Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KHILAFIYAH WUDHU

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perbandingan Mazhab


Dosen Pengampu: H. Hamidi Mi’raj, S. Ag., M. Pd.

Disusun Oleh:

Ade Mulyawan
Nazarul Hadi
Rizky Mulia Lestari
Tri Yuliani
Yuslita Sari

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) SYARIF ABDURRAHMAN

SINGKAWANG

2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin. Atas rahmat

dan taufiq dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala, kami bisa menyelesaikan penulisan

makalah yang berjudul "Khilafiyah Wudhu".

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak H. Hamidi

Mi’raj, S. Ag., M. Pd. selaku Dosen Pengampu yang telah membimbing kami

dalam mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada

teman-teman yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari masih ada banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh

sebab itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan karya ilmiah

kami selanjutnya. Kami juga berharap semoga makalah ini mampu memberikan

sedikit pengetahuan tentang permasalahan atau perbedaan pendapat dalam

pembahasan wudhu.

Singkawang, 16 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................i

DAFTAR ISI.......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................2

C. Tujuan......................................................................................................2

BAB II ISI..........................................................................................................3

A. Niat..........................................................................................................3

B. Membasuh Siku.......................................................................................4

C. Mengusap Kepala....................................................................................7

D. Membasuh Kedua Kaki.........................................................................10

BAB III PENUTUP.........................................................................................12

A. Kesimpulan............................................................................................12

B. Saran......................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Thaharah (bersuci) adalah pondasi awal dalam ritual peribadatan umat

islam. Ada berbagai macam jenis thaharah yang disyariatkan, salah satunya

yaitu wudhu.

Tata cara wudhu merupakan hal yang wajib diketahui oleh setiap muslim,

karena wudhu merupakan syarat sah shalat, yang mana tidak akan sah shalat

seorang muslim jika ia belum berwudhu.

Selain ketika hendak melaksanakan shalat, Rasulullah shallallahu ‘alaihi

wa sallam juga menganjurkan umatnya untuk berwudhu sebelum beranjak

tidur dan dalam setiap keadaan.

Wudhu juga memiliki banyak keutamaan yang besar, salah satunya adalah

dapat menggugurkan dosa seorang hamba.

Dalil disyariatkannya wudhu terdapat pada firman Allah Subhanahu wa

Ta’ala,

‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذي َْن ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الص َّٰلو ِة فَا ْغ ِسلُ ْوا ُوج ُْوهَ ُك ْم َواَ ْي ِديَ ُك ْم‬

‫ق َوا ْم َسح ُْوا بِ ُر ُء ْو ِس ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬


ِ ِ‫اِلَى ْال َم َراف‬
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan

salat, maka basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah

1
2

kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.” (QS. Al-

Maidah: 6)

Dalam tata cara pelaksanaan wudhu, banyak perbedaan pendapat dari

kalangan para ulama, mulai dari niat sampai selesai. Masing-masing ber-

istinbath sesuai dengan pemahaman mereka terhadap nash Al-Qur’an dan

Hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

B. Rumusan Masalah

1. Apa hukum berniat ketika hendak berwudhu?

2. Apa hukum membasuh siku ketika berwudhu?

3. Berapa kadar menyapu rambut dalam berwudhu?

4. Apakah kedua kaki disapu atau dibasuh ketika berwudhu?

C. Tujuan

Mengetahui perbedaan pendapat ulama mengenai tata cara berwudhu dari

niat, hukum membasuh siku, kadar menyapu rambut dan membasuh kedua

kaki.
BAB II

ISI

A. Niat Wudhu

Niat termasuk syarat wudhu sehingga yang berwudhu tanpa meniatkan

wudhu tersebut untuk shalat untuk maka wudhunya tidak sah.

Dalil akan wajibnya niat adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

yang diriwayatkan oleh sahabat Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu:

ِ ‫ِإنَّ َما اَأل ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬


‫ َوِإنَّ َما لِ ُكلِّ ا ْم ِرٍئ َما نَ َوى‬،‫ت‬
“Sesungguhnya amalan-amalan itu dengan niat, dan setiap orang tergantung

dengan niatnya.” (HR. Bukhari)

Imam An-Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang hadits di atas, beliau

berkata:

“Berkata mayoritas ulama ahli bahasa, ushul, dan lainnya: lafaz “Innama“

diletakkan untuk pembatasan, menetapkan apa yang disebutkan dan

menafikan selainnya, maka makna hadits ini adalah: Sesungguhnya amalan-

amalan dihitung (dianggap) dengan niatnya, dan tidak dihitung tanpa niat, di

dalamnya terdapat dalil bahwa bersuci yaitu wudhu, mandi, dan tayammum

tidak sah dengan kecuali dengan niat, begitu juga shalat, zakat, puasa, haji,

i’tikaf, dan seluruh ibadah.”

Niat merupakan perbuatan hati, yang tidak berhubungan dengan ucapan

secara lisan. Dan melafadzkan niat tidak ada ajaran dalam syariat.

3
4

Terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang hukum niat ketika

berwudhu:

1. Syarat Wudhu

Niat adalah syarat wudhu, ini adalah pendapat mayoritas ulama dari

madzhab Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanabilah.

2. Sunnah

Niat ketika berwudhu hukumnya sunnah, adapun niat untuk tayammum

hukumnya wajib, ini adalah pendapat madzhab Hanafiyyah. Berkata Az-

Zaila’i ketika membantah pendapat ulama yang mengatakan bahwa niat

adalah syarat wudhu:

“Dalil kami adalah Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam tidak

mengajarkan kepada orang Arab Badui untuk berniat ketika

mengajarkannya wudhu padahal dia tidak tahu (tentang wudhu), kalau

saja niat adalah fardhu maka Nabi pasti mengajarkannya, dan karena

wudhu adalah syarat (sahnya) shalat maka tidak membutuhkan niat

seperti syarat-syarat shalat lainnya, berbeda dengan tayammum.”

3. Boleh tanpa niat

Boleh wudhu, mandi junub, dan tayammum tanpa niat. Ini adalah

pendapat Al-Auza’i.

B. Membasuh Siku

Terdapat perbedaan pendapat apakah siku masuk dalam basuhan tangan

atau tidak. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta’ala,


5

‫َواَ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َرافِق‬


“(Dan basuhlah) tanganmu sampai ke siku”. (QS. Al-Maidah: 6)

Dijelaskan oleh Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid, bahwa ada

dua sebab yang menyebabkan perbedaan pendapat:

1. Pemahaman mereka dalam memahami kata “ila”.

Karena “ila” dalam Bahasa Arab bisa memiliki dua arti, yaitu akhir dari

puncak dan berarti “ma’a” yaitu bersama.

2. Arti “Al-Yadu” dalam Bahasa Arab bisa dimutlakkan untuk tiga hal, yaitu

untuk pergelangan, bisa juga untuk lengan, atau sampai lengan atas.

Siapa yang memahami “ila” bermakna “ma’a” yaitu bersama dan

memahami “al-yadu” dengan lengan atas, maka ia berpendapat bahwa siku

termasuk yang dibasuh. Sedangkan siapa yang memahami “ila” bermakna

puncak tujuan, maka dia tidak memasukkan siku ke dalam basuhan tangan.

Dari sini ada dua pendapat yang kuat:

1. Siku masuk ke dalam basuhan

Ini adalah pendapat jumhur, yaitu dari madzhab Hanafiyyah, Malikiyyah,

Syafi’iyyah, dan Hanabilah.

2. Siku tidak masuk ke dalam basuhan

Ini adalah pendapat Zufar, Abu Bakar bin Dawud, salah satu riwayat

Imam Malik, dan Ahmad.

Pendapat yang kuat adalah pendapat pertama, karena pendapat kedua

hanya berdalil dengan ayat dan memahami bahwa “ila” dalam Bahasa Arab
6

bermakna penghabisan tujuan. Akan tetapi dijawab bahwa “ila” juga bisa

bermakna “ma’a”, dikuatkan lagi dengan hadits Abu Hurairah radhiyallahu

‘anhu:

‫ضُأ فَ َغ َس َل‬
َّ ‫ْت َأبَا هُ َري َْرةَ يَتَ َو‬
ُ ‫ َرَأي‬:‫ال‬
َ َ‫ ق‬،‫َع ْن نُ َعي ِْم ب ِْن َع ْب ِد هللاِ ْال ُمجْ ِم ِر‬

ُ ‫ ثُ َّم َغ َس َل يَ َدهُ ْاليُ ْمنَى َحتَّى َأ ْش َر َع فِي ْال َع‬،‫َوجْ هَهُ فََأ ْسبَ َغ ْال ُوضُو َء‬
‫ ثُ َّم‬،‫ض ِد‬

ُ‫ ثُ َّم َغ َس َل ِرجْ لَه‬،ُ‫ ثُ َّم َم َس َح َرْأ َسه‬،‫ض ِد‬


ُ ‫يَ َدهُ ْاليُس َْرى َحتَّى َأ ْش َر َع فِي ْال َع‬

‫ ثُ َّم َغ َس َل ِرجْ لَهُ ْاليُ ْس َرى َحتَّى َأ ْش َر َع فِي‬،‫َّاق‬


ِ ‫ْاليُ ْمنَى َحتَّى َأ ْش َر َع فِي الس‬

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ُ ‫ ” هَ َك َذا َرَأي‬:‫ال‬


َ ِ‫ْت َرسُو َل هللا‬ َ َ‫ ثُ َّم ق‬،“ ‫َّاق‬
ِ ‫الس‬

ُّ‫ «َأ ْنتُ ُم ْال ُغر‬:‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ َ‫ َوق‬.‫ضُأ‬
َ َ‫ ق‬:‫ال‬
َ ِ‫ال َرسُو ُل هللا‬ َّ ‫يَتَ َو‬

ْ‫ فَ َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْنك ْم فَ ْلي ُِطل‬،‫ْباغ ْال ُوضُو ِء‬


ِ ‫ون يَ ْو َم ْالقِيَا َم ِة ِم ْن ِإس‬
َ ُ‫ْال ُم َح َّجل‬

ُ‫» ُغ َّرتَهُ َوتَحْ ِجيلَه‬


Dari Nu’aim bin Abdullah Al Mujmir, ia berkata, “Saya pernah melihat Abu

Hurairah berwudhu, dia membasuh wajahnya lalu menyempurnakan wudhu,

kemudian membasuh tangan kanannya hingga ke lengan atasnya, kemudian

tangan kirinya hingga ke lengan atasnya, lalu mengusap kepalanya, kemudian

membasuh kaki kanannya hingga ke betisnya, kemudian membasuh kaki

kirinya hingga ke betisnya, kemudian dia berkata, “Demikianlah saya melihat

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu.” Dan dia (Abu Hurairah)

mengatakan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda,


7

“Kalian akan berwajah putih bersinar dan juga tangan serta kakimu pada hari

kiamat, karena kalian menyempurnakan wudhu. Barang siapa di antara kalian

mampu, maka hendaklah ia memanjangkan cahaya muka dan tangan serta

kakinya.” (HR. Muslim no. 246)

C. Mengusap Kepala

Hukum mengusap kepala adalah wajib. Maksudnya adalah mengusapkan

air ke kepala hingga basah. Bentuk mengusap tidak bisa terwujud kecuali

dengan menggerakan anggota tubuh yang dipergunakan untuk mengusap dan

menempelkannya pada anggota tubuh yang diusap.

Maka tidak dikatakan mengusap jika hanya meletakkan tangan atau jari

pada anggota tubuh yang lain. Ada dua cara mengusap kepala:

1. Mengusap kepala dari depan ke belakang hingga tengkuk, kemudian

kembali lagi ke depan

Meletakkan kedua tangan yang sudah dibasahi dengan air di permulaan

kepala kemudian mengusapnya hingga bagian belakang kepala,

kemudian kembali lagi ke permulaan kepala. Hal ini berdasarkan hadits

‘Abdullah Bin Zaid ketika ditanya oleh seseorang,

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬


َ ِ ‫ان َرسُو ُل هَّللا‬ َ ‫ َكي‬،‫َأتَ ْستَ ِطي ُع َأ ْن تُ ِريَنِي‬
َ ‫ْف َك‬

َ َ‫ضُأ؟ فَق‬
‫ فََأ ْف َر َغ َعلَى يَ َد ْي ِه‬،‫ فَ َد َعا بِ َما ٍء‬،‫ نَ َع ْم‬:‫ال َع ْب ُد هَّللا ِ ب ُْن َز ْي ٍد‬ َّ ‫يَتَ َو‬

،‫ ثُ َّم َغ َس َل َوجْ هَهُ ثَالَثًا‬،‫ض َوا ْستَ ْنثَ َر ثَالَثًا‬


َ ‫ ثُ َّم َمضْ َم‬،‫فَ َغ َس َل َم َّرتَي ِْن‬

،‫ ثُ َّم َم َس َح َرْأ َسهُ بِيَ َد ْي ِه‬،‫ثُ َّم َغ َس َل يَ َد ْي ِه َم َّرتَ ْي ِن َم َّرتَي ِْن ِإلَى ال ِمرْ فَقَي ِْن‬
8

َ َ‫ بَ َدَأ بِ ُمقَ َّد ِم َرْأ ِس ِه َحتَّى َذه‬،‫فََأ ْقبَ َل بِ ِه َما َوَأ ْدبَ َر‬
‫ ثُ َّم‬،ُ‫ب بِ ِه َما ِإلَى قَفَاه‬

‫ ثُ َّم َغ َس َل ِرجْ لَ ْي ِه‬،ُ‫ان الَّ ِذي بَ َدَأ ِم ْنه‬


ِ ‫“ َر َّدهُ َما ِإلَى ال َم َك‬
“Bisakah engkau perlihatkan kepadaku bagaimana Rasulullah shallallahu

‘alaihi wa sallam berwudlu?” Abdullah bin Zaid menjawab, “Tentu.”

Abdullah lalu minta diambilkan air wudhu, lalu ia menuangkan air pada

kedua tangannya dan membasuhnya dua kali, lalu berkumur dan

mengeluarkan air dari dalam hidung sebanyak tiga kali, kemudian

membasuh muka tiga kali, kemudian membasuh kedua tangan masing-

masing dua kali sampai ke siku, kemudian mengusap kepalanya dengan

kedua tangannya, dimulai dari bagian depan dan menariknya sampai

pada bagian tengkuk, lalu menariknya kembali ke tempat semula, setelah

itu membasuh kedua kakinya.” (HR. Bukhari)

2. Mengusap kepala sesuai arah rambut

Maksudnya ketika mengusap tidak mengubah rambut dari posisinya. Hal

ini berdasarkan hadits Ar-Rubai’ binti Mu’awwidz,

َ ‫ضَأ ِع ْن َدهَا فَ َم َس َح ال َّرْأ‬


«‫س‬ َ ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬
َّ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم تَ َو‬

‫ك ال َّش ْع َر‬ ِ ‫صبِّ ال َّشع‬


ُ ِّ‫ اَل يُ َحر‬،‫ْر‬ َ ‫ لِ ُم ْن‬،‫احيَ ٍة‬ ِ ‫ ِم ْن قَرْ ِن ال َّشع‬،ُ‫ُكلَّه‬
ِ َ‫ْر ُكلِّ ن‬

‫» َع ْن هَيَْئتِ ِه‬
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berwudhu di sisinya,

beliau mengusap semua kepalanya, dari ubun-ubunnya (kepala bagian


9

atas) ke setiap sisi sampai kepala bagian bawah rambut, tanpa membuat

rambutnya berubah dari keadaan yang semula.” (HR. Abu Dawud)

Cara seperti ini bisa dilakukan bagi orang yang khawatir rambutnya

berantakan.

Setelah para ulama sepakat wajibnya mengusap kepala, mereka berbeda

pendapat tentang batasan wajib dalam mengusap tersebut. Ada beberapa

pendapat:

1. Wajib mengusap seluruh kepala

Ini adalah pendapat madzhab Malikiyyah, Hanabilah, dan pendapat yang

dipilih oleh al-Muzani

2. Wajib mengusap sebatas ubun-ubun saja

Yaitu sekitar ¼ kepala, batasannya dengan tiga jari, jika kurang dari itu

maka tidak sah. Ini adalah pendapat madzhab Hanafiyyah.

3. Wajib mengusap sebagian walaupun hanya sehelai rambut

Ini sudah dikatakan telah mengusap dan sudah sah. Ini adalah pendapat

madzhab Syafi’iyyah, sebagaimana yang dikatakan Imam An-Nawawi

rahimahullah:

ُ‫اح َد ٍة َأجْ َزَأه‬ َ ‫ال َأصْ َحابُنَا َحتَّى لَ ْو َم َس َح بَع‬


ِ ‫ْض َشع َْر ِة َو‬ َ َ‫ق‬
“berkata ulama-ulama madzhab kami: walaupun mengusap sebagian dari

satu helai rambut maka itu mencukupinya (sah).” (Al-Majmu’ 1/398)


‫‪10‬‬

‫‪D. Membasuh Kedua Kaki‬‬

‫‪Dalil yang menunjukkan wajibnya membasuh kedua kaki ada banyak,‬‬

‫‪diantaranya adalah firman Allah Ta’ala,‬‬

‫َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَي ِْن‬


‫)‪“dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.” (QS. Al-Maidah: 6‬‬

‫‪Juga dalam hadits ‘Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu yang sangat‬‬

‫‪terkenal dalam masalah wudhu,‬‬

‫ت‪ ،‬ثُ َّم‬ ‫ضَأ‪ :‬فَ َغ َس َل َكفَّ ْي ِه ثَالَ َ‬


‫ث َمرَّا ٍ‬ ‫َأ َّن ُع ْث َم َ‬
‫ان َد َعا بِ َوض ُْو ٍء فَتَ َو َّ‬

‫ت‪ ،‬ثُ َّم َغ َس َل يَ َدهُ ْاليُ ْمنَى‬ ‫ض َوا ْستَ ْنثَ َر‪ ،‬ثُ َّم َغ َس َل َوجْ هَهُ ثَالَ َ‬
‫ث َمرَّا ٍ‬ ‫َمضْ َم َ‬

‫ت‪ ،‬ثُ َّم َغ َس َل يَ َدهُ ْاليُس َْرى ِم ْث َل ذلِ َ‬


‫ك‪ ،‬ثُ َّم َم َس َح‬ ‫ِإلَى ْال ِمرْ فَ ِ‬
‫ق ثَالَ َ‬
‫ث َمرَّا ٍ‬

‫ت‪ ،‬ثُ َّم َغ َس َل‬ ‫َرْأ َسهُ‪ ،‬ثُ َّم َغ َس َل ِرجْ لَهُ ْاليُ ْمنَى ِإلَى ْال َك ْعبَ ْي ِن ثَالَ َ‬
‫ث َمرَّا ٍ‬

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ‫ال‪َ :‬رَأي ُ‬


‫ْت َرس ُْو َل هللاِ َ‬ ‫ْاليُس َْرى ِم ْث َل َذلِ َ‬
‫ك‪ ،‬ثُ َّم قَ َ‬

‫ضَأ نَحْ َو ُوض ُْوِئ ه َذا ثُ َّم قَا َل َرس ُْو ُل هللاِ َ‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ‪َ :‬م ْن‬ ‫تَ َو َّ‬

‫ضَأ نَحْ َو ُوض ُْوِئ هَ َذا ثُ َّم قَا َم فَ َر َك َع َر ْك َعتَي ِْن الَ يُ َحد ُ‬
‫ِّث فِ ْي ِه َما نَ ْف َسهُ‬ ‫تَ َو َّ‬

‫‪ُ .‬غفِ َر لَهُ َما تَقَ َّد َم ِم ْن َذ ْنبِ ِه‬


11

“’Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu minta diambilkan air wudhu lalu

berwudhu. Dia basuh kedua telapak tangannya tiga kali. Kemudian

berkumur-kumur dan menghirup air ke hidung lalu mengeluarkannya. Lalu

membasuh wajahnya tiga kali, kemudian membasuh tangan kanannya hingga

ke siku tiga kali, begitupula dengan tangan kirinya. Setelah itu, ia usap

kepalanya lantas membasuh kaki kanannya hingga ke mata kaki tiga kali,

begitupula dengan kaki kirinya. Dia kemudian berkata, ‘Aku pernah melihat

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berwudhu sebagaimana wudhuku

ini, kemudian Rasulullah bersabda, ‘Barangsiapa berwudhu seperti wudhuku

ini, kemudian shalat dua raka’at dan tidak berkata-kata dalam hati dalam

kedua raka’at tadi, maka diampunilah dosa-dosanya yang telah lalu.'"

(Muttafaq ‘alaih)

Dalil yang sangat kuat juga yang menunjukkan bahwa yang diwajibkan di

kaki adalah membasuh adalah ijma’ para sahabat Nabi Muhammad

shallallahu ‘alaihi wa sallam. Para sahabat telah sepakat bahwa yang

diwajibkan dalam berwudhu pada anggota kaki adalah membasuh. Hal ini

disampaikan oleh Imam Abdurrahman bin Abi Laila. Beliau mengatakan:

“Para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah berijma’ (telah

sepakat) dalam membasuh kedua kaki.”

Mata kaki juga wajib dibasuh. Karena Allah Ta’ala menyebutkan mata

kaki sebagai batasan, sebagaimana yang telah disebutkan pada ayat di atas,

yakni perintah untuk membasuh kedua kaki hingga mata kaki.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam berwudhu, ternyata banyak perbedaan di kalangan para ulama

mengenai tata cara pelaksanaannya serta batasan-batasan minimal anggota

wudhu terkena air.

Hal ini dapat terjadi disebabkan masing-masing ulama memiliki

pemahaman dan cara pendalilan yang berbeda dalam menyimpulkan suatu

hukum.

Ada empat tempat yang dipersilisihkan para ulama ketika berwudhu, yaitu

niat, siku, rambut atau kepala, dan dua kaki.

B. Saran

Sikap seorang muslim yang bijak dalam menyikapi perbedaan pendapat

dalam ilmu fiqih adalah berlapang dada, serta mengamalkan salah satu

pendapat yang membuat hatinya lebih tentram, dan tentunya dengan

mengilmuinya terlebih dahulu.

Jadi intinya, seorang muslim wajib mengilmui tata cara suatu ibadah

beserta dalil-dalilnya sebelum mengamalkannya, karena di dalam agama

Islam setiap amalan maupun keyakinan wajib dilandasi dengan dalil dari Al-

Qur’an ataupun Hadits.

12
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid. 2008. Shahih Fikih Sunnah. Cakrawala Publishing: Jakarta

Azhim, Abdul. Wudhu. Diakses pada 16 April 2022, dari

https://almanhaj.or.id/754-wudhu.html/

Andirja, Firanda. Niat Wudhu. Diakses pada 16 April 2022, dari

https://bekalislam.firanda.com/5302-niat-wudhu.html/

Andirja, Firanda. Membasuh Kedua Tangan Sampai Siku Ketika Wudhu. Diakses

pada 16 April 2022, dari https://bekalislam.firanda.com/5316-membasuh-

kedua-tangan-sampai-siku-ketika-wudhu.html/

Andirja, Firanda. Mengusap Kepala dan Kedua Telinga Saat Wudhu. Diakses

pada 16 April 2022, dari https://bekalislam.firanda.com/5318-mengusap-

kepala-dan-kedua-telinga-saat-wudhu.html/

Ad-Dariny, Musyaffa. Membasuh Kaki dan Tertib Ketika Wudhu. Diakses pada

16 April 2022, dari https://www.radiorodja.com/49328-membasuh-kaki-

dan-tertib-ketika-berwudhu/

13

Anda mungkin juga menyukai