Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

WUDHU, TAYAMUM, MANDI BESAR DAN DARAH YANG KELUAR DARI


RAHIM PEREMPUAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas dari Mata Kuliah Fiqh I
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Oyo S. Mukhlas, M.Si.

Disusun Oleh :

Disusun Oleh :

Hanifa Nurazizah PAI/ II A 020.011.0007


Lutfi Muhammad Salam PAI/ II A 020.011.0013

FAKULTAS TARBIYAH
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM SILIWANGI BANDUNG
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Kuasa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah
Fiqh yang alhamdulillah tepat pada waktunya. Makalah ini tidak akan terwujud tanpa
adanya kerjasama dari berbagai pihak, maka dari itu kami ucapkan terimakasih kepada
semua anggota kelompok kami yang antusias dalam membuat makalah ini.
Penyusunan makalah ini ditujukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Fiqih I dengan tema “Wudhu, Tayamum, Mandi Besar dan Darah yang Keluar dari
Rahim Perempuan” harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan
bagi kami dan tentunya kepada pembaca. Kami mengakui bahwa makalah ini belum
sempurna dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu kami berharap kritik dan saran
yang bersifat membangun untuk menyempurnakan makalah ini.
Akhir kata kami ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan
dukungan dan partisipasinya terutama kepada keluarga, teman, dan dosen. Semoga
makalah ini bermanfaat dan menginspirasi bagi pembaca.

Cipeundeuy, 03 Maret 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.....................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................2
BAB II.......................................................................................................................3
PEMBAHASAN.......................................................................................................3
A. Wudhu................................................................................................................3
1. Syarat Wudhu................................................................................................3
2. Fardhu/Rukun Wudhu...................................................................................3
3. Sunnah Wudhu..............................................................................................3
4. Batal Wudhu.................................................................................................4
B. Tayamum...........................................................................................................5
1. Syarat Tayamum.............................................................................................5
2. Fardhu/Rukun Tayamum................................................................................5
3. Sunnah Tayamum...........................................................................................5
4. Batal Tayamum..............................................................................................5
C. Mandi Besar.......................................................................................................6
1. Sebab Mandi Besar.......................................................................................6
2. Fardu/Rukun Mandi Besar...........................................................................6
3. Sunnah Mandi Besar....................................................................................6
4. Larangan .......................................................................................................7
5. Mandi yang di Sunnahkan.............................................................................7
D. Darah yang Keluar dari Rahim Perempuan..................................................8
1. Darah Haid....................................................................................................8
2. Darah Nifas...................................................................................................9

ii
3. Darah Istihadhah...........................................................................................10
BAB III......................................................................................................................12
PENUTUP.................................................................................................................12
A. Kesimpulan.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ibadah adalah tugas dan kewajiban hidup manusia, sebagai perwujudan status
dirinya sebagai makhluk Allah yang paling mulia. Hakikat ibadah adalah
menyadari diri hina dihadapan Allah yang Maha Mulia dan hanya Dia-lah yang
patut diibadati. Sehingga diperlukan penyesuaian diri dari yang mendekati kepada
yang didekati. Allah Maha Suci maka manusia yang akan melakukan pendekatan
diri kepada-Nya, wajib bersuci terlebih dahulu. Dimana menghilangkan sesuatu
yang dianggap kotor baik kotor bendawi atau materi, kotor peristiwa atau kejadian,
maupun kotor rohani. Wudhu, tayamum, mandi besar adalah suatu bentuk
pensucian diri sebelum melaksanakan ibadah, khususnya ibadah mahdah. Dimana
dasar hukumnya terangkum dalam QS. Al-Maidah: 6, yang artinya :
“Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur”. Dari potongan
diatas, dapat dipahami bahwa ketentuan thaharah (wudhu, mandi, tayammum)
diatas dimaksudkan Allah untuk membersihkan hamba, menyempurnakan nikmat-
Nya bagi hamba, dan agar hamba bersyukur. Sesungguhnya yang berkepentingan
untuk melaksanakan ibadah adalah hamba sendiri, karena seluruh akibatnya akan
berpulang kepada hamba yang bersangkutan. Bagi Allah, jika seluruh hamba
beriman dan patuh kepada-Nya, Dia tidak akan semakin mulia, atau sebaliknya, jika
semua manusia ingkar dan membangkang, tidak sedikitpun menurun derajat ke-
Tuhanan-Nya, Dia Maha Kaya dari seluruh alam.
Kemudian dari dalil diatas, disini saya akan mengulas tentang wudhu,
tayamum, mandi besar. Serta membahas tentang darah yang keluar dari Rahim
perempuan yang juga ada sangkut pautnya dengan wudhu, tayamum dan mandi
besar tersebut. Sehingga semoga ulasan ini bermanfaat untuk kita memahami tata
cara pelaksanaan serta hal-hal yang dilarang baik dalam wudhu, tayamum, maupun
mandi besar akibat adanya darah yang keluar dari rahim perempuan.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian wudhu, rukun, sunnah, serta tata cara dan hal yang dapat
membatalkannya?
2. Apakah yang dimaksud dengan tayamum, rukun, sunnah serta bagaimana tata
caranya?
3. Apakah yang dimaksud dengan mandi besar, sebab, rukun, sunnah serta
larangannya?
4. Darah apa sajakah yang keluar dari rahim perempuans?
5. Bagaimana sebab terjadinya haid, nifas dan istihadhah, rukun, dan larangannya?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui pengertian wudhu, rukun, sunnah, serta tata cara dan hal yang
dapat membatalkannya.
2. Mengetahui yang dimaksud dengan tayammum, rukun, sunnah serta bagaimana
cara melakukannya.
3. Mengetahui yang dimaksud dengan mandi besar, sebab, rukun, sunnah serta
larangannya.
4. Mengetahui darah apa saja yang keluar dari rahim perempuan.
5. Mengetahui sebab terjadinya haid, nifas dan istihadhah, rukun, dan
larangannya.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Wudhu
Wudhu adalah mengambil air atau bersuci untuk melaksanakan shalat. Shalat
tidak akan sah jika tanpa wudhu yang benar. Sedangkan wudhu yang benar adalah
wudhu yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw.
Didalam hadits Nabi Saw, yang artinya :
“Shalat salah seorang diantara kalian tidak akan diterima ketika masih berhadats
sampai dia berwudhu” (HR. Al-Bukhari).
1. Syarat-Syarat Wudhu
Syarat-syarat wudhu ada 5 :
a. Islam
b. Mumayiz
c. Tidak berhadats besar
d. Dengan air yang suci dan menyucikan
e. Tidak ada yang menghalangi sampai air ke kulit, seperti getah, dan
sebagainya yang melekat di atas kulit anggota tubuh. (H. Sulaiman Rasjid,
Fiqh Islam, Bandung 1994 : Sinar Baru Agensindo. Hlm.24).
2. Fardhu/Rukun Wudhu
Fardhu/rukun wudhu yaitu :
a. Niat
b. Membasuh muka
c. Membasuh kedua tangan sampai ke siku
d. Membasuh dua telapak kaki sampai kedua mata kaki
e. Menertibkan rukun-rukun diatas. (H. Sulaiman 1994 : 24-25)
3. Sunnah Wudhu
Sunnah-sunnah wudhu ada 19 :
a. Membaca “Bismillah”
b. Membasuh kedua telapak tangan sampai pada pergelangan

3
c. Berkumur-kumur
d. Memasukkan air ke hidung
e. Menyapu seluruh kepala
f. Menyapu kedua telinga luar dan dalam
g. Menyilang-nyilangi jari kedua tangan dan kaki
h. Mendahulukan anggota kanan dari pada kiri
i. Membasuh setiap anggota tiga kali
j. Berturut-turut antara anggota.
k. Jangan meminta pertolongan kepada orang lain kecuali jika terpaksa karena
berhalangan, misalnya sakit
l. Tidak diseka, kecuali apabila ada hajat, umpamanya sangat dingin
m. Menggosok anggota wudhu agar lebih bersih
n. Menjaga agar percikan air itu jangan kembali ke badan
o. Jangan bercakap-cakap saat berwudhu, kecuali apabila ada hajat
p. Bersiwak
q. Membaca dua kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudhu
r. Berdo’a sesudah selesai wudhu
f. Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudhu. (H. Sulaiman 1994 :
25-30).
4. Yang Membatalkan Wudhu
Hal-hal yang membatalkan wudhu adalah sebagai berikut :
a. Keluar sesuatu dari dua pintu atau dari salah satunya, baik berupa zat
ataupun angin
b. Hilang akal
c. Bersentuhan kulit laki-laki dengan perempuan (yang bukan mahrom)
d. Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan, baik
kemaluan itu sendiri atau kemaluan orang lain, baik orang dewasa ataupun
anak-anak. (Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, Tata Cara
Wudhu Nabi Saw., Grogol 2017 : Pustaka Arafah. Hlm. 21-22).

4
B. Tayamum
Tayamum ialah mengusap tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku
dengan beberapa syarat. Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi , sebagai
rukhsah (keringanan) untuk orang yang tidak dapat memakai air karena beberapa
halangan (uzur), yaitu : Uzur karena sakit, karena dalam perjalanan, dan karena
tidak ada air
1. Syarat Tayamum
Syarat-syarat tayamum yaitu :
a. Ada uzur,
b. Masuk waktu shalat
c. Telah berusaha mencari air, tetapi tidak didapat
d. Ada air, tetapi sulit menggunakannya (karena air yang tersedia sedikit dan
dibutuhkan untuk minum manusia ataupun hewan)
e. Tersedia tanah suci yang mengandung debu.
2. Fardhu/Rukun Tayamum
Fardhu/rukun tayamum ada 4 :
a. Niat
b. Mengusap wajah
c. Mengusap kedua tangan sampai ke siku
d. Tertib
3. Sunnah Tayamum
Sunnah- sunnah tayamum ada 3 :
a. Mengucap basmalah
b. Mendahulukan bagian kanan dari pada yang kiri
c. Dilakukan secara beruntun tanpa henti
4. Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum
Perkara yang membatalkan tayamum ada 3 :
a. Semua perkara yang membatalkan wudhu
b. Melihat air diluar waktu shalat
e. Murtad. (Syaikh Abdullah 2017 : 36-37).

5
C. Mandi Besar
Mandi besar adalah mandi yang dilakukan karena sebab tertentu. Yang
dimaksud mandi disini ialah mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat.
Dalam Firman Allah Swt.:
‫ ۗ  َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَا طَّهَّرُوْ ا‬
“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (QS. Al-Ma'idah 5: Ayat 6).
Didalam kitab Safinatunnajah, yang ditulis oleh Syekh Salim bin Abdullah
bin Sa’ad bin Sumair Al hadhrami (hlm. 21-23) .
1. Sebab-Sebab Mandi Besar
Ada enam hal yang menyebabkan wajibnya mandi besar. Keenam hal tersebut
yaitu :
a. Bersetubuh,
b. Keluar Mani,
c. Haid,
d. Nifas,
e. Melahirkan, dan
f. Mati.
2. Fardu/Rukun Mandi Besar
a. Niat, orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan
hadas junubnya, perempuan yang baru selesai haid atau nifas hendaklah
berniat menghilangkan hadas kotorannya.
b. Mengalirkan air ke seluruh badan
3. Sunnah-Sunnah Mandi Besar
a. Membaca “Bismillah”,
b. Berwudhu sebelum mandi,
c. Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan,
d. Mendahulukan yang kanan dari pada yang kiri, dan
e. Berturut-turut. (H. Sulaiman 1994 : 37).

6
4. Larangan Orang Junub
Orang yang masih dalam keadaan junub, sebelum ia mandi, diharamkan
melakukan hal-hal berikut :
a. Shalat,
b. Thawaf,
c. Menyentuh dan membawa mushaf,
d. Membaca Al-Qur’an, dan
e. Tinggal dalam mesjid. (Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita,
Semarang 1986 : CV. As-Syifa’. Hlm. 80).
5. Mandi yang di Sunnahkan
Mandi yang di sunnahkan ada 17 :
1. Mandi ketika akan melaksanakan shalat jum’at,
2. Mandi dua Ied (Idul Fitri dan Idul Adha),
3. Mandi akan melaksanakan Shalat Istisqo (meminta hujan),
4. Mandi akan melaksanakan Shalat Khusuf (gerhana bulan),
5. Mandi akan melaksanakan Shalat Kusuf (gerhana Matahari),
6. Mandi setelah memandikan mayat,
7. Mandi orang kafir yang masuk Islam,
8. Mandi orang gila apabila telah sembuh dari penyakitnya,
9. Mandi orang yang sadar dari pingsan setelah sembuh dari penyakitnya,
10. Mandi orang yang akan menunaikan ibadah haji,
11. Mandi karena akan memasuki Kota Mekah,
12. Mandi karena akan melaksanakan wukuf di Arafah,
13. Mandi Karena akan mabit (bermalam) di Muzdalifah,
14. Mandi karena akan melempar tiga jumroh di Muzdalifah,
15. Mandi ketika akan mengerjakan thawaf,
16. Mandi ketika akan mengerjakan sa’i, dan
17. Mandi ketika akan memasuki Madinah Rasulullah Saw. (Syekh Muhammad
bin Qashim Al Ghaza, Kitab Fathul Qarib.Hlm 7).

7
D. Darah yang Keluar dari Rahim Perempuan
Ada beberapa macam darah yang keluar dari rahim perempuan, diantaranya
adalah :
1. Darah Haid
Darah haid adalah darah yang keluar dari rahim perempuan yang telah
sampai umur (balig) dengan tidak ada penyebabnya, melainkan memang sudah
menjadi kebiasaan perempuan. (H. Sulaiman 1994 : 44).
a. Sebab Haid
Terjadinya haid adalah karena fitrah yang diaanugerahkan Allah Ta’ala
kepada kaum wanita anak cucu Adam sebagai cobaan, apakah dengan itu
mereka tetap patuh kepada-Nya hingga berhak mendapat pahala dari-Nya
atau tidak. (Ibrahim 1986 : 51).
b. Waktu Haid
Waktu haid dimulai ketika berumur sembilan tahun. Paling sebentar 24
jam. Biasanya pada perempuan yang telah berumur 60 tahun keatas, haid itu
akan berhenti dengan sendirinya. Lamanya haid sehari semalam, paling lama
15 hari 15 malam. Kebiaasaannya enam hari enam malam atau tujuh hari
tujuh malam. Suci antara dua haid paling sedikit 15 hari 15 malam.
(H.Sulaiman 1994 : 44).
c. Sifat Darah Haid
Diantara sifat-sifat yang dapat dijadikan patokan bagi darah haid ialah,
bahwa darah itu Nampak hangus hampir berwarna hitam, dan berbau busuk.
d. Warna Darah Haid
Selain sifat darah haid yag dijadikan patokan diatas, warna-warna bisa di
saksikan oleh wanita yang bersangkutan selama dalam haidnya. Pada
umumnya, warna darah haid ada enam macam, yaitu hitam, merah, kuning,
keruh, hijau dan kelabu.
Menurut Abu Yusuf, mengatakan bahwa yang keruh itu bukan haid
kecuali keluar sesudah keluarnya darah. Sementara itu, Ibnu Hazm, Ats-

8
Tsauri dan Al-Auza’i berpendapat, bahwa baik yang keruh maupun yang
kuning, kedua-duanya sama sekali bukan haid.
e. Larangan Bagi Perempuan yang Sedang Haid
Bagi wanita yang sedang haid, ia tidak diperbolehkan melakukan shalat,
puasa, masuk masjid, membaca dan menyentuh AlQur’an, thawaf
mengelilingi Ka’bah dan beretubuh.
f. Persetubuhan yang Dilakukan Setelah Berhentinya Darah Haid
Syaikh Mahmud Khitbah As-Subki mengatakan bahwa menurut
kebanyakan ulama, persetubuhan yang dilakukan sehabis berhentinya haid
sebelum mandi adalah haram, sekalipun berhentinya itu pada masa akhir haid
yang terpanjang. (Ibrahim 1986 : 47-52). Karena Allah Swt. Berfirman :
ْ َ‫َواَل تَ ْق َربُوْ ه َُّن َح ٰتّى ي‬
 ‫طهُر‬
“Dan janganlah kamu (laki-laki) mendekati mereka (kaum wanita) sebelum
mereka suci” (QS. Al-Baqarah ayat 222).
2. Darah Nifas
Menurut ahli fiqh As-Sayyid Sabiq, definisi nifas ialah darah yang keluar
dari vagina seorang wanita disebabkan oleh melahirkan anak walaupun berupa
keguguran. Tiga tanda bahwa seorang ibu telah melahirkan ialah : perutnya
mengempis, ada bayi yang di timang-timang, dan ia mengeluarkan lochia, yaitu
lendir bercampur darah yang keluar dari dalam rahim sewaktu rahim itu
mengalami penyusutan. Lochia terbentuk oleh darah yang datang bekas uri
melekat dan hancuran dinding rahim yang sewaktu mengandung dulu tebal.
Lochia tersebut biasanya menandakan bahwa persalinan akan terjadi dalam
waktu 24 jam lagi. Jadi, jika ada lendir yang bercampur darah tersebut, itu
bukanlah darah nifas, melainkan hanya salah satu gejala bahwa persalinan akan
terjadi. Oleh karena itu, wanita tersebut wajib shalat. Shalat tidak boleh
ditinggalkan walau dalam keadaan bagaimana pun, hanya pelaksanaannya yang
berbeda. Adapun pelaksanaan shalatnya kalau bisa sambil berdiri, tetapi kalau

9
tidak kuat karena mulas atau sakit boleh sambil duduk atau berbaring. (K.H.E.
Abdurrahman, Risalah Wanita, 1988 : CV.Sinar Baru. Hlm.14-15).
a. Masa Nifas
Masa nifas sedikitnya sekejap, paling lama adalah 40 hari. Menurut
Madzhab Syafi’i, masa nifas yang paling lama ialah 60 hari. Sedangkan 40
hari adalah yang dialami oleh kaum wanita umumnya. Begitu pula menurut
Madzhab Maliki berpendapat bahwa masa nifas yang panjang adalah 60 hari.
b. Hal-Hal yang Tak Boleh Dilakukan Selama Nifas
Semua yang tidak boleh dilakukan selama haid, maka tak boleh
dilakukan selama masa nifas, yaitu shalat, puasa, masuk mesjid, membaca
dan menyentuh Al-Qur’an, thawaf dan bersetubuh. (Ibrahim 1986 : 53-55).
c. Hal yang Wajib Dihindari Suami Ketika Istrinya Haid
Hal yang wajib dihindari suami ketika istrinya haid yaitu :
1. Yang wajib dihindari ialah semua badan istri karena diperintahkan
menjauhi perempuan dengan tidak ditentukan apanya yang harus dijauhi
itu.
2. Yang wajib dihindari hanya tempat keluar darah.
3. Yang dihindari adalah bagian antara pusar dan lutut perempuan karena
dikhawatirkan tidak sabar. (H. Sulaiman 1994 : 49).
3. Darah Istihadhah
Darah istihadhah adalah darah yang keluar dari rahim perempuan karena
sesuatu penyakit bukan diwaktu haid atau nifas. Perempuan yang dalam keadaan
istihadhah (mustahadhah), wajib melaksanakan shalat dan tetap pula
mengerjakan ibadah yang lain sebgaimana diwajibkan bagi orang berpenyakit
lainnya. (H. Sulaiman 1994 : 44).
a. Macam-Macam Darah Istihadhah
Darah istihadhah ada 6 macam :
1. Darah yang keluar kurang dari ukuran masa haid yang terpendek,
2. Melebihi ukuran masa haid terpanjang,
3. Kurang dari ukuran masa nifas terpendek,

10
4. Melebihi ukuran masa nifas terpendek,
5. Melebihi kebiasaan haid yang sudah-sudah, yakni melebihi kebiasaan
keduanya yang terpanjang yang apabila tidak terjadi demikian maka
disebut haid atau nifas.
6. Menurut Ahmad dan para Ulama Hanafi, termasuk juga darah yang keluar
dari wanita hamil karena tersumbatnya mulut rahim.
b. Keadaan Wanita Mustahadhah
Penderita istihadhah bisa kita golongkan kedalam empat keadaan:
1. Mubtadi’ah Mumayyizah, baru mengalami mengeluarkan darah, tapi sudah
pandai membedakan jenis darah.
2. Mubtadi’ah Ghairu Mumayyizah, wanita yang menganggap sama darah yang
keluar dari rahimnya tanpa dapat membeda-bedakan.
3. Mu’tadah Mumayyizah, pernah mengalami haid sebelumnnya, lalu suci dan
tahu persis kadar haid yang keluar dan berapa hari dia suci.
4. Mu’tadah Ghairu Mumayyizah, pernah mengalami haid tapi tak mampu
membedakan, bahkan pada saat ke luar darah kali ini pun ia menganggap
sama, tak ada perbedaan diantara darah-darah yang keluar tiada hentinya itu.
Ia tidak mengerti mana darah haid dan istihadhah. (Ibrahim: 1981 : 69-72).
c. Menyetubuhi Wanita Mustahdhah
Berdasarkan riwayat Al-Khallal dengan sanad sampai ke ‘Aisyah ra. Beliau
berkata : “ Wanita mustahadhah tak boleh disetubuhi oleh suaminya”.
Karena dalam darah istihadhah itu terdapat penyakit, maka haram pula
menyetubuhi wanita mustahadhah seperti halnya wanita haid. Memang tak ada
halangan untuk menyetubuhi wanita mustahadhah, namun menghindarinya lebih
utama kalau dapat. Karena penyakit yang ada dalam darah haid, juga ada dalam
darah istihadhah, sekalipun hanya sebentar saja. Jadi, baiknya menghindari
persetubuhan selama masa yang sebentar tersebut demi keselamatan bersama,
dan sesudah itu bolehlah bersetubuh karena penyakit telah pergi. Dan tentu
Allah juga Maha Tahu. (Ibrahim: 1981 : 70-71).

11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan yang telah dibahas sebelumnya, maka jelas termasuk
kedalam mensucikan diri. Namun, tujuan utamanya adalah menghindari dari kotor
rohani itu sendiri. Ketentuan syariat diatas, dimana jika hamba hendak melakukan
shalat, dalam keadaan hadats kecil hendaklah wudhu. Jika hadats besar hendaklah
mandi terlebih dahulu, dan jika keduanya tidak dapat dilakukan hendaklah ber-
thaharah dengan tayammum sebagai penggantinya. Ini semua tidak dimaksudkan
Allah untuk mempersulit hamba-Nya, melainkan agar hamba-Nya dapat bersuci
dan melaksanakan kewajiban untuk kemanfaatan hamba itu sendiri, dan agar Allah
menyempurnakan nikmat-Nya untuk hamba yang mematuhinya, sehingga pada
akhirnya hamba bersyukur.
Kemudian Adapun hikmah seorang keluarnya darah dari Rahim seorang
perempuan adalah melarang agar laki-laki jangan menggauli istrinya saat sedang
haid, nifas maupun istihadhah. Yaitu untuk melatih laki-laki agar bersabar menjauhi
istrinya beberapa saat lamanya. Persis seperti hikmah puasa dalam melatih
seseorang untuk tabah menahan lapar, sedikit atau sama sekali tidak makan bila ia
dalam perjalanan jauh atau sewaktu-waktu ia mengalami hal itu dalam hidup. Jadi,
cegahan untuk bersetubuh maupun makan, Ketika haid ataupun puasa tersebut
merupakan Latihan tubuh untuk menghadapi peristiwa-peristiwa tiada terduga bila
sewaktu-waktu terjadi, sehingga tubuh tidak merasa terkejut dan nafsu tidak
kelabakan.
Selain itu, hikmah adanya darah yang keluar dari Rahim perempuan
tersebut yaitu : melatih perempuan agar tidak jijik terhadap cairan mani/sperma saat
sudah menikah nanti, melatih agar perempuan cekatan karena darah haid muncul
secara tiba-tiba dan perlu ditangani secepat mungkin. Dengan begitu, perempuan
akan menjadi terampil mengurus dirinya, suami dan anak-anaknya membersihkan

12
najis-najisnya serta cekatan mengurus bayi dan tidak merasa jijik, makanan bagi
rahim berasal dari janin perempuan, maka Allah Swt. Telah menjadikan pada diri
kaum perempuan proses pengeluaran darah yang berguna sebagai zat makanan bagi
janin dalam kandungan ibu tanpa perlu dicerna, selain Allah Swt. ciptakan
perempuan memiliki watak pemalu, saat dalam keadaan haid akan malas untuk
berpergian keluar rumah dan beraktivitas, haid sebagai tanda bahwa perempuan
telah memasuki usia akil dan balig, menstruasi juga dapat digunakan sebagai tanda
masa iddah, sebagai tanda tidak sedang mengandung, dan masa haid juga sebagai
faktor yang mengikat kelanggengan kasih sayang diantara suami-istri. Biasanya
pada saat istri dalam masa menstruasi itu, baik suami maupun istri sebetulnya
sama-sama menantikan untuk berhubungan intim tak ubahnya seperti sepasang
pengantin baru.

13
DAFTAR PUSTAKA

H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Bandung 1994 : Sinar Baru Agensindo.


Ibrahim Muhammad Al-Jamal, Fiqih Wanita, Semarang 1986 : CV. As-Syifa’.
K.H.E. Abdurrahman, Risalah Wanita, 1988 : CV.Sinar Baru.
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin, Tata Cara Wudhu Nabi Saw.,
Grogol 2017 : Pustaka Arafah
Syekh Muhammad bin Qashim Al Ghaza, Kitab Fathul Qarib.
Syekh Salim bin Abdullah bin Sa’ad bin Sumair Al hadhrami, kitab
Safinatunnajah

14

Anda mungkin juga menyukai