Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

WUDHU

Dosen Pembimbing :
WAHYUNI RISMA, M.H

Di Susun Oleh
DILLA SARTIKA

UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR BUKITTINGGI


PROGRAM STUDI HUKUM
2021
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Semoga Makalah yang berjudul “WUDHU” yang penulis buat ini bisa
menambah pengetahuan dan pengalaman para pembaca. Meski telah disusun
secara maksimal oleh penulis, akan tetapi penulis sebagai manusia biasa sangat
menyadari bahwa makalah ini sangat banyak kekurangannya dan masih jauh dari
kata sempurna. Karenanya penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca.

Demikian yang dapat penulis sampaikan, semoga para pembaca dapat


mengambil manfaat dan pelajaran dari makalah ini.

Payakumbuh, Agustus 2021

(Dilla Sartika)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah ................................................................................ 1
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................... 4

A. Pengertian Wudhu ....................................................................................... 2


B. Dasar Hukum Wudhu ................................................................................... 2
C. Rukun Wudhu .............................................................................................. 3
D. Sunah Wudhu dan yang membatalkannya ..................................................... 4
E. Perbedaan pendapat ulama tentang wudhu .................................................... 7

BAB II PENUTUP ................................................................................................... 9

A. Kesimpulan .............................................................................................. 9
B. Saran ......................................................................................................... 9

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari pergaulan antar sesama
dan hubungan dengan sang pencipta. Sebagai makhluk yang berakal, sudah selayaknya ketika
menghadap Tuhannya harus mematuhi rambu-rambu yang digariskan oleh syara’. Bahkan,
ketika bermunajat dengan Sang Khaliq pun, harus diperhatikan aturan mainnya, diantaranya
adalah dengan melakukan thaharah sebagai mediator dalam beribadah kepaad Alloh.
Setiap kegiatan ibadah umat Islam pasti melakukan membersihkan (thaharah) terlebih
dahulu mulai dari wuhdu. Wudhu adalah sebuah syariat kesucian yang Alloh ‘azza Wa Jalla
tetapkan kepada kaum muslimin. Sebagai pendahuluan bagi shalat dan ibadah lainnya. Di
dalamnya terkandung sebuah hikmah yang mengisyaratkan kepada kita bahwa hendaknya
seorang muslim memulai ibadah dan kehidupannya dengan kesucian lahir batin. Sebab kata
ini sendiri berasal dari kata yang mengandung makna “kebersihan dan keindahan”.
Wudhu disyariatkan bukan hanya ketika kita hendak beribadah, bahkan juga
disyariatkan pada seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang muslim dianjurkan agar selalu
dalam kondisi bersuci (wudhu) sebagaimana yang dahulu yang dilazimi oleh Nabi
Muhammad SAW dan para sahabatnya yang mulia. Mereka senantiasa berwudhu, baik dalam
keadaan senang ataupun susah dan kurang menyenangkan (seperti saat muslim hujan dan
dingin).

B. Rumusan Masalah

a. Jelaskan pengertian dari wudhu’!


b. Sebutkan apa yang menjadi dasar hukum wudhu’ !
c. Sebutkan rukun wudu’!
d. Jelaskan sunah wudhu’ dan yang membatalkan wudhu’ !
e. Jelaskan perbedaan pendapat ulama tentang wudhu’!

C. Tujuan penulisan :
1. Untuk mengetahui tata cara berwudhu yang baik dan benar sesuai dengan ajaran dan
hukum islam yang berlaku agar ibadah shalat kita menjadi sah.
2. Memenuhi tugas makalah fiqih ibadah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Wudhu’
1. Pengertian Secara Bahasa
Al Imam Ibnu Atsir Al-Jazary rohimahumullah (seorang ahli bahasa) menjelaskan
bahwa jika dikatakan wadhu’ (ْ‫)ا َ ْل َوضُو ْء‬, maka yang dimaksud adalah air yang digunakan
berwudhu. Bila dikatakan wudhu (ْ‫)الُوضُو ْء‬, maka yang diinginkan di situ adalah perbuatannya.
Jadi, wudhu adalah perbuatan sedang wadhu adalah air wudhu.[1][1]
Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy rohimahulloh, kata wudhu terambil dari kata al-
wadho’ah / kesucian (ْ‫)ا َ ْل َوضُو ْء‬. Wudhu disebut demikian, karena orang yang sholat
membersihkan diri dengannya. Akhirnya, ia menjadi orang yang suci.”[2][2]
2. Pengertian Secara Syari’at
Sedangkan menurut Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan Hafishohulloh:
َّ ‫صةٍْفِىْال‬ ِ َ‫اءْاْالَ ْربَعَ ِةْ َعل‬
ُ ‫ىْصفَةٍْ َم ْخ‬ َ ‫ط ُه ْو ٍرْفِىْاْأل َ ْع‬ ْ ‫َم ْعن‬
َ ْ ٍ‫ْا َ ْست َ ْع ِملُْ َماء‬:ْ‫َىْال ُوض ُْو ِء‬
ِ‫ع‬
ْ ‫ش ْر‬ َ ‫ص ْو‬ ِ ‫ض‬
Artinya: mak awudhu adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada anggota-
anggota badan yang empat (wajah, tangan, kepala dan kaki) berdasarkan tata cara yang
khusus menurut syariat”.
Jadi definisi wudhu bila ditinjau dari sisi syariat adalah suatu bentuk peribadatan kepada
Alloh Ta’ala dengan mencuci anggota tubuh tertentu dengan tata cara yang khusus.
Disyari’atkan wudhu ditegaskan berdasarkan 3 macam alasan:

a. Firman Alloh dalam surat Al-Maidah ayat 6


Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu
sampai dengan kedua mata kaki”.

b. Sabda Rosululloh
َ َ‫صالَة َْاَ َحد ُ ُك ْمْ ِإذَاْأَحْ د‬
ْ‫ثْ َحتَّىْ َيت ََوضَّا َء‬ َ َْ‫الَ َي ْق َبلُْهللا‬
Artinya: Alloh tidak menerima shalat salah seorang dia nataramu bila ia berhadats, sehingga
ia berwudhu”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

c. Ijma’
Telah terjalin kesepakatan kaum muslim atas disyari’atkannya wudhu semenjak zaman
Rosululloh hingga sekarang ini, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa ia adalah
ketentuan yang berasal dari agama.

2
B. Dasar Hukum Wudhu’

Ayat dan Hadist tentang Wudhu


- Ayat Al-Qur’an tentang melakukan wudhu adalah sebagai berikut :
ِْ ‫س ُحواْ ِب ُر ُءو ِس ُك ْْمْ َوأ َ ْر ُجلَ ُك ْْمْ ِإلَىْ ْال َك ْع َبي‬
‫ْن‬ ِْ ‫صال ِْةْفَا ْغ ِسلُواْ ُو ُجو َه ُك ْْمْ َوأ َ ْي ِد َي ُك ْْمْ ِإلَىْ ْال َم َرا ِف‬
َ ‫قْ َوا ْم‬ َّ ‫ياأَيُّ َهاْالَّذِينَْْآ َمنُواْ ِإذَاْقُ ْمت ُ ْْمْ ِإلَىْال‬
Artinya : "Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat[2],
maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki". (Al-Maidah :6)

- Hadist tentang melakukan wudhu’ adalah sebagai berikut :


Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,:
َْ َ‫ص َال ْة ُْأ َ َح ِد ُك ْْمْ ِإذَاْأَ ْحد‬
‫ثْ َحتَّىْ َيت ََوضَّأ‬ ُْ ‫الْت ُ ْق َب‬
َ ْ‫ل‬ َْ
“Tidak akan diterima shalat seorang diantara kalian jika ia berhadats hingga dia berwudhu”
[Muttafaqun alaihi, Bukhari (135), Muslim (225)]
Hadits dari Abdullah Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma dia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda,
ِْ ‫إِنَّ َماْأ ُ ِم ْرتُْْبِ ْال ُوض‬
َّ ‫ُوءْإِذَاْقُ ْمتُْْإِلَىْال‬
‫ص َالة‬
“Hanyasanya aku diperintah untuk berwudhu apabila hendak melakukan shalat” [HR. Abu
Dawud (3760), Tirmidzi (1848)]
Ini juga hadis yang menunjukkan bahwa bersuci adalah syarat diterimanya shalat. Sehingga
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam diperintahkan untuk berwudhu ketika hendak
melaksanakan sholat. Karena shalat tanpa berwudhu, maka akan sia-sia dan tidak diterima
Dari Abu Sa’id radhiyallahu Anhu Dia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi
Wasallam bersabda،
ُْ ‫ص َالةِْ ِم ْفتَا‬
‫ح‬ َّ ‫ور ال‬ ُّ ‫ير َوتَحْ ِري ُم َها‬
ُْ ‫الط ُه‬ ُْ ِ‫التَّ ْس ِليم َوتَحْ ِليلُ َها التَّ ْكب‬
“Kunci shalat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir, penutupnya adalah salam” [HR.
Abu Dawud (60), Tirmidzi (3), Ibnu Majah (275), dan yang lainnya. Syeikh Albani
menshahihkan hadits ini dalam Shahihul Jami’ (5761)]

C. Rukun Wudhu
Dalam kitab Fathul Mu’in disebutjkan ada 6 hal yang menjadi rukun wudhu:[3][5]
1. Niat fardhunya wudhu ketika pertama kali membasuh wajah
2. Membasuh waja
3. Membasuh kedua tangan dari telapak dan lengan sampai siku
4. Membasuh sebagian kepala
5. Membasuh kedua kaki beserta jkedua mata kaki
6. Tertib

3
Dan terdapat perbedaan pendapat ketika menyebutkan rukun wudhu. Ada yang
menyebutkan 4 saja, sebagaimana yang tercantum dalam ayat Qur’an, namun ada juga yang
menambahinya dengan berdasarkan dalil dari sunnah.
4 (empat) rukun menurut Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun wudhu itu hanya
ada 4 sebagamana yang disebutkan dalam Nash Qur’an.
7 (tujuh) rukun menurut Al-Malikiyah menambahkan dengan keharusan niat, ad-dalk
yaitu menggosok anggota wudhu, sebab menurut beliau sekedar mengguyur anggota wudhu
dengan air masih belum bermakna mencuci/membasuh, juga beliau menambahkan kewajiban
muwalat.
6 (enam) rukun menurut As-Syafi’iyah menambahnya dengan niat pembasuhan dan
usapan dengan urut, tidak boleh terbolak balik. Istilah yang beliau gunakan adalah harus
tertib.
7 (tujuh) rukun menurut Al-Hanabilah mengatakan bahwa harus niat, tertib dan
muwalat, yaitu berkesinambungan. Maka tidak boleh terjadi jeda antara satu anggota dengan
anggota yang lain yang sampai membuatnya kering dari basahnya air bekas wudhu.

Syarat-syarat Wudhu
1. Dikerjakan dengan air mutlaq
2. Mengalirkan air di atas anggota yang dibasuh
3. Tidak ada sesuatu pada anggota yang dapat mengubah air, yaitu perubahan yang
merusakkan nama air mutlak itu
4. Pada anggota wudhu, tidak ada sesuatu yang menghalangi antara air dan anggota yang
dibasuh
5. Dilakukan sesudah masuk waktu shalat bagi orang yang selalu berhadats

D. Sunah-sunah Wudhu dan yang membatalkan


a. Sunah Wudhu’
1. Membaca basmalah sebelum mengambil air untuk membasuh muka sambil niat
berwudhu
2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan, dicuci dengan air yang suci 3x
(tiga kali)
3. Berkumur
4. Beristisyaq (menghirup air ke dalam hidung) Dan sunnah mengeraskan berkumur dan
beristinsyaq bagi yang tidak puasa, dan makruh bagi yang puasa. Berkumur dan istinsyaq
dilakukan 3x.
5. Istinsaar (membuang air dari hidung) dengan meletakkan jari telunjuk dan ibu jari tagan
kiri di atas hidung. Jika dalam hidung terdapat kotoran yang keras, hendaklah dikeluarkan
dengan jari kelingking tangan kiri.

4
6. Mengusap kedua telinga bagian luar atau dalam hingga gendang telinga Dalam
mengusap telinga harus menggunakan air yang babru, bukan air yang habis digunakan
mengusap kepala.
7. Merenggangkan jari-jari kedua tangan dan kaki jika menghalangi masuknya air ke sela-
sela jari
Caranya pada tangan ialah meletakkan bagian dalam pada salah satu telapak tangan di
atas telapan tangan yang lain sambil memasukkan jari tanganpada tangan lain. Dan
caranya pada kaki adalah meletakkan jari-jari tangan kiri diantara jari kaki, dimulai dari
jari kelingking kaki kanan dan berakhir pada kelingking kiri pada bagian bawah kaki.
8. Menggerakkan cincin agar air sampai pada bagian bawah jari
9. Mendahulukan anggota kanan ketika membasuh kedua tangan dan kaki
10. Memulai dengan ujung anggota yaitu membasuh wajah mulai bagian atas sampai bawah
dan membasuh kedua tangan mulai jari-jari sampai siku, mengusap kedua kepala mulai
dari tempat yang biasa ditumbuhi rambut sampai bagian atas kepala, dan membasuh
kedua kaki dari ujung jari-jari sampai kedua mata kaki
11. Melebihkan basuhan pada anggota yang wajib seperti wajah, tangan, kaki
12. Membasuh dua atau tiga kali dalam segala hal, kecuali bila sudah merata, bila merata
pada basuhan kedua, maka basuhan kedua itu dianggap kali pertama. Bila merata pada
basuhan kali ketiga, maka semua basuhan dianggap kali pertama, dan hendakllah
diteruskan dengan basuhan kali kedua dan ketiga.
13. Menghadap kiblat
14. Langsung yaitu beruntun antara anggota-anggota wudhu tidak terdapat jarak yang lama,
sehingga anggota yang telah dibasuh mengering kembali.
15. Membasuh tangan hingga pergelangan pada saat akan mulai wudhu. Ini biasa dilakukan
Rosulullah SAW, sunnah ini sangat sesuai dengan fitrah dan akal. Sebab biasanya pada
tangan itu ada debu atau yang serupa dengan debu. Maka sudah harusnya, kamu dimulai
dengan membersihkannya sehingga kemudian bisa digunakan untuk mencuci muka dan
anggota tubuh lainnya.
Dan yang sangat ditekankan untuk melakukan itu adalah saat bangun dari tidur. Sesuai
hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim.
ْ ‫ثْفَإِنَّهُْالَ َيد ِْْرىْأَيْنَ ْ َبات‬
.ُ‫َتْ َيدُه‬ ً َ‫َاءْ َحتَّىْ َي ْغ ِسلَ َهاْثَال‬
ِ ‫اإلن‬ ِ ‫ظْأ َ َحد ُ ُك ْم‬
ِ ْ‫ْم ْنْن َْو ِم ِهْفَالَْيُد ِْخ ْلْ َيدَهُْ ِفىْا‬ َ َ‫ِإذَْا ْست َ ْيق‬
“Jika seorang diantara kalian bangun dari tidur, maka janganlah ia memasukkan
tangannya ke dalam wadah air hingga dia mencucinya sebanyak 3x. Sebab dia tidak tahu
di tempat mana tangannya berada sebelumnya.”
16. Menyela-nyela jenggot yang lebat
17. Memulai dari bagian kanan. Hendaknya ia mulai mencuci tangan kanan sebelum yang
kiri, mencuci kaki kanan sebelm yang kiri.
18. Irit dalam menggunakan air dan jangan sampai melakukan pemborosan, namun jangan
sampai terlalu kikir

5
b. Hal-hal yang Membatalkan Wudhu
1. Kencing dan Buang Air Besar
Hal yang membatalkan wudhu dan disepakati bersama adalah keluarnya kencing dan tinja
dari seseorang. Tentang batalnya wudhu karena kencing dan tinja adalah sesuatu yang
sudah sangat diketahui dan disepakati dan sudah jelas tidak memerlukan dalil untuk
menjelaskannya.
2. Madzi dan Wadi
Termasuk yang membatalkan yang keluar dari kemaluan depan seorang laki-laki adalah
madzi dan wadi.
Madzi adalah sesuatu yang keluar dari penis seseorang lelaki setelah dia bercumbu,
melihat atau berpikir mengenai seks. Dia adalah air yang kental yang keluar dengan cara
mengalir dan tidak memancar laksana mani.
Sedangkan wadi adalah air berwarna putih yang keluar setelah buang air kecil.
Keduanya membatalkan wudhu laksana kencing, dan tidak ada kewajiban apa-apa lagi
bagi seseorang yang keluar madzi dan wadi kecuali istinja’ dan wudhu.
3. Keluarnya Angin dari Anus
Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim disebutkan dari Abu Hurairah, bahwa Rosululloh
SAW bersabda:
‫ثْ َحتَّىْ َيت ََوضَّا َْء‬ َ َ‫صالَة َْاَ َحد ُ ُك ْمْ ِإذَاْأَحْ د‬َ َْ‫الَ َي ْق َبلُْهللا‬
Artinya: Alloh tidak menerima shalat salah seorang dia nataramu bila ia berhadats, sehingga
ia berwudhu”.
Abu Hurairah menafsirkan kata “hadats”, di sini ada orang bertanya kepadanya: “apa
yang dimaksud dengan hadats”? Dia berkata: kentut yang tidak ada suaranya dan kentut yang
ada suaranya.
Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zaid dari Ashim Al-
Anshari, bahwa dia mengadukan sesuatu kepada Rosululloh tentang seseorang yang ragu
merasakan sesuatu pada saat shalat yakni dia merasakan ada angin keluar dari anusnya, maka
Rosululloh SAW bersabda:
‫ص ْوتًاْأَ ْوْيَ ِجدَ ِر ْي ًحا‬َ ْ‫فْ َحتَّىْيَ ْس َم َع‬ ْ ‫ص ِر‬ َ ‫الَيَ ْنفَتِ ْلْأ َ ْوْالَْ َي ْن‬
“Janganlah dia berhenti (berpaling) hingga dia mendengar bunyi atau dia mencium bau”.
Artinya, dia masih tetap berada dalam keadaan suci dan dalam wudhunya, karena itu
adalah keyakinan, dan keyakinan tidak hilang disebabkan keraguan, lain halnya jiak dia
mendengar suara kentutnya atau mencium baunya.
4. Tidur Berat
Hal yang disepakati membalatkan wudhu adalah tidur berat dan panjang.
Sebagaimana tidurnya seseorang yang tidur di malam hari, kemudian dia bangun pagi.
Sedangkan yang berupa kantuk, maka dia tidak membatalkan wudhu, sebab itu adalah
tidur ringan.
ْ‫س ُه ْمْث ُ َّم‬
ُ ُ‫ْرؤ‬ ْ َ‫مْ َعلَىْ َع ْهد ِِن َْْي ْنت َِظ ُر ْون‬.‫س ْو ُلْهللاِ ْص‬
َ َ‫ْال ِعشَا َء ْ َحتَّىْتَحْ فِق‬ ُ ‫ْر‬
َ ُ‫ص َحاب‬ ْ َ ‫ْ( َكانَ ْأ‬:َ‫ي ْهللاُْ َع ْنهُْقَال‬ َ ‫ض‬ ِ ‫ْر‬ َ ‫َع ْن ْأَن َِسْاب ِْن ْ َما ِل ِك‬
ُ
‫صلهُْفِوْ ُم ْس ِل ٍْم‬ْ َ‫ىْوا‬ ْ ُ
َ ِ‫َّارْقطن‬
َ ‫ص َّح َحهُْالد‬ َ ‫ْو‬ ْ َ
َ َ‫ض ُؤنَ ْ(أخ َر َجهُْأب ُْوْدَ ُاود‬ َّ ‫ْوالَْيَت ََو‬َ َ‫صلُّ ْون‬ َ ُ‫ي‬

6
5. Bersentuhan laki-laki dan perempuan yang boleh nikah yang sudah baligh dan berakal,
dan tidak ada penghalang keduanya.
6. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan tanpa ada penghalang

E. Perbedaan Pendapat Ulama tentang Wudhu’

para ulama berbeda pendapat soal rukun-rukun dalam wudu. Ada yang menyebutkan 4 saja
sesuai dengan yang ada di Al-Qur an, namun ada pula yang menambahnya berdasarkan dalil
dari sunnah.

Menurut Al Hanafiyah, rukun wudu itu hanya ada 4 sebagaimana yang disebutkan di dalam
Al-qur an.

Menurut Al-Malikiyah, ada 7 rukun dengan menambahkan dengan keharusan berniat dan ad
dalk atau menggosok anggota wudu. Sebab, menurut beliau jika sekedar membasuh anggota
wudu dengan air masih belum bermakna bersuci. Beliau juga menambahkan kewajiban
Muwalat atau bersegera membasuh anggota yang lain.

Menurut As-Syafi'iyah , ada 6 rukun dengan menambahkan niat dan tertib yakni kewajiban
untuk melakukan semua pembasuhan dan usapan dengan urut, tidak boleh acak, idtilah yang
digunakan beliau adalah tertib.

Menurut Al Hanabilah, ada 7 rukun dengan keharusan niat, tertib dan mualat, yaitu
berkesinambungan. Maka tidak boleh terjadi jeda antara satu anggota dengan anggota yang
lain yang sampai membuatnya kering dari basah air bekas wudu.

Dan para ulama juga berbeda pendapat soal hukum tertib dalam wudhu. Pertama, menurut
Imam Abu Hanifah, Imam Daud Adz-Dzahiri, Imam Malik, dan sebagian ulama mazhab
Syafi'i, tertib hukumnya sunnah. Artinya, jika seseorang berwudhu tidak sesuai dengan
urutan wudhu pada umumnya, maka wudhunya tetap sah.

Mereka berpedoman pada Surat Al-Ma'idah ayat 6 di atas. Pada ayat tersebut, Allah
SWT. menyambungkan (meng-athaf-kan) antara satu anggota wudhu dengan anggota wudhu
yang lain menggunakan huruf "wawu". Sementara huruf wawu tidak berfaedah at-
tartib (urutan). Karenanya, dengan cara apa pun seseorang berwudhu; tertib atau tidak,
wudhunya tetap sah.

Selain itu, mereka berpegangan pada hadits riwayat Utsman bin Affan radhiyallahu 'anhu:

Bahwa Nabi SAW. membasuh kedua kakinya tiga kali, lalu mengusap kepalanya. (Imam
Daruquthni, Sunan Ad-Daruquthni, juz I, halaman 85).

Pada hadits di atas, nabi Muhammad SAW. membasuh kedua kakinya terlebih dahulu, baru
kemudian mengusap kepalanya. Ini menunjukkan bahwa tertib bukan merupakan kewajiban
ataupun rukun wudhu, melainkan hanya sebatas kesunnahan saja.
7
Kedua, menurut Imam Syafi'i, Imam Ibnu Hazm Adz-Dzahiri, dan Imam Ahmad bin Hambal,
tertib merupakan rukun wudhu. Artinya, seseorang yang berwudhu tidak sesuai dengan
urutannya, wudhunya tidak sah. Mereka juga berpedoman pada Surat Al-Ma'idah ayat 6 di
atas. Pada ayat dimaksud, Allah subhanahu wata'ala menyebut anggota wudhu yang diusap
(kepala) berada di antara anggota-anggota wudhu yang dibasuh (muka, tangan, dan kaki).
Sedangkan dalam tradisi bahasa Arab, hal-hal yang sejenis selalu disebutkan berbarengan.
Tradisi ini tidak akan diubah kecuali karena ada maksud tertentu, yaitu melaksanakan wudhu
sesuai dengan urutan tersebut.

Di samping itu, mereka juga berpegangan pada kebiasaan Nabi Muhammad SAW, para
sahabat, dan para tabi'in, bahwa mereka selalu berwudhu sesuai dengan urutan wudhu pada
umumnya. Ini merupakan penjelasan akan kewajiban tertib dalam wudhu. (Imam
Nawawi, Al-Majmu', juz I, halaman 484).

Dari kedua pendapat tersebut, tampaknya pendapat kedua yang menyatakan kewajiban tertib
merupakan pendapat yang kuat. Sebab, setiap orang yang menceritakan sifat wudhu Rasul
SAW., selalu menyebutkan bahwa wudhunya tertib, tidak sekalipun Rasul berwudhu secara
tidak tertib. Sehingga disimpulkan bahwa wudhu secara tertib inilah wudhu yang diajarkan
Rasul kepada umatnya.

Adapun hadits riwayat Utsman bin Affan RA. di atas, yang menyebutkan bahwa Nabi SAW.
membasuh kedua kakinya terlebih dahulu, baru kemudian mengusap kepalanya, hadits ini
bertentangan dengan hadits yang lebih kuat, yaitu hadits riwayat Imam Daruquthni dari jalur
Imam Ahmad, yang menyatakan bahwa Nabi SAW mengusap kepala terlebih dahulu, baru
membasuh kedua kakinya. Dengan demikian, hadits Utsman tidak layak dijadikan sebagai
dalil.

Analisa :

Berwudu merupakan hal yang wajib dilakukan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah.
Sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran :

" Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua
kakimu sampai ke kedua mata kaki". (QS: Al-Maidah-6)

Dari perbedaan dalam segi rukun-rukunnya. Para ulama mempunyai dalil yang jelas Terkaait
perbedaan jumlah rukun wudlu. . Wudlu merupakan hal yang vital dalam beibadah kepada
Allah, hendaknya kita menjalankannya sesuai dengan Madzhab yang di ikuti. Tanpa mencela
satu sama lain.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berwudhu adalah tindakan yang harus dilakukan seorang Muslim sebelum melaksanakan
shalat, karena wudhu sendiri merupakan salah satu syarat sah shalat.Pengertian wudhu sendiri
menurut syara’ adalah, membersihkan anggota wudhu untuk menghilangkan hadats kecil.
Fardhu Wudu’ ada 6 yakni :
1. Niat: hendaknya berniat menghilangkan hadast kecil, dan cara melakukannya tepat pada
waktu membasuh muka, sesuai dengan pengertian niat itu sendiri.
2. Membasuh seluruh muka (mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu,
dan dari telinga kanan hingga telinga kiri)
3. Membasuh kedua tangan sampai siku-siku
4. Mengusap sebagian rambut kepala
5. Membasuh kedua belah kaki sampai mata kaki
6. Tertib (berturut-turut), artinya mendahulukan mana yang harus didahulukan, dan
mengakhirkan mana yang harus diakhirkan.
Syarat-syarat wudhu
1. Beragama IslamMumayiz
2. Tidak sedang berhadast besar
3. Menggunakan air yang suci dan mensucikan
4. Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit
Hal Yang Membatalkan Wudhu:
Keluarnya sesuatu dari dua jalan, yaitu dari qubul dan dubur. seperti buang air kecil,
buang air besar, keluar angin (kentut) dan lain lain.
1. Hilang akal
2. Bersentuhannya kulit laki-laki dan perempuan yang bukan muhrimnya tanpa memakai
tutup atau penghalang.
3. Menyentuh kemaluan (qubur/dubur) meskipun kemaluannya sendiri tanpa memakai
tutup.
4. Tidur nyenyak, kecuali tidur sambil duduk dengan tetap kedudukannya.

B. Saran
Jika kita hendak melaksanakan sholat,maka berwudhu lah dengan syarat sah yang
telah dianjurkan oleh nabi,karena syarat sah sholat adalah suci dari hadas besar dan
kecil.makalah ini belum sempurna maka kami sangat meminta kritik dan saran agar
pembuatan makalah selanjutnya dapat lebih baik lagi.

9
DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Al Imam Al Hafizh, Ibnu Hajar Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhari Cet. I.
Jakarta Selatan: Pustaka Azam. 2001

Al-Jamal Ibrahim Muhammad. Fiqih Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani. 1999.

Al-Malibary, Zainuddin bin Muhammad Al-Ghozaly. Fathul Mu’in. Surabaya: Darul Ilmi, tt.

Al-Qaradhawi Yusuf. Fiqih Thoharoh. Jl. Cipinang Muara Raya No. 63 Jakarta Timur:
Pustaka Al-Kautsar. 2004.

Al-Thoyaar, Abdullah bin Muhammad. Risalah fi Al-Fiqh. Al-Muyassar Cet I. Riyadh:


Madar Al Watoni lin Nasyr. tt.

Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Al-Nihayah fi Ghorib Al-Hadits wal atsar Cet. 5.
Mesir: Jannatul Afkar. 2008.

Mas’ud, Ibnu dan Zainal Abidin. Fiqih Madzab Imam Syafi’I, Bandung: Pustaka Setia
Bandung. 2007.

10

Anda mungkin juga menyukai