Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH WUDHU, TAYAMUM, MANDI BESERTA DALILNYA DAN

HIKMAH DARI BERSUCI


MATA KULIAH FIKIH

Di Ampu Oleh : H. Muhammad Mansyur, MA

Di Susun Oleh :
Siti Jubaedah
Ratna Suminar
Sabila Kusumaningrum
Sri Utami Dewi

INSTITUT AGAMA ISLAM BUNGA BANGSA CIREBON


Jalan Widarasari III Tuparev Cirebon

1
DAFTAR ISI

Daftar Isi………………………………………………………………….. 2

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………..

1.1 Latar Belakang……………………………………………………. 4

1. Rumusan Masalah…………………………………………………… 6

1.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………. 6

BAB II ISI………………………………………………………………….

2.1 Pengertian Wudhu………………………………………………….. 7

2.2 Pengertian Tayamum……………………………………………… 15

2.3 Pengertian Mandi……………………………………………………. 20

2.4 Hikmah Dari Bersuci………………………………………………… 26

BAB III PENTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………. 28

3.2 Saran……………………………………………………………… 28

KATA PENGANTAR

Materi tentang bersuci atau thaharah sangatlah penting di kaji, karena berkaitan
akan penyucian jiwa maupun raga seseorang dari dosa, najis yang terlihat, dan dari najis

2
yang tidak terlihat. Karena kegiatan bersuci ini berhubungan dengan ibadah seseorang
untuk menghadap Allah, maka dalam makalah ini akan membahas tentang wudhu,
tayamum dan mand, hal-hal apa saja yang bisa membatlkan, beserta dalil dan hikmahnya

Tidak lupa umtuk selalu bersyukur kepada Allah Subhanallahu Wa’taala atas berkat
dan rahmatnya kami bisa menyusun makalah dengan lancar. Serta ucapan terima kasih
kepada pihak-pihak yang sudah mendukung kami dalam hal moril maupun materiil.

Besar harapan kami semoga makalah yang telah kami susun ini bermanfaat bagi
yang membaca. Apabila ada salah kata atau kritik mengenai isi makalah yang kami susun,
kami menerima kritik dan saran yang membangun dengan senang hati.

Cirebon, 24 Oktober 2021


Yang menyusun makalah,

Penulis
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan
dengan ibadah. Shalat dan haji misalnya, tanpa bersuci orang yang hadats tidak dapat

3
menunaikan ibadah tersebut.Banyak orang mungkin tidak tahu bahwa sesungguhnya
bersuci memiliki tata cara atau aturan yang harus dipenuhi. Kalau tidak dipenuhi, tidak
akan sah bersucinya dan secara otomatis ibadah yang dikerjakan juga tidak sah.

Dalam pandangan Islam, masalah bersuci dan segala yang berkaitan dengannya

merupakan kegiatan yang sangat penting, karena diantara syarat syahnya shalat ditetapkan

agar orang yang mengerjakannya suci dari hadats, suci badan, pakaian dan tempatnya dari

najis. Thahârah berarti suci dan bersih, baik itu suci dari kotoran lahir maupun dari kotoran

batin berupa sifat dan perbuatan tercela. Sedangkan secara istilah fiqh, thaharah

adalah: mensucikan diri dari najis dan hadats yang menghalangi shalat dan ibadah-ibadah

sejenisnya dengan air atau tanah, atau batu. 

Penyucian diri di sini tidak terbatas pada badan saja tetapi juga termasuk pakaian dan

tempat. Hukum thahârah (bersuci) ini adalah wajib, khususnya bagi orang yang akan

melaksanakan shalat. Hal ini didasarkan pada QS. Al-Ma’idah/5: 6 Artinya: “Hai orang-

orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka

kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki

kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).

Rasulullah bersabda: “Kunci shalat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Shalat tanpa

wudhu tidak diterima.” (HR Muslim). Rasulullah SAW bersabda, “Kesucian adalah

setengah iman.” (HR Muslim).

4
Terkadang ada problema ketika orang itu tidak menemukan air, maka Islam

mempermudahkan orang tersebut untuk melakukan tayamum sebagai ganti dari mandi,

yang mana alat bersucinya dengan mengunakan debu.Tetapi bagaimana jika ada orang yang

tidak menemukan kedua alat bersuci? Lalu bagaimana orang tersebut bersuci? Tidak hanya

orang yang tidak menemukan kedua alat bersuci, yang dalam istilah fiqihnya disebut

dengan faaqiduth thohuuroini. Bagaimana tata cara bersuci yang benar bagi orang sakit,

misal kakinya diperban atau pasien rawat inap di rumah sakit yang biasanya tidak boleh

terkena air?

Pertanyaan-pertanyaan di atas mungkin sering kita jumpai di kalangan masyarakat,

dan bukan tidak mungkin kita pun akan mengalaminya. Oleh karena itu kami mencoba

menguraikan hal-hal di atas, dalam makalah ini akan di bahas mengenai wudhu, tayamum

dan mandi, hal-hal yang membatalkan, dalil dan hikmahnya. walau pun tidak dapat

dikatakan menyeluruh. Setidaknya dengan amakalah ini, kita mengetahui gambaran status

hukum kasus-kasus tersebut, untuk bisa di aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan di bahas dalam makalah ini adalah:

5
1. Pengertian wudhu, landasan hukum wudhu, pembagian syarat, rukun dan hal yang
membatalkannya.
2. Pengertian tayamum, landasan hukum tayamum, cara wudhu tayamum, syarat,
rukun dan hal yang membatalkan tayamum.
3. Pengertian mandi, perkara yang diwajibkan mandi, fardu mandi, perkara sunnah
semasa mandi, mandi yang disunnahkan.
4. Hikmah dari bersuci.

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah melatih penulis agar mampu menyusun
tulisan ilmiah yang benar, untuk memperluas wawasan dan pengetahuan bagi penulis dan
pembacanya, memberi sumbangan pemikiran baik berupa konsep teoritis maupun praktis,
mendukung perkembangan konsep keilmuan pemecahan masalah, menjawab rumusan
masalah yaitu:
1. Menjelaskan apa yang di maksud wudhu, pembagian syarat, rukun dan hal yang
membatalkannya.
2. Menjelaskan apa yang di maksud dengan tayamum, landasan hukum tayamum, cara
wudhu tayamum, syarat, rukun dan hal yang membatalkan tayamum.
3. Menjelaskan apa yang dimaksud dengan mandi, perkara yang diwajibkan mandi,
fardu mandi, perkara sunnah semasa mandi, mandi yang disunnahkan.
4. Menjelaskan hikmah dari bersuci.

BAB II PEMBAHASAN

1. Wudhu
1) Pengertian Wudhu

6
Wudhu menurut bahasa berarti “baik” dan “bersih”. Sedangkan
menurut istilah, wudhu adalah membasuh muka, kedua tangan sampai siku,
mengusap sebagian kepala, dan membasuh kaki yang sebelumnya didahului
dengan niat serta dilakukan dengan tertib.
         Dalam Buku fikih wanita karangan syaikh kamil Muhammad
Uwadidah, Wudhu adalah membasuh bagian tertentu yang boleh ditetapkan
dari anggota badan dengan air sebagai persiapan bagi seorang Muslim untuk
menghadap Allah SWT mendirikan shalat. suatu syarat untuk sahnya shalat
yang dikerjakan sebelum seseorang mengerjakan shalat.

2) Landasan Hukum Wudhu


Perintah wudhu diwajibkan kepada orang yang akan melaksanakan
shalat salah satu syarat sahnya shalat. Adapun disyari’atkannya wudhu
ditegaskan berdasarkan 3 macam alasan:[13]
Firman Allah dalam surat Al-Maidah: 6 :
ُ َ‫ يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا قُ ْمتُ ْم إِلَى الصَّال ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوه‬.A
‫ك‬
…‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن‬
ِ ِ‫ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan salat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki.”         

Hadits Nabi SAW yang berbunyi:


‫ ال يقبل هللا صالة أحدكم إذا أحدث حتّى يتوضّأ‬.B

7
         Artinya: ”  Allah tidak menerima shalat salah seorang di
antaramu bila ia berhadats, sehingga ia berwudhu.” (HR. Bukhari dan
Muslim)
Menurut ijma’ ulama berpendapat bahwa wudhu hukumnya wajib bagi
Muslim yang sudah dewasa dan berakal, telah masuk waktu shalat atau
ketika akan melaksanakan suatu perbuatan yang disyaria’tkan wudhu
terlebih dahulu.

3) Pembagian Syarat, Rukun, dan Yang Membatalkan Wudhu


a. Pembagian wudhu
1. Wajib, sebagai syarat sahnya shalat, sujud tilawah, thawaf, dan
menyentuh mushaf.
2. Sunnah, ketika akan melakukan segala amal kebaikan (berdzikir,
tidur, melakukan hubungan suami istri, setelah berbuat kemaksiatan,
marah, membaca Al-Qur'an, memandikan jenazah dsb)
3. Makruh, jika wudhu yang sudah dilaksanakan belum digunakan
untuk beribadah sehingga makruh jika mengulangi wudhu. Haram,
jika berwudhu dengan air hasil ghoshob, atau hasil mencuri dan
semisalnya.

b. Syarat wudhu

8
1. Menggunakan air suci untuk berwudhu.

َ ‫إِ َّن ْال َما َء‬


‫طهُو ٌر الَ يُنَ ِّج ُسهُ َش ْى ٌء‬

“Sesungguhnya air itu suci, tidak ada yang dapat


menajiskannya.”(HR. Tirmidzi)

2. Air yang digunakan adalah air halal dan bukan air curian.

ِ َ‫يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا اَل تَأْ ُكلُوا أَ ْم َوالَ ُك ْم بَ ْينَ ُك ْم بِ ْالب‬
‫اط ِل‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan


harta sesamamu dengan jalan yang batil…”(QS. An Nisa : 29)

3. Membersihkan benda-benda yang dapat menghalangi air


menyentuh kulit, seperti cat kuku dll.

َ َ‫ فَق‬، ‫لَّ َم‬Ž‫ ِه َو َس‬Ž‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬Ž‫ص‬


: ‫ال‬Ž َ ‫ ِه فَأَب‬Ž‫ر َعلَى قَ َد ِم‬Ž
َ ‫ َرهُ النَّبِ ُّي‬Ž‫ْص‬ ٍ Žُ‫ َع ظُف‬Ž‫ض‬ َ ‫أَ َّن َر ُجاًل ت ََوضَّأ َ فَتَ َر‬
ِ ْ‫ك َمو‬
‫صلَّى‬ َ ‫ارْ ِج ْع فَأَحْ ِس ْن ُوضُو َء‬
َ ‫ فَ َر َج َع ثُ َّم‬، ‫ك‬

“Ada seseorang yang berwudhu dan meninggalkan satu tempat di


kakinya (tidak dibasuh), kemudian Nabi sallallahu’aalihi wa salam
melihatnya, maka beliau bersabda, “Kembali dan perbaiki wudhu
anda, maka dia kembali kemudian dia shalat.”(HR. Muslim)

c. Rukun wudhu

9
1. Niat dalam hati.

Jika seseorang membasuh anggota wudhu dengan niat untuk


mengurangi rasa panas atau untuk membersihkannya maka tidak
dianggap sebagai orang yang berwudhu.

ٍ ‫اأْل َ ْع َما ُل بِالنِّيَّ ِة َولِ ُكلِّ ا ْم ِر‬


‫ئ َما نَ َوى‬

“Semua perbuatan tergantung niatnya, dan (balasan) bagi tiap-tiap


orang (tergantung) apa yang diniatkan…“(HR. Muttafaqun Alaihi) 

2. Membasuh wajah (termasuk berkumur-kumur dan istinsyaq).

‫ َرنِى َربِّى‬Ž‫ًّا ِم ْن َما ٍء فَأ َ ْد َخلَهُ تَحْ تَ َحنَ ِك ِه فَ َخلَّ َل بِ ِه لِحْ يَتَهُ َوقَا َل « هَ َك َذا أَ َم‬Žّ‫َكانَ إِ َذا تَ َوضَّأ َ أَ َخ َذ َكًف‬
‫» َع َّز َو َج َّل‬

“Merupakan kebiasaan (Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam) jika


beliau akan berwudhu, beliau mengambil segenggaman air
kemudian beliau basuhkan (ke wajahnya) sampai
ketenggorokannya kemudian beliau menyela-nyela jenggotnya”.
Kemudian beliau mengatakan, “Demikianlah cara berwudhu yang
diperintahkan Robbku kepadaku.” (HR. Abu Dawud)

3. Mencuci kedua tangan sampai siku.

10
ِ ِ‫ ثُ َّم َغ َس َل يَ َدهُ ْاليُس َْرى إِلَى ْال َمرْ ف‬، ‫ق ثَالَثًا‬
« ‫ق ثَالَثًا‬ ِ ِ‫» ثُ َّم َغ َس َل يَ َدهُ ْاليُ ْمنَى إِلَى ْال َمرْ ف‬

“…Kemudian beliau membasuh tangannya yang kanan sampai siku


sebanyak tiga kali, kemudian membasuh tangannya yang kiri
sampai siku sebanyak tiga kali…”(HR. Muttafaqun Alaihi).

4. Mengusap kepala (termasuk kedua telinga).

« ‫ ثُ َّم‬، ُ‫َب بِ ِه َما إِلَى قَفَاه‬َ ‫ َحتَّى َذه‬، ‫ بَدَأَ بِ ُمقَ َّد ِم َر ْأ ِس ِه‬، ‫ فَأ َ ْقبَ َل بِ ِه َما َوأَ ْدبَ َر‬، ‫ه‬Žِ ‫ثُ َّم َم َس َح َر ْأ َسهُ بِيَ َد ْي‬
ُ‫ان الَّ ِذى بَدَأَ ِم ْنه‬
ِ ‫» َر َّدهُ َما إِلَى ْال َم َك‬

“Kemudian beliau membasuh mengusap kepala dengan tangannya,


(dengan cara) menyapunya ke depan dan ke belakang. Beliau
memulainya dari bagian depan kepalanya ditarik ke belakang
sampai ke tengkuk kemudian mengembalikannya lagi ke bagian
depan kepalanya.”(HR. Muttafaqun Alaihi)

5. Mencuci kedua kaki sampai mata kaki.

« ‫» ثُ َّم َغ َس َل ِرجْ لَ ْي ِه إِلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن‬

“…Kemudian beliau membasuh kedua kakinya hingga dua mata


kaki…”(HR. Muttafaqun Alaihi).

6. Berurutan / tertib.

11
‫ق َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوأَرْ ُجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬
ِ ِ‫فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوأَ ْي ِديَ ُك ْم إِلَى ْال َم َراف‬

“…maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan


sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki,”(QS. Al-Maidah : 6)

Tidak dibenarkan adanya jarak yang panjang antara satu anggota


wudhu dengan anggota wudhu lainnya. Batas waktu antara basuhan 
satu anggota wudhu dengan anggota wudhu lainnya adalah
keringnya anggota wudhu yang sebelumnya dibasuh

َ ‫ض َع ظُفُ ٍر َعلَى قَ َد ِم ِه فَأ َ ْب‬


« ‫ فَقَا َل‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ‫ص َرهُ النَّبِ ُّى‬ َ ‫أَ َّن َر ُجالً تَ َوضَّأ َ فَتَ َر‬
ِ ْ‫ك َمو‬
‫صلَّى‬ َ ‫ارْ ِج ْع فَأَحْ ِس ْن ُوضُو َء‬
َ ‫ فَ َر َج َع ثُ َّم‬.» ‫ك‬

“ada seseorang yang berwudhu lantas bagian kuku kakinya tidak


terbasuh, kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya
dan bersabda, “Ulangilah, perbaguslah wudhumu.” Lantas ia pun
mengulangi dan kembali shalat.”(HR. Muslim no. 243)

d. Hal yang dapat membatalkan wudhu

1. Keluarnya sesuatu melalui qubul dan dubur

Keluarnya benda apa pun melalui dua jalan (qabul dan dubur), semuanya


membatalkan wudhu. Baik itu berupa angin (kentut), air seni, darah,
maupun kotoran.

Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

12
‫أَوْ َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط‬

“... atau kembali dari tempat buang air..” (QS. An Nisa’: 43)

Juga berdasarkan hadits shahih:

‫ قَا َل َر ُج ٌل ِم ْن‬. » َ ‫َث َحتَّى يَتَ َوضَّأ‬


َ ‫صالَةُ َم ْن أَحْ د‬
َ ‫ « الَ تُ ْقبَ ُل‬- ‫ صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫قَا َل َرسُو ُل هَّللا‬
ٌ‫َث يَا أَبَا هُ َري َْرةَ قَا َل فُ َسا ٌء أَوْ ضُ َراط‬
ُ ‫َحضْ َر َموْ تَ َما ْال َحد‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak diterima sholat


orang yang berhadats hingga ia berwudhu.” Seorang laki-laki dari
Hadramaut bertanya kepada Abu Hurairah yang meriwayatkan hadits ini,
“Apa itu hadats wahai Abu Hurairah?” Abu Hurairah menjawab, “Kentut
dan buang air.” (HR. Bukhari)

2. Tidur

Tidur pulas, yakni tidur berbaring, membuat wudhu batal. Sebagaimana


sabda Rasulullah:

ْ‫َان فَ َم ْن نَا َم فَ ْليَتَ َوضَّأ‬


ِ ‫ِو َكا ُء ال َّس ِه ْال َع ْين‬

“Mata adalah pengawal dubur. Maka barangsiapa tidur, maka dia wajib
berwudhu.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah; hasan) .Adapun tidur
dalam kondisi duduk dengan pantat menempel tempat duduk, ia tidak
membatalkan wudhu.

‫هُ ْم ثُ َّم‬Ž ‫وس‬


ُ ‫ق ُر ُء‬ َ Ž ِ‫ يَ ْنتَ ِظرُونَ ْال ِع َشا َء اآل ِخ َرةَ َحتَّى ت َْخف‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫َكانَ أَصْ َحابُ َرسُو ِل هَّللا‬
َ‫ضئُون‬ َّ ‫ُص ُّلونَ َوالَ يَتَ َو‬ َ ‫ي‬

13
Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menunggu
waktu untuk sholat Isya’ lalu mereka tertidur sambil duduk. Kemudian
mereka bangun terus menunaikan sholat tanpa berwudhu. (HR. Abu
Dawud dan Ibnu Majah, hadits senada diriwayatkan pula oleh Muslim)

3. Menyentuh kemaluan (qubul) maupun dubur

Baik menyentuh milik sendiri atau milik orang lain, hal itu membatalkan
wudhu. Sebagaimana sabda Rasulullah:

َ ‫ُصلِّي َحتَّى يَت ََوضَّأ‬


َ ‫َم ْن َمسَّ َذ َك َرهُ فَاَل ي‬

“Barangsiapa menyentuh kemaluannya maka janganlah ia mengerjakan


sholat hingga ia wudhu terlebih dahulu.” (HR. An Nasa’i dan Tirmidzi)

4. Menyentuh istri atau lawan jenis non mahram

Dalam hal ini ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Menurut
mazhab Syafi’i, persentuhan kulit dengan istri atau lawan jenis non
mahram (yang halal dinikahi) membatalkan wudhu.

Mereka berdalil dengan firman Allah:

‫أَوْ اَل َم ْستُ ُم النِّ َسا َء‬

“... atau kamu menyentuh perempuan..” (QS. An Nisa’: 43)

Sedangkan menurut mazhab Maliki dan Hambali, persentuhan kulit itu


membatalkan wudhu jika disertai syahwat. Adapun menurut mazhab
Hanafi, persentuhan kulit yang membatalkan wudhu adalah persentuhan

14
kulit saat jima’.Mereka berhujjah, laa mastumun nisaa’ pada Surat An di
atas maknanya adalah hubungan suami istri bukan bersentuhan biasa.

Mereka juga berdalil dengan hadits yang menyebutkan Aisyah tidur saat
Rasulullah sholat malam, lalu Rasulullah memegang kaki Aisyah karena
menghalangi sujud beliau.

5. Hilang akal

Hilangnya akal atau kesadaran juga membuat wudhu batal. Baik karena
mabuk, pingsan, gila atau meminum obat-obatan. Hilangnya kesadaran
karena minum obat-obatan ini lebih dahsyat daripada tidur. Karenanya
para ulama sepakat hal itu membatalkan wudhu.

2. Tayamum
a. Pengertian Tayamum
Menurut bahasa, tayamum berarti menuju ke debu.Sedangkan
menurut pengertian syari’at, tayamum adalah mengusapkan debu ke wajah
dan kedua tangan dengan niat untuk mendirikan shalat atau
lainnya. Menurut para ulama Fikih, ada beberapa pengertian tentang
tayamum, yaitu:
1) Menurut Hanafiah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua
tangan dengan debu yang suci.
2) Menurut Malikiyah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua
tangan dengan debu yang suci disertai niat.

15
3) Menurut Syafi’iyah, tayamum adalah mendatangkan debu pada
wajah dan kedua tangan atau anggota dari keduanya sebagai ganti
dari wudhu’ atau mandi dengan syarat-syarat tertentu.
4) Menurut Hanabilah, tayamum adalah mengusap wajah dan kedua
tangan dengan debu yang suci dengan cara yang ditentukan .
Menurut Hanafiyah, tayamum merupakan pengganti yang mutlak
dari wudhu, maksudnya tayamum dapat menghilangkan hadats selama tidak
ada air ketika seseorang akan menunaikan shalat. Dengan keterangan ini
bisa kita ambil kesimpulan bahwa dengan sekali tayamum, kita dapat
melaksanakan shalat fardhu lebih dari sekali, waktu bertayamum tidak harus
menunggu masuknya waktu shalat, serta hal-hal lain sebagaimana wudhu.
Pernyataan ini berbeda dengan jumhur, yakni kedudukan tayamum
menghilangkan hadats. Maka bila telah masuk waktu shalat orang yang
hadats tidak menemukan air atau karena sebab lain yang memperbolehkan
seseorang bertayamum ia dapat menunaikan shalat walau dalam keadaan
hadats dengan bertayamum karena darurat, sebagaimana kasus mustahadhoh
(orang perempuan yang istihadho).
Ulama telah sepakat bahwa tayamum menjadi pengganti dari
thaharah kecil (berhadats kecil), tetapi mereka berbeda pendapat mengenai
tentang tayamum sebagai pengganti thaharah besar (hadats besar). Jadi
tayamum adalah suatu rukhshah/keringanan bagi orang yang tidak
diperkenankan menggunakan air karena sakit atau kesulitan untuk
mendapatkan air.

b. Landasan Hukum Tayamum


         Dalil disyariatkannya tayamum ada 3, yaitu:

16
1. Firman Allah dalam surat An-Nisa’: 43:
‫ضى أَوْ َعلَى َسفَ ٍر أَوْ َجا َء أَ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِمنَ ْالغَائِ ِط أَوْ ال َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم تَ ِجدُوا َما ًء فَتَيَ َم‬
َ ْ‫… َوإِ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
‫ًًّوا َغفُورًا‬Žّ ُ‫ َكانَ َعف‬ َ ‫طيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوأَ ْي ِدي ُك ْم إِ َّن هَّللا‬
َ ‫ص ِعيدًا‬
َ ‫ّ ُموا‬
           Artinya: “Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau
kembali dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan,
kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah kamu dengan
tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya
Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
2. Hadits Nabi SAW dari Abu Hurairah r.a berkata:
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda, “seluruh bumi dijadikan bagiku
dan bagi umatku sebagai mesjid dan alat bersuci, maka dimana juga
shalat itu ditemui salah seorang di antaramu, disisinya terdapat-terdapat
alat untuk bersuci.” (HR. Ahmad)
3. Ijma’
Ijma’ ulama membolehkan tayamum, tetapi khusus bagi orang sakit
dan Musafir yang ktiadaan air. Namun mereka berselisih dalam persoalan,
yaitu:
1)      Orang sakit yang khawatir terhadap pnggunaan air pada
penyakitnya,
2)      Keadaan normal yang tidak menemukan air,
3)      Musafir yang sangat yang menghemat atau memerlukan air
bawaanya, dan
4)      Orang yang khawatir terhadap kesehatannya dengan menggunakan
air yang sangat dingin.
Jumhur ulama berpendapat bahwa keempat golongan tersebut boleh
bertayamum, sedangkan Atha’ tidak membolehkan tayamum baik orang
sakit maupun sehat jikamenemukan air.sementara itu, mahzab Syafi’i dan

17
Maliki membolehkan tayamum bagi orang yang bukan berada dalam
perjalanan dan tidak sakit.
c. Cara Wudhu Tayamum
Cara wudhu tayamum berbeda dengan ketika wudhu menggunakan
air, karena lebih sederhana. Cara wudhu tayamum bisa dilakukan seperti
berikut:
1) Menepuk telapak tangan ke sho’id, seperti debu, dengan sekali
tepukan.
2) Meniup kedua tangan tersebut.
3) Mengusap wajah sekali.
4) Mengusap punggung telapak tangan sekali.
Cara wudhu tayamum ini didukung dengan adanya hadist dari
‘Ammar bin Yasir berikut ini.Ada seseorang mendatangi ‘Umar bin Al
Khottob, ia berkata, “Aku junub dan tidak bisa menggunakan air.” ‘Ammar
bin Yasir lalu berkata pada ‘Umar bin Khottob mengenai kejadian ia dahulu,
“Aku dahulu berada dalam safar. Aku dan engkau sama-sama tidak boleh
shalat. Adapun aku kala itu mengguling-gulingkan badanku ke tanah, lalu
aku shalat. Aku pun menyebutkan tindakanku tadi pada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, lantas beliau bersabda, “Cukup bagimu melakukan seperti
ini.” Lantas beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mencontohkan dengan
menepuk kedua telapak tangannya ke tanah, lalu beliau tiup kedua telapak
tersebut, kemudian beliau mengusap wajah dan kedua telapak tangannya.
(HR. Bukhari dan Muslim).
Dalil pendukung cara wudhu tayamum berikutnya bisa kita lihat
dalam riwayat Muslim berikut:“Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
menepuk kedua telapak tangannya ke tanah dengan sekali tepukan,

18
kemudian beliau usap tangan kiri atas tangan kanan, lalu beliau usap
punggung kedua telapak tangannya, dan mengusap wajahnya.”

d. Syarat, Rukun, dan Pembatal Tayamum

Setelah mengetahui cara wudhu tayamum, hendaknya kita juga


memahami syarat, rukun, dan pembatal tayamum. Karena sama seperti
wudhu biasa, tayamum juga memiliki syarat, rukun, dan juga pembatal
yang wajib diketahui. Dijelaskan oleh Syaikh Salim bin Sumair Al-
Hadhrami Asy-Syafi’I, bahwa syarat tayammum ada 10, yaitu:
1) dengan debu,
2) debunya suci,
3) tidak debu musta’mal (sudah digunakan),
4) tidak bercampur tepung atau semacamnya,
5) sengaja tayammum,
6) membasuh wajah dan dua tangannya dengan dua kali tepukan tanah,
7) sebelumnya sudah membersihkan najis badan,
8) ijtihad menentukan qiblat,
9) tayammum setelah masuk waktu,
10) tayammum sekali untuk tiap shalat fardhu.

Kemudian untuk rukun dan pembatal tayamum, disebutkan dalam


Safinatun Najah, adalah sebagai berikut:
Rukun tayammum yaitu:
1) memindahkan debu,

19
2) niat dengan membaca Nawaitut Tayammuma Lisstibaahatish
Shalaati Fardlol Lillaahi Ta’ala,
3) mengusap wajah,
4) mengusap tangan hingga siku,
5) tertib dalam mengusap.

Pembatal tayammum yaitu:
1) apa-apa saja yang membatalkan wudhu,
2) murtad,
3) ragu adanya air jika sebab tayamumnya karena ketiadaan air.

3. Mandi
Dari segi bahasa, mandi berarti mengalirkan air ke seluruh badan. Dari
segi syara‘, mandi bermaksud mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat
yang tertentu.

a. Perkara yang mewajibkan mandi


1) Bertemu dua khitan iaitu apabila masuknya hasyafah zakar atau sekadar
yang ada bagi zakar yang kudung ke dalam farj perempuan yang masih
hidup dengan sempurna walaupun tidak keluar mani.
2) Keluar mani walaupun sedikit dengan sengaja atau pun bermimpi
3) Keluar haidh, iaitu darah yang keluar dari pangkal rahim ketika wanita
dalam keadaan sehat pada waktu yang tertentu.
4) Melahirkan anak atau bersalin (wiladah).
5) Keluar nifas, iaitu darah yang keluar selepas bersalin.
6) Mati, kecuali mati syahid.

20
b. Fardu Mandi
1) Berniat pada permulaan kena air pada badan.
2) Menghilangkan najis yang terdapat pada tubuh badan.
3) Meratakan air ke seluruh badan terutama kulit, rambut dan bulu.
4) Perkara sunnah semasa mandi
5) Terdapat banyak perkara sunnah semasa mandi, antaranya:
1. Membaca “basmalah”
2. Berwudhu’ sebelum mandi.
3. Membasuh dua tapak tangan.
4. Menggosok seluruh bahagian badan.
5. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan daripada yang kiri.
6. Mengulangi membasuh anggota tubuh sebanyak tiga kali.
e. Mandi-mandi sunnah

c. Mandi-mandi yang disunatkan adalah seperti berikut:


1) Mandi hari Juma‘at bagi orang yang hendak pergi sembahyang
Juma‘at. Waktunya dari naik fajar sadiq.
2) Mandi hari raya fitrah dan hari raya adhha. Waktunya adalah mulai
dari tengah malam pada hari raya itu.
3) Mandi karena minta hujan (istisqa’).
4) Mandi karena gerhana bulan.
5) Mandi kerana gerhana matahari.
6) Mandi karena memandikan mayat.
7) Mandi karena masuk agama Islam.
8) Mandi orang gila selepas pulih ingatannya.
9) Mandi ketika hendak ihram.
10) Mandi karena masuk Makkah.

21
11) Mandi karena wuquf di ‘Arafah.
12) Mandi karena bermalam di Muzdalifah.
13) Mandi karena tawaf.
14) Mandi karena sa‘i.
15) Mandi karena masuk ke Madinah.

Hakikat mandi adalah mengguyur seluruh badan dengan air, yaitu


mengenai rambut dan kulit.Inilah yang diterangkan dalam banyak hadits
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antaranya adalah hadits ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha yang menceritakan tata cara mandi Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam,

‫ثُ َّم يُفِيضُ ْال َما َء َعلَى َج َس ِد ِه ُكلِّ ِه‬

“Kemudian beliau mengguyur air pada seluruh badannya.” (HR. An Nasa-i


no. 247)

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan,

‫هَ َذا التَّأْ ِكيد يَدُلُّ َعلَى أَنَّهُ َع َّم َم َج ِميع َج َس ِد ِه بِ ْال ُغ ْس ِل‬

“Penguatan makna dalam hadits ini menunjukkan bahwa ketika mandi


beliau mengguyur air ke seluruh tubuh." Dari Jubair bin Muth’im berkata,
“Kami saling memperbincangkan tentang mandi janabah di sisi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu beliau bersabda,

ُ ‫أَ َّما أَنَا فَآ ُخ ُذ ِملْ َء َكفِّى ثَالَثا ً فَأَصُبُّ َعلَى َر ْأ ِسى ثُ َّم أُفِي‬
‫ضهُ بَ ْع ُد َعلَى َسائِ ِر َج َس ِدى‬

22
“Saya mengambil dua telapak tangan, tiga kali lalu saya siramkan pada
kepalaku, kemudian saya tuangkan setelahnya pada semua tubuhku.” (HR.
Ahmad 4/81)

Dalil yang menunjukkan bahwa hanya mengguyur seluruh badan


dengan air itu merupakan rukun (fardhu) mandi dan bukan selainnya adalah
hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Salamah. Ia mengatakan,

‫ك أَ ْن‬Ž
ِ Ž‫ا يَ ْكفِي‬ŽŽ‫ا َل « الَ إِنَّ َم‬ŽŽَ‫ ِة ق‬Žَ‫ ِل ْال َجنَاب‬Ž‫هُ لِ ُغ ْس‬Ž‫ض‬ ُ ُ‫ض ْف َر َر ْأ ِسى فَأ َ ْنق‬
َ ‫ت يَا َرسُو َل هَّللا ِ إِنِّى ا ْم َرأَةٌ أَ ُش ُّد‬
ُ ‫قُ ْل‬
ْ ‫ْك ْال َما َء فَت‬
َ‫َطه ُِرين‬ ِ ‫ضينَ َعلَي‬ ِ ‫ت ثُ َّم تُفِي‬
ٍ ‫ث َحثَيَا‬ َ َ‫ك ثَال‬ ِ ‫» تَحْ ثِى َعلَى َر ْأ ِس‬.

“Saya berkata, wahai Rasulullah, aku seorang wanita yang mengepang


rambut kepalaku, apakah aku harus membuka kepangku ketika mandi
junub?” Beliau bersabda, “Jangan (kamu buka). Cukuplah kamu mengguyur
air pada kepalamu tiga kali, kemudian guyurlah yang lainnya dengan air,
maka kamu telah suci.” (HR. Muslim no. 330)

Dengan seseorang memenuhi rukun mandi ini, maka mandinya


dianggap sah, asalkan disertai niat untuk mandi wajib (al ghuslu). Jadi
seseorang yang mandi di pancuran atau shower dan air mengenai seluruh
tubuhnya, maka mandinya sudah dianggap sah.

Adapun berkumur-kumur (madhmadhoh), memasukkan air dalam


hidung (istinsyaq) dan menggosok-gosok badan (ad dalk) adalah perkara
yang disunnahkan menurut mayoritas ulama.

Berikut kita akan melihat tata cara mandi yang disunnahkan. Apabila
hal ini dilakukan, maka akan membuat mandi tadi lebih sempurna. Yang

23
menjadi dalil dari bahasan ini adalah dua dalil yaitu hadits dari ‘Aisyah dan
hadits dari Maimunah.

Hadits pertama:

‫انَ إِ َذا‬ŽŽ‫لم – َك‬ŽŽ‫ه وس‬ŽŽ‫لى هللا علي‬ŽŽ‫ى – ص‬ َّ ِ‫لم – أَ َّن النَّب‬ŽŽ‫ج النَّبِ ِّى – صلى هللا عليه وس‬ ِ ْ‫ع َْن عَائِ َشةَ َزو‬
‫ فَيُخَ لِّ ُل‬، ‫ا ِء‬ŽŽ‫صابِ َعهُ فِى ْال َم‬ َّ ‫ ثُ َّم يَتَ َوضَّأ ُ َك َما يَتَ َوضَّأ ُ ِلل‬، ‫ا ْغتَ َس َل ِمنَ ْال َجنَابَ ِة بَدَأَ فَ َغ َس َل يَ َد ْي ِه‬
َ َ‫ ثُ َّم يُ ْد ِخ ُل أ‬، ‫صالَ ِة‬
‫ ثُ َّم يُفِيضُ ْال َما َء َعلَى ِج ْل ِد ِه ُكلِّ ِه‬، ‫ف بِيَ َد ْي ِه‬
ٍ ‫ث ُغ َر‬ َ َ‫بِهَا أُصُو َل َش َع ِر ِه ثُ َّم يَصُبُّ َعلَى َر ْأ ِس ِه ثَال‬

Dari ‘Aisyah, isteri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa jika


Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mandi junub, beliau memulainya dengan
mencuci kedua telapak tangannya. Kemudian beliau berwudhu sebagaimana
wudhu untuk shalat. Lalu beliau memasukkan jari-jarinya ke dalam air, lalu
menggosokkannya ke kulit kepalanya, kemudian menyiramkan air ke atas
kepalanya dengan cidukan kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali,
kemudian beliau mengalirkan air ke seluruh kulitnya.” (HR. Bukhari no. 248
dan Muslim no. 316)

Hadits kedua:

، ‫ْت لِ َرسُو ِل هَّللا ِ – صلى هللا عليه وسلم – َما ًء يَ ْغتَ ِس ُل بِ ِه‬ َ ‫ت َم ْي ُمونَةُ َو‬
ُ ‫ضع‬ ْ َ‫س قَا َل قَال‬
ٍ ‫َع ِن ا ْب ِن َعبَّا‬
‫ ثُ َّم‬، ُ‫ َذا ِكي َره‬Ž‫ َل َم‬Ž‫َس‬َ ‫ فَغ‬، ‫ َمالِ ِه‬Ž‫ه َعلَى ِش‬Žِ Žِ‫ ثُ َّم أَ ْف َر َغ بِيَ ِمين‬، ‫ فَ َغ َسلَهُ َما َم َّرتَ ْي ِن َم َّرتَ ْي ِن أَوْ ثَالَثًا‬، ‫ه‬Žِ ‫فَأ َ ْف َر َغ َعلَى يَ َد ْي‬
‫ر َغ َعلَى‬Ž َ Ž‫ ثُ َّم أَ ْف‬، ‫ ثُ َّم َغ َس َل َوجْ هَهُ َويَ َد ْي ِه ثُ َّم َغ َس َل َر ْأ َسهُ ثَالَثًا‬، ‫ق‬
َ ‫ض َوا ْستَ ْن َش‬ َ ‫ ثُ َّم َمضْ َم‬، ‫ض‬ ِ ْ‫َدلَكَ يَ َدهُ بِاألَر‬
‫ه‬Žِ ‫ ثُ َّم تَنَحَّى ِم ْن َمقَا ِم ِه فَ َغ َس َل قَ َد َم ْي‬، ‫َج َس ِد ِه‬

Dari Ibnu ‘Abbas berkata bahwa Maimunah mengatakan, “Aku pernah


menyediakan air mandi untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu
beliau menuangkan air pada kedua tangannya dan mencuci keduanya dua
kali-dua kali atau tiga kali. Lalu dengan tangan kanannya beliau

24
menuangkan air pada telapak tangan kirinya, kemudian beliau mencuci
kemaluannya. Setelah itu beliau menggosokkan tangannya ke tanah.
Kemudian beliau berkumur-kumur dan memasukkan air ke dalam hidung.
Lalu beliau membasuh muka dan kedua tangannya. Kemudian beliau
membasuh kepalanya tiga kali dan mengguyur seluruh badannya. Setelah itu
beliau bergeser dari posisi semula lalu mencuci kedua telapak kakinya (di
tempat yang berbeda).” (HR. Bukhari no. 265 dan Muslim no. 317)

Dari dua hadits di atas, kita dapat merinci tata cara mandi yang
disunnahkan sebagai berikut.
1. Pertama: Mencuci tangan terlebih dahulu sebanyak tiga kali sebelum
tangan tersebut dimasukkan dalam bejana atau sebelum mandi.
Ibnu Hajar Al Asqolani rahimahullah mengatakan, “Boleh jadi tujuan
untuk mencuci tangan terlebih dahulu di sini adalah untuk
membersihkan tangan dari kotoran … Juga boleh jadi tujuannya adalah
karena mandi tersebut dilakukan setelah bangun tidur.”
2. Kedua: Membersihkan kemaluan dan kotoran yang ada dengan
tangan kiri.
3. Ketiga: Mencuci tangan setelah membersihkan kemaluan dengan
menggosokkan ke tanah atau dengan menggunakan sabun. An
Nawawi rahimahullah mengatakan, “Disunnahkan bagi orang yang
beristinja’ (membersihkan kotoran) dengan air, ketika selesai,
hendaklah ia mencuci tangannya dengan debu atau semacam sabun,
atau hendaklah ia menggosokkan tangannya ke tanah atau tembok
untuk menghilangkan kotoran yang ada.”
4. Keempat: Berwudhu dengan wudhu yang sempurna seperti ketika
hendak shalat. Asy Syaukani rahimahullah mengatakan, “Adapun

25
mendahulukan mencuci anggota wudhu ketika mandi itu tidaklah
wajib. Cukup dengan seseorang mengguyur badan ke seluruh badan
tanpa didahului dengan berwudhu, maka itu sudah disebut mandi (al
ghuslu).”

4. Hikmah dari bersuci


Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, perintah bersuci ini mengandung
hikmah atau kebijaksanaan. Setidaknya ada empat hikmah tentang disyariatkannya
thahârah sebagaimana disarikan dari kitab al-Fiqh al-Manhajî ‘ala Madzhabil
Imâm asy-Syâfi‘î karya Musthafa al-Khin, Musthafa al-Bugha, dan 'Ali asy-
Asyarbaji.
1) Pertama, bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah
manusia. Manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk hidup bersih dan
menghindari sesuatu yang kotor dan jorok. Karena Islam adalah agama fitrah
maka ia pun memerintahkan hal-hal yang selaras dengan fitrah manusia.
2) Kedua, menjaga kemuliaan dan wibawa umat Islam. Orang Islam mencintai
kehidupan bermasyarakat yang aman dan nyaman. Islam tidak menginginkan
umatnya tersingkir atau dijauhi dari pergaulan lantaran persoalan kebersihan.
Seriusnya Islam soal perintah bersuci ini menunjukkan komitmennya yang
tinggi akan kemuliaan para pemeluknya.
3) Ketiga, menjaga kesehatan. Kebersihan merupakan bagian paling penting
yang memelihara seseorang dari terserang penyakit. Ragam penyakit yang
tersebar umumnya disebabkan oleh lingkungan yang kotor. Karena itu tidak
salah pepatah mengungkapkan, "kebersihan adalah pangkal kesehatan".
Anjuran untuk membersihkan badan, membasuh wajah, kedua tangan,
hidung, dan kedua kaki, berkali-kali saban hari relevan dengan kondisi dan

26
aktivitas manusia. Sebab, anggota-anggota tubuh itu termasuk yang paling
sering terpapar kotoran.
4) Keempat, menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah:
tidak hanya bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya,
seorang hamba memang seyogianya suci secara lahir dan batin, bersih
jasmani dan rohani, karena Allah yuhhibbut tawwâbîna yayuhibbul
mutathahhirîna (mencintai orang-orang yang bertobat dan
menyucikandiri).Wallâhua’lam.

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan

27
Wudhu menurut bahasa berarti “baik” dan “bersih”. Sedangkan
menurut istilah, wudhu adalah membasuh muka, kedua tangan sampai
siku, mengusap sebagian kepala, dan membasuh kaki yang sebelumnya
didahului dengan niat serta dilakukan dengan tertib.
tayamum berarti menuju ke debu. Sedangkan
menurut pengertian syari’at, tayamum adalah mengusapkan debu ke
wajah dan kedua tangan dengan niat untuk mendirikan shalat atau
lainnya. 
Mandi berarti mengalirkan air ke seluruh badan. Dari segi syara‘,
mandi bermaksud mengalirkan air ke seluruh badan dengan niat yang
tertentu.
Bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah
manusia. Manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk hidup bersih
dan menghindari sesuatu yang kotor dan jorok. Karena Islam adalah
agama fitrah maka ia pun memerintahkan hal-hal yang selaras dengan
fitrah manusia.

3.2 Saran
Saran dari penulis ialah semoga bagi para pembaca bisa
mengaplikasikan teori-teori yang ada dalam makalah ini mengenai
wudhu, tayamum dan mandi. Sehingga kita bisa melakukan kegiatan
bersuci dengan benar dan apa-apa ibadah yang kita lakukan sah agar
mendapat berkah, rahmat dan pahala dari Allah Subhanallahu Wa’Taala.

DAFTAR PUSTAKA

28
Materidantutorial.blogspot.com (Februari 2018). Makalah tentang thaharah istinja wudhu.
Diakses, 30 Oktober 2021, dari http://materidantutorial.blogspot.com/2018/02/makalah-
tentang-thaharah-istinja-wudhu.html

www.mengukirperadaban.com(Mei 2013). Makalah Thaharah. Diakses, 30 Oktober 2021, dari


https://www.mengukirperadaban.com/2013/06/bab-i-pendahuluan-1.html

www.suaramerdeka.com(April 2020). Hadits rukun mandi wajib dan tata caranya. Diakses,
30 Oktober 2021, dari https://www.suaramerdeka.com/religi/pr-04425501/hadits-rukun-
mandi-wajib-dan-tata-caranya?page=all

www.tagar.id. Hal yang membatalkan wudhu. Diakses 30 Oktober 2021, dari


https://www.tagar.id/5-hal-yang-membatalkan-wudhu

www.merdeka.com. Cara wudhu tayamum beserta dalilnya perhatikan syaratnya. Diakses 30


Oktober 2021, dari https://www.merdeka.com/jabar/cara-wudhu-tayamum-beserta-dalilnya-
perhatikan-syarat-syaratnya-kln.html

wahdah.or.id. syarat-syarat sah dan rukun wudhu. Diakses 30 Oktober 2021, dari
https://wahdah.or.id/syarat-syarat-sah-dan-rukun-wudhu/

islam.nu.or.id. Makalah tentanh thaharah, istinja dan wudhu (2018). Diakses 30 Oktober
2021, dari https://islam.nu.or.id/post/read/79265/empa[ CITATION Mak18 \l
1033 ]t-hikmah-disyariatkannya-bersuci-dalam-islam

29

Anda mungkin juga menyukai