Anda di halaman 1dari 5

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26)

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 adalah PPh yang dikenakan/dipotong atas


penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP)
luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di Indonesia. Bentuk usaha tetap merupakan
subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan.

Negara domisili dari Wajib Pajak luar negeri selain yang menjalankan usaha atau
melakukan kegiatan usaha melalui bentuk usaha tetap di Indonesia, adalah Negara tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak luar negeri yang sebenarnya menerima manfaat
dari penghasilan tersebut (beneficial owner).

B. Pemotongan pph pasal 26

Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 (PPh Pasal 26) wajib dilakukan oleh:
1) Badan pemerintah.
2) Subjek pajak dalam negeri.
3) Penyelenggara kegiatan.
4) BUT.
5) Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya yang melakukan pembayaran kepada
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap.

C. Penghasilan yang di potong pph pasal 26

Jenis-jenis penghasilan yang wajib dipotong Pajak Penghasilan Pasal 26 (Objek PPh Pasal 26)
adalah:
1) Deviden.
2) Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang.
3) Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta.
4) Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan.
5) Hadiah dan penghargaan.
6) Pensiun dan pembayaran berkala lainnya.
7) Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya.
8) Keuntungan karena pembebasan utang.
D. Tarif pph pasal 26 dan Perhitungan pph pasal 26

 Tarif pph pasal 26

Tarif yang dikenakan sesuai dengan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antar
negara (tax treaty), yaitu sebesar 20 persen untuk setiap pengenaan jenis PPh Pasal 26.
Ketentuan dasar pengenaan pajak adalah sebagai berikut:

 Tarif 20 persen dari penghasilan bruto.


 Tarif 20 persen dari penghasilan neto.
 Tarif 20 persen dari penghasilan setelah pajak (penghasilan kena pajak dikurangi
dengan PPh).

 Perhitungan pph pasal 26

1. Dua puluh persen dari jumlah penghasilan bruto yang diterima atau yang diperoleh Wajib
Pajak luar negeri berupa:

a. Deviden;
b. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan
pengembalian utang;
c. Royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta;
d. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan ;
e. Hadiah dan penghargaan;
f. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya;
g. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya;
h. Keuntungan karena pembebasan utang.
20% x Penghasilan Bruto atau Tax Treaty (P3B)

2. Dua puluh persen dari perkiraan penghasilan neto adalah:

o Penghasilan dari penjualan atau pengalihan harta di Indonesia yang diperoleh WP


luar negeri;
o Penjualan saham. Saham yang diperjualbelikan adalah saham dari PT di dalam negeri
dan tidak berstatus sebagai emiten atau perusahaan publik;

20% x Penghasilan Neto


- Perkiraan Neto = 25%
- Tarif Efektif      = 20% x 25% Harga Jual = 5% Harga Jual

o Premi asuransi dan premi reasuransi yang dibayarkan langsung maupun melalui
pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri.

20% x Penghasilan Neto


Perkiraan Neto :

o 50% dari Premi yang dibayarkan oleh pihak yang tertanggung kepada perusahaan
asuransi LN.
Sehingga tarif efektif: 20% x 50% = 10%
o 10% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi di Indonesia kepada
perusahaan asuransi LN.
Sehingga tarif efektif: 20% x 10% = 2%
o 5% dari Premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi di Indonesia kepada
perusahaan asuransi di LN.
Sehingga tarif efektif: 20% x 5% = 1%

3. 20% persen dari penghasilan setelah pajak (penghasilan kena pajak dikurangi dengan pajak
penghasilan) diterapkan      pada BUT di Indonesia yang penghasilan atau bagian labanya
tidak ditanamkan kembali di Indonesia.

20% x Penghasilan Setelah Pajak


E. Sifat pemotongan/pemungutan pph pasal 26 dan pelaporan pajak penghasilan pasal 26

PPh Pasal 26 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 mengatur tentang pemotongan


atas penghasilan yang bersumber dari Indonesia yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
luar negeri selain bentuk usaha tetap.

 Sifat Pemotongan/ Pemungutan PPh Pasal 26

Berikut ini penghasilan-penghasilan yang dimaksud (pemotongannya tidak bersifat final).

1) Penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian
jasa di Indonesia.
2) Penghasilan berupa dividen, bunga, termasuk premium, diskonto, premi swap dan
imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang,royalty, sewa , dan
penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan sehubungan dengan
jasa,pekerjaan dan kegiatan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran
berkala lainnya.
3) Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi atau badan luar negeri yang berubah status
menjadi Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap.

 Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 26

Penghasilan berikut ini terutang Pajak Penghasilan Pasal 26 pada akhir bulan dilakukannya
pembayaran atau terutangnya penghasilan yang bersangkutan.

1) Penghasilan yang bersumber dari modal dalam bentuk deviden, bunga termasuk
premium, diskonto, premi swap, imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian
utang, seperti : royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan
harta.
2) Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia.
3) Premi asuransi dan reasuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri

Ketentuan yang berkaitan dengan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 26 adalah :

1) PPh Pasal 26 yang telah dipotong harus disetorkan selambat-lambatnya tanggal 10


bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.
2) Pemotong PPh Pasal 26 diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa
selambat-lambatnya 20 hari setelah masa pajak berakhir.
3) Pemotong PPh Pasal 26 harus memberi tanda bukti pemotongan PPh Pasal 26 kepada
orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pph yang dipotong.
4) Pemotongan PPh Pasal 26 atas penghasilan berupa PKP sesudah dikurangi pajak dari
semua bentuk usaha tetap di Indonesia, terutang dan harus dibayar lunas selambat-
lambatnya tanggal 25 bulan ketiga setelah tahun pajak atau bagian tahun pajak
berakhir, sebelum SPT disampaikan.

Anda mungkin juga menyukai