Disusun Oleh:
Dosen Pengampu:
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.`
Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang telah memberikan
kita semua Rahmat dan kasih sayang, sehingga kita semua bisa berkumpul
dalam keadaan sehat wal afiat. Sholawat serta Salam kita junjungkan kepada
Nabi kita Muhammad Saw, yang telah mengantar kita dari zaman Jahiliyyah
sampai kepada Zaman yang terang seperti sekarang ini.
Pemakalah
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
Latar Belakang.......................................................................................................1
Rumusan Masalah.................................................................................................1
Tujuan Penulisan...................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................2
PEMBAHASAN...........................................................................................................2
a. Definisi Buang Air..........................................................................................2
1) Hadist masuk Kamar mandi dengan Bismillah.........................................3
2) Hadist Do’a Keluar Kamar Kecil.................................................................3
3) Hadist perintah jongkok dengan duduk di atas tumit kiri dan
menegakkan kaki kanan...................................................................................4
4) Masuk Kamar kecil dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan........4
5) Hadist tentang Istinja’...............................................................................7
6) Hadist larangan buang air menghadap kiblat...........................................9
7) Hadist larangan kencing di kuburan.......................................................11
8) Larangan kencing di air yang dipakai untuk bersuci...............................11
9) Berwudhu setelah kencing dengan memegang khuf.............................12
Larangan buang air dijalan atau tempat berteduh..........................................13
10) Boleh memakai Khuf saat buang air...................................................13
11) Wudhu setelah buang air....................................................................13
ii
12) Buang Hajat di rumah.........................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................1
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber ajaran Islam yang pokok adalah al-Qur‟an dan ḥadīṡ.
Keduanya memiliki peranan yang sagat penting dalam kehidupan umat
Islam. Walaupun terdapat perbedaan dari segi penafsiran dan aplikasi,
namun setidakya ulama sepakat bahwa keduanya harus dijadikan rujukan.
Dari keduanya ajaran Islam diambil dan dijadikan pedoman utama. Oleh
karena itu, kajian2 terhadapnya tidak pernah keruh bahkan terus berjalan
dan berkembang seirig dengan kebutuhan umat islam. Akan tetapi terdapat
perbedaan yang mendasar antara al-Qur‟an dan ḥadīṡ. Untuk al-Qur‟an,
semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan
untuk ḥadīṡ sebagian periwayatanya berlangsung secara mutawatir dan
sebagian berlangsung secara ahad.1 Ḥadīṡ-ḥadīṡ Rasulullah Saw merupakan
bentuk perkataan Rasulullah Saw yang menggambarkan tentang akidah,
syari‟at, muamalah dan akhlak dimana hal tersebut tidak dapat dipisahkan
dari al-Qur‟an. Baik al-Qur‟an maupun ḥadīṡ-ḥadīṡ Rasulullah Saw.
keduanya diungkapkan dalam bentuk perkataan atau lafadz-lafadz yang
tersusun dalam bentuk gabungan hurufhuruf yang mengandung makna
yang luas dan bersifat interpretatatif yang membutuhkan pemahaman baik
secara parsial maupun komprehensif.
Berikut kami akan memberikan beberapa hadist bersangkutan
dengan buang air.
Rumusan Masalah
a) Apakah definisi buang air
b) Apa saja hadist yang bersangkutan dengan buang air
Tujuan Penulisan
a) Menjelaskan definisi buang air
b) Menyebutkan hadist yang bersangkutan dengan buang air serta
syarhnya
1
2
BAB II
PEMBAHASAN
ِ رب َعن ُشعيبة َعن منصوٍر َعن أَبِى وائِ ٍل ح َذي َفةَ ر ٍ بن َح
ال
َ َض َي اهلل َعنهُ ق َ ُ َ ُ َ ََ َ ََح َّد َثنَا ُسل
ُ يما ُن
صلَى اهلل َعلَ ِيه َو َسلَم َ َصلَى اهلل َعلَ ِيه َو َسلَم اَو ق
َ ال لََقد أَتَى النَّبِ ُّي َ ول اهلل
ُ َيت َر ُس
ُ لََقد َرأ
َ َُسبَاطَةَ قَ ٍوم َفب
ال قَائِ ًما
1
American Urological Association (2014)
3
"Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam " atau katanya
"Sungguh aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kencing di
tempat pembuangan kotoran sambil berdiri".Hadist-Hadit terkait Buang Air.
Rasulullah mengajarkan adab membuang air melalui beberapa hadist
berikut, yaitu :
Penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia adalah jika salah
seorang di antara mereka memasuki tempat buang hajat lalu membaca “
Bismillah ”2
2
HR. Tirmidzi no. 606, dari ‘Ali bin Abi Tholib. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih.
4
"GUFRONAKA" (Aku memohon ampunan-Mu). (Hadits dikeluarkan
oleh Empat Imam Penulis Sunan kecuali an-Nasa-i)
Makna Hadis:
Fiqih Hadist:
5
4) Masuk Kamar kecil dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan
Pada dasarnya, tidak ada dalil khusus dari Rasulullah Saw
mengenai keharusan masuk kamar kecil dengan kaki kiri dan keluar dengan
kaki kanan, Syaikh Al-Albani mengemukakan pendapatnya di kitab Irwaul
Ghalil 1/132, "Sedangkan masuk kamar mandi maka aku tidak mengetahui
dalil khususnya sekarang ini, mungkin itu bias diambil dari qiyas terhadap
"hadits keluar dari masjid", Allahu A'lam".
Namun dalam hal ini landasan dalilnya adalah secara qiyasi yang
diambil dari keumuman tiga hadist berikut:
ِ ِ ِ
Hadist pertama yaitu, يسى بْ ُن َ َح ّدثَني ع،يع بْ ُن نَاف ٍع ُ ِالرب
َ ََح ّد َثنَا أَبُو َت ْوبَة
ْ قَال،َ َع ْن َعائِ َشة،يم ِ ِ ِ ِ
ت يَ ُد
ْ َ « َكان:َت َ َع ْن إ ْب َراه، َع ْن أَبي َم ْع َش ٍر،َ َع ِن ابْ ِن أَبي َع ُروبَة،س َ ُيُون
ْ َ َوَكان،صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم الْيُ ْمنَى لِطُ ُهوِرِه َوطَ َع ِام ِه
َوَما،ت يَ ُدهُ الْيُ ْس َرى لِ َخالَئِِه ِ ِ رس
َ ول اللَّه َُ
» َكا َن ِم ْن أَذًى
Abu Dawud berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Taubah ar-
Rabi'bin Nafi', (Dia – Abu Taubah ar-Rabi'bin Nafi' berkata), 'Telah
mengabarkan kepadaku Isa bin Yunus, dari Abu Arubah dari Abu Ma'syarin
(nama kunyah dari Ziyad bin Kulaib), Dari Ibrahim dari Aisyah
radhiallahuánha', dia (Aisyah) berkata: "Tangan kanan Rasulullah
Shallallahuálaihi wassalam adalah dipergunakan untuk bersuci dan
memakan makanan, sedangkan tangan kirinya digunakan untuk
beristinja/cebok dan membersihkan kotoran." (HR. HR. Abu Dawud no. 33
dan Ahmad VI/265 no. 26283.
Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam kitab Irwaul Ghalil I/131)
Imam al-Mudziri berkata, "Ibrahim (bin Yazid bin Qais) tidak mendengar dari
Aisyah maka jalur periwayatannya adalah terputus, dan hadits ini juga
dikeluarkan oleh Al-Aswad (bin Yazid bin Qais) dari Aisyah dengan makna
6
yang sama dan dikeluarkan pula dalam kitab Al-Libas dari hadits Masruq
dari Aisyah. Dan dengan jalur yang sama juga dikeluarkan
7
ِ ثنا أَبو َخلِي َفةَ الْ َق،ص ِري ِ
َثنَا أَبُو،اضي ُ ّ ْ َص عُ َم ُر بْ ُن َج ْع َف ٍر ال ُْمفي ُد الْب
ٍ َح ّد َثنَا أَبُو َح ْف
س ُ يُ َحد،َت ُم َعا ِويَةَ بْ َن ُق ّرة
ِ َ َع ْن أَن،ِّث ُ َس ِم ْع:ال
َ َ ق،َْحة ِِ ِِ
َ ثنا َش ّدا ٌد أَبُو طَل،ال َْوليد الطّيَالسـُ ّي
َ ِْت ال َْم ْس ِج َد أَ ْن َت ْب َدأَ بِ ِر ْجل
َ السـُنّـَِة إِذَا َد َخل ِ ُ ي ُق، أَنّه َكا َن،ك ِ
،ك الْيُ ْمنَى ّ «م َن:ول َ ُ ٍ بْ ِن َمال
»ك الْيُ ْس َرى َ ِت أَ ْن َت ْب َدأَ بِ ِر ْجل َ َوإِذَا َخ َر ْج
8
ِ ِعت أَنَس بن مل
َكان النَّبِ ُّي ص: ك يَقول ُ َس ِم: اسمهُ َعطَاءٌ ابن أَبي َميمونَة ٍ ِ
َ ُ َعن أَبي ُم َعاذ َو
ِ ََجيء أَنَاوعُ اَل م معنَا إِ َداواةٌ ِمن م ٍاء يعنِي يست
نجي بِ ِه ِ إذَا َخرج لِحجتِ َها أ
َ َ َ َ َُ ُ َ ََ َُ
Telah diriwayatkan dari Abu Mu 'adz -namanya adalah Atha' bin Abu
Maimunah- ia berkata, 'Aku mendengar Anas bin Malik berkata, 'Biasa Nabi
SAW jika keluar untuk buang hajat, maka aku bersama seorang anak
membawakan untuknya bejana berisi air. Yakni, untuk beliau pakai
beristinja''".
Syarh Hadist :
Maksud Imam Bukhari memberi judul "Beristinja 1 dengan air", adalah
untuk membantah mereka yang memakruhkan (tidak menyukai) beristinja'
(cebok) dengan menggunakan air, sekaligus bantahan untuk mereka yang
beranggapan bahwa hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW. Telah
diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah dengan sanad (silsilah periwayatan)
shahih dari Hudzaifah bin Al Yaman bahwa beliau ditanya tentang istinja'
(cebok) dengan menggunakan air, maka beliau berkata, "Jika demikian,
maka kotoran tidak akan hilang dari tanganku." Diriwayatkan pula dari Nafi'
bahwasanya Ibnu Umar tidak menggunakan air saat istinja".
Sementara dari Ibnu Zubair diriwayatkan, "Kami tidak pernah
melakukan hal seperti itu." Kemudian Ibnu At-Tin menukil riwayat dari Imam
Malik bahwa beliau mengingkari jika Nabi SAW pernah istinja' (cebok)
dengan menggunakan air. Lalu dinukil pula riwayat dari Ibnu Habib (salah
seorang ulama madzhab Maliki) bahwa beliau melarang menggunakan air
saat istinja', karena air termasuk sesuatu yang dikonsumsi.
9
ٍّ الر ْح َم ِن بْ ُن َم ْه ِد
َع ْن يَ ْحيَى بْ ِن أَبِي، َع ْن َه َّم ٍام،ي َّ َح َّد َثنَا يَ ْحيَى بْ ُن يَ ْحيَى أَ ْخَب َرنَا َع ْب ُد
:صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ِ ُ ال رس َ َ ق، َع ْن أَبِ ِيه،َادة ِ َعن َع ْب ِد،َكثِي ٍر
َ َاهلل بْ ِن أَبِي َقت
َ ول اهلل ُ َ َ َ ق:ال ْ
ِِ ِ ِ ِ ِ َّ واَل يتم،ول ِِ ِ ِ ِ
ْ َواَل َيَتَن َّف،س ْح م َن الْ َخاَل ء بيَمينه
س َ َ َ َ ُ َُح ُد ُك ْم ذَ َك َرهُ بيَمينه َو ُه َو َيب َ «اَل يُ ْمس َك َّن أ
»فِي اإْلِ نَ ِاء
Dari Abdullah bin Abu Qatadah dari bapaknya (yaitu Qatadah) bahwa
Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah sekali-kali kalian memegang
kemaluan kalian dengan tangan kanan kala kencing, jangan beristinja’
dengan tangan kanan ketika buang air besar, dan jangan pula meniup
(minuman) dalam bejana “ (Muslim 1:155)
10
Maka, larangan dalam hadits di atas khusus untuk tempat yang
terbuka. Sebab suatu lafazh bila tidak dibatasi dengan sesuatu, maka
maknanya kembali kepada hakikat lafazh tersebut. Jawaban ini dikemukakan
oleh Al Isma'ili yang merupakan jawaban yang terkuat. Kedua, menghadap
ke arah kiblat dapat terealisasi bila seseorang berada di lapangan terbuka,
sementara bila terhalang tembok atau bangunan, maka secara adat
kebiasaan dinamakan menghadap kepada hal-hal tersebut. Demikianlah
yang dikatakan oleh Ibnu Al Munir.
Pendapat ini menjadi kuat bila dikatakan bahwa tempat-tempat untuk
buang air besar tidak dapat digunakan untuk shalat, sehingga tidak ada
istilah kiblat pada tempat-tempat tersebut. Akan tetapi jawaban ini dikritisi,
karena hal itu mengakibatkan tidak sahnya shalat seseorang yang antara ia
dengan Ka'bah ada tempat yang tidak sah untuk dipergunakan shalat, dan
ini adalah batil. Ketiga, pengecualin di atas adalah berdasarkan hadits Ibnu
Umar yang disebutkan setelah bab ini, sebab hadits-hadits Nabi SAW adalah
merupakan satu kesatuan. Jawaban ini diutarakan oleh Ibnu Baththal serta
disetujui oleh Ibnu Tin dan lainnya. Apabila dikatakan, "Mengapa kamu
memberi makna-/ Ghalth sebagaimana arti hakikinya dan tidak
mengartikannya dengan arti yang lebih luas, sehingga dapat mencakup
tempat terbuka maupun bangunan tertutup.
Terlebih lagi sahabat yang meriwayatkan hadits ini telah memberi
makna hadits tadi dalam arti yang luas dan umum, dimana beliau
-sebagaimana yang akan disebutkan oleh Imam Bukhari dalam bab Kiblat
penduduk Madinah pada awal mula disyariatkannya shalatberkata, "Kami
mendatangi negeri Syam, lalu kami temui tempat-tempat untuk buang hajat
telah dibangun menghadap kiblat, maka kami pun berpaling (mengambil
arah berlawanan) dari arah bangunan itu seraya memohon ampun."
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan mengatakan, "Abu Ayyub Al Anshari
(perawi hadits yang dimaksud) telah memberi makna lafazh Al Gha 'Uh dari
segi hakikat dan majaz sekaligus, dan itulah yang seharusnya dilakukan.
Seakan-akan hadits yang mengkhususkan makna itu hanya pada tempat
terbuka belum sampai kepada beliau.
Adaikata tidak ada hadits Ibnu Umar yang mengindikasikan bahwa
yang dimaksud dengan larangan menghadap kiblat saat buang air besar
tidak berlaku pada tempat tertutup seperti bangunan, niscaya kami akan
berpendapat pula bahwa larangan itu berlaku umum baik di tempat terbuka
maupun tertutup. Sementara mengamalkan kedua dalil yang ada lebih
utama daripada mengabaikan salah satunya.
11
Hadist kedua
ٍ ود يعنِي العطَار َعن عم ِرو بن يحي َعن أَبِي َز
يد َ َ َ َ َ َ َح َّد َثنَا أَبُوا النَص ِر َح َّد َثنَا َد ُاو
ول أَو غَائِ ِط ِ أَن تَستَقبِل.َن رسول اهلل ص
ِ َالقبلَتَي ِن بِب
َ ُ َ َّ ي أ ِّ َس ِد ِ
َ َمولى ثَعلَبَةُ َعن َمعق ِل األ
Dari [Abu An Nadlr] Telah menceritakan kepada kami [Dawud] -yakni
Al Athar- dari [Amru bin Yahya] dari [Abu Zaid] budak Tsa'labah, dari [Ma'qil
bin Abu Ma'qil Al Asadi], bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
melarang kami untuk menghadap kedua kiblat (Ka'bah dan Baitul Maqdis)
saat buang air kecil atau buang air besar."
Syarah/ Penjelasan:
3
Buya Muhammad Alfis Chaniago, Indeks Hadis dan Syarh 1646 Hadist pilihan (Bekasi, CV
Alfonso Pratama, 2008)
12
8) Larangan kencing di air yang dipakai untuk bersuci
ِ
َ َع ِن ابْ ِن سي ِر،ش ٍام
َع ْن،ين َ َع ْن ِه، َح َّد َثنَا َج ِر ٌير،ب ٍ َو َح َّدثَنِي ُزَه ْير بْ ُن َح ْر
ُ
َح ُد ُك ْم فِي ال َْم ِاء َ َصلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق
َ «اَل َيبُولَ َّن أ:ال َ َع ِن النَّبِ ِّي،َأَبِي ُه َرْي َرة
»ُالدائِ ِم ثُ َّم َيغْتَ ِس ُل ِم ْنه
َّ
Syarh Hadist :
4
Buya Muhammad Alfis Chaniago, Indeks Hadis dan Syarh 1646 Hadist pilihan (Bekasi, CV
Alfonso Pratama, 2008)
13
9) Berwudhu setelah kencing dengan memegang khuf
ضأَ َوَم َس َح َعلَى ُخ َّف ِيه َّ ال َج ِري ِر ثُ َّم َت َو ِ يث ج ِري ِر بِن َع
ِ بداهلل ر
َ َ ب: ُض َي اهللُ َعنه ِ
َ َ ُ َحد
ضأَ َوَم َس َح َ َصلَى اهلل َعلَ ِيه َو َسلَم ب
َّ ال ثُ َّم َت َو ِ
َ ول اهلل َ َيت َر ُس
ُ ال َن َعم َرأ
َ فع ُل َه َذا َف َق
َ َيل ت
َ فَق
)َعلَى ُخ َّف ِيه (رواه البخرى
ِ ِ ِ
َ َجم ًيعا َع ْن إ ْس َماع، َوابْ ُن ُح ْج ٍر،ُ َو ُقَت ْيبَة،وب
يل بْ ِن َ َُّح َّد َثنَا يَ ْحيَى بْ ُن أَي
َع ْن أَبِي، َع ْن أَبِ ِيه،ُ أَ ْخَب َرنِي ال َْعاَل ء،يل ِ ِ َ َ ق،َج ْع َف ٍر
ُ َح َّد َثنَا إ ْس َماع،وب َ ُّ ابْ ُن أَي:ال
َوَما:«ات ُقوا اللَّ َّعا َن ْي ِن» قَالُوا
َّ :ال َ َصلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق ِ َ َن رس
َ ول اهلل ُ َ َّ أ،َُه َرْي َرة
» أ َْو ِفي ِظلِّ ِه ْم،َّاس
ِ «الَّ ِذي َيتَ َخلَّى فِي طَ ِر ِيق الن:ال ِ ول
َ َاهلل؟ ق َ ان يَا َر ُس ِ َاللَّ َّعان
14
ص ِيم َعن ِزِّر َعن ِ ح َّد َثنَا أَبوا بك ٍر بن أَبِي َشيبة ح َد َثنَا سفيان بِن عُيينَة َعن َع
َ َُ َ َ َ ُ َ
ث أَيَّ ٍام إاّل ِمن
َ ع ِخ َفا َفنَا ثَاَل
َ يَأ َُمرنَا أَن اَل نَن ِز.ول اهلل ص َّ ال َكأ
ُ َن َر ُس ٍس
َ َال ق َّ فوا َن بِن َع
َص َ
ٍ ِِ ِ ِ ِ
ٍ َول ون
وه َ ََجنَابَة لَكن من غَائط َوب
Dari [Abu Bakr bin Abu Syaibah] berkata, telah menceritakan kepada
kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari ['Ashim] dari [Zirr] dari [Shafwan bin 'Assal]
ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar
kami tidak melepas khuf kami selama tiga hari kecuali jika junub. dan tetap
dibolehkan memakai karena sebab buang air besar, buang air kecil dan
tidur."
Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari [Yahya bin Sa'id]; bahwa
dia mendengar [Sa'id bin Musayyab] ditanya tentang berwudlu dengan air
setelah buang air besar, maka Sa'id menjawab; "Sesungguhnya yang
demikian itu adalah wudlunya para wanita."
ُ اجتِي َف َر
أيت َ عض َح ِ َفصةَ لِب ِ
َ يت فَو َق ظَه ِر بَيت َخ
ِ َعن َع
َ َبداهلل بِن عُ َم َر ق
ُ ال ْارَت َق
الشام ِ قضي حاجتُهُ مستَدبِر
َّ القبلَ ِة ُمستَقبِ َل ِ ي.رسواُل هلل ص
َ ُ َ َ َ َُ
Syarh Hadist :
15
Maksud Imam Bukhari menyebutkan bab "Buang hajat di rumah" setelah
bab sebelumnya, adalah untuk memberi penjelasan bahwa keluarnya wanita
untuk buang hajat tidaklah berlangsung terus-menerus. Bahkan, tak lama
kemudian dibuatlah tempat-tempat khusus untuk buang hajat di dalam rumah
sehingga para wanita tidak perlu lagi keluar rumah hanya untuk buang hajat,
kecuali karena hal-hal lain yang sangat mendesak.DAFTAR PUSTAKA