilih yang lebih berkuasa.
PENDEKATAN ““MIXED SCANNING”” PADA
PENGAMBILAN KEPUTUSAN: JALAN TENGAH
 
Menerapkan model mixed scanning pada pembuatan kebijakan
penyakit sifilis bawaan mungkin menggambarkan praktek model
ini digunakan dibeberapa negara. Di satu pihak, Departemen
Kesehatan melakukan latihan yang bertujuan untuk mengukur
dan menghitung keseluruhan beban penyakit sehubungan dengan
kategori penyakit utama berdasarkan periodenya. Kegiatan ini
dasar untuk memprioritaskan program−program penyakit khusus
dan menetapkan sasaran kasar untuk alokasi sumber
daya−sumber daya di berbagai kategori pengeluaran. Di sisi lain,
manajer−manajer program penyakit khusus melaksanakan analisa
yang lebih rinci atas pilihan−pilihan yang tersedia sehubungan
dengan dana intervensi tertentu. Bagaimanapun, pada
prakteknya, negara yang terbatas sumber dayanya, pengambilan
keputusan dilanjutkan dengan cara yang lebih tidak terstruktur,
baik melalui arah yang tidak direncanakan atau sebagai respons
pada tekanan atau kesempatan politik atau ketersediaan dana
yang disediakan oleh kepentingan global.
  
SEKIAN DAN TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai