Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

MANDI

Makalah Ini Dibuat Guna Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata kuliah Fiqh 1

Dosen Pengampu : Dr. R. Supriatna, M.Ag .

Disusun oleh :

Dewi Nurhasanah

Elsa Sadiatul Milah

Ema Nurhayati

PRODI STUDI : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

(STAI) AL-MASTHURIYAH

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan Rahmat
dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyusun makalah ini yang berjudul “Mandi”. Guna
memenuhi tugas mata kuliah Fiqh 1.

Saya mengucapkan banyak terimakasih kepada dosen, yaitu bapak Dr. R. Dedi Supriatna,
M.Ag. selaku dosen mata kuliah Fiqh 1 yang telah memberikan motivasi dan dorongan, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik, juga kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca khususnya para mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Al-
Masthuriyah kota Sukabumi. Saya sadar bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Untuk itu, kepada dosen pembimbing . Saya meminta masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah Saya di masa yang akan datang, dan mengharapkan kritik dan saran dari para
pembaca.

Sukabumi, 27 September 2022

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... i

DAFTAR ISI...............................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................iii

A. Latar Belakang ................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Mandi.............................................................................................................2

B. Sebab-sebab wajib mandi.................................................................................................3

C. Syarat-syarat mandi..........................................................................................................4

D. Rukun mandi....................................................................................................................5

E. Sunnah-sunnah mandi......................................................................................................6

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan......................................................................................................................7

B. Saran.................................................................................................................................7

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................10
BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Kebersihan adalah sebagian dari iman Islam merupakan agama yang bersih yang
menghendaki setiap pengikutnya memiliki jasmani dan rohani yang bersih untuk melaksanakan
ibadah kepada Allah SWT. Salah satu ibadah yang wajib kita kerjakan sehari-hari adalah shalat.
Shalat merupakan tiang agama dan amal perbuatan yang akan dihisab pertama kali. Jika shalatnya
sah, maka amalnya pun diterima. Sedangkan jika shalatnya tidak sah, maka ditolaklah seluruh
amalannya. Salah satu syarat agar shalatnya sah adalah suci dari hadats, baik hadats kecil maupun
hadats besar. Apabila orang muslim berhadats besar, maka ia wajib bersuci, yaitu dengan mandi.
Selain tuntutan dari Allah, mandi juga berguna bagi kesehatan kita.

Dengan demikian kita harus mengetahui tentang hal-hal yang berkaitan dengan mandi, sehingga
mandi yang dilakukan itu sah menurut ajaran syari’at ibadah.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian mandi?

2. Apa saja sebab-sebab wajib mandi?

3. Apa saja syarat mandi?

4. Apa saja rukun mandi?

5. Apa saja sunnah-sunnah mandi?

6. Apa saja yang termasuk mandi sunnah?


BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Mandi

Menurut lughat, mandi disebut al ghasl atau al ghusl berarti mengalirnya air pada sesuatu.
Sedangkan didalam istilah syara’ ialah mengalirnya air ke seluruh tubuh disertai dengan niat.

Dalam kitab Fat-hul Qarib, pengertian mandi menurut bahasa ialah mengalirkan air atas sesuatu
perkara secara muthlaq.Sedangkan menurut pengertian syara’, mandi ialah mengalirnya air ke
seluruh tubuh dengan disertai niat yang sudah ditentukan.

Disyari’atkannya mandi berdasarkan firman Allah surat Al-Maidah ayat 6 :

‫ق َوا ْم َسحُوْ ا بِ ُرءُوْ ِس ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَي ۗ ِْن َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا‬ ِ ِ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الص َّٰلو ِة فَا ْغ ِسلُوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم َواَ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف‬
َ ‫ضى اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر اَوْ َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط اَوْ ٰل َم ْستُ ُم النِّ َس ۤا َء فَلَ ْم ت َِج ُدوْ ا َم ۤا ًء فَتَيَ َّم ُموْ ا‬
‫ص ِع ْيدًا طَيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ِّم ْنهُ ۗ َما‬ ٓ ٰ ْ‫َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر‬
‫ج و َّٰل ِك ْن ي ُِّر ْي ُد لِيُطَهِّ َر ُك ْم َولِيُتِ َّم ِن ْع َمتَهٗ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬ ‫هّٰللا‬
ٍ ‫ي ُِر ْي ُد ُ ِليَجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم ِّم ْن َح َر‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai
dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak
memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan
tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak
membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al-
Maidah: 6).

2. Sebab-Sebab Wajib Mandi

a) Bersetubuh

Ayat surat Al Maidah tersebut di atas menunjukkan kewajiban orang yang junub untuk mandi. As
Sayyid Sabiq mengemukakan pendapat Imam Syafi’i bahwa, arti umum janabat adalah bersetubuh
sekalipun tidak mengeluarkan mani. Segala ketentuan hukum tentang persetubuhan tetap berlaku
walaupun zakarnya dimasukkan dalam keadaan terbalut, misalnya dengan kondom.Selain mengenai
wajibnya mandi juga berlaku pada batalnya puasa, haji dan sebagainya.

b) Keluar mani baik dalam keadaan sadar atau karena mimpi.

Berdasarkan hadits riwayat Al Bukhori dan Muslim dari Ummu Salamah. Berkata Ummu Salamah:
‫ يارسول هللا إن هللا اليستحيى من الحق فهل على المرأة الغسل إذااحتلم؟ قال نعم؍ إذارأت الماء‬:‫أن أم سليم قالت‬

Artinya: “Ummu Sulaim datang menemui Rasulullah SAW dan berkata sesungguhnya Allah tidak
malu terhadap kebenaran. Apakah perempuan wajib mandi jika bermimpi? Rasulullah menjawab:
Ya, jika ia melihat air (mani).” (HR. Muttafaqun ‘alaih).

Air mani dapat dikenali dengan:

a. Keluarnya memancar beberapa kali,

b. Rasa lezat ketika keluar dan hilang syahwat setelahnya,

c. Bau adonan gandum, ketika masih basah.

d. Bau putih telur setelah mani itu kering.

Apabila seorang perempuan telah mandi, tetapi kemudian mani laki-laki yang bersetubuh
dengannya itu keluar kembali dari farajnya, ia tidak mesti mengulangi mandi.[6]

c) Meninggal dunia.

Jika ada orang islam meninggal kecuali mati syahid, maka orang islam yang masih hidup wajib
memandikannya.Kewajiban ini merupakan fardhu kifayah.

d) Haidh/menstruasi.

Dalil mengenai hal ini adalah:

1) Firman Allah SWT :


ُ ‫ْض َواَل َت ْق َرب ُْوهُنَّ َح ٰ ّتى َي ْطهُرْ َن ۚ َفا َِذا َت َطهَّرْ َن َفْأ ُت ْوهُنَّ مِنْ َحي‬
‫ْث اَ َم َر ُك ُم‬ ۙ ِ ‫ْض ۗ قُ ْل ه َُو اَ ًذ ۙى َفاعْ َت ِزلُوا ال ِّن َس ۤا َء فِى ْال َم ِحي‬ ِ ‫ك َع ِن ْال َم ِحي‬ َ ‫َو َيسْ ـَٔلُ ْو َن‬
‫هّٰللا ُ ۗ اِنَّ هّٰللا َ ُيحِبُّ ال َّتوَّ ِابي َْن َو ُيحِبُّ ْال ُم َت َطه ِِّري َْن‬

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran".
oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu
mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqoroh:222)

2) Hadits:

‫إذاأقبلت الحيضة فدعى الصالة وإذا ادبرت فاغتسلى وصلى‬


Artinya: “Apabila haid datang maka tinggalkanlah shalat dan bila ia telah pergi (selesai) maka
mandilah dan shalat.” (HR. Bukhori)

e) Nifas, yaitu darah yang keluar dari rahim wanita setelah melahirkan bayi.
f) Wiladah/malahirkan

Perempuan diwajibkan mandi setelah melahirkan walaupun anak yang dilahirkannya itu belum
sempurna.Misalnya masih merupakan darah beku (‘alaqoh) atau segumpal daging (Mudghah).
Dalam hal ini ia diwajjibkan mandi karena yang lahir itu adalah air mani yang telah membeku.

3. Syarat-syarat Mandi

a) Islam.
b) Tamyis, orang mumayyiz ialah orang yang sudah dapat membedakan segala perbuatan
manusia yang baik dan yang buruk.
c) Dengan menggunakan air yang mutlaq (air yang suci dan mensucikan).
d) Tidak ada yang menghalangi sampainya air pada anggota badan seperti: cat, getah, dan
lain-lain.
e) Tidak dalam keadaan haidl atau nifas.

4. Rukun Mandi

a. Niat, maksudnya ialah sengaja menghilangkan hadats besar/ mandi sunah yang lain. Niat
tersebut harus dibaca bersamaan dengan basuhan yang pertama. Seandainya orang itu niat sesudah
membasuh sebagian(anggota badan) maka wajib mengulang pembasuhan sebagian anggota badan
tersebut.

Niat dianggap sah jika:

1. Berniat untuk mengangkat hadast besar, hadast janabah, haid, nifas, atau hadast lainnya,
dari seluruh tubuhnya,
2. Berniat untuk membolehkan shalat, thawaf atau pekerjaan lain yang hanya boleh
dilakukan dengan thoharoh atau,
3. Berniat mandi wajib, berniat menunaikan mandi, berniat thaharoh untuk shalat.

b. Menghilangkan najis yang ada pada badan.

c. Meratakan air keseluruh badan, mulai dari rambut sampai jari-jari kaki.

Kewajiban membasahi rambut pada waktu mandi didasarkan kepada hadits Nabi SAW:
‫إن تحت كل شعرة جنابة فاغسلواالشعر وأنفقوا البشرة‬

Artinya: “Sesungguhnya dibawah tiap-tiap rambut itu ada janabah, maka basahilah rambut dan
bersihkanlah kulit” (HR. Bukhori).

5. Sunnah-Sunnah Mandi

Untuk kesempurnaan pelaksanaan mandi, maka disunnahkan pula mengerjakan hal-hal berikut:

a. Membaca basmalah.

b. Membasuh tangan sebelum memasukkanya ke bejana.

c. Berwudhu dengan sempurna sebelum melakukan mandi.

d. Menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya, sambil memastikan agar air benar-
benar mencapai semua bagian tubuhnya yang tersembunyi, seperti ketiak, daun telinga, lipatan-
lipatan pada perut, dan sebagainya.

e. Muwalah, yakni membasuh suatu anggota sebelum kering anggota yang dibasuh sebelumnya.

f. Mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh, punggung dan perut.

g. Menyiram dan menggosok badan sebanyak tiga kali.

h. Khusus bagi perempuan, setelah selesai mandi haid atau nifas, disunnahkan memakai kasturi
atau wangian lainnya pada bekas darahnya, kecuali kalau ia sedang ihrom atau berkabung. Kasturi
itu ditaruh pada kapas kemudian dimasukkan ke mulut kemaluannya.

6. Macam-Macam Mandi Sunnah

a. Mandi hari jum’at

b. Mandi hari raya Idul Fitri

c. Mandi hari raya Idul Adha

d. Mandi karena hendak mengerjakan shalat istisqo’ (minta hujan)

e. Mandi karena adanya gerhana rembulan

f. Mandi karena adanya gerhana matahari

g. Mandi karena selesai memandikan mayit


h. Mandi karena masuk islam

i. Mandi karena sembuh dari gila

j. Mandi karena sembuh dari ayan

k. Mandi karena akan mengerjakan ihram, baik ihram haji atau umroh

l. Mandi karena hendak memasuki negeri Makkah

m. Mandi karena hendak wukuf di Arafah

n. Mandi karena bermalam di tanah Muzdalifah

o. Mandi karena hendak melempar jumrah tiga

p. Mandi karena hendak thowaf

q. Mandi-mandi lain, misalnya mandi pada tiap-tiap malam bulan ramadhan.


BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

1. Menurut lughat, mandi disebut al ghasl atau al ghusl berarti mengalirnya air pada sesuatu.
Sedangkan didalam istilah syara’ ialah mengalirnya air ke seluruh tubuh disertai dengan niat.

2. Sebab-sebab wajib mandi ada 6, yaitu: Bersetubuh, keluar mani, meninggal dunia, haidl, nifas
dan wiladah.

3. Syarat mandi ada 5, yaitu: Islam, Tamyiz, menggunakan air mutlaq, tidak ada sesuatu yang
menghalangi sampainya air ke anggota badan dan tidak sedang dalam keadaan haidl atau nifas.

4. Rukun mandi ada 3, yaitu: Niat, menghilangkan najis yang menempel di badan, meratakan air
ke seluruh tubuh.

5. Sunnah-sunnah mandi diantaranya: membaca basmalah, berwudhu dahulu sebelum mandi,


mendahulukan anggota tubuh bagian kanan, dll.

6. Macam-macam mandi sunnah diantaranya: mandi hari raya idul fitri dan idul adha, mandi
pada hari jum’at, dll.

SARAN

Kita sebagai umat islam dan khususnya sebagai calon pendidik, haruslah mulai banyak belajar
dalam mengkaji tentang masalah fiqih ibadah terutama masalah Thaharah ( bersuci ). Hal ini
sebagai upaya perbaikan pendidikan pada anak didik kita, agar supaya mereka mampu melakukan
tata cara bersuci yang baik menurut ajaran Baginda Rasulullah SAW.
DAFTAR PUSAKA

Nasution, Lahmuddin. 1995. Fiqih I.:Logos (Wacana Ilmu dan Pemikiran).

Abu Amar, Imron. 1982. Terjemah Fat-hul Qarib.Kudus: MENARA

Daradjat, Zakiah. 1995. Ilmu Fiqih Jilid I. Yogyakarta:PT. Dana Bhakti Wakaf.

Abyan, Amir dan Zainal Muttaqin. 2004. Fiqih.Semarang: CV. Thoha Putra.

[1] Nasution, Lahmuddin. Fiqih I. Logos (Wacana Ilmu dan Pemikiran). 1995. Hlm. 29

[2] Abu Amar, Imron. Terjemah Fat-hul Qarib.Menara.Kudus. 1982. Hlm. 29.

[3] Daradjat, Zakiah. Ilmu Fiqih Jilid I.PT. Dana Bhakti Wakaf.Yogyakarta. 1995. Hlm. 54

[4]Nasution, Lahmuddin. Fiqih I. Logos (Wacana Ilmu dan Pemikiran). 1995. Hlm. 31

[5]Daradjat, Zakiah. Ilmu Fiqih Jilid I.PT. Dana Bhakti Wakaf.Yogyakarta. 1995. Hlm. 55

[6] Nasution, Lahmuddin. Fiqih I. Logos (Wacana Ilmu dan Pemikiran). 1995. Hlm. 32

[7] Nasution, Lahmuddin. Fiqih I. Logos (Wacana Ilmu dan Pemikiran). 1995. Hlm. 32-33

[8]Abyan, Amir dan Zainal Muttaqin. Fiqih.CV. Thoha Putra. Semarang. 2004. Hlm. 41

[9] Nasution, Lahmuddin. Fiqih I. Logos (Wacana Ilmu dan Pemikiran). 1995. Hlm. 29-30

[10]Abu Amar, Imron. Terjemah Fat-hul Qarib.Menara.Kudus. 1982. Hlm. 37.

Anda mungkin juga menyukai