MAKALAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Fikih Ibadah
Program Studi Hukum Tata Negara (Siyasah Syar’iyyah)
Fakultas Syariah dan Hukum Islam IAIN Bone
Oleh :
AGIEL SETIAWAN
NIM. 742352023044
BONE 2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt, atas limpahan rahmat
dan karunia-nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Shalawat beserta salam semoga tercurah limpahkan kepada Nabi
Muhammad saw. Sebagai sosok panutan umat islam disegala profesi kehidupan
untuk menggapai kesuksesan dan kebahagiaan dunia-akhirat. Aamiin ya robbal
‘alamiin.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Semoga makalah ini
bermanfaat khususnya bagi penulis, umumnya bagi para pembaca. Aaamiin..
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................i
DAFTAR ISI...................................................................................................ii
BAB I...............................................................................................................1
PENDAHULUAN........................................................................................1-2
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan Penulisan..............................................................................................2
BAB II........................................................................................................3-10
PEMBAHASAN..............................................................................................3
A. Hal-hal yang mewajibkan mandi......................................................................3
B. Larangan bagi orang yang berhadast besar....................................................10
BAB III..........................................................................................................11
PENUTUP.....................................................................................................11
A. Kesimpulan.....................................................................................................11
B. Saran...............................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat
dipisahkan dengan ibadah shalat dan haji. Tanpa bersuci orang yang berhadas
tidak dapat menunaikan ibadah tersebut. Banyak orang mukmin yang tidak
tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki tata cara atau aturan yang harus
dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, maka tidak akan sah bersucinya dan ibadahnya
juga dianggap tidak sah. Terkadang terdapat masalah ketika orang tidak
menemukan air, maka Islam memudahkan orang tersebut untuk melakukan
tayammum sebagai ganti mandinya dan alat bersucinya dengan menggunakan
debu. Mandi junub atau mandi wajib merupakan mandi yang menggunakan air
suci dan bersih yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh
tubuh dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan dari mandi wajib adalah
1
2
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penulisan
makalah ini adalah sebagai berikut:
C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penulisan makalah
ini adalah sebagai berikut:
1
Abdul Qadir Ar – Rahbawi, Panduan Shalat Menurut 4 madzhab,(Jakarta : Pustaka Al
Kautsar, 2007) hal 106
3
4
4. Meninggal
Hadats adalah keadaan tidak suci pada diri seorang muslim yang
menyebabkan ia tidak boleh menunaikan shalat, thawaf dan lain sebagainya.
Hadats juga dapat diartikan sebagai kondisi yang dipandang tidak suci dan
menghalangi syarat sahnya suatu ibadah. Orang disebut berhadats besar ketika
telah terjadi haid, nifas, melahirkan, keluar sperma, atau junub (hubungan
seksual). Dalam kitab Fath al-Qarib al-Mujib, secara ringkas dijelaskan bahwa
ada lima hal yang haram dilakukan bagi orang yang berhadats besar
Ada beberapa ibadah yang tidak boleh dilakukan bagi yang berhadas
besar, sebelum disucikan dengan cara mandi wajib. Orang yang berhadats
2
Dalam Islam,“Mandi Wajib : Pengertian, Syarat, Rukun dan Cara Pelaksanannya” diakses dari :
https://dalamislam.com/info-islami/mandi-wajib pada tanggal 25 maret 2024.
6
besar tersebut adalah orang haid, nifas, keluar sperma, atau junub (hubungan
seksual). Adapun larangan-larangan bagi orang berhadas besar adalah:
1. Shalat
2. Thawaf
3
Imam Muslim, Shahih Muslim, dalam Bab, Wujuubu at-Thaharah Li as-Shalah, Juz. 2 (Cd
Room, Maktabah Syamilah), h. 5.
7
Tirmidzi).4
4
Imam Tirmidzy, Sunan Tirmidzy, dalam Bab, Maa Jaa Fi al-Kalam Fii Thawwaf, Juz. 4 (Cd
Room, Maktabah Syamilah), h. 60
5
Imam Bukhari, Shahih Bukhari, dalam Bab, Kaefa Kana bad’u al-haidh, Juz. 1 (Cd Room,
Maktabah Syamilah), h. 490.
8
4. Membaca Al-Qur’an
6
Imam Daraqutny, Sunan Daraqutny, dalam Bab, Fi Nahyi al-Junub wal Haid ‘An Qiraahti,
Juz. 1 (Cd Room, Maktabah Syamilah), h. 498.
9
7
Imam Tirmidzy, Sunan Tirmidzy, dalam Bab, Maa Jaa Fi al-Rajuli Yaqrau alQuran ‘Ala Kulli
Halin, Juz. 1 (Cd Room, Maktabah Syamilah), h. 249
10
8
Muhammad Abduh Tuasikal, https://rumaysho.com/25531-bulughulmaram-tentang-sebab-
dan-tata-cara-mandi-junub-bahas-tuntas.html
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Mandi wajib tidaklah seperti mandi yang biasa kita lakukan dalam
keseharian kita. Namun mandi untuk menghilangkan hadats besar yang ada
pada diri kita dan dalam sebuah moment yang khusus pula. Mandi wajib dapat
dilakukan dengan berbagai macam cara dengan tetap mengikuti madzhab yang
baik dan benar juga tidak melenceng dari syariat Islam serta yang melakukan
pun merasa nyaman melakukannya.
B. Saran
11
DAFTAR PUSTAKA
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Masa khulafaur rasyidin, yang terdiri dari Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib, dianggap sebagai periode
keemasan dalam sejarah Islam. Mereka dianggap sebagai khalifah yang
paling adil dan dihormati dalam tradisi Islam. Setelah masa khulafaur
rasyidin, terjadi peralihan kekuasaan ke dinasti Umayyah dan kemudian
Abbasiyah. Era kekhalifahan ini ditandai dengan ekspansi wilayah Islam,
perkembangan ilmu pengetahuan, seni, dan kebudayaan Islam, serta
penyebaran agama Islam ke wilayah-wilayah baru.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
14
Abdurrahman, Dudung, dkk., Sejarah Peradaban Islam: Dari Masa Klasik
Hingga Modern, cet. ke-4, Yogyakarta: LESFI, 2012.
Barong, Haidar, Umar Bin Khattab Dalam Perbincangan (Penafsiran Baru),
cet. ke-1, Jakarta: Yayasan Cipta Persada Indonesia, 1994.
Hawari, Nadirsah, “Mencermati Isu Nepotisme Kepemimpinan Utsman Bin
„Affan,” dalam Jurnal TAPIs, Prodi Pemikiran Politik Islam Fakultas
Ushuluddin IAIN Raden Intan Lampung, Vol.8 No.1, Tahun 2012.
Muhlis, “Islam Masa Khulafaur Rasyidin,” http://muhlis.files.wordpress.com/
2007 /08/islam-masa-khulafaur- raosyidin.pdf.
Sawiy, Khairudin Yujah, Perebutah Kekuasaan Khalifah (Mengungkap
Dinamika dan Sejarah Politik Kaum Sunni), cet. ke-2, Yogyakarta:
Safiria Insania Press, 2005.
Sjadzali, Munawir, Islam dan Tata Negara (Ajaran, Sejarah dan Pemikiran),
edisi ke-5 Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1993
Sou‟yb, Joesoef, Sejarah Daulat Umayyah I di Damaskus, Jakarta: Bulan
Bintang, ttt.
14