Anda di halaman 1dari 14

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari pergaulan antar sesama dan
hubungan dengan sang pencipta. Sebagai makhluk yang berakal, sudah selayaknya ketika
menghadap Tuhannya harus mematuhi rambu-rambu yang digariskan oleh syara’. Bahkan, ketika
bermunajat dengan Sang Khaliq pun, harus diperhatikan aturan mainnya, diantaranya adalah
dengan melakukan thaharah sebagai mediator dalam beribadah kepaad Alloh.

Setiap kegiatan ibadah umat Islam pasti melakukan membersihkan (thaharah) terlebih
dahulu mulai dari wuhdu. Wudhu adalah sebuah syariat kesucian yang Alloh ‘azza Wa Jalla
tetapkan kepada kaum muslimin. Sebagai pendahuluan bagi shalat dan ibadah lainnya. Di
dalamnya terkandung sebuah hikmah yang mengisyaratkan kepada kita bahwa hendaknya
seorang muslim memulai ibadah dan kehidupannya dengan kesucian lahir batin. Sebab kata ini
sendiri berasal dari kata yang mengandung makna “kebersihan dan keindahan”.

Wudhu disyariatkan bukan hanya ketika kita hendak beribadah, bahkan juga disyariatkan
pada seluruh kondisi. Oleh karena itu, seorang muslim dianjurkan agar selalu dalam kondisi
bersuci (wudhu) sebagaimana yang dahulu yang dilazimi oleh Nabi Muhammad SAW dan para
sahabatnya yang mulia. Mereka senantiasa berwudhu, baik dalam keadaan senang ataupun susah
dan kurang menyenangkan (seperti saat muslim hujan dan dingin).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pengertian wudhu dan dasar hukumnya?

2. Apa saja rukun-rukun wudhu beserta syarat-syarat wudhu?

3. Apa saja hal-hal yang membatalkan wudhu?

4. Apa saja sunnah-sunnah wudhu?

5. Bagaimana hukum wudhu dengan salju?


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Dasar Hukum Wudhu

1. Pengertian Secara Bahasa

Al Imam Ibnu Atsir Al-Jazary rohimahumullah (seorang ahli bahasa) menjelaskan bahwa
jika dikatakan wadhu’ ( ْ‫)اَ ْل َوضُوء‬, maka yang dimaksud adalah air yang digunakan berwudhu. Bila
dikatakan wudhu ( ْ‫)الُوضُوء‬, maka yang diinginkan di situ adalah perbuatannya. Jadi, wudhu adalah
perbuatan sedang wadhu adalah air wudhu.[1][1]

Al-Hafizh Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy rohimahulloh, kata wudhu terambil dari kata al-
wadho’ah / kesucian ( ْ‫)اَ ْل َوضُوء‬. Wudhu disebut demikian, karena orang yang sholat membersihkan
diri dengannya. Akhirnya, ia menjadi orang yang suci.” [2][2]

2. Pengertian Secara Syari’at

Sedangkan menurut Syaikh Sholih Ibnu Ghonim As-Sadlan Hafishohulloh:


‫ص ٍة ىِف الشَّْر ِع‬ ٍ ِ ِ ِ ‫ اَستع ِمل م ٍاء طَهو ٍر ىِف اَْألع‬: ‫مع الْوضو ِء‬
َ ‫ص ْو‬
ُ ْ‫ضاء اْالَْر َب َعة َعلَى ص َفة خَم‬
َ ْ ْ ُ َ ُ ْ َْ ْ ُ ُ ‫َ ْىَن‬

Artinya: mak awudhu adalah menggunakan air yang suci lagi menyucikan pada anggota-anggota
badan yang empat (wajah, tangan, kepala dan kaki) berdasarkan tata cara yang khusus menurut
syariat”.

Jadi definisi wudhu bila ditinjau dari sisi syariat adalah suatu bentuk peribadatan kepada Alloh
Ta’ala dengan mencuci anggota tubuh tertentu dengan tata cara yang khusus.

Disyari’atkan wudhu ditegaskan berdasarkan 3 macam alasan:

a. Firman Alloh dalam surat Al-Maidah ayat 6

ِ ِ‫صاَل ْ ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬


‫ق‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
َّ ‫ين آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى ال‬
‫وس ُك ْم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى ال َك ْعبَي ِْن‬
ِ ‫َ ۚ َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُء‬

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki”.
b. Sabda Rosululloh

َ‫ث َحىَّت َيَت َوضَّاء‬ ْ ‫صالََة اَ َح ُد ُك ْم ِإ َذا‬


َ ‫َأح َد‬ َ َ‫الََي ْقبَ ُل اهلل‬

Artinya: Alloh tidak menerima shalat salah seorang dia nataramu bila ia berhadats, sehingga ia
berwudhu”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

c. Ijma’

Telah terjalin kesepakatan kaum muslim atas disyari’atkannya wudhu semenjak zaman
Rosululloh hingga sekarang ini, sehingga tidak dapat disangkal lagi bahwa ia adalah ketentuan
yang berasal dari agama.

B. Rukun Wudhu

Dalam kitab Fathul Mu’in disebutjkan ada 6 hal yang menjadi rukun wudhu: [3][5]

1. Niat fardhunya wudhu ketika pertama kali membasuh wajah

2. Membasuh waja

3. Membasuh kedua tangan dari telapak dan lengan sampai siku

4. Membasuh sebagian kepala

5. Membasuh kedua kaki beserta jkedua mata kaki

6. Tertib

Dan terdapat perbedaan pendapat ketika menyebutkan rukun wudhu. Ada yang
menyebutkan 4 saja, sebagaimana yang tercantum dalam ayat Qur’an, namun ada juga yang
menambahinya dengan berdasarkan dalil dari sunnah.

4 (empat) rukun menurut Al-Hanafiyah mengatakan bahwa rukun wudhu itu hanya ada 4
sebagamana yang disebutkan dalam Nash Qur’an.

7 (tujuh) rukun menurut Al-Malikiyah menambahkan dengan keharusan niat, ad-dalk


yaitu menggosok anggota wudhu, sebab menurut beliau sekedar mengguyur anggota wudhu
dengan air masih belum bermakna mencuci/membasuh, juga beliau menambahkan kewajiban
muwalat.
6 (enam) rukun menurut As-Syafi’iyah menambahnya dengan niat pembasuhan dan
usapan dengan urut, tidak boleh terbolak balik. Istilah yang beliau gunakan adalah harus tertib.

7 (tujuh) rukun menurut Al-Hanabilah mengatakan bahwa harus niat, tertib dan muwalat,
yaitu berkesinambungan. Maka tidak boleh terjadi jeda antara satu anggota dengan anggota yang
lain yang sampai membuatnya kering dari basahnya air bekas wudhu.

C. Syarat-syarat Wudhu

1. Dikerjakan dengan air mutlaq

2. Mengalirkan air di atas anggota yang dibasuh

3. Tidak ada sesuatu pada anggota yang dapat mengubah air, yaitu perubahan yang merusakkan
nama air mutlak itu

4. Pada anggota wudhu, tidak ada sesuatu yang menghalangi antara air dan anggota yang
dibasuh

5. Dilakukan sesudah masuk waktu shalat bagi orang yang selalu berhadats

D. Sunah-sunah Wudhu

1. Membaca basmalah sebelum mengambil air untuk membasuh muka sambil niat berwudhu

2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan, dicuci dengan air yang suci 3x (tiga
kali)

3. Berkumur

4. Beristisyaq (menghirup air ke dalam hidung) Dan sunnah mengeraskan berkumur dan
beristinsyaq bagi yang tidak puasa, dan makruh bagi yang puasa. Berkumur dan istinsyaq
dilakukan 3x.

5. Istinsaar (membuang air dari hidung) dengan meletakkan jari telunjuk dan ibu jari tagan kiri
di atas hidung. Jika dalam hidung terdapat kotoran yang keras, hendaklah dikeluarkan dengan
jari kelingking tangan kiri.

6. Mengusap kedua telinga bagian luar atau dalam hingga gendang telinga Dalam mengusap
telinga harus menggunakan air yang babru, bukan air yang habis digunakan mengusap kepala.

7. Merenggangkan jari-jari kedua tangan dan kaki jika menghalangi masuknya air ke sela-sela
jari
Caranya pada tangan ialah meletakkan bagian dalam pada salah satu telapak tangan di atas
telapan tangan yang lain sambil memasukkan jari tanganpada tangan lain. Dan caranya pada kaki
adalah meletakkan jari-jari tangan kiri diantara jari kaki, dimulai dari jari kelingking kaki kanan
dan berakhir pada kelingking kiri pada bagian bawah kaki.

8. Menggerakkan cincin agar air sampai pada bagian bawah jari

9. Mendahulukan anggota kanan ketika membasuh kedua tangan dan kaki

10. Memulai dengan ujung anggota yaitu membasuh wajah mulai bagian atas sampai bawah dan
membasuh kedua tangan mulai jari-jari sampai siku, mengusap kedua kepala mulai dari
tempat yang biasa ditumbuhi rambut sampai bagian atas kepala, dan membasuh kedua kaki
dari ujung jari-jari sampai kedua mata kaki

11. Melebihkan basuhan pada anggota yang wajib seperti wajah, tangan, kaki

12. Membasuh dua atau tiga kali dalam segala hal, kecuali bila sudah merata, bila merata pada
basuhan kedua, maka basuhan kedua itu dianggap kali pertama. Bila merata pada basuhan
kali ketiga, maka semua basuhan dianggap kali pertama, dan hendakllah diteruskan dengan
basuhan kali kedua dan ketiga.

13. Menghadap kiblat

14. Langsung yaitu beruntun antara anggota-anggota wudhu tidak terdapat jarak yang lama,
sehingga anggota yang telah dibasuh mengering kembali.

15. Membasuh tangan hingga pergelangan pada saat akan mulai wudhu. Ini biasa dilakukan
Rosulullah SAW, sunnah ini sangat sesuai dengan fitrah dan akal. Sebab biasanya pada
tangan itu ada debu atau yang serupa dengan debu. Maka sudah harusnya, kamu dimulai
dengan membersihkannya sehingga kemudian bisa digunakan untuk mencuci muka dan
anggota tubuh lainnya.

Dan yang sangat ditekankan untuk melakukan itu adalah saat bangun dari tidur. Sesuai hadits
yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dan Muslim.
ِ
ُ‫ت يَ ُده‬ ً َ‫َأح ُد ُك ْم ِم ْن نَ ْو ِم ِه فَالَ يُ ْد ِخ ْل يَ َدهُ ىِف اْاِإل نَاء َحىَّت َي ْغ ِسلَ َها ثَال‬
ْ َ‫ث فَِإنَّهُ الَيَ ْد ِرى َأيْ َن بَات‬ َ ‫ظ‬ ْ َ‫ِإذ‬.
َ ‫اسَتْي َق‬

“Jika seorang diantara kalian bangun dari tidur, maka janganlah ia memasukkan tangannya ke
dalam wadah air hingga dia mencucinya sebanyak 3x. Sebab dia tidak tahu di tempat mana
tangannya berada sebelumnya.”

16. Menyela-nyela jenggot yang lebat

17. Memulai dari bagian kanan. Hendaknya ia mulai mencuci tangan kanan sebelum yang kiri,
mencuci kaki kanan sebelm yang kiri.
18. Irit dalam menggunakan air dan jangan sampai melakukan pemborosan, namun jangan
sampai terlalu kikir

E. Hal-hal yang Membatalkan Wudhu

1. Kencing dan Buang Air Besar

Hal yang membatalkan wudhu dan disepakati bersama adalah keluarnya kencing dan tinja dari
seseorang. Tentang batalnya wudhu karena kencing dan tinja adalah sesuatu yang sudah sangat
diketahui dan disepakati dan sudah jelas tidak memerlukan dalil untuk menjelaskannya.

2. Madzi dan Wadi

Termasuk yang membatalkan yang keluar dari kemaluan depan seorang laki-laki adalah madzi
dan wadi.

Madzi adalah sesuatu yang keluar dari penis seseorang lelaki setelah dia bercumbu, melihat atau
berpikir mengenai seks. Dia adalah air yang kental yang keluar dengan cara mengalir dan tidak
memancar laksana mani.

Sedangkan wadi adalah air berwarna putih yang keluar setelah buang air kecil.

Keduanya membatalkan wudhu laksana kencing, dan tidak ada kewajiban apa-apa lagi bagi
seseorang yang keluar madzi dan wadi kecuali istinja’ dan wudhu.

3. Keluarnya Angin dari Anus

Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim disebutkan dari Abu Hurairah, bahwa Rosululloh SAW
bersabda:

َ‫ث َحىَّت َيَت َوضَّاء‬ ْ ‫صالََة اَ َح ُد ُك ْم ِإ َذا‬


َ ‫َأح َد‬ َ َ‫الََي ْقبَ ُل اهلل‬

Artinya: Alloh tidak menerima shalat salah seorang dia nataramu bila ia berhadats, sehingga ia
berwudhu”.

Abu Hurairah menafsirkan kata “hadats”, di sini ada orang bertanya kepadanya: “apa
yang dimaksud dengan hadats”? Dia berkata: kentut yang tidak ada suaranya dan kentut yang ada
suaranya.

Dalam riwayat Al-Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Zaid dari Ashim Al-Anshari,
bahwa dia mengadukan sesuatu kepada Rosululloh tentang seseorang yang ragu merasakan
sesuatu pada saat shalat yakni dia merasakan ada angin keluar dari anusnya, maka Rosululloh
SAW bersabda:
‫ص ْوتًا َْأو جَيِ َد ِرحْيًا‬ ْ ‫ص ِر‬ ِ
َ ‫ف َحىَّت يَ ْس َم َع‬ َ ‫الََيْن َفت ْل َْأو الَ َيْن‬
“Janganlah dia berhenti (berpaling) hingga dia mendengar bunyi atau dia mencium bau”.

Artinya, dia masih tetap berada dalam keadaan suci dan dalam wudhunya, karena itu
adalah keyakinan, dan keyakinan tidak hilang disebabkan keraguan, lain halnya jiak dia
mendengar suara kentutnya atau mencium baunya.

4. Tidur Berat

Hal yang disepakati membalatkan wudhu adalah tidur berat dan panjang. Sebagaimana
tidurnya seseorang yang tidur di malam hari, kemudian dia bangun pagi.

Sedangkan yang berupa kantuk, maka dia tidak membatalkan wudhu, sebab itu adalah
tidur ringan.

َّ ‫ص لُّ ْو َن َوالَ َيَت َو‬ ِ ِ ِ ِِ ِ ِ ِِ ِ َ‫َع ْن َأن‬


ُ‫(َأخَر َج ه‬
ْ ‫ض ُؤ َن‬ َ ُ‫م َعلَى َع ْهدن َيْنتَظ ُر ْو َن الْع َش اءَ َحىَّت حَتْف َق َرُؤ ُس ُه ْم مُثَّ ي‬.‫اب َر ُس ْو ُل اهلل ص‬ ْ ‫ ( َكا َن‬:‫س ابْ ِن َمالك َرض َي اهللُ َعْنهُ قَ َال‬
ُ ‫َأص َح‬
‫صلُهُ فِو ُم ْسلِ ٍم‬
ْ َ‫َّار قُطْىِن َوا‬
َ ‫ص َّح َحهُ الد‬ َ ‫أبُ ْو َد ُاو َد َو‬

5. Bersentuhan laki-laki dan perempuan yang boleh nikah yang sudah baligh dan berakal, dan
tidak ada penghalang keduanya.

6. Menyentuh kemaluan dengan telapak tangan tanpa ada penghalang

Analisis Nilai-nilai Pendidikan Yang Terkandung dalam Praktik Wudhu

Wudhu merupakan salah satu prasyarat seseorang untuk memperoleh kesucian dari hadas kecil.
Hukum dasar wudhu adalah sunnah, namun bisa menjadi wajib jika disandingkan dengan ibadah
shalat fardhu. Wudhu memiliki nilai-nilai pendidikan yang sangat penting bagi orang yang
melakasanakan wudhu, seperti memperoleh ketenanganjiwa, anggota tubuh jadi bersih, dan banyak
manfaat yang akan dihasilkan dari kegiatan berwudlu.Nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari
kegiatan berwudlu adalah sebagai berikut:1. Pendidikan IbadahTujuan manusia diciptakan adalah
untuk beribadahkepada Allah SWT, baik ibadah yang berhubungan dengan Allah SWT
(hablumminallah) atau ibadah yang berkaitan dengan sesama manusia (hablumminannas). Praktik
wudhu memiliki nilai pendidikan ibadah, karena wudhu merupakan salah satu hal yang diajarkan
rasulullah Saw sebelum melaksanakan shalat fardhu. Rasulullah saw. sebagai utusan Allah memiliki
peran sebagai hujjah terhdapa hukum islam yang bernilai ibadah bagi orang yang meneladaninya.
Wudhu mampu melebur dosa yang dilakukan oleh manusia melalui anggota badannya. Oleh karena itu orang
yang melaksanakan wudhu berarti mengikuti ajaran Rasulullah Saw. yang memiliki nilai ibadah, sehingga orang
tersebut akan mendapat pahala dari perbuatan baik yang dilakukannya dan akan diampuni dosanya, dalamhal
ini adalah kegiatan berwudhu. 2. Pendidikan KeimananPendidikan iman merupakan pendidkan yang mengikat
anak dengan dasar-dasar keimanan sejak ia mengerti, membiasakanya dengan rukun Islam sejak ia memahami
dan mengajarkan kepada dasar-dasar syariat sejak usia tamyiz.Orang yang melakukan kesalahan, jiwanya akan
terdorong untuk menyudahi kesalahannyadan bertaubat. Ini terjadi karena jiwa merasa terikat dalam
perjanjianseoranghambadengan sang penciptanyauntuk kembali kejalan yang lurusdan tidak akan mengulangi
kesalahan-kesalan sebelumnya yang telah dilakukan. dengan demikianorang yang akan mendekatkan dirinya
kepada AllahSwt. terlebih dahulu orang itu mensucikan dirinya dengan wudhu, dengan berwudhu kesucian
yang kitaperoleh dari wudhu tidak hanya sebatas kesucian lahiriah anggota badan, tetapi juga kesucian
batiniahnya.Pada lahiriahnya tangan yang kita basuh, muka yang kita sucikan, tetapi dalam batinnya hatilah
yang kita basuh itu, bukan air yang kelihatan ini, tetapi dibasuh dengan air taubat, yaitu kembali kepada Allah
dengan menyesali perbuatan-perbuatan yang telah lalu, serta 64berjanji kepada diri sendiri bahwa tidak akan
mengerjakan perbuatan yang telah dilakukan sebelumnya. Jadi inilah makna wudhu kita. Wudhu adalah
sebuah komitmen suci untuk mengendalikan diri agar menjadi orang bertaubat dari segala kesalahan
kemanusiaan kita, bersih dari keinginan yang keji dan merugikan orang lain, serta komitmen untuk selalu
bertaubat dan menghasilkan karya yang bermanfaat untuk generasi sekarang maupun yang akan datang.
Karena itu, sesuai wudhu kita diajari untuk berdoa’. Sehingga dalam berwudhu kalau orang yang mendekat
dengan Allah justru iman kita akan bertambah bila kita itu jauh dari dzikir atau doa’ maka iman kita akan
semakin menipis. Karena dalam wudhu banyak dzikir atau doa’ yang dibacaitu tanda pendekatan kita kepada
Allah Swt. bahwa didalam wudhu, setelah kita selesai wudhu kita disunnahkan membaca doa’ yang mana doa’
sesudah wudhu tersebut memberikan penegasan kepada kita bahwa wudhu ituuntuk memperoleh tiga hal
yaitu bertaubat atas segala hal yang selama ini kurang bagus. Karena itu lantas mohon menjadi orang
yangdisucikan dari berbagai kekurangan tersebut. Dan akhirnya, memohon untuk dijadikan sebagai orang-
orang orang yang banyak berbuat kebaikan atau orang-orang yang beribadah dalam keikhlasan, alias orang-
orang yang shaleh.

3. Pendidikan Kesehatan Jasmani

Wudhu yang dilakukan berulang-ulang merupakan dasar kebersihan individu yang meliputi kebersihan
semua anggota tubuhyang terlihat jelas dan yang paling banyak bersentuhan dengan segala sesuatu di luar
tubuh. Wudhu salah satu upaya untuk memelihara kebersihan fisik dan rohani. Daerah-daerah yang dibasuh
air wudhu seperti tangan, daerah muka termasuk mulut, dan kaki memang paling banyak bersentuhan dengan
benda-benda asing, termasuk kotoran. Karena itu, wajar kalau daerah itu yang harus dibasuh.Kalau kita amati
cara beristinja’ dan berwudhu, maka kita memahami yang dibersihkan itu adalah bagian-bagian yang memang
potensial penyakit.

1Tata Arianto, Pelajar, Wawancara Pribadi, Minggu 11 Oktober 2015. 2Sopikhin, Pelajar, Wawancara Pribadi, Senin 12 Oktober
2015.3Sakinah, Pelajar, Wawancara Pribadi, Senin 12 Oktober 2015
Dalam beristinja’, kita membersihkan anggota badan yang sering mengeluarkan kotoran baik yang
kecilmaupun yang besar. Sedangkan dalam berwudhu, diajari untuk membersihkan bagian-bagian yang
terbuka dan sering berinteraksi dengan berbagai macam penyakit di sekitarnya.Jadi dalam berwudhu anggota
badan yang kita bersihkan diantaranya muka, tangan, kepala, kaki dan sebagainya yang sudah di bahas
sebelumnya. Muka misalnya adalah bagian tubuh yang terbuka untuk terkena debu, pancaran cahaya sinar
matahari, udara kering, dan keringat terus menerus. Maka akan sangat baik kalau kita membersihkan bagian
ini.

Orang yang sering berwudhu denganbaik dan bersih, mukanya akan bertampak bercahaya. Bersih dari debu,
sehingga pori-pori wajahnya manjadi terbuka secara sehat. Selain itu kulit yang sering terkena air akan lembab
dan lentur, terhindar dari kekeringan yang berlebihan. Menjaga kulit dari penuaan dini pada wajahnya. Seperti
yang dikatakan oleh Tata Arianto yaitu wudhu itu pernahe kerosone yo wajahe dadi seger nek wes shalat nko
ditinggal turu adem tentrem.4Selain itu wudhujuga dapat menghilangkan penyakitkulit. Berbagai macam
penelitian ilmiah telah membuktikan bahwa munculnya penyakit kulit disebabkan oleh rendahnya kebersishan
kulit. Karena itu orang yang memiliki aktivitas padat (terutama di luar ruangan) di sarankan untuk sering

4Tata Arianto, Pelajar, Wawancara Pribadi, Minggu 11 Oktober 2015.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

A. Pengertian dan Dasar Hukum Wudhu

1. Pengertian Secara Bahasa

Al Imam Ibnu Athir Al-Jazary rohimahulloh (Seorang ahli bahasa) menjelaskan bahwa
jika dikatakan wudhu maka yang dimaksud adalah air yang digunakan berwudhu, bila dikatakan
wudhu, maka yang diinginkan di sini adalah perbuatannya. Jadi wudhu adalah perbuatan,
sedangkan wadhu adalah air wudhu.

Al-Hafi’ah Ibnu Hajar Asy-Syafi’iy, kata wudhu diambil dari kata al-wadho’ah/kesucian.
Wudhu disebut demikian, karena orang yang sholat membersihkan diri dengan wudhu, akhirnya
ia menjadi orang yang suci.

2. Pengertian menurut Syrai’at

Menurut Syaikh Shohih Ibnu Ghorim As-Sadlan Harishulloh, bila ditinjau dari sisi
syari’at adalah suatu bentuk peribadatan kepada Allah SWT dengan mencucui anggota tubuh
tertentu dengan data cara khusus.
B. Rukun Wudhu

1. Nia

2. Membasuh wajah

3. Membasuh kedua tangan dari telapak sampai siku

4. Membasuh sebagian kepala

5. Membasuh kedua kaku beserta kedua mata kaki

6. Tertib

C. Sunah-sunah Wudhu

1. Membaca basmalah

2. Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan

3. Berkumur

4. Istinsyak (menghirup air ke dalam hidung)

5. Istinsar (membuang air dari hidung)

6. Mengusap kedua telinga bagian luar atau dalam hingga gendang telinga

7. Merenggangkan jari-jari kedua tangan dan kaki jika menghalangi masuknya air ke sela-sela
jari

8. Menggerakkan cincin agar air sampai pada bagian belah jari

9. Mendahulukan anggota kanan ketika membasuh kedua tangan dan kaki

10. Memulai dengan ujung anggota

11. Melebihkan basuhan pada anggota yang wajib, seperti wajah

12. Membasuh dua atau tiga kali

13. Menghadap kiblat

14. Langsung atau berurutan

D. Hal-hal yang Membatalkan Wudhu

1. Kencing dan buang air besar

2. Madzi dan wadi

3. Keluar angin dari anus

4. Tidur berat
5. Bersentuhan laki-laki dan wanita

6. Menyentuh kemaluan

E. Syarat-syarat Wudhu

1. Dikerjakan dengan air mutlak

2. Mengalirkan air ke atas anggota yang dibasuh

3. Tidak ada sesuatu pada anggota yang dapat mengubah air

4. Pada anggota wudhu, tidak ada sesuatu yang menghalangi antara air dan yang dibasuh

5. Dilakukan sesudah masuk waktu shalat bagi orang yang selalu berhadats

DAFTAR PUSTAKA

Al-Asqalani, Al Imam Al Hafizh, Ibnu Hajar Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhari Cet. I.
Jakarta Selatan: Pustaka Azam. 2001

Al-Jamal Ibrahim Muhammad. Fiqih Muslimah. Jakarta: Pustaka Amani. 1999.

Al-Malibary, Zainuddin bin Muhammad Al-Ghozaly. Fathul Mu’in. Surabaya: Darul Ilmi, tt.

Al-Qaradhawi Yusuf. Fiqih Thoharoh. Jl. Cipinang Muara Raya No. 63 Jakarta Timur: Pustaka
Al-Kautsar. 2004.

Al-Thoyaar, Abdullah bin Muhammad. Risalah fi Al-Fiqh. Al-Muyassar Cet I. Riyadh: Madar Al
Watoni lin Nasyr. tt.

Al-Utsaimin, Syaikh Muhammad bin Shalih. Al-Nihayah fi Ghorib Al-Hadits wal atsar Cet. 5.
Mesir: Jannatul Afkar. 2008.
Mas’ud, Ibnu dan Zainal Abidin. Fiqih Madzab Imam Syafi’I, Bandung: Pustaka Setia Bandung.
2007.

Anda mungkin juga menyukai