Anda di halaman 1dari 32

Fiqih Ibadah

BUKU PANDUAN
WUDHU DAN TAYAMUM

Penulis:
Yuda Setiawan
Fiqih Ibadah

BUKU PANDUAN

WUDHU DAN

TAYAMUM

Dosen Pengampu:
Muhammad Ali, M.Pd.I

Disusun Oleh:

Yuda Setiawan
2201011094 (Kelas F)
ii
Kata Pengantar

Assalamu‟alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh…

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan rahmat, karunia, serta hidayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas kami dengan tepat waktu dan tanpa ada
suatu halangan apapun. Dan tak lupa sholawat beserta salam selalu kami
sanjungkan kepada baginda agung Nabi Muhammad SAW yang selalu
kita semua nanti-nantikan syafa‟atnya kelak di yaumil qiyamah.
Tidak lupa juga kami mengucapkan beribu-ribu terimakasih kepada
bapak Muhammad Ali, M.Pd.I selaku dosen pengampu mata kuliah
Fiqih Munakahat yang telah memberikan tugas ini sehingga kami dapat
menyusun dan menghasilkan sebuah buku yang berjudul: “ Fiqih
Ibadah: Buku Panduan Wudhu dan Tayamum” yang diharapkan dapat
menambah pengetahuan dan wawasan kami sesuai dengan bidang studi
yang sedang kami tempuh. Kami juga mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah bersedia memberikan sebagian referensi-
referensi pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan buku
ini dengan baik.

Meski telah disusun dengan secara maksimal, penulis memahami


bahwa kami sebagai manusia biasa menyadari bahwa dalam penulisan
buku ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
sebagai penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari para pembaca.

Wassalamu‟alaikumWarahmatullahi Wabarakatuh…

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.........................................................................................................III
DAFTAR ISI...............................................................................................................IV
BAB I..........................................................................................................................1
A. Pengertian Wudhu........................................................................................1
B. Dalil Tentang Wudhu.....................................................................................2
C. Syarat Sah Wudhu.........................................................................................3
D. Rukun Wudhu................................................................................................4
E. Sunnah Sunnah Wudhu.................................................................................6
F. Hal-hal yang Membatalkan Wudhu...............................................................7
G. Tata Cara Wudhu...........................................................................................9
BAB II.......................................................................................................................13
A. Pengertian tayamum...................................................................................13
B. Dalil-dalil tentang Tayamum.......................................................................13
C. Syarat-Syarat Tayamum..............................................................................14
D. Sebab-Sebab di Perbolehkannya Tayamum................................................15
E. Rukun Tayamum..........................................................................................15
F. Sunnah Tayamum........................................................................................16
G. Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum........................................................17
H. Tata Cara Tayamum.....................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................20

iv
BAB I

A. Pengertian Wudhu

Secara bahasa kata wudhu' (‫ا‬3‫ )ءوضول‬dalam bahasa Arab berasal dari kata
al-wadha'ah (‫)ةءاضولا‬. Kata ini bermakna an-Nadhzafah (‫لا‬3‫ظن‬3‫ )ةفا‬yaitu
kebersihan. Imam an-Nawawi (w. 676 H) mengatakan dalam kitab al-
Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab:

.‫ال‬3‫ يهو ةفاظن‬3‫مبا‬3‫ال دل‬3‫اضو‬3‫ف نم ةء‬3‫ا وه‬3‫ل‬3‫امأو ءوضو‬


Adapun kata Wudhu berasal dari wadha’ah yang maknanya
adalah kebersihan.1
Di dalam kamus bahasa arab “al Wudhu” dengan dhommah,
berarti pekerjaan bersuci dan dengan huruf wawunya (Wadhu), berarti
air yang dipergunakan untuk berwudhu.2
Pengertian wudhu secara istilah adalah mengguyurkan air ke
anggota tubuh tertentu seperti wajahatau muka secara merata, kedua
tangan sampai sampai pergelangan tangan, mengusap kepala, dan
membasuh kedua kaki untuk membersihkan dari hal-hal yang dapat

1
Muhammad Ajib, Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafi’iy (Jakarta: Rumah fiqih,
2019), hal.6
2
Abubakar Muhammad, Terjemah Subulus Salam, (Surabaya : Al Ikhlas, 1998), hal.
95

1
membuat seorang muslim tidak dapat beribadah baik ibadah sholat
atau lainnya. Wudhu merupakan perintah langsung yang disampaikan
oleh Allah yang terdapat dalam kitab suci Al-Qur’an pedoman umat
Islam yaitu sebagai petunjuk untuk melakukan bersuci terlebih dahulu
sebelum menjalankan ibadah seperti ibadah shalat. Selain untuk
mensucikan diri dari hadast kecil wudhu juga memiliki manfaat bagi
kesehatan.3
Pengertian ini mengandung makna syari, karena wudhu
menurut syar'i hanya sebatas nizhafah, bebersih, atau bersuci. Adapun
pengertian wudhu menurut syar'i adalah penggunaan air pada
beberapa anggota badan secara khusus, meliputi bagian wajah, kedua
tangan, dan anggota-anggota wudhu yang lain dengan cara-cara
tertentu.4

B. Dalil Tentang Wudhu

Ketetapan hukum wudhu berdasarkan pada tiga macam dalil :


1. Al-Quran
Q.S. Al-Maidah ayat 6

‫َلى ٱ ْل َم َرا‬
‫فِ ق‬ ُ‫و وج ْ ِد َيك‬Jُ‫’و ِة سل‬ ‫ ْمت‬Jُ‫ا ق‬J‫ َٰٓو ۟ا ِإ َذ‬Jُ‫ءا َمن‬ ‫َيَٰٓأ ها ٱل‬
َ‫َفٱغ صَل ۟ا و م ْم وأ‬ ‫َلى ٱل‬Jِ‫ْم إ‬ ‫ِذين‬ ‫ُّي‬
‫ْي‬ ‫ه‬
3
Holifit, H., Wahdah, N., & Anshari, M. R, “Penerapan Program Pembinaan Ibadah
Tatacara Wudhu Yang Baik dan Benar di TPA Sukamulya”, Jurnal Ilmiah Mandala Education,
vol 8, (Oktober, 2022), 4.
4
Asmaju Muchtar, Dialog lintas mazhab, (Jakarta: Amzah, 2016), hal. 58
2
’ ‫م م ض‬Jُ‫وِإن ُكنت‬ ‫فَٱطه ُرو ۟ا‬ ْ ِ ‫ُك ْم ِإلَى ٱ ْل َك‬ ْ ‫سُك‬ ‫س ح و ۟ ا ِب‬ ‫وٱ ْم‬
ٰٓ
‫ْر‬ ‫“ جُنًبا‬ ‫ْع َب ْين “ جلَ إن م‬ ‫ْم ر‬ ‫ُرء و‬
‫َى‬ ‫و‬
‫ُنت‬ َ‫وأ‬
‫َّم‬ ‫مَٰٓا‬ ٓ ‫سا‬ ‫آَٰ ئِ ط أ َ ستُ ُم‬Jَ‫’من ٱ ْلغ‬ ٓ ‫جا‬ َ‫علَ ’ى سف‬ ‫أ َ ْو‬
‫ء ُمو ۟ا‬ ‫ ِج‬Jَ‫ْو ’منكُم م ٱل ِن’ َ َء َف َل ْم ت‬ ‫ح‬Jَ‫َء أ‬ ‫ٍر أَ ْو‬
‫تَ َي‬ ‫ُ د و ۟ا‬ ‫َل‬ ‫ٌد‬
‫’ ح ِكن‬ ‫ ل َيج َعل عل‬J‫ّلل‬ ُ ‫ “ ما ي‬Jُ‫ ْي ِديكُم ’م ْنه‬Jَ‫ْم وأ‬ ‫سح و ۟ا‬ ‫ص ِعي ًدا ط ِ’ي ًبا‬
‫م َر و‬ ‫يْ كُم‬ ‫ِري ُد ٱ جوهُك‬ ‫ِب ُ و‬ ‫َفٱ ْم‬
َ‫ن ٍج ’ل‬
‫ل ْم ش ُرون‬ َ‫عل‬ ‫ ِت َّم ن‬Jُ‫و ِلي‬ ‫ط ’ه‬Jُ‫ ِري ُد لي‬Jُ‫ي‬
‫َت‬ ‫ْي‬ ‫ه‬Jَ‫ْع َمت‬ ‫َرُك ْم‬
Artinya:“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki, dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah
dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan
tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya
kamu bersyukur.”(Q.S. Al-Maidah :6)5
2. As-Sunnah
‫ح َدث‬
‫صالََة ِدكُ ذَا ا‬ ُ‫ْق هلال‬ .‫م‬.‫ي ص‬ ‫هلال ع الن‬ ُ ‫رضي‬ ‫ ِبى ْي‬Jَ‫عن ا‬
‫ا ْم ح‬ ‫َب ل‬ :‫ال‬Jَ‫ق‬ ‫ ا ّ ِب ن‬Jُ‫نه‬ ْ ‫َرةَ َر‬
‫َي‬
‫ّى َ ضا ِء ـ‬Jَ‫حت‬
‫و‬
َ‫ت‬
(‫واه الشيخان و ابو داود و الترمذى‬J‫)ر‬

Artinya: "Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: Allah tidak
menerima sholat salah seorang di antaramu, jika ia berhadats, sampai ia
berwudhu lebih dahulu." (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, dan
Turmudzi).6
C. Syarat Sah Wudhu
Syarat adalah ketentuan yang wajib dilakukan sebelum praktek
ibadah dilakukan. Terkait syarat wudhu, para ulama membedakannya
menjadi dua jenis: syarat wajib dan syarat sah. Maksud dari syarat wajib
wudhu adalah syarat syarat yang apabila terpenuhi pada diri seseorang,
maka wudhu itu hukumnya menjadi wajib. Adapun syarat sah adalah hal-hal
yang apabila belum terpenuhi, maka wudhu itu hukumnya menjadi tidak
sah.
5
Al-Qur’an,5 (Al-Maidah) : 6.
6
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, (Jakarta: Al Maarif, 1987), Cet.Ke-6 h. 87

3
Adapun syarat wajib wudhu sebagaimana berikut:
1. berakal sehat, tidak wajib wudhu bagi orang gila dan orng yang
pingsan atau sedang tidur
2. Baligh, tidak wajib wudhu bagi anak anak yang belum baligh
3. Beragama islam
4. Mampu menggunakan air suci secara sempurna
5. Suci dari haid dan nifas atau junub
6. Telah masuk waktu shalat

Sedangkan syarat sah wudhu. Antara lain:


1. Adanya air suci dan mensucikan untuk berwudhu
2. Tidak ada sesuatu benda yang menghalangi air sampai ke kulit
anggota wudhu
3. Tidak ada sesuatu yang berlawanan dengan wudhu
4. Orang yang mumayyiz, tidak sah wudhu anak yang belum mumayyiz 7

D. Rukun Wudhu
Rukun wudhu adalah hal-hal yang harus dilakukan saat melaksana kan
wudhu. Jika salah satu dari rukun ini ditinggalkan, maka wudhunya tidak
sah. Rukun wudhu ada enam, yaitu sebagai berikut:
1. Niat

Rukun wudhu yang pertama adalah niat ketika membasuh wajah.


Hendaklah berniat (menyengaja) menghilangkan hadas atau menyengaja
berwudhu. Sabda Rasulullah Saw sebagai berikut : “sesungguhnya segala
amal itu hendaklah dengan niat”. (H.R.Bukhari Muslim)

7
Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Dahsyatnya Terapi Wudhu, (Jakarta: PT. Elex
Media Komputindo, 2010), hal. 171

4
Niat yang hukumnya wajib yaitu niat yang kita hadirkan dalam
hati pada saat kita membasuh wajah. Adapun niat yang kita lafadzkan
sebelum berwudhu itu hukumnya hanya sunnah. Maka sah atau tidak sahnya
wudhu kita itu tergantung pada niat yang terlintas dalam hati ketika
membasuh wajah kita. Dalam kitab Kaasyifatus Sajaa karya Syaikh
Nawawi al-Bantani (w. 1314 H) niat dalam hati itu minimal menyebutkan
sebagai berikut: “Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil
fardhu karena Allah ta’ala”.8
2. Membasuh muka

Batas muka yang wajib dibasuh adalah dari tempat tumbuh rambut kepala
sebelah atas sampai kedua tulang dagu sebelah bawah; lintangnya, dari
telinga ke telinga.
3. Membasuh kedua tangan hingga ke siku

Maksudnya, siku juga wajib dibasuh. Siku bagian atas termasuk yang wajib
dicuci/dibasuh.

4. Mengusap Sebagian kepala

Mengusap artinya membasahi sekedarnya dengan air. Firman Allah diatas


tidak menunjukkan adanya kewajiban seluruh kepala, tetapi dapat dipahami
cukup dengan mengusap sebagian saja.
5. Membasuh kedua telapak kaki sampai kedua mata kaki

Membasuh kedua mata kaki hukumnya wajib karena Allah sebutkan


dengan lafadz/bentuk perintah, dan hukum asal perintah dalam masalah
ibadah adalah wajib. Adapun cara membasuhnya adalah sebagaimana yang
disabdakan beliau alaihish sholatu was salam,

8
Muhammad Syafi'ie el-Bantanie, dahsyatnya terapi wudhu, (Jakarta: PT Elex
Media Komputindo, 2010), hal. 171

5
6. Tertib
Orang yang berwudhu wajíb membasuh anggota-anggota wudhunya
secara berurutan (tertíb dan runut, yakní jangan menunda-nunda
membasuh suatu anggota wudhu híngga anggota wudhu yang sudah
díbasuh sebelumnya.9

E. Sunnah Sunnah Wudhu


1. Membaca Basmalah pada permulaan
Wudhu Sabda Rasulullah Saw :

‫ِم‬ ‫ضء‬ ‫َت َو‬


‫ِلل‬ ‫ا‬Jِ‫ْوا ب‬
‫س‬
Artinya : “berwudhulah kamu dengan menyebut nama Allah”. (
Riwayat Abu Dawud)
2. Bersiwak
yaitu menggosok gigi dengan batang siwak atau batang yang
keras sejenisnya guna membersihkan gigi.
3. Membasuh kedua telapak tangan
Mencuci kedua tangan sampai pergelangan tangan sebelum berwudhu
4. Berkumur-kumur dan Menghirup air dan menghembuskannya
(istinsyaq dan istintsar)
Berkumur kumur dan menghírup aír ke hídung dengan nafasnya, lalu
mengeluarkannya kembalí. Híruplah aír darí tangan kanan, lalu keluarkan
dengan memegang hídung dengan tangan kírí.
5. Mengusap kepala
Mengusap seluruh kepala
6. Mengusap kedua telinga
Mengusap kedua telinga, baik bagian luar dan juga bagian dalamnya dengan
air yang baru.

9
Kusumawardani, Makna Wudhu dalam Kehidupan menurut Al-Qur’an dan Hadis,
Jurnal Riset Agama, (Bandung: 2021), hal 107-118
6
7. Menyela janggut
Menyela-nyela janggut yang
tebal
8. Menyela jari
Menyela-nyela/membasuh di sela-sela jari-jari tangan dan jari-jari kaki
9. Mendahulukan yang kanan
Mendahulukan tangan kanan dari pada tangan kiri dan mendahulukan
kaki kana dari pada kaki kiri.
10. Doa sesudah wudhu
Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi was sallam,
‫ َّن مح َّم‬Jَ‫وأ‬
ّ ‫ ْن‬Jَ‫َه ُد أ‬ ‫ش‬ ‫ َّم‬Jُ‫َ ء ث‬ – ‫ي ْب ِل ُغ – ُيس ِب ُغ‬Jُ ‫ َح ض‬Jَ‫ما م ْن ُك م ْن أ‬
« ‫ًدا‬ ‫ه ال َل‬ َ َ‫ل‬Jِ‫إ‬ ‫ ضو‬Jَ‫َُيقول أ‬ ‫اْل ُو‬ ‫ ْو‬Jَ‫أ‬ ‫ َو أ‬Jَ‫ت‬Jَ‫ٍد ي‬ ‫ْم‬
‫ل‬
‫ُا‬
’J‫ْ ن َأ ِي‬ ‫جن خ‬ ‫ أ ا‬Jُ‫ه‬Jَ‫ ِتح ت ل‬Jُ‫ه ف‬Jُ‫ول‬J‫ال و َر ُس‬Jَِّ‫ل‬ ‫ ع ْب ُد‬.»
‫َها شا َء م‬ Jُ‫ َما نِ يَة‬Jّ َ‫ّ ِة الث‬ ‫ْب َوا ْل‬ ‫ِإ‬
‫ُل‬ ‫ب‬
‫َي ْد‬
“Tidaklah salah seorang dari kalian berwudhu dan ia menyempurnakan
wudhunya kemudian membaca, “Aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan
yang berhak disembah kecuali Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan
Allah” melainkan akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang
jumlahnya delapan, dan dia bisa masuk dari pintu mana saja ia mau”.(H.R.
Muslim).10

F. Hal-hal yang Membatalkan Wudhu


1. Sesuatu yang Keluar dari Kemaluan.

Apapun yang keluar dari dua kemaluan (Qubul dan Dubur). Dan yang keluar itu
bisa apa saja termasuk benda cair seperti air kencing, air mani, wadi, madzi,
darah, nanah, atau cairan apapun. Dan termasuk juga najis yang wujudnya berupa
benda gas seperti kentut. Semuanya itu bila keluar lewat dua lubang qubul dan
dubur maka wudhunya menjadi batal.

2. Tidur dalam Keadaan Tidak Duduk


Tidur dalam keadaan tidak menempatkan bokong/pantat ke lantai.
3. Hilang Akal.
10
Arifin An-Nakhrawie, Shalat Wajib dan Sunnah, (Sidoarjo: Genta Group
Production, 2020), hal 26

7
Hilang akal sebab mabuk, gila, pingsan. Dalil yang melandasi hal ini adalah
qiyas pada masalah tidur. Orang yang tidur itu tidak sadarkan diri apalagi
hilang akal karena mabuk misalnya. Yang sama sama tidak sadarkan diri.
Maka wudhunya juga batal.
4. Sentuhan Kulit dengan yang Bukan Mahram
Sentuhan kulit antara pria dan wanita yang bukan mahram. Perlu diketahui
bahwa jika sentuhan yang terjadi adalah menyentuh kuku, gigi dan rambut
wanita maka wudhunya tidak batal. Apabila sentuhan kulit dengan kulit
yang ada kain yang menghalangi maka wudhunya juga tidak batal.
5. . Menyentuh Qubul
Menyentuh kemaluan depan dengan telapak tangan tanpa penghalang.11

G. Tata Cara Wudhu


1. Di mulai dengan berniat dan mengucapkan basmallah sebelum memulai wudhu

11
Muhammad Al-Baqir, Panduan lengkap ibadah menurut al Qur'an, al sunnah, dan
pendapat para ulama, (Jakarta: Noura books, 2015), hal. 55

8
2. Berkumur sebanyak tiga kali

3. Membersihkan lubang hidung dengan menghirup sedikit air,


Lalu keluarkan, ulangi hingga tiga kali

9
4. Membasuh muka tiga kali, di mulai dari tempat tumbuhnya rambut
kepala hingga ke bawah dagu

5. Membasuh kedua tangan dari ujung jari ke siku dimulai dari tangan
kanan sebanyak 3x lalu tangan kiri

10
6. Mengusap kepala, bagian depan sampai ke belakang (tengkuk), lalu
di lanjutkan kembali dari belakang (tengkuk) ke bagian depan 1 kali

7. Membasuh kedua telinga 1 kali

11
8. Membasuh kedua telapak kaki, di basuh sampai kedua mata kaki
sebanyak 3 kali dan di anjurkan pula untuk menyela-nyela jari kaki

12
BAB II

A. Pengertian tayamum
Secara bahasa, tayamum berasal dari akar kata “tayammama” yang
berarti kesengajaan atau maksud. Menurut istilah, tayamum adalah
mendatangkan debu yang suci sampai ke wajah dan kedua tangan sebagai
pengganti wudu atau mandi yang disertai dengan ketentuan khusus.
Tayamum juga dapat diartikan dengan menyengaja tanah untuk penghapus
muka dan kedua tangan dengan maksud dapat melakukan salat dan lain-lain.
12

Tayamum merupakan sarana bersuci pengganti wudhu (hadas kecil)


dan mandi wajib (hadas besar) ketika terdapat uzur untuk melakukannya.
Tata cara tayamum untuk kedua hadas tersebut adalah sama. Hanya saja,
tayamum karena hadas kecil menjadi batal jika terdapat hal-hal yang
membatalkan wudhu, sementara tayamum dari hadas besar tidak batal karena
terdapat hal-hal tersebut tapi menjadi batal jika menemukan air dan mampu
menggunakannya.13

B. Dalil-dalil tentang Tayamum


Tayamum adalah ibadah yang hanya Allah syariatkan untuk umat Nabi Muhammad
SAW. Pensyariatan tayamum ini didasarkan pada Alquran dan hadits. Adapun
Alquran yaitu firman Allah SWT:

12
Asy-Syekh Muhammad bin Qosim Al-Ghazy, Fathul Qarib, terj. Achmad
Sunarto, (Surabaya: Al-Hidayah, 1991), hal. 76.
13
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, , terj. Mahyuddin Syaf, (Bandung: Alma‟arif, 1973),
hal. 174

13
‫َت ج ما ًء‬ ‫ ْو سَف ٍر جا َء ُك من ا ْلَغا ِئ َ سُت ُم سا‬Jَ‫نْتُ ْ ضى أ‬ ‫و ِإ ْن‬
ِ
‫ ْو م ال ِن’ َء ُدوا لَ ْم‬Jَ‫ِط أ‬ ‫ َح ٌد ْم م‬Jَ‫ ْو أ‬Jَ‫َعلَى أ‬ ‫ْم ر‬
‫َل‬ ‫ْن‬
‫م‬
Jُ‫ ْي م ْنه‬Jَ‫فََت َي ِعي ً ْ سحوا جو وأ‬
‫ِب ُو ِهُك ْم ِديُك ْم‬ ‫با م‬ ‫ًدا‬
‫ط ا‬ ‫ص‬ ‫ّم ُموا‬
ِ‫ي‬

“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air
(kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu.” (Al-Mâidah: 6).
Dan hadits Nabi SAW:

‫ْم نَج‬
،‫ ْر بَ ت طهو ًرا‬Jُ‫ت ت‬ ِ ِ ‫د ا ْل ء‬
‫ا‬J‫ِإ َذ‬ ‫ا‬J‫َها لَ َن‬ َ‫َما َو عل‬
‫ج‬
“Dan dijadikan debunya bagi kita suci jika tidak menemukan air.” (HR.
Muslim).14

C. Syarat-Syarat Tayamum
Tayamum dibenarkan apabila terpenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. Bertayamum dengan debu. Syarat-syarat debu yang boleh digunakan
untuk tayamum adalah:

 Suci (tidak najis).


 Dapat mensucikan (bukan mustakmal). Debu mustakmal adalah debu yang
masih berada di anggota tayamum atau yang sudah terlepas darinya. Begitu
pula debu yang digunakan untuk membersihkan najis.
 Murni yaitu yang tidak tercampur dengan benda lain meskipun sedikit,
seperti pasir, tepung.
 Memiliki serbuk debu, yaitu ditandai dengan ada yang menempel di anggota
tayamum.

2. Menghilangkan najis terlebih dahulu, karena tayamum adalah cara bersuci


yang lemah (pengganti).

3. Menentukan arah kiblat dengan berijtihad jika belum mengetahuinya.

4. Sudah masuk waktu shalat, karena tayamum adalah cara bersuci dalam
keadaan darurat sementara tidak dianggap darurat jika belum masuk waktu
shalat.

5. Bertayamum untuk setiap satu shalat wajib. 15

14
DR. Syaikh Alauddin Za'tari, Fiqih Ibadah Madzhab Syafi'i, terj. Abdul Rosyad
Shiddiq, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2019), hal. 122

14
D. Sebab-Sebab di Perbolehkannya Tayamum
Para ahli fiqh menetapkan beberapa keadaan yang menyebabkan
seseorang boleh bertayamum sebagai berikut:
1. Kelangkaan air, baik secara kasat mata maupun secara syara'.
Contoh: Kelangkaan air secara kasat mata dalam keadaan
bepergian dan benar-benar tidak ada air yang ada hanya mencukupi
untuk kebutuhan minum.
2. Jauhnya air yang tersedia, yang keberadaannya diperkirakan di atas
jarak 2,5 kilometer. Artinya, jika dimungkinkan ada air tetapi di
atas jarak tersebut, maka diperbolehkan bertayamum.
3. Slitnya menggunakan air, baik secara kasat mata maupun secara
syara'. Contoh: Sulit secara kasat mata misalnya airnya dekat, tetapi
tidak bisa dijangkau karena ada musuh, karena binatang buas,
karena dipenjara, dan seterusnya. Contoh: Sulit menggunakan air
secara syara' misalnya karena khawatir akan datang penyakit, takut
penyakitnya semakin kambuh, atau takut lama sembuhnya.16

E. Rukun Tayamum
Tayamum memiliki lima rukun, yaitu:
1. Memindahkan debu. Maksudnya memindahkan debu dari sebuah
tempat ke wajah dan kedua tangan.
2. Niat, yaitu berniat melakukan tayamum. Yang diniatkan dalam tayamum
adalah berniat tayamum agar boleh melaksanakan shalat, bukan untuk
menghilangkan hadas, karena tayamum tidak dapat menghilangkan hadas.
Niat dimulai sejak perbuatan memindahkan debu dan terus berlanjut
hingga membasuh sebagian wajah. Dianjurkan melafalkan niat tayamum.
Contoh niat tayammum: Nawaytut tayammuma listibahatis shalati (
‫ت‬ ‫ّ َي ُّم َم ن‬3َ‫الت‬
‫َو ْي‬
َ
‫ الصال اة الس اتَباح اة‬.)

15
Lahmaludin Nasution, Fikih Rukun 1, ( Jakarta: Jaya Baru, 1998), hal. 34
16
Kholidatuz Zuhriyah dan Machnunah Ani Zulfah, Fikih, (Surabaya: Lembaga
Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas KH. A. Wahab Hasbullah,
2021), hal. 18

15
3. Membasuh seluruh muka. Tapi tidak diwajibkan –atau bahkan
tidak disunahkan—mengusap debu hingga tempat tumbuhnya rambut.
4. Membasuh kedua tangan. Cara yang dianjurkan dalam membasuh
tangan adalah sebagai berikut: letakkan jari-jemari tangan kiri secara
menyilang (horizontal) di punggung jemari kanan kecuali ibu jari. Tarik
tangan kiri ke arah pergelangan. Sampai di pergelangan genggam
pergelangan dengan jemari dan terus menarik tangan kiri sampai ke siku-
siku. Sampai di siku- siku putarlah telapak tangan hingga berada di bagian
dalam siku-siku lalu tarik kembali tangan kiri tersebut ke pergelangan.
Lalu gerakkan ibu jari untuk menyapu punggung ibu jari kanan.
5. Tertib antara kedua basuhan, karena tayamum adalah pengganti
wudhu. Maka sebagaimana diwajibkan tertib dalam wudhu maka
diwajibkan pula dalam tayamum.17

F. Sunnah Tayamum
Hal-hal yang sunat dikerjakan pada waktu melakukan tayamum ialah:
1. Membaca basmalah di awalnya.
2. Memulai sapuan dari bagian atas wajah.
3. Menipiskan debu di telapak tangan sebelum menyapukannya.
4. Merenggangkan jari-jari ketika menepukkannya pertama kali ke tanah.
5. Mendahulukan tangan kanan atas tangan kiri.
6. Menyela-nyela jari setelah menyapu kedua tangan.
7. Tidak mengangkat tangan dari anggota yang sedang disapu
sebelum selesai menyapunya.
8. Muwalah, menyapu wajah dan kedua tangan secara beruntun,
tidak berselang lama antara satu dengan yang lainnya.18

17
M. Agus Yusron, Fikih Interaktif 1, (Jakarta: Publica Indonesia Utama, 2021), hal.
75
18
Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, Kitab Sabilal Muhtadin, (Surabaya: Bina
Ilmu, 2008), h. 259

16
G. Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum
Hal-hal yang membatalkan tayamum ada empat, yaitu:
1. Semua perbuatan yang membatalkan wudhu.
2. Murtad, karena tayamum dilakukan untuk kebolehan melaksanakan
shalat sehingga hal itu tidak diperlukan bagi orang yang murtad. Berbeda
dengan wudhu dan mandi karena keduanya bertujuan menghilangkan hadas
bukan sekedar untuk kebolehan melaksanakan shalat.
3. Menemukan air bagi yang bertayamum karena tidak terdapat air.
Jika orang tersebut menemukan air setelah selesai melaksanakan shalat maka
shalatnya sah dan tidak perlu mengulangnya. Begitu pula, jika ia
menemukannya ketika sudah masuk dalam shalat maka ia boleh
menyempurnakan shalatnya itu. Tapi jika ia membatalkannya lalu
melaksanakan shalat dengan berwudhu maka itu lebih afdhal.

4. Mampu menggunakan air, seperti orang yang sembuh dari penyakitnya.19

H. Tata Cara Tayamum


1. mengambil debu suci menghadaplah ke kiblat dan berniat

19
Dr. Sa'id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani, Panduan Bersuci Bersih dan Suci sesuai
Sunnar Rasulullah, (Jakarta: Alhmahira, 2006), hal. 169

17
2. setelah tangan menyentuh debu, kemudian tangan di tepukkan satu
kali atau ditiup, kemudian usapkan kedua telapak tangan pada wajah.

4. Ambil debu suci dan tepukkan satu kali, dan usapkan pada tangan kanan
kemudian tangan kiri sampai siku, usap seluruh bagian tangan dengan
gerakan memutar, usap seluruh bagian pergelangan tangan hingga ujung jari.

18
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Ajib, Fiqih Wudhu Versi Madzhab Syafi’iy (Jakarta:


Rumah fiqih, 2019), hal.6
Abubakar Muhammad, Terjemah Subulus Salam, (Surabaya : Al
Ikhlas, 1998), hal. 95
Holifit, H., Wahdah, N., & Anshari, M. R, “Penerapan Program
Pembinaan Ibadah Tatacara Wudhu Yang Baik dan Benar di TPA
Sukamulya”, Jurnal Ilmiah Mandala Education, vol 8, (Oktober, 2022),
4.

Asmaju Muchtar, Dialog lintas mazhab, (Jakarta: Amzah, 2016),


hal. 58

Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, (Jakarta: Al Maarif, 1987), Cet.Ke-6


h. 87

19
Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Dahsyatnya Terapi Wudhu, (Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo, 2010), hal. 171

Muhammad Syafi'ie el-Bantanie, dahsyatnya terapi wudhu, (Jakarta:


PT Elex Media Komputindo, 2010), hal. 171

Kusumawardani, Makna Wudhu dalam Kehidupan menurut Al-Qur’an


dan Hadis, Jurnal Riset Agama, (Bandung: 2021), hal 107-118

Arifin An-Nakhrawie, Shalat Wajib dan Sunnah, (Sidoarjo: Genta


Group Production, 2020), hal 26

Muhammad Al-Baqir, Panduan lengkap ibadah menurut al Qur'an, al


sunnah, dan pendapat para ulama, (Jakarta: Noura books, 2015), hal. 55

Asy-Syekh Muhammad bin Qosim Al-Ghazy, Fathul Qarib, terj.


Achmad Sunarto, (Surabaya: Al-Hidayah, 1991), hal. 76.
Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 1, , terj. Mahyuddin Syaf, (Bandung:
Alma‟arif, 1973), hal. 174

DR. Syaikh Alauddin Za'tari, Fiqih Ibadah Madzhab Syafi'i, terj.


Abdul Rosyad Shiddiq, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2019), hal. 122

Lahmaludin Nasution, Fikih Rukun 1, ( Jakarta: Jaya Baru, 1998),


hal. 34

Kholidatuz Zuhriyah dan Machnunah Ani Zulfah, Fikih, (Surabaya:


Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas KH.
A. Wahab Hasbullah, 2021), hal. 18

M. Agus Yusron, Fikih Interaktif 1, (Jakarta: Publica Indonesia Utama,


2021), hal. 75

Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari, Kitab Sabilal Muhtadin,


(Surabaya: Bina Ilmu, 2008), h. 259
Dr. Sa'id bin Ali bin Wahaf al-Qahthani, Panduan Bersuci Bersih dan
Suci sesuai Sunnar Rasulullah, (Jakarta: Alhmahira, 2006), hal. 169

20
21
22

Anda mungkin juga menyukai