Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

WUDHU

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Ibadah


Dosen Pengampu : Wawan Trans Pujianto, M.Sos

Disusun oleh :
Naufal Syafiq Ramadhan (2204010012)

KELAS B
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) METRO
T.A 2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt. Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat serta hidayah Nya sehingga memberikan kemampuan
dan kemudahan dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta
wawasan kepada pembaca mengenai perihal Fiqih Ibadah yang mencakup
pembahasan tentang Wudhu
Saya menyadari bahwa keterbatasan pengetahuan dan pemahaman
dalam penulisan ini, menjadikan keterbatasan Saya pula untuk memberikan
penyajian yang lebih dalam dan luas tentang materi ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dimanfaatkan dengan baik
oleh pembaca. Terima kasih.

Metro, 20 September 2022

Naufal Syafiq Ramadhan

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. Latar Belakang .................................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................... 1

C. Tujuan Masalah ................................................................................... 1

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................... 2

A. Pengertian Wudhu ............................................................................... 2

1. Pengertian Secara Bahasa ................................................................ 2

2. Pengertian Secara Syari’at ............................................................... 2

B. Dasar Hukum Berwudhu ..................................................................... 3

.1 Firman Alloh ................................................................................... 3

2. Sabda Rosululloh ............................................................................. 3

3. Ijma’ ................................................................................................ 3

C. Tata Cara Berwudhu ........................................................................... 3

1. Rukun Wudhu.................................................................................. 3

2. Syarat-syarat Wudhu ....................................................................... 4

3. Sunah-sunah Wudhu........................................................................ 5

D. Perbedaan Pendapat Dalam Berwudhu ............................................... 8

1. Apakah niat merupakan syarat wudhu? ........................................... 8

2. Apakah sikut termasuk yang wajib dibasuh? .................................. 8

3. Kadar menyapu rambut ................................................................... 9

4. Masalah jumlah basuhan dan sapuan ............................................ 10

5. Hukum menyapu dua telinga ......................................................... 10

ii
6. Dua kaki dibasuh ataukah disapu? ................................................ 11

7. Masalah tartib ................................................................................ 11

8. Masalah muwaalaah (kontinyuitas) ............................................... 12

BAB III PENUTUP ..................................................................................... 13

A. Kesimpulan ....................................................................................... 13

B. Saran .................................................................................................. 13

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap kegiatan ibadah umat Islam pasti bersuci (thaharah)
terlebih dahulu mulai dari wuhdu. Wudhu adalah sebuah syariat
kesucian yang Alloh Swt. tetapkan kepada kaum muslimin. Sebagai
pendahuluan bagi shalat dan ibadah lainnya. Di dalamnya terkandung
sebuah hikmah yang mengisyaratkan kepada kita bahwa hendaknya
seorang muslim memulai ibadah dan kehidupannya dengan kesucian
lahir batin.
Wudhu disyariatkan bukan hanya ketika kita hendak beribadah,
bahkan juga disyariatkan pada seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang
muslim dianjurkan agar selalu dalam kondisi bersuci (wudhu)
sebagaimana yang dahulu yang dilazimi oleh Nabi Muhammad SAW
dan para sahabatnya yang mulia.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengertian wudhu dan dasar hukumnya?
2. Bagaimana tata cara berwudhu?
3. Apa saja perbedaan pendapat dalam berwudhu?

C. Tujuan Masalah
1. Untuk Mengetahui pengertian wudhu dan dasar hukumnya
2. Untuk mengetahui tata cara berwudhu
3. Untuk mengetahui perbedaan pendapat dalam berwudhu

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wudhu

1. Pengertian Secara Bahasa


Al Imam Ibnu Atsir Al-Jazary rohimahumullah (seorang ahli
bahasa) menjelaskan bahwa jika dikatakan wadhu’ (ْ‫)اَ ْل َوضُو ْء‬, maka
yang dimaksud adalah air yang digunakan berwudhu. Bila dikatakan
wudhu (ْ‫)الُوضُو ْء‬, maka yang diinginkan di situ adalah perbuatannya.
Jadi, wudhu adalah perbuatan sedang wadhu adalah air wudhu.
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy rohimahulloh, kata
wudhu terambil dari kata al-wadho’ah / kesucian (ْ‫)اَ ْل َوضُو ْء‬. Wudhu
disebut demikian, karena orang yang sholat membersihkan diri
dengannya. Akhirnya, ia menjadi orang yang suci.”

2. Pengertian Secara Syari’at

Sedangkan menurut Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan


Hafishohulloh:

َّ ‫صةٍْفِىْال‬ ِ َ‫اءْاْالَ ْربَعَ ِةْ َعل‬


ُ ‫ىْصفَةٍْ َم ْخ‬ َ ‫ط ُه ْو ٍرْفِىْاْأل َ ْع‬ ْ ‫َم ْعن‬
َ ْ ٍ‫ْا َ ْست َ ْع ِملُْ َماء‬:ْ‫َىْال ُوض ُْو ِء‬
ِ‫ع‬
ْ ‫ش ْر‬ َ ‫ص ْو‬ ِ ‫ض‬

Artinya: ma’ awudhu adalah menggunakan air yang suci lagi


menyucikan pada anggota-anggota badan yang empat (wajah,
tangan, kepala dan kaki) berdasarkan tata cara yang khusus menurut
syariat”.

Jadi definisi wudhu bila ditinjau dari sisi syariat adalah suatu
bentuk peribadatan kepada Alloh Ta’ala dengan mencuci anggota
tubuh tertentu dengan tata cara yang khusus.

2
B. Dasar Hukum Berwudhu

1. Firman Alloh

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan


shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua
mata kaki”. (Q.S Al-Maidah. Ayat 6)

2. Sabda Rosululloh

َ َ‫صالَة َْاَ َحد ُ ُك ْمْإِذَاْأَحْ د‬


ْ‫ثْ َحتَّىْيَت ََوضَّا َء‬ َ َْ‫الَيَ ْقبَلُْهللا‬

Artinya: Alloh tidak menerima shalat salah seorang dia nataramu


bila ia berhadats, sehingga ia berwudhu”. (HR. Al-Bukhari dan
Muslim)

3. Ijma’

Telah terjalin kesepakatan kaum muslim atas disyari’atkannya


wudhu semenjak zaman Rosululloh hingga sekarang ini, sehingga
tidak dapat disangkal lagi bahwa ia adalah ketentuan yang berasal
dari agama.

C. Tata Cara Berwudhu

1. Rukun Wudhu
Dalam kitab Fathul Mu’in disebutjkan ada 6 hal yang menjadi rukun
wudhu:

a. Niat fardhunya wudhu ketika pertama kali membasuh wajah


b. Membasuh waja
c. Membasuh kedua tangan dari telapak dan lengan sampai siku
d. Membasuh sebagian kepala
e. Membasuh kedua kaki beserta jkedua mata kaki
f. Tertib

3
Dan terdapat perbedaan pendapat ketika menyebutkan
rukun wudhu. Ada yang menyebutkan 4 saja, sebagaimana yang
tercantum dalam ayat Qur’an, namun ada juga yang
menambahinya dengan berdasarkan dalil dari sunnah.

4 (empat) rukun menurut Al-Hanafiyah mengatakan


bahwa rukun wudhu itu hanya ada 4 sebagamana yang
disebutkan dalam Nash Qur’an.

7 (tujuh) rukun menurut Al-Malikiyah menambahkan


dengan keharusan niat, ad-dalk yaitu menggosok anggota wudhu,
sebab menurut beliau sekedar mengguyur anggota wudhu dengan
air masih belum bermakna mencuci/membasuh, juga beliau
menambahkan kewajiban muwalat.

6 (enam) rukun menurut As-Syafi’iyah menambahnya


dengan niat pembasuhan dan usapan dengan urut, tidak boleh
terbolak balik. Istilah yang beliau gunakan adalah harus tertib.

7 (tujuh) rukun menurut Al-Hanabilah mengatakan


bahwa harus niat, tertib dan muwalat, yaitu berkesinambungan.
Maka tidak boleh terjadi jeda antara satu anggota dengan
anggota yang lain yang sampai membuatnya kering dari
basahnya air bekas wudhu.

2. Syarat-syarat Wudhu

a. Dikerjakan dengan air mutlaq


b. Mengalirkan air di atas anggota yang dibasuh
c. Tidak ada sesuatu pada anggota yang dapat mengubah air, yaitu
perubahan yang merusakkan nama air mutlak itu
d. Pada anggota wudhu, tidak ada sesuatu yang menghalangi antara
air dan anggota yang dibasuh
e. Dilakukan sesudah masuk waktu shalat bagi orang yang selalu
berhadats

4
3. Sunah-sunah Wudhu

a. Membaca basmalah sebelum mengambil air untuk membasuh


muka sambil niat berwudhu
b. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan, dicuci
dengan air yang suci 3x (tiga kali)
c. Berkumur
d. Beristisyaq (menghirup air ke dalam hidung) Dan sunnah
mengeraskan berkumur dan beristinsyaq bagi yang tidak puasa,
dan makruh bagi yang puasa. Berkumur dan istinsyaq dilakukan
3x.
e. Istinsaar (membuang air dari hidung) dengan meletakkan jari
telunjuk dan ibu jari tagan kiri di atas hidung. Jika dalam hidung
terdapat kotoran yang keras, hendaklah dikeluarkan dengan jari
kelingking tangan kiri.
f. Mengusap kedua telinga bagian luar atau dalam hingga gendang
telinga Dalam mengusap telinga harus menggunakan air yang
babru, bukan air yang habis digunakan mengusap kepala.
g. Merenggangkan jari-jari kedua tangan dan kaki jika menghalangi
masuknya air ke sela-sela jari

Caranya pada tangan ialah meletakkan bagian dalam pada salah


satu telapak tangan di atas telapan tangan yang lain sambil
memasukkan jari tanganpada tangan lain. Dan caranya pada kaki
adalah meletakkan jari-jari tangan kiri diantara jari kaki, dimulai
dari jari kelingking kaki kanan dan berakhir pada kelingking kiri
pada bagian bawah kaki.

h. Menggerakkan cincin agar air sampai pada bagian bawah jari


i. Mendahulukan anggota kanan ketika membasuh kedua tangan
dan kaki
j. Memulai dengan ujung anggota yaitu membasuh wajah mulai
bagian atas sampai bawah dan membasuh kedua tangan mulai
jari-jari sampai siku, mengusap kedua kepala mulai dari tempat

5
yang biasa ditumbuhi rambut sampai bagian atas kepala, dan
membasuh kedua kaki dari ujung jari-jari sampai kedua mata
kaki
k. Melebihkan basuhan pada anggota yang wajib seperti wajah,
tangan, kaki
l. Membasuh dua atau tiga kali dalam segala hal, kecuali bila sudah
merata, bila merata pada basuhan kedua, maka basuhan kedua itu
dianggap kali pertama. Bila merata pada basuhan kali ketiga,
maka semua basuhan dianggap kali pertama, dan hendakllah
diteruskan dengan basuhan kali kedua dan ketiga.
m. Menghadap kiblat
n. Langsung yaitu beruntun antara anggota-anggota wudhu tidak
terdapat jarak yang lama, sehingga anggota yang telah dibasuh
mengering kembali.
o. Membasuh tangan hingga pergelangan pada saat akan mulai
wudhu. Ini biasa dilakukan Rosulullah SAW, sunnah ini sangat
sesuai dengan fitrah dan akal. Sebab biasanya pada tangan itu
ada debu atau yang serupa dengan debu. Maka sudah harusnya,
kamu dimulai dengan membersihkannya sehingga kemudian bisa
digunakan untuk mencuci muka dan anggota tubuh lainnya.
p. Dan yang sangat ditekankan untuk melakukan itu adalah saat
bangun dari tidur. Sesuai hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Al-Bukhari dan Muslim.

ْ ‫ثْفَإِنَّهُْالَيَد ِْرىْأَيْنَ ْبَات‬


.ُ‫َتْيَدُه‬ ً َ‫َاءْ َحتَّىْيَ ْغ ِسلَ َهاْثَال‬
ِ ‫اإلن‬ ِ ‫ظْأَ َحد ُ ُك ْم‬
ِ ْ‫ْم ْنْن َْو ِم ِهْفَالَْيُد ِْخ ْلْيَدَهُْفِىْا‬ َ َ‫ِإذَْا ْست َ ْيق‬

q. “Jika seorang diantara kalian bangun dari tidur, maka janganlah


ia memasukkan tangannya ke dalam wadah air hingga dia
mencucinya sebanyak 3x. Sebab dia tidak tahu di tempat mana
tangannya berada sebelumnya.”
r. Menyela-nyela jenggot yang lebat
s. Memulai dari bagian kanan. Hendaknya ia mulai mencuci tangan
kanan sebelum yang kiri, mencuci kaki kanan sebelm yang kiri.

6
t. Irit dalam menggunakan air dan jangan sampai melakukan
pemborosan, namun jangan sampai terlalu kikir1

1
http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-tentang-
wudhu.html# Diunduh 25 September 2022

7
D. Perbedaan Pendapat Dalam Berwudhu

1. Apakah niat merupakan syarat wudhu?

Perbedaan pendapat :
Pendapat I (Syafi’I, Malik, Ahmad, Abu Tsaur, Dawud ) : ya
Pendapat II (Abu Hanifah, Sufyan Ats-Tsauri) : tidak
Sebab perbedaan pendapat :
Para fuqaha sepakat bahwa ibadah mahdhah (ibadah yang tidak bisa
dilogika) mempersyaratkan adanya niat, namun tidak untuk ibadah
ghairu mahdhah (ibadah yang bisa dilogika). Dalam hal ini, para
fuqaha berbeda pendapat tentang wudhu itu ibadah mahdhah ataukah
ghairu mahdhah, sebab wudhu itu agak samar sifatnya antara ritual
dan tindakan higienis / sanitatif.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Niat adalah wajib dalam wudhu sebagaimana ia wajib dalam setiap
amalan, sesuai dengan hadits Nabi : Innamal a’maalu bin niyyaat …

2. Apakah sikut termasuk yang wajib dibasuh?

Perbedaan pendapat :
Pendapat I (Jumhur, Malik, Syafi’I, Abu Hanifah) : ya
Pendapat II ( sebagian zhahiriyah, sebagian pengikut Malik yang
belakangan, Thabari) : tidak
Sebab perbedaan pendapat :
a. Perbedaan pendapat mengenai makna kata “ilaa” (sebagaimana
disebutkan dalam Ayat Wudhu), karena “ilaa” terkadang
bermakna “sampai” (ghaayah) dan terkadang bermakna
“termasuk” (ma’a).
b. Perbedaan pendapat mengenai makna “al-yad” , karena ia
dipakai oleh orang Arab dengan salah satu dari tiga makna :
“hand”, “dari ujung jari sampai siku”, dan “dari ujung jari
sampai bahu”.

8
Pendapat Sayyid Sabiq :
Sikut termasuk yang wajib dibasuh. Tidak ada riwayat dari Nabi
saw yang mengemukakan bahwa beliau meninggalkannya.

3. Kadar menyapu rambut

Perbedaan pendapat :
Pendapat I (Malik) : seluruh rambut wajib diusap
Pendapat II (Syafi’I, Abu Hanifah, sebagian sahabat Malik) : hanya
wajib mengusap sebagiannya
Yang dimaksud dengan sebagian ialah :
a. Syafi’I : tidak ada batasan tertentu
b. Abu Hanifah : sesuai dengan ukuran telapak tangan
c. Sebagian sahabat Malik : sepertiga atau dua pertiga bagian dari
kepala
Sebab perbedaan pendapat :
Para fuqaha berbeda pendapat mengenai makna kata “bi” (
sebagaimana disebutkan dalam Ayat Wudhu ) :
a. Ada yang mengatakan bahwa “bi” dalam ayat tersebut adalah “bi
zaidah” yang berfungsi untuk men-ta’kid. Implikasi : pendapat I
b. Yang lain mengatakan bahwa “bi” dalam ayat tersebut adalah
untuk “tab’idh” (menyatakan makna “sebagian” ). Implikasi :
pendapat II
Pendapat Sayyid Sabiq :
Mengusap kepala tidaklah harus keseluruhannya. Sesuai dengan
riwayat-riwayat dari Nabi, mengusap kepala bisa dilakukan dengan
tiga cara :
a. Mengusap keseluruhannya
b. Mengusap serbannya saja
c. Mengusap ubun-ubun dan serban

9
4. Masalah jumlah basuhan dan sapuan

Para fuqaha sepakat bahwa basuhan wajib dilakukan minimal satu


kali, dan sunnah jika dilakukan dua atau tiga kali.
Namun para fuqaha berbeda pendapat tentang jumlah usapan :
Pendapat I (Syafi’I) : jika ia membasuh tiga-tiga kali maka ia pun
mengusap tiga-tiga kali.
Pendapat II (Jumhur) : tidak ada tuntunan untuk mengulang usapan
lebih dari satu kali.
Sebab perbedaan pendapat : pertentangan antar hadits.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Menurut riwayat yang paling banyak, mengusap kepala adalah satu
kali saja.

5. Hukum menyapu dua telinga

Perbedaan pendapat :
Pendapat I (sebagian sahabat Malik) :
menyapu dua telinga adalah wajib (karena ia termasuk kepala),
dilakukan dengan air baru.
Pendapat II ( Abu Hanifah) :
menyapu dua telinga adalah wajib, tetapi tidak dengan air baru.
Pendapat III (Syafi’I) :
menyapu dua telinga adalah sunnah, dilakukan dengan air baru.
Sebab perbedaan pendapat :
a. Pertentangan antar hadits
b. Pertentangan mengenai apakah dua telinga termasuk kepala
ataukah tidak.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Mengusap dua telinga adalah sunnah wudhu.

10
Komentar :
Dalam Silsilatul Ahadits Al-Shahihah karya Syaikh Nashiruddin Al-
Albani Jilid I Bagian I terdapat hadits “Dua telinga termasuk
kedalam kepala”.

6. Dua kaki dibasuh ataukah disapu?

Sahabat Nabi berijma’ bahwa kedua tumit wajib dibasuh (hadits


Ibnu Umar, muttafaq ‘alaih). Namun terdapat perbedaan pendapat
mengenai selain tumit.
Perbedaan pendapat :
Pendapat I ( jumhur) : wajib dibasuh
Pendapat II : wajibnya adalah diusap
Pendapat III : boleh pilih antara dibasuh dan diusap
Sebab perbedaan pendapat : perbedaan qira’at :
a. Qira’at I : nashb, athaf terhadap bagian yang dibasuh. Implikasi :
pendapat I
b. Qira’at II : khifdh, athaf terhadap bagian yang diusap. Implikasi :
pendapat II
Pendapat Sayyid Sabiq :
Dua kaki adalah dibasuh, sebagaimana tumit juga dibasuh.

7. Masalah tartib

Perbedaan pendapat :
Pendapat I :
tartib adalah sunnah
Pendapat II :
tartib adalah wajib untuk perbuatan-perbuatan yang wajib (rukun
wudhu), sedangkan untuk sunnah-sunnah wudhu maka tartib adalah
mustahab / sunnah.
Pendapat III :
tartib adalah wajib secara mutlaq. Artinya : melakukan perbuatan-
perbuatan sunnah tidak secara urut adalah bid’ah yang tercela.

11
Sebab perbedaan pendapat :
a. Perbedaan pendapat mengenai makna kata “wa” (sebagaimana
tersebut dalam Ayat Wudhu)
Pendapat madzhab nahwu Bashrah : “wa” tidak menunjukkan tartib
Pendapat madzhab nahwu Kufah : “wa” menunjukkan tartib
b. Perbedaan pendapat mengenai perbuatan rasulullah dalam kasus
ini menunjukkan wajib ataukah sunnah.
Pendapat Sayyid Sabiq :
Tartib termasuk wajib wudhu, sesuai dengan keumuman hadits nabi
saw,”Dahulukanlah apa-apa yang didahulukan oleh Allah”.
Demikian pula tidak ada riwayat yang mengemukakan bahwa Nabi
berwudhu dengan tidak tertib. Sementara itu, wudhu adalah ibadah.
Dan dalam urusan ibadah, sikap kita adalah ittiba’.

8. Masalah muwaalaah (kontinyuitas)

Perbedaan pendapat :
Pendapat I (Malik) : muwaalaah adalah wajib dalam keadaan ingat
dan mampu.
Pendapat II (Syafi’I, Abu Hanifah) : muwaalaah tidaklah wajib.
Sebab perbedaan pendapat :
a. Perbedaan pendapat mengenai makna “wa”
b. Pertentangan hadits
Pendapat Sayyid Sabiq :
Muwaalaah termasuk sunnah wudhu.2

2
http://menaraislam.com/fiqih-islam/perbedaan-pendapat-seputar-wudhu Diunduh
25 September 2022

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Berwudhu adalah tindakan yang harus dilakukan seorang Muslim
sebelum melaksanakan shalat, karena wudhu sendiri merupakan salah
satu syarat sah shalat. Pengertian wudhu sendiri menurut syara’ adalah
membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil.

B. Saran
Makalah ini masih memiliki banyak kekurangan, oleh karena itu,
kritik yang sifatnya membangun sangat diharapkan dalam perbaikan
makalah ini ke depannya.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://semuamakalahpembelajaran.blogspot.com/2017/06/makalah-tentang-
wudhu.html#

http://menaraislam.com/fiqih-islam/perbedaan-pendapat-seputar-wudhu

14

Anda mungkin juga menyukai