Dosen Pengampu:
Disusun Oleh:
2022
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan semesta Alam yang telah
melimpahkan karunia, taufik dan hidayah serta inayah-nya kepada penulis, hingga
penulis bisa menyelesaikan tugas yang berjudul “Tertib saat Berwudhu’” ini
dengan tepat waktu.
Aamiin….
Terimakasih yang amat besar penulis ucapkan kepada orang tua saya, yang
telah mengizinkan penulis untuk mengerjakan tugas kuliah ini pada malam hari di
sekolah, dan terkahir ucapan terimakasih untuk adik bungsu penulis, yaitu Tamara
Istiqomah yang telah menemani saya mengerjakan tugas.
Terlepas dari itu, penulis berharap tulisan ini bisa menjadi referensi bagi
teman-teman semua, dan utamanya semoga tulisan ini bisa bermanfaat.
Penulis
Zauzahra Jamilah
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
A. Latar Belakang.....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah................................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................3
A. Hukum Tertib saat Wudhu’ menurut 4 Mazhab................................................3
1. Sunnah...............................................................................................................3
2. Wajib..................................................................................................................3
B. Pendapat Ulama tentang Tertib Wudhu’............................................................3
1. Imam Abu Hanifah dan Imam Malik..................................................................3
2. Imam Ahmad bin Hambal..................................................................................3
3. Imam Syafi’i......................................................................................................4
C. Sebab Terjadinya Perselisihan Ulama tentang Tertib saat Wudhu’................4
D. Pendapat Terkuat.................................................................................................6
BAB III.............................................................................................................................7
PENUTUP........................................................................................................................7
Kesimpulan...................................................................................................................7
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................8
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wudhu’ adalah pekerjaan yang dilakukan dengan niat menghilangkan
hadas kecil. wudhu’ biasanya dilakukan sebelum melakukan ibadah yang
mengharuskan adanya kebersihan dan kesucian, seperti sholat atau mengaji.
Dan melakukan wudhu’ ini dalam islam bernilai pahala.
Hukum wudhu’ terbagi menjadi dua, yaitu wajib dan sunnah. wudhu’
menjadi wajib salah satunya ialah apabila hendak melaksanakan sholat.
Sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Maidah ayat 6.
?ق َوا ْم َس??حُوْ ا بِ ُرءُوْ ِس?? ُك ْم ِ ?ِالص ? ٰلو ِة فَا ْغ ِس ?لُوْ ا ُو ُج??وْ هَ ُك ْم َواَ ْي ? ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف َّ ٰيٓاَيُّهَ??ا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ? ْٓ?وا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى
ضى اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر اَوْ َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط ٓ ٰ َْواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَ ْي ۗ ِن َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر
طيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َواَ ْي? ِد ْي ُك ْم ِّم ْن?هُ ۗ َم?ا ي ُِر ْي? ُد هّٰللا ُ لِيَجْ َع? َل َ ص ِع ْيدًا َ اَوْ ٰل َم ْستُ ُم النِّ َس ۤا َء فَلَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َم ۤا ًء فَتَيَ َّم ُموْ ا
. َج و َّٰل ِك ْن ي ُِّر ْي ُد لِيُطَه َِّر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهٗ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن
ٍ َعلَ ْي ُك ْم ِّم ْن َح َر
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan basuhlah kepadamu dan kakikmu sampai dengan kedua mata kaki,
dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakiy atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau menyentuh perempuan,
lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan tanah yang
baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu, Akkah tidak
hendak menyulitkanmu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Kemudian, Wudhu’ menjadi sunnah apabila melaksanakan ibadah selain
sholat, melaksanakan thawaf di Kakbah dan hendak menyentuh al-Qur’an
atau Mushaf.
Dalam ritual mensucikan diri melalui wudhu, ada beberapa hal yang wajib
ada, atau disebut sebagai rukun wudhu’. Sebagaimana dijelaskan oleh Syekh
Salim bin Sumair Al-Hadhrami dalam kitabnya 'Safinatun Najâ'.
األول النية الثاني غسل الوجه الثالث غسل اليدين? مع المرفقين الرايع مسح شيئ:فروض الوضوء ستة
من الرأس الخامس غسل الرجلين مع الكعبين السادس الترتيب
Artinya: “Fardhu wudhu ada enam: (1) niat, (2) membasuh muka, (3) membasuh
kedua tangan beserta kedua siku, (4) mengusap sebagian kepala, (5) membasuh kedua
kaki beserta kedua mata kaki, dan (6) tertib,” (Salim bin Sumair Al-Hadhrami,
Safînatun Najâ, Beirut, Darul Minhaj). (Hadhrami n.d.)
Rukun wudhu’ diatas, diawali dengan niat dan dikahiri dengan tertib. Namun
terdapat perbedaan pendapat diantara ulama tantang wajibnya tertib dalam praktik
wudhu’. Maka dari itu, penulis berniat untuk sedikit menjabarkan mengenai kenapa
terjadinya perbedaan pendapat dari ulama, pendapat ulamanya apa saja, sebab
terjadinya perbedaan apa dan pendapat yang paling kuatnya apa dan dari siapa.
B. Rumusan Masalah
Melihat dari paparan latar belakang diatas, maka penulis menarik rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana hukum tertib saat wudhu’ menurut 4 mazhab?
2. Bagaimana pendapat ulama tentang tertib wudhu’?
3. Apa sebab terjadinya perselisihan pendapat ulama tentang tertib saat
wudhu’?
4. Siapakah pendapat yang paling kuat diantara 4 mazhab tentang hukum
tertib wudhu’?
C. Tujuan
Dilihat dari rumusan masalah diatas, penulis menentukan tujuan pembuat
makalah ini, antara lain:
1. Mengetahui hukum tertib wudhu’ menurut 4 mazhab.
2. Mengetahui pendapat ulama tentang tertib wudhu’
3. Mengetahui sebab terjadinya perselisihan pendapat ulama tentang tertib
saat wudhu’.
4. Mengetahui pendapat siapa yang paling kuat antara 4 mazhab tentang
tertib wudhu’.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
1. Ada yang mewajibkan dan tidak masalah tertib
2. Muallat
3. Menghirup air dan berkumur
4. Membaca bismillah
5. Membasuh kepala ada yang seluruhnya dan ada yang mengatakan
sebagian
3. Imam Syafi’i
Imam Syafi’i berpendapat bahwa rukun wudhu’ ada lima, antaralain:
a. Niat
b. Membasuh wajah
c. Membasuh kedua tangan sampai siku
d. Mengusap sebagian kepala
e. Membasuh kaki
f. Tertib
C. Sebab Terjadinya Perselisihan Ulama tentang Tertib saat Wudhu’
Tertib berarti melaksanakan wudhu’ sesuai dengan urutan yang dijelaskan
oleh al-Qur’an surat al-Maidah ayat 6:
ِ ?ِالص ? ٰلو ِة فَا ْغ ِس ?لُوْ ا ُو ُج??وْ هَ ُك ْم َواَ ْي ? ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف
?ق َوا ْم َس ?حُوْ ا بِ ُرءُوْ ِس ? ُك ْم َّ ٰيٓاَيُّهَ??ا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ? ْٓ?وا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى
َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَ ْي ۗ ِن
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak
mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku dan usaplah kepalamu serta (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata
kaki.”
Para ulama berbeda pendapat soal hukum tertib dalam wudhu’. Pertama
menurut Imam Abu Hanifa, Imam Daud Adz-Dzahiri, Imam Malik dan
sebagian ulama mazhab Syafi’i, tertib hukumnya sunnah. Artinya, jika
seseorang berwudhu’ tidak sesuai dengan urutan wudhu’ pada umumnya maka
wudhu’ nya tetap sah.
Mereka berpedoman pada Surat Al-Ma’idah ayat 6 di atas. Pada ayat
tersebut, Allah subhanahu wata’ala menyambungkan (meng-athaf-kan) antara
4
satu anggota wudhu dengan anggota wudhu yang lain menggunakan huruf
“wawu”. Sementara huruf wawu tidak berfaedah at-tartib (urutan). Karenanya,
dengan cara apapun seseorang berwudhu; tertib atau tidak, wudhunya tetap
sah (Haq 2018).
Selain itu, mereka berpegangan pada hadits riwayat Utsman bin Affan
radhiyallahu ‘anhu:
ُصلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َغ َس َل ِرجْ لَ ْي ِه ثَاَل ثًا ثُ َّم َم َس َح َرْأ َسه
َ َُأنَّه
Kedua, menurut Imam Syafi’i, Imam Ibnu Hazm Adz-Dzahiri, dan Imam
Ahmad bin Hambal, tertib merupakan rukun wudhu. Artinya, seseorang yang
berwudhu tidak sesuai dengan urutannya, wudhunya tidak sah.
Mereka juga berpedoman pada Surat Al-Ma’idah ayat 6 di atas. Pada ayat
dimaksud, Allah subhanahu wata’ala menyebut anggota wudhu yang diusap
(kepala) berada di antara anggota-anggota wudhu yang dibasuh (muka,
tangan, dan kaki). Sedangkan dalam tradisi bahasa Arab, hal-hal yang sejenis
selalu disebutkan berbarengan. Tradisi ini tidak akan diubah kecuali karena
ada maksud tertentu, yaitu melaksanakan wudhu sesuai dengan urutan
tersebut.
5
6
D. Pendapat Terkuat
Dari kedua pendapat tersebut, tampaknya pendapat kedua yang
menyatakan kewajiban tertib merupakan pendapat yang kuat. Sebab, setiap
orang yang menceritakan sifat wudhu Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam,
selalu menyebutkan bahwa wudhunya tertib, tidak sekalipun Rasul berwudhu
secara tidak tertib. Sehingga disimpulkan bahwa wudhu secara tertib inilah
wudhu yang diajarkan Rasul kepada umatnya.
Adapun hadits riwayat Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu di atas, yang
menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam membasuh kedua
kakinya terlebih dahulu, baru kemudian mengusap kepalanya, hadits ini
bertentangan dengan hadits yang lebih kuat, yaitu hadits riwayat Imam
Daruquthni dari jalur Imam Ahmad, yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wasallam mengusap kepala terlebih dahulu, baru membasuh kedua
kakinya. Dengan demikian, hadits Utsman tidak layak dijadikan sebagai dalil.
7
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ulama yang membedakan antara perbuatan yang sunnah dan yang wajib,
mereka berkata: “Sesungguhnya wajibnya tertib hanya ada pada amalan-
amalan yang wajib”, dan ulama yang tidak membedakan keduanya berkata:
“Bahwa syarat yang bersifat wajib terkadang didapatkan para amalan yang
sunnah.”
Hukum tertib wudhu’ itu ada 2 menurut 4 mazhab yakni sunnah dan wajib.
Hukum tertib wudhu’ adalah sunnah menurut Imam Hanafi dan Imam Maliki.
Sedangkan yang berpendapat hukum tertib dama wudhu’ adalah wajib ialah
Imam Ahmad bin Hambal dan Imam Syafi’i.
Ulama yang berpendapat bahwa hukum tertib wudhu’ adalah sunnah,
dikarenakan mereka menganggap bahwa huruf wawu pada surat al-Maidah
ayat 6 tersebut maknanya hanya sekedar “dan” bukan untuk menertibkan atau
littartibi. Sedangkan Ulama yang berpendapat bahwa hukum tertib wudhu’
adalah wajib menganggap huruf wawu tersebut maknanya urutan.
Terakhir, pendapat terkuat ialah pendapat ulama yang menyatakan bahwa
hukum tertib wudhu’ adalah wajib.
8
DAFTAR PUSTAKA
Hadhrami, Salim Bin Smeer Al. Terjemah Safinatun Najah Fiqih Islam Tingkat
Menengah. n.d.
Haq, Husnul. NU Online. Desember 26, 2018. https://islam.nu.or.id/fiqih-
perbandingan/beda-pendapat-ulama-soal-tertib-dalam-wudhu-n2nrI
(accessed Januari 30, 2022).
Rusyd, Ibnu. Bidayatul Mujtahid. n.d.