Anda di halaman 1dari 8

Makalah fiqih Wudhu Tayamum dan Mandi

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan masalah kebersihan, Allah
mensyariatkan wudhu sebagai syarat sah shalat, tawaf, dan menyentuh mushaf. Ia juga
mewajibkan mandi besar dari junub, haid, dan nifas, menyunahkan mandi besar pada hari
Jum’at dan sebelum melaksanakan Shalat Id. Bahkan, Islam sangat menganjurkan
pemeluknya untuk senantiasa memperhatikan kebersihan dan kesucian pakaian, badan, dan
tempat dari berbagai najis dan kotoran. Allah Swt. juga memotivasi kita untuk melakukan itu
semua, sesuai dengan firman Allah :
َ ‫ين َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر‬
‫ين‬ 4َ ِ‫ِإ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّواب‬
“Sesungguhnya Allah menyukai orang – orang yang bertobat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah: 222)
Ada keringanan bagi orang yang tidak bisa melakukan wudhu atau mandi dengan air
karena udzur tertentu yaitu bisa tayamum sebagai penggantinya. Tayamum dilakukan dengan
debu yang suci dan dengan syarat serta rukun yang sudah diatur dalam syariat Islam.
Sebagaimana dalam firman Allah Q.S Al-Maa’idah ayat 6 yang artinya:
“Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air, atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah
yang baik (bersih)...”

B.    Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan whudu ?
2.      Apa yang dimaksud dengan mandi ?
3.      Apa yang dimaksud dengan tayamum ?

C.   Tujuan Pembahasan
1)      Mengetahui yang dimaksud dengan  wudhu
2)      Mengetahui yang dimaksud dengan mandi
3)      Mengetahui yang dimaksud dengan tayamum
BAB II
PEMBAHASAN
1.      WUDHU
A.    Pengertian Wudhu
     Kata wudhu’ dengan dibaca dhommah huruf dhlo’ nya adalah sebutan untuk sebuah
pekerjaan. Sedangkan kata Al wadhu’ dibaca fathah huruf dhlo’nya adalah sebutan untuk
sesuatu yang digunakan untuk wudhu’. Wudhu diwajibkan pada malam isra’ bersama sama
diwajibkannya shalat. Wudhu’ termasuk syariat umat terdahulu. Hal ini didasarkan pada
hadist: “Ini adalah wudhu’-ku, wudhu’-nya para nabi, dan wudhu’-nya kekasihku, yakni
Ibrahim”.[1]
Wudhu merupakan cara bersuci yang tujuan utamanya untuk menghilangkan hadas kecil,
seperti keluar angin dari dubur (kentut), buang air besar, buang air kecil, dan tidur nyenyak.
Wudhu itu menjadi salah satu syarat untuk menunaikan ibadah seperti shalat. Tentang hal ini,
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur’an:
ِ ِ‫ين آ َمنُوا ِإ َذا قُ ْمتُ ْم ِإلَى الصَّال ِة فَا ْغ ِسلُوا ُوجُوهَ ُك ْم َوَأ ْي ِديَ ُك ْم ِإلَى ْال َم َراف‬
‫ق‬ َ ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذ‬
‫وس ُك ْم َوَأرْ ُجلَ ُك ْم ِإلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬
ِ ‫َوا ْم َسحُوا بِ ُر ُء‬
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, serta sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki...” (QS. Al-Maa’idah : 6).
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah Saw. pernah dibawakan air wudhu,
kemudian berwudhu dengan membasuh kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali, lalu
membasuh wajahnya sebanyak tiga kali, setelah itu membasuh kedua tangannya tiga kali.
Kemudian, beliau kumur-kumur dan mengeluarkan air yang telah dimasukkan kedalam
hidung sebanyak tiga kali. Lalu, mengusap kepalanya dan dua telinganya.”(HR. Abu Dawud).
[2]

B.     Tingkatan Wudhu
Wudhu memiliki beberapa tingkatan hukum, yaitu wajib, sunnah, makruh, dan haram.
Penjelasan mengenai masing-masing tingkatan wudhu adalah sebagai berikut.
1)      Wajib
Status wudhu menjadi wajib dilakukan oleh setiap muslim sebagai syarat sah-nya
shalat. Baik shalat wajib, shalat sunnah, shalat jenazah, sujud tilawah, tawaf, dan menyentuh
mushaf.
2)       Sunnah
Setiap muslim disunnahkan berwudhu ketika akan melaksanakan segala amal
kebaikan, seperti ketika hendak berzikir, sebelum tidur, sebelum melakukan hubungan suami
istri, sebelum mandi wajib atau sunnah. Seseorang juga disunnahkan untuk tajdid
(memperbarui) wudhu setelah berbuat maksiat, ketika dirundung kemarahan, akan membaca
Al-Qur’an, setelah memandikan jenazah. Tajdid juga disunnahkan ketika akan kembali
shalat, meskipun ia belum batal dari wudhu sebelumnya, dan sebagainya.
3)      Haram
Diharamkan bagi setiap muslim berwudhu dengan air hasil ghashab (pemakaian
sesuatu tanpa izin pemilik nya), atau hasil mencuri, dan semisalnya. Rasulullah Saw
bersabda, yang artinya: ”Barang siapa yang berbuat sesuatu yang tidak di ajarkan dalam
ajaran kita, maka tertolak.” (HR.Muslim).[3]
C.    Syarat-Syarat Wudhu
1)      Islam.
2)      Mumayiz.
3)      Tidak berhadas besar.
4)      Dengan air yang suci dan menyucikan.
5)      Tidak ada yang menghalangi sampainya air ke kulit.[4]

D.    Rukun Wudhu
Rukun adalah suatu yang dikerjakan ketika melakukan suatu perbuatan. Adapun rukun
wudhu ada enam. Berikut keenam rukun wudhu tersebut:
1)      Niat : ketika membasuh muka
Lafal niat wudhu adalah “Nawaitul wudhuu’a liraf’il hadatsil ashghari fardhal lillaahi
ta’aalaa.” (Saya niat wudhu untuk menghilangkan hadats kecil, fardhu karena Allah).
2)      Membasuh muka dengan rata, mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan
dari telingan kanan hingga telinga kiri.
3)      Membasuh kedua tangan mulai dari ujung jari sampai siku-siku.
4)      Mengusap sebagian rambut kepala.
5)      Membasuh kaki sampai kedua mata kaki.
6)      Tertib (berturut-turut)[5]

E.     Beberapa Sunah Wudhu


1)      Mambaca basmalah pada permulaan wudhu.
2)      Membasuh kedua telapak tangan sampai pergelangan.
3)      Berkumur-kumur.
4)      Membasuh lubang hidung sebelum berniat.
5)      Menyapu sebagian rambut kepala dengan air.
6)      Memasukkan air ke hidung.
7)      Mendahulukan anggota kanan daripada kiri.
8)      Menyela-nyela jari-jari tangan dan kaki.
9)      Menyapu kedua telinga luar dan dalam.
10)  Membasuh setiap anggota 3 kali.
11)  Berturut-turut antara anggota.
12)  Bersiwak.
13)  Jangan bercakap-cakap saat wudhu.
14)  Membaca 2 kalimat syahadat dan menghadap kiblat ketika wudhu.
15)  Berdoa sesudah selesai wudhu.
16)  Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai wudhu.[6]

F.     Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu
1)      Keluar sesuatu dari dua pintu atau salah satunya.
Sabda Rasulullah Saw. yang artinya :
“Allah tidak menerima salat seseorang apabila ia berhadas (keluar sesuatu dari salah satu
kedua lubang) sebelum ia berwudhu.”(Sepakat Ahli Hadits)
2)      Hilang akal.
Artinya karena mabuk atau gila. Demikian pula karena tidur dengan tempat keluar angin yang
tidak tertutup. Sedangkan tidur dengan tempat keluar angin yang tertutup, maka tidaklah batal
wudlunya.
Sabda Rasulullah Saw. yang artinya :
“Kedua mata itu tali yang mengikat pintu dubur. Apabila kedua mata itu tidur, terbukalah
ikatan pintu itu. Maka barangsiapa yang tidur, hendaklah ia berwudhu.” (Riwayat Abu
Dawud)
3)      Bersentuhan kulit laki-laki dan perempuan.
4)      Menyentuh kemaluan atau pintu dubur dengan telapak tangan, baik kemaluan diri sendiri
maupun orang lain. Menyentuh ini hanya membatalkan wudhu yang menyentuh saja.
Sabda Rasulullah Saw. yang artinya :
Dari Ummi Habibah. Ia berkata, “Saya telah mendengar Rasulullah Saw. bersabda, ‘Barang
siapa menyentuh kemaluannya, hendaklah ia berwudhu’.” (Riwayat Ibnu Majah) [7]

G.    Hikmah Wudhu
Wudhu dapat menciptakan  kesehatan jasmani dan rohani, seperti dapat dikaji dalam tata
cara berwudhu.
a.       Niat berwuhu, menyuruh orang agar dalam melakukan apapun dibekali dengan tekat yang
baik, tidak ragu-ragu dan tanpa pamrih.
b.      Berkumur untuk membersihkan mulut dari kotoran-kotoran yang bisa membahayakan perut.
Dan juga agar mulut dijaga jangan sampai mengeluarkan perkataan-perkataan yang kotor dan
menyakitkan orang
c.       Membersihkan hidung, agar pernapasan lancer, tidak tersumbat oleh kotoran-kotoran
d.      Membasuh muka, agar muka selalu bersih. Berarti juga perintah supaya muka kita selalu
berseri-seri dalam menghadapi setiap orang.
e.       Membersihkan kedua tangan dari tapak tangan sampai ke siku. Karena itulah anggota tangan
yang banyak beraktivitas supaya selalu bersih. Termasuk membersihkannya dari pekerjaan
tangan yang baik, seperti mencuri, memukul orang lain dan sebagainya
f.        Mengusap sebagian kepala, dimana terdapat otak sebagai sarana berpikir, agar pikiran
senantiasa bersih dan digunakan untuk memikirkan sesuatu yang baik.
g.      Membersihkan kedua telinga agar selalu bersih dan dapat digunakan untuk mendengarkan
suara-suara yang baik dan berguna.
h.      Membersihkan kedua kaki. Sebagai anggota badan yang membawa dan menyangga untuk
manusia agar selalu bersih. Begitu pula langkahnya agar melangkah pada jalan-jalan baik.
i.        Tertib, berarti mengajarkan agar hidup ini rapi, tertib dan disiplin[8]

2.      TAYAMUM
A.    Pengertian Tayamum
Tayamum ialah mengusap tanah ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa
syarat. Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi, sebagai keringanan untuk orang yang
tidak dapat memakai air karena beberapa halangan, yaitu :
1)      Uzur karena sakit. Kalau ia memakai air, bertambah sakitnya atau lambat sembuhnya,
menurut keterangan dokter atau orang yang berpengalaman tentang penyakit serupa itu. 
2)      Dalam perjalanan.
3)      Tidak ada air. [9]
Firman Allah Swt.
‫ضى َأ ْو َعلَى َسفَ ٍر َأ ْو َجا َء َأ َح ٌد ِم ْن ُك ْم ِم َن ْال َغاِئ ِط‬
َ ْ‫َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم َمر‬
‫ص ِعيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُك ْم َوَأ ْي ِدي ُك ْم‬
َ ‫َأ ْو ال َم ْستُ ُم النِّ َسا َء فَلَ ْم تَ ِج ُدوا َما ًء فَتَيَ َّم ُموا‬
ُ‫ِم ْنه‬
“Dan apabila kamu sakit, atau dalam perjalanan, atau kembali dari tempat buang air, atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak mendapat air, maka bertayamumlah dengan tanah
yang baik (bersih); sapulah mukamu dan kedua tanganmu dengan tanah itu.” (Al-Maa’idah:
6)
B.     Syarat Tayamum :
1)      Sudah masuk waktu sholat.
2)      Sudah diusahakan mencari air, tetapi tidak dapat, sedangkan waktu sudah masuk.
3)      Dengan tanah yang suci dan berdebu.
4)      Menghilangkan najis.

C.    Rukun Tayamum :
1)      Niat.
2)      Mengusap muka dengan tanah.
3)      Mengusap kedua tangan sampai kesiku dengan tanah.
4)      Menertibkan rukun-rukun.

D.    Sunah Tayamum :
1)      Membaca basmalah.
2)      Mengembus tanah dari dua tapak tangan supaya tanah yang diatas tangan itu menjadi tipis.
3)      Membaca dua kalimat syahadat sesudah selesai tayamum.[10]

E.     Beberapa masalah yang bersangkutan dengan tayamum


1)      Orang yang tayamum karena tidak ada air tidak wajib mengulangi salatnya apabila mendapat
air. Alasannya ialah ayat tayamum di atas. Tetapi orang yang tayamum karena junub, apabila
mendapat air maka ia wajib mandi bila ia hendak mengerjakan salat berikutnya, sebab
tayamum itu tidak menghilangkan hadas, melainkan hanya boleh untuk keadaan darurat.
2)      Satu kali tayamum boleh dipakai untuk beberapa kali salat, baik fardhu atau sunah.
Demikian pendapat sebagian ulama. Yang lain berpendapat bahwa satu kali tayamum hanya
sah untuk satu kali salat fardu dan beberapa salat sunah.
3)      Boleh tayamum apabila luka atau karena hari sangat dingin. Jika Memakai air ketika hari
sangat dingin, dikhawatirkan akan menjadi sakit.[11]

F.     Hal-hal yang membatalkan tayamum


1)      Segala yang membatalkan wudhu.
2)      Melihat air sebelum sholat, kecuali yang bertayamum karena sakit.
3)      Murtad. [12]

G.  Hikamah Tayamum
Tayamum merupakan cara pengganti bersuci untuk menghilangkan hadast. Cara ini tidak
menggunakan air sebagai mana lazimnya sesuci, tetapi menggunakan debu atau tanah. Disini
dapat dimaklumi bahwa tanah dijadikan pengganti air sesuci untuk sesuci dari hadst, sebab
hadast pada hakekatnya najis hukmi. Karena itu dapat dikaji beberapa hikmah tayamum,
diantaranya :
a.    Memudahkan umat islam karena debu atau tanah mudah didapatkan, sehingga ajaran islam
ini tidak memberatkan pemeluknya.
b.    Untuk mengingat asal mula manusia, yaitu dari tanah, sehingga tidak patut berlaku sombong
karena juga nanti akan kembali ketanah.
c.    Mengajarkan kedisiplinan dalam melakukan peraturan.[13]

3.      MANDI
A.    Pengertian Mandi
Menurut bahasa, mandi adalah mengalirkan air. Sedangkan menurut istilah, mandi adalah
mengalirkan air ke seluruh anggota badan dengan cara-cara tertentu, sebagai mana yang telah
diatur dalam syariat. Dalam kondisi tertentu, setiap muslim harus melakukannya, kadang-
kadang disunnahkan untuk melakukannya. Pada kondisi tertentu, setiap muslim harus
melakukan mandi yang bukan mandi biasa atau disebut dengan “mandi besar”.
Firman Allah Swt. tentang perintah mandi :
‫َوِإ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوا‬
“Dan jika kamu junub, maka mandilah.” (Al-Maa’idah: 6)
B.     Penyebab Mandi Wajib
Setiap muslim diwajibkan mandi besar, jika mengalami kondisi berikut:
1)      Sedang dalam hadats besar, seperti setelah junub atau melakukan hubungan suami istri.
2)      Sesudah keluar mani, yaitu cairan putih lengket yang keluar saat syahwat seseorang
meninggi, baik dengan sengaja ataupun tidak sengaja. Dengan tidak sengaja, seperti
bermimpi.
3)      Setelah haid dan nifas. Jika telah selesai dari haid maupun nifas, seorang wanita wajib
bersuci untuk mengangkat hadasnya dengan melaksanakan mandi besar. Hal ini sebagai mana
disinggung dalam Surat Al-Baqarah: 222.

ِ ‫يض قُلْ هُ َو َأ ًذى فَا ْعتَ ِزلُوا النِّ َسا َء فِي ْال َم ِح‬
‫يض َوال تَ ْق َربُوهُ َّن‬ ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِح‬ َ َ‫َويَ ْسَألُون‬
ُ ‫طهُرْ َن فَِإ َذا تَطَهَّرْ َن فَْأتُوهُ َّن ِم ْن َحي‬
َ ِ‫ْث َأ َم َر ُك ُم هَّللا ُ ِإ َّن هَّللا َ ي ُِحبُّ التَّ َّواب‬
ُّ‫ين َويُ ِحب‬ ْ َ‫َحتَّى ي‬
َ ‫ْال ُمتَطَه ِِّر‬
‫ين‬
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: "Haid itu adalah kotoran". Oleh
sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah
mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.
4)      Setelah melahirkan, baik anak yang dilahirkan itu cukup umur ataupun tidak, seperti
keguguran.
5)      Mati, dan matinya itu bukan mati syahid.
Sabda Rasulullah Saw.:
Beliau berkata tentang orang yang mati dalam peperangan Uhud, “Janganlah kamu
mandikan mereka.” (Riwayat Ahmad)

C.    Rukun Mandi
Mandi besar tentunya harus berbeda dengan tata cara mandi biasanya. Sebab, mandi yang
dimaksud ini tujuan utamanya adalah untuk membersihkan diri dari hadats besar. Ia harus
melaksanakan mandi dengan sebaik mungkin.
Adapun cara-cara mandi yang sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah Saw yaitu :
1)      Menghadirkan niat di dalam hati
2)      Membersihkan farj (kemaluan)
3)      Mencuci kedua telapak tangan
4)      Berwudhu dengan sunah-sunnah nya
5)      Mengguyur kepala tiga kali, dimulai dari sebelah kanan, kemudian kiri, dengan meratakan
seluruh air dan menekankan ke kulit kepala.

D.    Sunah Mandi
1)      Membaca basmallah pada permulaan mandi.
2)      Berwudhu’ sebelum mandi.
3)      Menggosok-gosok seluruh badan dengan tangan.
4)      Mendahulukan bagian kanan daripada kiri.
5)      Berturut-turut.[14]
E.     Mandi Sunah
Disunnahkan untuk melakukan mandi besar :
2)      Sebelum melaksanakan shalat pada hari Jum’at.
3)      Ketika hendak melaksanakan Shalat Id, baik Idul Fitri maupun Idul Adha.
4)      Ketika hendak melaksanakan Shalat Khusuf, untuk gerhana matahari maupun gerhana bulan.
5)      Sesudah memandikan jenazah.
6)      Ketika akan memasuki kota Mekkah.

F.   Hikmah Mandi
Dalam kehidupan manusia, mandi hamper menjadi bagian dari kebutuhan hidupnya. Dan
dalam ajaran islam, mandi tidak sekedar rutinitas saja, tetapi telah diatur dengan tata cara,
sehingga akan membersihkan arti penting dalam kehidupan ini, bukan sekedar untuk
menghilangkan kotoran atau keringat yang ada di permulaan kulit. Karena itu ajaran islam
ada mandi hukumnya wajib, seperti junub, haid, wiladah, nifas, dan memandikan mayit. Dan
ada pula yang hukumnya Sunnah, seperti mandi hendak salat jum’at, salat ied, salat gerhana,
baru sembuh dari gila dan sebagainya.
Dari pensyariatan mandi ini dapat di petik beberapa hikmah, diantaranya :
a.         Dapat mendekatkan diri kepada Allah, sebab mandi adalah ibadah dan setelah itupun
seseorang dapat menjalankan ibadah seperti shalat, membaca Al-Qur’an dan sebagainya
b.        Dapat menyegarkan badan dan memulihkan kekuatan yang dapat pula berpengaruh pada
kesegaran jiwa. Karena itu dalam praktek penyembuhan penyakit, ketagihan “narkoba” ada
yang menggunakan cara memandikan pasien.
c.         Membangkitkan kepercayaan diri dan membuka peluang persahabatan. Sebab orang yang
sudah mandi akan merasa tidak mwngganggu ketenangan orang lain.[15]

BAB III
PENUTUP
A.      kesimpulan
Wudhu merupakan cara bersuci yang tujuan utamanya untuk menghilangkan hadas kecil,
seperti keluar angin dari dubur (kentut), buang air besar, buang air kecil, dan tidur nyenyak.
Wudhu itu menjadi salah satu syarat untuk menunaikan ibadah seperti shalat.
Mandi adalah mengalirkan air ke seluruh anggota badan dengan cara-cara tertentu,
sebagai mana yang telah diatur dalam syariat. Dalam kondisi tertentu, setiap muslim harus
melakukannya, kadang-kadang disunnahkan untuk melakukannya. Pada kondisi tertentu,
setiap muslim harus melakukan mandi yang bukan mandi biasa atau disebut dengan “mandi
besar”.
Tayamum ialah mengusap debu ke muka dan kedua tangan sampai siku dengan beberapa
syarat. Tayamum adalah pengganti wudhu atau mandi, sebagai keringanan untuk orang yang
tidak dapat memakai air karena beberapa halangan.
Wudhu, tayamum dan mandi tidak dilakukan dengan sembarangan. Ada aturan yang
mengikatnya seperti syarat dan rukun. Ada juga sunnah-sunnahnya, dan wudhu maupun
tayamum bisa batal karena sesuatu hal.
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman. 2014. Fiqh Islam. Bandung: Sinar Baru Al Gesindo.
Rauf, M. Amrin. 2011. Buku Pintar Agama Islam. Jogjakarta : Sabil.
Rifa’i, Moh. 2013. Risalah Tuntunan Shalat Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha
            Putra.
Sadjak, Muhammad Nadjib. 2013. Terjamah Matan At-Taqrib wa al-Ghoyah.
            Jatirogo: Kampong Kyai.
Silaturrohmah, Nur dan Budiman Mustofa. 2014. Fikih Muslimah Terlengkap.
            Surakarta: Al-Qudwah.
Mustafa, Ahmad. 2001. Fiqih. Semarang : Wicaksana

[1] Muhammad Nadjib Sadjak, Terjamah Matan At-Taqrib wa al-Ghoyah  (Jatirogo: Kampong Kyai, 2013),


hlm. 4.
[2] M. Amrin Rauf, Buku Pintar Agama Islam (Jogjakarta : Sabil, 2011), hlm. 17.
[3] Nur Sillaturrohmah dan Budiman Mustofa, Fiqih muslimah terlengkap (Surakarta: Al-
Qudwah, 2014), hlm. 64.
[4] Sulaiman Rasjid,  Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2014),  hlm. 24.
[5] Moh. Rifa’i, Tuntunan Sholat Lengkap (Semarang: PT. Karya Toha Putra, 2013), hlm. 16-17.
[6] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2014),  hlm. 25-30.
[7] Sulaiman Rasjid,  Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2014),  hlm. 30-33.
[8] Ahmad Musthofa hadna, Fiqih (Semarang : Wicaksana ), hlm 15-16
[9] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2014), hlm. 39.
[10] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2014), hlm. 39-42.
[11] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2014), hlm. 40-41.
[12] Moh. Rafa’i, Risalah Tuntunan Shalat lengkap (Semarang: PT. Karya Toha Putra 2013), hlm. 25
[13] Ahmad Musthofa hadna, Fiqih (Semarang : Wicaksana ), hlm 17
[14] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2014), hlm. 37.
[15] [15] Ahmad Musthofa hadna, Fiqih (Semarang : Wicaksana ), hlm 17

Anda mungkin juga menyukai