Anda di halaman 1dari 20

HADIST ADAB BUANG AIR

Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Hadist Maudhu’i

Disusun Oleh:

Aldila Fahira (17210809)

Dosen Pengampu:

Sofyan Effendi, S.Th.I, MA.

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH

INSTITUT ILMU AL-QUR’AN ( IIQ) JAKARTA


2019/2020

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr. wb.`

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Yang telah memberikan
kita semua Rahmat dan kasih sayang, sehingga kita semua bisa berkumpul
dalam keadaan sehat wal afiat. Sholawat serta Salam kita junjungkan kepada
Nabi kita Muhammad Saw, yang telah mengantar kita dari zaman Jahiliyyah
sampai kepada Zaman yang terang seperti sekarang ini.

Dalam kesempatan kali ini, saya akan memaparkan makalah yang


membahas tentang Hadist Adab Buang Air. Tak lupa kami ucapkan
terimakasih kepada dosen dan teman-teman semua yang telah membantu
berjalannya presentasi ini. Dan saya ucapkan maaf yang sebesar-besarnya
jika terdapat kesalahan dan kekurangan dalam menjelaskan materi,
dikarenakan ilmu dan kesempatan saya yang masih terbatas. Saya berharap,
makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman semua.

Ciputat, 4 Desember 2019

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i
DAFTAR ISI.................................................................................................................ii
BAB I.........................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
Latar Belakang.......................................................................................................1
Rumusan Masalah.................................................................................................1
Tujuan Penulisan...................................................................................................1
BAB II........................................................................................................................2
PEMBAHASAN...........................................................................................................2
a. Definisi Buang Air..........................................................................................2
1) Hadist masuk Kamar mandi dengan Bismillah.........................................3
2) Hadist Do’a Keluar Kamar Kecil.................................................................3
3) Hadist perintah jongkok dengan duduk di atas tumit kiri dan
menegakkan kaki kanan...................................................................................4
4) Masuk Kamar kecil dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan........4
5) Hadist tentang Istinja’...............................................................................7
6) Hadist larangan buang air menghadap kiblat...........................................9
7) Hadist larangan kencing di kuburan.......................................................11
8) Larangan kencing di air yang dipakai untuk bersuci...............................11
9) Berwudhu setelah kencing dengan memegang khuf.............................12
Larangan buang air dijalan atau tempat berteduh..........................................13
10) Boleh memakai Khuf saat buang air...................................................13
11) Wudhu setelah buang air....................................................................13

ii
12) Buang Hajat di rumah.........................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................1

iii
BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber ajaran Islam yang pokok adalah al-Qur‟an dan ḥadīṡ.
Keduanya memiliki peranan yang sagat penting dalam kehidupan umat
Islam. Walaupun terdapat perbedaan dari segi penafsiran dan aplikasi,
namun setidakya ulama sepakat bahwa keduanya harus dijadikan rujukan.
Dari keduanya ajaran Islam diambil dan dijadikan pedoman utama. Oleh
karena itu, kajian2 terhadapnya tidak pernah keruh bahkan terus berjalan
dan berkembang seirig dengan kebutuhan umat islam. Akan tetapi terdapat
perbedaan yang mendasar antara al-Qur‟an dan ḥadīṡ. Untuk al-Qur‟an,
semua periwayatan ayat-ayatnya berlangsung secara mutawatir, sedangkan
untuk ḥadīṡ sebagian periwayatanya berlangsung secara mutawatir dan
sebagian berlangsung secara ahad.1 Ḥadīṡ-ḥadīṡ Rasulullah Saw merupakan
bentuk perkataan Rasulullah Saw yang menggambarkan tentang akidah,
syari‟at, muamalah dan akhlak dimana hal tersebut tidak dapat dipisahkan
dari al-Qur‟an. Baik al-Qur‟an maupun ḥadīṡ-ḥadīṡ Rasulullah Saw.
keduanya diungkapkan dalam bentuk perkataan atau lafadz-lafadz yang
tersusun dalam bentuk gabungan hurufhuruf yang mengandung makna
yang luas dan bersifat interpretatatif yang membutuhkan pemahaman baik
secara parsial maupun komprehensif.
Berikut kami akan memberikan beberapa hadist bersangkutan
dengan buang air.

Rumusan Masalah
a) Apakah definisi buang air
b) Apa saja hadist yang bersangkutan dengan buang air

Tujuan Penulisan
a) Menjelaskan definisi buang air
b) Menyebutkan hadist yang bersangkutan dengan buang air serta
syarhnya

1
2
BAB II

PEMBAHASAN

a. Definisi Buang Air


Terdapat dua jenis buang air yaitu Buang Air Kecil dan Buang Air Besar,
buang air besar atau yang disebut Defaksi adalah suatu tindakan atau proses
makhluk hidup untuk membuang kotoran atau tinja yang berasal dari
pencernaan makhluk hidup. Sedangkan Buang Air Kecil adalah peristiwa
dikeluarkannya urine pada alat pembuangan air kecil daru uretra sampai
meatus air kecil keluar tubuh.1
Ḥadīṡ-ḥadīṡ Rasulullah Saw merupakan bentuk perkataan, perbuatan
dan persetujuan Rasulullah Saw yang menggambarkan tentang akidah,
syari’at, muamalah dan akhlak dimana hal tersebut tidak dapat dipisahkan
dari al-Qur’an. Secara umum Rasulullah Saw jika buang air kecil senantiasa
beliau lakukan dalam keadaan duduk, adapun buang air kecil berdirinya
Rasulullah Saw, maka para ulama menyebutkan beberapa sebab yang
melatarbelakangi kejadian tersebut diantaranya adalah pada saat itu
Rasulullah Saw tidak menemukan tempat yang sesuai untuk dapat buang air
kecil sambil duduk sehingga beliau harus buang air kecil dalam keadaan
berdiri, hal ini lebih disebabkan karena tempat pembuangan sampah milik
kaum tersebut sisi dindingnya lebih tinggi bagian atasnya sehingga jika
dilakukan dalam posisi duduk, maka akan terlihat.
Hadist nya sebagai berikut :

ِ ‫رب َعن ُشعيبة َعن منصوٍر َعن أَبِى وائِ ٍل ح َذي َفةَ ر‬ ٍ ‫بن َح‬
‫ال‬
َ َ‫ض َي اهلل َعنهُ ق‬ َ ُ َ ُ َ ََ َ َ‫َح َّد َثنَا ُسل‬
ُ ‫يما ُن‬
‫صلَى اهلل َعلَ ِيه َو َسلَم‬ َ َ‫صلَى اهلل َعلَ ِيه َو َسلَم اَو ق‬
َ ‫ال لََقد أَتَى النَّبِ ُّي‬ َ ‫ول اهلل‬
ُ ‫َيت َر ُس‬
ُ ‫لََقد َرأ‬
َ َ‫ُسبَاطَةَ قَ ٍوم َفب‬
‫ال قَائِ ًما‬

Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] dari [Syu'bah]


dari [Manshur] dari [Abu Wa'il] dari [Hudzaifah radliallahu 'anhu] berkata:

1
American Urological Association (2014)

3
"Aku pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam " atau katanya
"Sungguh aku pernah melihat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kencing di
tempat pembuangan kotoran sambil berdiri".Hadist-Hadit terkait Buang Air.
Rasulullah mengajarkan adab membuang air melalui beberapa hadist
berikut, yaitu :

1) Hadist masuk Kamar mandi dengan Bismillah


‫ول بِ ْس ِم‬ ِ ‫ْج ِّن و َعور‬
َ ‫ات بَنِى‬ ِ
َ ‫آد َم إِ َذا َد َخ َل أ‬
َ ‫َح ُد ُه ُم الْ َخالَ َء أَ ْن َي ُق‬ َ ْ َ ‫َس ْت ُر َما َب ْي َن أَ ْعيُ ِن ال‬
‫اللَّ ِه‬

Penghalang antara pandangan jin dan aurat manusia adalah jika salah
seorang di antara mereka memasuki tempat buang hajat lalu membaca “
Bismillah ”2

2) Hadist Do’a Keluar Kamar Kecil


ِ ِ ِ ِ ِ ٍ
‫ َع ْن‬،‫يل‬ ُ ‫ َح ّد َثنَا إ ْس َرائ‬،‫ َح ّد َثنَا َهاش ُم بْ ُن الْ َقاس ِم‬،‫َح ّد َثنَا َع ْم ُرو بْ ُن ُم َح َّمد النّاق ُد‬
‫صلّى اهللُ َعلَْي ِه‬ َ ‫َن النّبِ ِّي‬َّ ‫ أ‬،‫ضي اللَّهُ َع ْن َها‬ِ ِ ِ ِِ ِ َ ‫وس‬
َ ‫ َح ّد َث ْتني َعائ َشةُ َر‬،‫ َع ْن أَبيه‬،َ‫ف بْ ِن أَبي ُب ْر َدة‬ ُ ُ‫ي‬
»‫ك‬ َ َ‫ «غُ ْف َران‬: ‫ال‬َ َ‫ّم َكا َن إِ َذا َخ َر َج ِم َن الغَائِ ِط ق‬َ ‫َو َسل‬
(Imam Abu Dawud berkata), "Telah menceritakan kepada kami Amr
bin Muhammad An-Naqidh, dia (Amr bin Muhammad an-Naqidh) berkata,
'Telah mengabarkan kepada kami Hasyim bin al-Qasim, dia (Hasyim bin al-
Qasim) berkata, 'Telah menceritakan kepada kami Israil (bin Yunus bin Abi
Ishaq) dari Yusuf bin Abu Burdah dari Bapaknya, (Abu Burdah berkata) telah
menceritakan kepadaku Aisyah radhiallahuánha, Bahwa Rasulullah
Shallallahuálaihi wassalam apabila keluar dari kamar mandi/WC beliau
mengucapkan:

2
HR. Tirmidzi no. 606, dari ‘Ali bin Abi Tholib. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih.

4
"GUFRONAKA" (Aku memohon ampunan-Mu). (Hadits dikeluarkan
oleh Empat Imam Penulis Sunan kecuali an-Nasa-i)

3) Hadist perintah jongkok dengan duduk di atas tumit kiri dan


menegakkan kaki kanan
َّ ‫ فِي ال ُخاَل ء‬.‫ول اهلل ص‬
ُ ‫(علَّمنَا َر ُس‬ ِِ
ِ‫كر‬
‫"أن نَقعُ َد‬: َ : ‫ال‬
َ َ‫ضي اهلل عنه ق‬َ ‫َو َعن ُس َرقَةَ بَ ِن َمل‬
‫ب اَليَ َمنى) َرواه البيهقي بسند ضعيف‬ ِ
َ ‫سرى َونَنص‬ َ ُ‫َعلَى اَلي‬
Suraqah Ibnu Malik Ra. Berkata Rasulullah Saw mengajari kami
tentang cara buang air besar yaitu agar kami duduk diatas kaki kiri dan
merentangkan kaki kanan. Diriwayatkan oleh Baihaqi dengan sanad yang
lemah

Makna Hadis:

Akhlaq yang diajarkan oleh syari’at Islam didalamnya pasti


mengandung hikmah. Oleh karena bertumpu pada kaki kiri dapat
memudahkan keluarnya najis, maka syari’at memerintahkan supaya
bertopang pada kaki kiri ketika seorang sedang membuang hajat.

Fiqih Hadist:

1. Ketika membuang hajat disyariatkan supaya mengangkat kaki


kanan supaya penggunaan kaki kanan dapat dikurangi lantaran
kemuliaannya.
2. Bertopang pada kaki kiri untuk memudahkan najis keluar dengan
mudah, sebab perut berada pada sebelah kiri dan pundi kencing
yang merupakan tempat proses air kencing pun terdapat pada
sebelah kiri

5
4) Masuk Kamar kecil dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan
Pada dasarnya, tidak ada dalil khusus dari Rasulullah Saw
mengenai keharusan masuk kamar kecil dengan kaki kiri dan keluar dengan
kaki kanan, Syaikh Al-Albani mengemukakan pendapatnya di kitab Irwaul
Ghalil 1/132, "Sedangkan masuk kamar mandi maka aku tidak mengetahui
dalil khususnya sekarang ini, mungkin itu bias diambil dari qiyas terhadap
"hadits keluar dari masjid", Allahu A'lam".
Namun dalam hal ini landasan dalilnya adalah secara qiyasi yang
diambil dari keumuman tiga hadist berikut:
ِ ِ ِ
Hadist pertama yaitu, ‫يسى بْ ُن‬ َ ‫ َح ّدثَني ع‬،‫يع بْ ُن نَاف ٍع‬ ُ ِ‫الرب‬
َ َ‫َح ّد َثنَا أَبُو َت ْوبَة‬
ْ ‫ قَال‬،َ‫ َع ْن َعائِ َشة‬،‫يم‬ ِ ِ ِ ِ
‫ت يَ ُد‬
ْ َ‫ « َكان‬:‫َت‬ َ ‫ َع ْن إ ْب َراه‬،‫ َع ْن أَبي َم ْع َش ٍر‬،َ‫ َع ِن ابْ ِن أَبي َع ُروبَة‬،‫س‬ َ ُ‫يُون‬
ْ َ‫ َوَكان‬،‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم الْيُ ْمنَى لِطُ ُهوِرِه َوطَ َع ِام ِه‬
‫ َوَما‬،‫ت يَ ُدهُ الْيُ ْس َرى لِ َخالَئِِه‬ ِ ِ ‫رس‬
َ ‫ول اللَّه‬ َُ
‫» َكا َن ِم ْن أَذًى‬

Abu Dawud berkata telah mengabarkan kepada kami Abu Taubah ar-
Rabi'bin Nafi', (Dia – Abu Taubah ar-Rabi'bin Nafi' berkata), 'Telah
mengabarkan kepadaku Isa bin Yunus, dari Abu Arubah dari Abu Ma'syarin
(nama kunyah dari Ziyad bin Kulaib), Dari Ibrahim dari Aisyah
radhiallahuánha', dia (Aisyah) berkata: "Tangan kanan Rasulullah
Shallallahuálaihi wassalam adalah dipergunakan untuk bersuci dan
memakan makanan, sedangkan tangan kirinya digunakan untuk
beristinja/cebok dan membersihkan kotoran."  (HR. HR. Abu Dawud no. 33
dan Ahmad VI/265 no. 26283.
Dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani di dalam kitab Irwaul Ghalil I/131)
Imam al-Mudziri berkata, "Ibrahim (bin Yazid bin Qais) tidak mendengar dari
Aisyah maka jalur periwayatannya adalah terputus, dan hadits ini juga
dikeluarkan oleh Al-Aswad (bin Yazid bin Qais) dari Aisyah dengan makna

6
yang sama dan dikeluarkan pula dalam kitab Al-Libas dari hadits Masruq
dari Aisyah. Dan dengan jalur yang sama juga dikeluarkan

Lalu hadist yang kedua adalah,

،‫ َع ْن أَبِ ِيه‬،‫ث بْ ِن ُسلَْي ٍم‬ ِ ‫ َع ِن األَ ْشع‬،ُ‫ ح ّد َثنَا ُش ْعبة‬:‫ال‬


َ َ َ َ َ‫ ق‬،‫ب‬ٍ ‫َح ّد َثنَا ُسلَْي َما ُن بْ ُن َح ْر‬
‫ب الـّتَـيَ ّمـُ َن َما‬ ِ ‫ « َكا َن النّبِي صلّى اهلل َعلَي ِه وسل‬:‫َت‬ ْ ‫ قَال‬،َ‫ َع ْن َعائِ َشة‬،‫وق‬ ٍ ‫َعن مسر‬
ُ ّ‫ّم يُحـ‬ َ ََ ْ ُ َ ّ ُْ َ ْ
»‫ فِي طُ ُهوِرِه َوَت َر ّجـُلِ ِه َوَتَن ّعـُلِ ِه‬،‫اع فِي َشأْنِِه ُكلِّ ِه‬
َ َ‫استَط‬
ْ
Imam al-Bukhori berkata (dia)), "Telah mengabarkan kepada kami
Sulaiman bin Harb, dia (Sulaiman bin Harb) berkata, 'Telah mengabarkan
kepada kami Syu'bah (bin al-Hajjaj bin al-Warad) dari al-Asy'Ats bin Sulaim
dari Bapaknya (Sulaim bin Aswad dari Masyruq (bin al-Ajda') dari Aisyah
radhiallahu'anha, dia (Aisyah radhiallahu'anha) berkata, "Nabi
Shollallahu'alaihi wassalam suka mendahulukan yang kanan dalam setiap
perbuatannya, seperti dalam bersuci, menaiki kendaraan, dan memakai
sandal. " (HR. Al-Bukhori no. 426.)
‫ " هذا الحديث عام‬: )‫ قال الشيخ تقى الدين (يعنى ابن دقيق العيد‬: )‫(فائدة‬
‫مخصوص ألن دخول الخالء والخروج من المسجد ونحوهما يبدأ فيهما باليسار " نقله‬
.‫) وأقره‬1/216( " ‫الحافظ فى " الفتح‬

Asy-Syaikh Taqiyuddin (yaitu Imam Ibnu Daqiqil 'Ied) berkata: "hadits


ini adalah hadits yang umum namun d apat dikhususkan karena masuk
kamar mandi dan keluar dari masjid atau yang semisal keduanya dilakukan
dengan kaki kiri. 'Al-Hafizh juga menukilkan pendapat tersebut di kitabnya
Fathul Bari 1/216 dan beliau mengakuinya. (Lihat Irwau-ul Ghalil 1/131)

Hadits ketiga  yaitu:

7
ِ ‫ ثنا أَبو َخلِي َفةَ الْ َق‬،‫ص ِري‬ ِ
‫ َثنَا أَبُو‬،‫اضي‬ ُ ّ ْ َ‫ص عُ َم ُر بْ ُن َج ْع َف ٍر ال ُْمفي ُد الْب‬
ٍ ‫َح ّد َثنَا أَبُو َح ْف‬
‫س‬ ُ ‫ يُ َحد‬،َ‫ت ُم َعا ِويَةَ بْ َن ُق ّرة‬
ِ َ‫ َع ْن أَن‬،‫ِّث‬ ُ ‫ َس ِم ْع‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،َ‫ْحة‬ ِِ ِِ
َ ‫ ثنا َش ّدا ٌد أَبُو طَل‬،‫ال َْوليد الطّيَالسـُ ّي‬
َ ِ‫ْت ال َْم ْس ِج َد أَ ْن َت ْب َدأَ بِ ِر ْجل‬
َ ‫السـُنّـَِة إِذَا َد َخل‬ ِ ُ ‫ ي ُق‬،‫ أَنّه َكا َن‬،‫ك‬ ِ
،‫ك الْيُ ْمنَى‬ ّ ‫ «م َن‬:‫ول‬ َ ُ ٍ ‫بْ ِن َمال‬
»‫ك الْيُ ْس َرى‬ َ ِ‫ت أَ ْن َت ْب َدأَ بِ ِر ْجل‬ َ ‫َوإِذَا َخ َر ْج‬

(Imam Al-Hakim berkata), "Telah mengabarkan kepada kami Abu


Hafsh Umar bin Jafar al-Mufid al-Bashry, (Abu Hafsh berkata) 'Telah
mengabarkan kepada kami Abu Khalifah al-Qadhy, (Abu Khalifah berkata),
'Telah mengabarkan kepada kami Abu Walid ath-Thayalisi, (Abu Walid
berkata), 'Telah mengabarkan kepada kami Syadad Abu Tholhah, (Abu
Tholhah berkata), 'Aku telah mendengar Mu'awiyah bin Qurrah
mengabarkan dari Anas bin Malik radhiallahuanhu, bahwa beliau
mengatakan "Termasuk amalan sunnah apabila engkau hendak masuk
masjid maka mulailah dengan kaki kanan dan apabila meninggalkan masjid
maka mulailah dengan kaki kiri (HR. Hakim dalam kitabnya al-Mustadrak
I/218 no. 791 dan al-Baihaqy II/442 – hadits Shohih telah disepakati oleh
Imam adz-Dzahabi, Dishohihkan pula oleh Syaikh Albani dalam Silsilah
Ahaadits ash-Shohihah no. 2478)

5) Hadist tentang Istinja’


‫حد َثنَا َعلِ ٌّي بِن ُم َح َّم ٌد َح َد َثنَا‬
َّ ‫اح أَنبَأَنَا ُسفياَ ُن بن عُيَينَة ح َو‬ َّ ‫َح َد َّثنَا ُم َح َّم ٌد بِن‬
ِ َ‫الصب‬
َ َ‫يمة بن ثَابِت ق‬ ِ ِ ِ ِ ٌ ِ‫وك‬
‫ال‬
َ َ‫ال ق‬ َ ‫روة َعن أَبي ُخ َز‬
َ ‫يمة َعن ُع َم َارة بن ُخ َز‬ َ ُ‫يع َجم ًيعا َعن ه َش ِام بن ع‬ َ
‫جع‬ ِ ‫االستِنج ِاء ثَاَل ثَةُ أَحجا ٍر ل‬ ِ ‫رسول اهلل ص فِي‬
ٌ ‫َيس ف َيها َر‬ َ َ َ َُ
Telah menceritakan kepada kami [Muhammad bin Ash Shabbah]
berkata, telah memberitakan kepada kami [Sufyan bin Uyainah]. Dan
menurut jalur yang lain; Telah menceritakan kepada kami [Ali bin
Muhammad] berkata, telah menceritakan kepada kami [Waki'] semuanya
dari [Hisyam bin Urwah] dari [Abu Khuzaimah] dari [Umarah bin Khuzaimah]
dari [Khuzaimah bin Tsabit] ia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda berkenaan dengan istinja`: "Hendaklah menggunakan
tiga batu dan tanpa dengan menggunakan kotoran."

8
ِ ِ‫عت أَنَس بن مل‬
‫ َكان النَّبِ ُّي ص‬: ‫ك يَقول‬ ُ ‫ َس ِم‬: ‫اسمهُ َعطَاءٌ ابن أَبي َميمونَة‬ ٍ ِ
َ ُ ‫َعن أَبي ُم َعاذ َو‬
ِ َ‫َجيء أَنَاوعُ اَل م معنَا إِ َداواةٌ ِمن م ٍاء يعنِي يست‬
‫نجي بِ ِه‬ ِ ‫إذَا َخرج لِحجتِ َها أ‬
َ َ َ َ َُ ُ َ ََ َُ
Telah diriwayatkan dari Abu Mu 'adz -namanya adalah Atha' bin Abu
Maimunah- ia berkata, 'Aku mendengar Anas bin Malik berkata, 'Biasa Nabi
SAW jika keluar untuk buang hajat, maka aku bersama seorang anak
membawakan untuknya bejana berisi air. Yakni, untuk beliau pakai
beristinja''".

Syarh Hadist :
Maksud Imam Bukhari memberi judul "Beristinja 1 dengan air", adalah
untuk membantah mereka yang memakruhkan (tidak menyukai) beristinja'
(cebok) dengan menggunakan air, sekaligus bantahan untuk mereka yang
beranggapan bahwa hal itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi SAW. Telah
diriwayatkan oleh Ibnu Abu Syaibah dengan sanad (silsilah periwayatan)
shahih dari Hudzaifah bin Al Yaman bahwa beliau ditanya tentang istinja'
(cebok) dengan menggunakan air, maka beliau berkata, "Jika demikian,
maka kotoran tidak akan hilang dari tanganku." Diriwayatkan pula dari Nafi'
bahwasanya Ibnu Umar tidak menggunakan air saat istinja".
Sementara dari Ibnu Zubair diriwayatkan, "Kami tidak pernah
melakukan hal seperti itu." Kemudian Ibnu At-Tin menukil riwayat dari Imam
Malik bahwa beliau mengingkari jika Nabi SAW pernah istinja' (cebok)
dengan menggunakan air. Lalu dinukil pula riwayat dari Ibnu Habib (salah
seorang ulama madzhab Maliki) bahwa beliau melarang menggunakan air
saat istinja', karena air termasuk sesuatu yang dikonsumsi.

9
ٍّ ‫الر ْح َم ِن بْ ُن َم ْه ِد‬
‫ َع ْن يَ ْحيَى بْ ِن أَبِي‬،‫ َع ْن َه َّم ٍام‬،‫ي‬ َّ ‫َح َّد َثنَا يَ ْحيَى بْ ُن يَ ْحيَى أَ ْخَب َرنَا َع ْب ُد‬
:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬ َ َ‫ ق‬،‫ َع ْن أَبِ ِيه‬،َ‫ادة‬ ِ ‫ َعن َع ْب ِد‬،‫َكثِي ٍر‬
َ َ‫اهلل بْ ِن أَبِي َقت‬
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ‫ ق‬:‫ال‬ ْ
ِِ ِ ِ ِ ِ َّ ‫ واَل يتم‬،‫ول‬ ِِ ِ ِ ِ
ْ ‫ َواَل َيَتَن َّف‬،‫س ْح م َن الْ َخاَل ء بيَمينه‬
‫س‬ َ َ َ َ ُ ُ‫َح ُد ُك ْم ذَ َك َرهُ بيَمينه َو ُه َو َيب‬ َ ‫«اَل يُ ْمس َك َّن أ‬
»‫فِي اإْلِ نَ ِاء‬
Dari Abdullah bin Abu Qatadah dari bapaknya (yaitu Qatadah) bahwa
Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah sekali-kali kalian memegang
kemaluan kalian dengan tangan kanan kala kencing, jangan beristinja’
dengan tangan kanan ketika buang air besar, dan jangan pula meniup
(minuman) dalam bejana “ (Muslim 1:155)

6) Hadist larangan buang air menghadap kiblat

‫َح ُد ُكم الغَئِ ِط فَاَل‬


َ ‫ إِ َذا أَتَى أ‬.‫ول اهلل ص‬ ُ ‫ال َر ُس‬
َ َ‫ ق‬: ‫ال‬ ِّ ‫َنصا ِر‬
َ َ‫ي ق‬ َ ُّ‫َعن أَبِي أَي‬
َ ‫وب األ‬
‫هره َش َرقُوا أَو غَ ِّربُوا‬ ِّ ِ ِ
َ َ‫يَستَقبل القبلَة َواَل ُي َول َها ظ‬
Diriwayatkan dari Abu Ayyub Al Anshari bahwa ia berkata, "Rasulullah
SAW bersabda, Apabila salah seorang di antara kamu mendatangi tempat
buang air besar, maka janganlah ia menghadap ke arah kiblat dan jangan
pula membelakanginya. Akan tetapi, menghadaplah ke timur atau ke barat."
Syarh Hadist :
Pengertian "Kecuali bila berada di suatu bangunan, terhadang tembok
maupun yang sepertinya" adalah seperti batu besar, pagar, pohon dan
pembatas-pembatas lain. Al Isma'ili berkata, "Dalam hadits yang disebutkan
pada bab ini tidak ada keterangan yang mengindikasikan pengecualian
seperti itu." Perkataan ini aku jawab dengan tiga jawaban: Pertama, bahwa
pengecualian itu didasarkan pada hakikat lafazh Al Gha'ith (tempat buang
air besar) di mana menurut hakikat bahasa, Al Gha'ith adalah suatu tempat
datar di muka bumi yang terdapat di lapangan terbuka. Meskipun setelah itu
lafazh Al Gha Jth dipakai untuk nama semua yang dikhususkan sebagai
tempat buang air besar dalam arti majaz (kiasan).

10
Maka, larangan dalam hadits di atas khusus untuk tempat yang
terbuka. Sebab suatu lafazh bila tidak dibatasi dengan sesuatu, maka
maknanya kembali kepada hakikat lafazh tersebut. Jawaban ini dikemukakan
oleh Al Isma'ili yang merupakan jawaban yang terkuat. Kedua, menghadap
ke arah kiblat dapat terealisasi bila seseorang berada di lapangan terbuka,
sementara bila terhalang tembok atau bangunan, maka secara adat
kebiasaan dinamakan menghadap kepada hal-hal tersebut. Demikianlah
yang dikatakan oleh Ibnu Al Munir.
Pendapat ini menjadi kuat bila dikatakan bahwa tempat-tempat untuk
buang air besar tidak dapat digunakan untuk shalat, sehingga tidak ada
istilah kiblat pada tempat-tempat tersebut. Akan tetapi jawaban ini dikritisi,
karena hal itu mengakibatkan tidak sahnya shalat seseorang yang antara ia
dengan Ka'bah ada tempat yang tidak sah untuk dipergunakan shalat, dan
ini adalah batil. Ketiga, pengecualin di atas adalah berdasarkan hadits Ibnu
Umar yang disebutkan setelah bab ini, sebab hadits-hadits Nabi SAW adalah
merupakan satu kesatuan. Jawaban ini diutarakan oleh Ibnu Baththal serta
disetujui oleh Ibnu Tin dan lainnya. Apabila dikatakan, "Mengapa kamu
memberi makna-/ Ghalth sebagaimana arti hakikinya dan tidak
mengartikannya dengan arti yang lebih luas, sehingga dapat mencakup
tempat terbuka maupun bangunan tertutup.
Terlebih lagi sahabat yang meriwayatkan hadits ini telah memberi
makna hadits tadi dalam arti yang luas dan umum, dimana beliau
-sebagaimana yang akan disebutkan oleh Imam Bukhari dalam bab Kiblat
penduduk Madinah pada awal mula disyariatkannya shalatberkata, "Kami
mendatangi negeri Syam, lalu kami temui tempat-tempat untuk buang hajat
telah dibangun menghadap kiblat, maka kami pun berpaling (mengambil
arah berlawanan) dari arah bangunan itu seraya memohon ampun."
Pertanyaan ini dapat dijawab dengan mengatakan, "Abu Ayyub Al Anshari
(perawi hadits yang dimaksud) telah memberi makna lafazh Al Gha 'Uh dari
segi hakikat dan majaz sekaligus, dan itulah yang seharusnya dilakukan.
Seakan-akan hadits yang mengkhususkan makna itu hanya pada tempat
terbuka belum sampai kepada beliau.
Adaikata tidak ada hadits Ibnu Umar yang mengindikasikan bahwa
yang dimaksud dengan larangan menghadap kiblat saat buang air besar
tidak berlaku pada tempat tertutup seperti bangunan, niscaya kami akan
berpendapat pula bahwa larangan itu berlaku umum baik di tempat terbuka
maupun tertutup. Sementara mengamalkan kedua dalil yang ada lebih
utama daripada mengabaikan salah satunya.

11
Hadist kedua
ٍ ‫ود يعنِي العطَار َعن عم ِرو بن يحي َعن أَبِي َز‬
‫يد‬ َ َ َ َ َ َ ‫َح َّد َثنَا أَبُوا النَص ِر َح َّد َثنَا َد ُاو‬
‫ول أَو غَائِ ِط‬ ِ ‫ أَن تَستَقبِل‬.‫َن رسول اهلل ص‬
ِ َ‫القبلَتَي ِن بِب‬
َ ُ َ َّ ‫ي أ‬ ِّ ‫َس ِد‬ ِ
َ ‫َمولى ثَعلَبَةُ َعن َمعق ِل األ‬
Dari [Abu An Nadlr] Telah menceritakan kepada kami [Dawud] -yakni
Al Athar- dari [Amru bin Yahya] dari [Abu Zaid] budak Tsa'labah, dari [Ma'qil
bin Abu Ma'qil Al Asadi], bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
melarang kami untuk menghadap kedua kiblat (Ka'bah dan Baitul Maqdis)
saat buang air kecil atau buang air besar."

7) Hadist larangan kencing di kuburan

)‫ (روه الديلمي‬. ‫ص‬ ُ ‫الم َقابِ ِر فَِأنَّهُ ُي ْوِر‬ ِ ِ


َ ‫الب ْر‬
َ ‫ث‬ َ ‫ايَا ُك ْم َو َاب ْو َل في‬
Janganlah kalian kencing di kuburan, karena perbuatan tersebut dapat
menyebabkan penyakit Barash (supak). (Riwayat Ad-Dailami)

Syarah/ Penjelasan:

Hadist ini memperingatkan kita agar jangan berlaku sembrono


terhadap kuburan, terlagi melakukan perilaku tidak senonoh terhadapnya,
seperti buang air kecil atau air besar. Dalam Hadist lain disebutkan bahwa
mematahkan tulang mayat itu sama dengan mematahkannya dalam
keadaan hidup.

Al-Barash, penyakit supak. Barangsiapa sering kencing di atas


kuburan maka ia akan terkena penyakit supak.3

3
Buya Muhammad Alfis Chaniago, Indeks Hadis dan Syarh 1646 Hadist pilihan (Bekasi, CV
Alfonso Pratama, 2008)

12
8) Larangan kencing di air yang dipakai untuk bersuci

ِ
َ ‫ َع ِن ابْ ِن سي ِر‬،‫ش ٍام‬
‫ َع ْن‬،‫ين‬ َ ‫ َع ْن ِه‬،‫ َح َّد َثنَا َج ِر ٌير‬،‫ب‬ ٍ ‫َو َح َّدثَنِي ُزَه ْير بْ ُن َح ْر‬
ُ
‫َح ُد ُك ْم فِي ال َْم ِاء‬ َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ‫ «اَل َيبُولَ َّن أ‬:‫ال‬ َ ‫ َع ِن النَّبِ ِّي‬،َ‫أَبِي ُه َرْي َرة‬
»ُ‫الدائِ ِم ثُ َّم َيغْتَ ِس ُل ِم ْنه‬
َّ

Dari Abu Hurairah ra. Dari Rasulullah Saw, beliau bersabda,


‘janganlah sekali-kali seorang diantara kalian buang air kecil pada air
yang tenang, kemudia dipakai mandi besar “ (Muslim 1:162)

Syarh Hadist :

Dikatakan demikian karena hal tersebut kotor lagi menjijikan dan


membahayakan kesehatan orang yang bersangkutan, sekalipun air itu
tidak najis karena jumlahnya yang banyak 4

َ َ‫ ق‬،‫ َع ْن َه َّم ِام بْ ِن ُمنَبِّ ٍه‬،‫ َح َّد َثنَا َم ْع َم ٌر‬،‫َّاق‬


:‫ال‬ َّ ‫ َح َّد َثنَا َع ْب ُد‬،‫َو َح َّد َثنَا ُم َح َّم ُد بْ ُن َرافِ ٍع‬
ِ ‫الرز‬
‫يث‬
َ ‫اد‬ ِ ‫ فَ َذ َكر أَح‬- ‫اهلل صلَّى اهلل َعلَي ِه وسلَّم‬ ِ ‫ول‬ ِ ‫ َع ْن ُم َح َّم ٍد ر ُس‬،َ‫َه َذا َما َح َّد َثنَا أَبُو ُهرْيرة‬
َ َ َ ََ ْ ُ َ َ ََ
‫ «اَل َتبُ ْل فِي ال َْم ِاء الدَّائِ ِم الَّ ِذي اَل يَ ْج ِري‬:‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ُ ‫ال رس‬
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َ َ‫ َوق‬- ‫م ْن َها‬
ِ

»ُ‫ثُ َّم َت ْغتَ ِس ُل ِم ْنه‬

Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah bersabda, ‘janganlah


engkau kencing pada air tenang yang tidak mengalir, kemudian engkau
mandi besar dengannnya,” (Muslim 1: 162)

4
Buya Muhammad Alfis Chaniago, Indeks Hadis dan Syarh 1646 Hadist pilihan (Bekasi, CV
Alfonso Pratama, 2008)

13
9) Berwudhu setelah kencing dengan memegang khuf
‫ضأَ َوَم َس َح َعلَى ُخ َّف ِيه‬ َّ ‫ال َج ِري ِر ثُ َّم َت َو‬ ِ ‫يث ج ِري ِر بِن َع‬
ِ ‫بداهلل ر‬
َ َ‫ ب‬: ُ‫ض َي اهللُ َعنه‬ ِ
َ َ ُ ‫َحد‬
‫ضأَ َوَم َس َح‬ َ َ‫صلَى اهلل َعلَ ِيه َو َسلَم ب‬
َّ ‫ال ثُ َّم َت َو‬ ِ
َ ‫ول اهلل‬ َ ‫َيت َر ُس‬
ُ ‫ال َن َعم َرأ‬
َ ‫فع ُل َه َذا َف َق‬
َ َ‫يل ت‬
َ ‫فَق‬
)‫َعلَى ُخ َّف ِيه (رواه البخرى‬

Hadist Jarir bin Abdullah Ra : diriwayatkan dari Hammam Ra katanya


“pernah berlaku pada suatu ketika Jarir kencing kemudian berwudhu
dengan menyapu sepasang khuf nya. Seterusnya Jarir ditegur : Adakah
kamu melakukannya begitu? Beliau menjawab: ya, aku pernah melihat
Rasulullah Saw kencing, kemudian berwudhu dengan menyapu sepasang
khuf baginda” (HR. Bukhori)

Larangan buang air dijalan atau tempat berteduh

ِ ِ ِ
َ ‫ َجم ًيعا َع ْن إ ْس َماع‬،‫ َوابْ ُن ُح ْج ٍر‬،ُ‫ َو ُقَت ْيبَة‬،‫وب‬
‫يل بْ ِن‬ َ ُّ‫َح َّد َثنَا يَ ْحيَى بْ ُن أَي‬
‫ َع ْن أَبِي‬،‫ َع ْن أَبِ ِيه‬،ُ‫ أَ ْخَب َرنِي ال َْعاَل ء‬،‫يل‬ ِ ِ َ َ‫ ق‬،‫َج ْع َف ٍر‬
ُ ‫ َح َّد َثنَا إ ْس َماع‬،‫وب‬ َ ُّ‫ ابْ ُن أَي‬:‫ال‬
‫ َوَما‬:‫«ات ُقوا اللَّ َّعا َن ْي ِن» قَالُوا‬
َّ :‫ال‬ َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ ِ َ ‫َن رس‬
َ ‫ول اهلل‬ ُ َ َّ ‫ أ‬،َ‫ُه َرْي َرة‬
»‫ أ َْو ِفي ِظلِّ ِه ْم‬،‫َّاس‬
ِ ‫ «الَّ ِذي َيتَ َخلَّى فِي طَ ِر ِيق الن‬:‫ال‬ ِ ‫ول‬
َ َ‫اهلل؟ ق‬ َ ‫ان يَا َر ُس‬ ِ َ‫اللَّ َّعان‬

Dari Abu Hurairah Ra, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “waspadalah


kalian terhadap dua hal yang menyebabkan dilaknat” para sahabat bertanya,
“Ya Rasulullah, apa itu dua hal yang menyebabkan dilaknat” Jawab Beliau,
“(yaitu), orang yang buang air besar di jalanan umum atau di tempat
berteduhnya orang-orang” (Muslim 1: 156)

10) Boleh memakai Khuf saat buang air

14
‫ص ِيم َعن ِزِّر َعن‬ ِ ‫ح َّد َثنَا أَبوا بك ٍر بن أَبِي َشيبة ح َد َثنَا سفيان بِن عُيينَة َعن َع‬
َ َُ َ َ َ ُ َ
‫ث أَيَّ ٍام إاّل ِمن‬
َ ‫ع ِخ َفا َفنَا ثَاَل‬
َ ‫ يَأ َُمرنَا أَن اَل نَن ِز‬.‫ول اهلل ص‬ َّ ‫ال َكأ‬
ُ ‫َن َر ُس‬ ٍ‫س‬
َ َ‫ال ق‬ َّ ‫فوا َن بِن َع‬
َ‫ص‬ َ
ٍ ِِ ِ ِ ِ
ٍ َ‫ول ون‬
‫وه‬ َ َ‫َجنَابَة لَكن من غَائط َوب‬

Dari [Abu Bakr bin Abu Syaibah] berkata, telah menceritakan kepada
kami [Sufyan bin 'Uyainah] dari ['Ashim] dari [Zirr] dari [Shafwan bin 'Assal]
ia berkata; "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkan agar
kami tidak melepas khuf kami selama tiga hari kecuali jika junub. dan tetap
dibolehkan memakai karena sebab buang air besar, buang air kecil dan
tidur."

11) Wudhu setelah buang air


ِ َّ‫الم َسي‬ ِ ِ ٍ ِ ِ ‫ك َعن ي‬ ِ ِ‫وح َّدثَّنِي َعن مال‬
‫َل َعن‬
ُ ‫ب يُسأ‬ ُ ‫حي بن َسعيد أَنَّهُ َسم َع َسعي َد بن‬ َ َ َ ََ
‫ِّساء‬ َ ِ‫يد إنَّ َما َذل‬
ِ ‫ال س ِع‬ ِ ِ‫وء ِمن الغَئِط ب‬
ِ‫ض‬
َ ‫ضوءُ الن‬
ُ ‫ك ُو‬ َ َ ‫الماء َف َق‬
َ ُ ‫الو‬
ُ

Telah menceritakan kepadaku dari Malik dari [Yahya bin Sa'id]; bahwa
dia mendengar [Sa'id bin Musayyab] ditanya tentang berwudlu dengan air
setelah buang air besar, maka Sa'id menjawab; "Sesungguhnya yang
demikian itu adalah wudlunya para wanita."

12) Buang Hajat di rumah

ُ ‫اجتِي َف َر‬
‫أيت‬ َ ‫عض َح‬ ِ َ‫فصةَ لِب‬ ِ
َ ‫يت فَو َق ظَه ِر بَيت َخ‬
ِ ‫َعن َع‬
َ َ‫بداهلل بِن عُ َم َر ق‬
ُ ‫ال ْارَت َق‬
‫الشام‬ ِ ‫قضي حاجتُهُ مستَدبِر‬
َّ ‫القبلَ ِة ُمستَقبِ َل‬ ِ ‫ ي‬.‫رسواُل هلل ص‬
َ ُ َ َ َ َُ

Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, ia berkata, "Aku naik ke atap


rumah Hafshah untuk suatu keperluan, tiba-tiba aku melihat Rasulullah SAW
sedang buang hajat dengan membelakangi kiblat dan menghadap ke Syam."

Syarh Hadist :

15
Maksud Imam Bukhari menyebutkan bab "Buang hajat di rumah" setelah
bab sebelumnya, adalah untuk memberi penjelasan bahwa keluarnya wanita
untuk buang hajat tidaklah berlangsung terus-menerus. Bahkan, tak lama
kemudian dibuatlah tempat-tempat khusus untuk buang hajat di dalam rumah
sehingga para wanita tidak perlu lagi keluar rumah hanya untuk buang hajat,
kecuali karena hal-hal lain yang sangat mendesak.DAFTAR PUSTAKA

Abdul Jalil, Ma’ruf, Mukhtashar Shahih Muslim , Jakarta: Pustaka As-Sunnah


2008

Amiruddin, Lc, Fathul Baari Syarah Shahih Al-Bukhori, Jakarta: Pustaka


Azzam, 2002.

Chaniago, Buya Muhammad Alfis, Indeks Hadis dan Syarh 1646


Hadist pilihan Bekasi: CV Alfonso Pratama, 2008

Iqbal, Muhammad, Ringkasan Shahih Bukhori, Jakarta: As-Sunnah 2007

Anda mungkin juga menyukai