MAKALAH
Mala Alamsyah -
Muhammad Nurhissalam -
STAIBA
April 2022
KATA PENGANTAR
Alhamdulilah puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat kasih dan
karunia-Nya, limpahan ni’mat, taufiq dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “Kurikulum Merdeka Belajar” ini tepat pada waktunya.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
Shlallahu ‘Alaihi Wassalam.
Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada Iing Solihin, M.Pd selaku
dosen mata kuliah Kapita Selekta Pendidikan yang senantiasa sabar dan tulus
membantu khususnya dalam penulisan makalah ini. Akan tetapi kami juga
menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan didalam makalah ini. Untuk itu
dengan senang hati kami senantiasa menerima kritik dan saran yang bersifat
membangun para pembaca. Akhir kata, semoga makalah ini bermanfaat bagi kita
semua.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................3
C. Tujuan..........................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4
A. Konsep Merdeka Belajar............................................................................4
1. Asesmen kompetensi minimum..............................................................4
2. Survei karakter........................................................................................4
3. Perluasan penilaian hasil belajar...........................................................5
4. Pemerataan kualitas pendidikan hingga ke 3T....................................5
B. Pokok Kebijakan Merdeka Belajar...........................................................5
C. Tujuan Merdeka Belajar............................................................................7
D. Kelebihan dan Kekurangan Merdeka Belajar.......................................10
E. Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar.......................................12
BAB III PENUTUP..............................................................................................16
Kesimpulan.......................................................................................................16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring berkembangnya perubahan sosial, budaya, dunia kerja, dan
kemajuan teknologi yang sangat pesat, maka Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (KEMENDIKBUD) menyiapkan para pelajar atau peserta didik
untuk menyongsong perubahan, kemajuan dan perkembangan zaman, untuk
dituntut mampu melaksanakan, dan merancang proses pembelajaran yang
kreatif dan inovatif, supaya dapat meraih capaian dan tujuan pembelajaran
yang mencakup aspek sikap pengetahuan dan keterampilan secara optimal dan
tentunya juga relevan . Di era revolusi industri 4.0 terdapat tantangan
tersendiri sekaligus menjadi peluang bagi lembaga pendidikan untuk menjadi
titik prasyarat untuk bisa lebih maju dan berkembang. Lembaga pendidikan
harus mempunyai daya inovasi dan juga dapat memberlakukan sebuah
kolaborasi, jika sebuah lembaga pendidikan tidak mampu untuk berkolaborasi
dan berinovasi maka akan tertinggal jauh di telan waktu, dan pula sebaliknya
jika lembaga mampu menciptakan sumber daya yang mampu
mengembangkan, memajukan dan mewujudkan cita-cita bangsa yaitu
membelajarkan manusia. Menjadi seorang pembelajar bukanlah suatu hal yang
mudah layaknya membalikkan telapak tangan. Lembaga pendidikan harus
mampu menyelaraskan dan menyeimbangkan sistem pendidikan dengan
perkembangan zaman dan sistem pendidikan diharapkan mampu mewujudkan
peserta didik memiliki daya keterampilan yang yang mampu berpikir secara
kritis memecahkan masalah serta memiliki keterampilan dalam berkomunikasi
dan berkolaborasi yang kreatif dan inovatif.
Di dalam acara peringatan Hari Guru Nasional di tahun 2019 Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan atau Kemendikbud Mencetuskan konsep "
Pendidikan Merdeka belajar ". Konsep tersebut merupakan suatu respon
terhadap kebutuhan sistem pendidikan pada era industrial revolution 4.0,
menteri Nadiem Makarim menyebutkan merdeka belajar adalah kemerdekaan
berpikir, kemerdekaan berpikir ditentukan oleh guru titik jadi kunci utama
yang menunjang sistem pendidikan yang baru adalah guru yang di mana guru
1
bertugas untuk membentuk masa depan bangsa. Konsep Merdeka Belajar
diasumsikan bukan lagi menjadi gagasan tetapi lebih dikatakan sebagai sebuah
kebijakan yang akan dilaksanakan Merdeka belajar kemerdekaan adalah sat
kata yang sering dimaknai dan digambarkan dengan kebebasan dalam arti
yang sesungguhnya. Yang menjadi titik permasalahan adalah masih terdapat
pengekangan di mana-mana khususnya pendidikan, pendidik dan peserta didik
belum dapat merasakan otonomi yang cukup untuk menentukan arah
kebijaksanaan dalam belajar dan mengajar karena masih diatur oleh regulasi
yang membuat rencana proses pelaksanaan dan evaluasi yang dilaksanakan
terkesan terbatas dan mengikat. Konsep Merdeka Belajar yang merupakan
sebuah tawaran dalam merekonstruksi sistem pendidikan nasional, dengan tata
ulang sistem pendidikan dalam rangka menyongsong kemajuan perubahan dan
kemajuan bangsa yang menyesuaikan perubahan zaman. Dengan adanya
pengembalian hakikat dari pendidikan yang sebenarnya adalah pendidikan
untuk memanusiakan manusia dan pendidikan yang membebaskan aktivitas
belajar yang semula adalah aktivitas alami anak yang dirampas menjadi
agenda orang dewasa yang dipaksakan pada peserta didik. Pendidik
mengharuskan dimana dan kapan waktunya belajar, tanpa peduli apa yang
sedang dialami anak. Pendidik mendikte materi dan tujuan apa yang harus
dipelajari peserta didik goma meski tidak relevan di dalam kehidupan peserta
didik. Bahkan Ki Hajar Dewantoro menekankan beberapa kali tentang
kemerdekaan belajar. "... kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya
anak-anak berpikir, yaitu jangan selalu dipelopori, atau disuruh mengakui
buah pikiran orang lain, akan tetap biasakanlah anak-anak mencari sendiri
segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri... " (buku
peringatan Taman Siswa 30 tahun 1922-1952) kemerdekaan belajar
merupakan perkara yang substansial, menjadi prasyarat terpenuhinya sebuah
capaian-capaian belajar titik tanpa kemerdekaan belajar, peserta didik tidak
bisa gemar belajar. Pendidikan budi pekerti tidak akan tercapai karena semua
perilaku bukan dilandasi dengan kesadaran. Konsep Merdeka belajar. Antara
pendidik dan peserta didik merupakan subjek di dalam sistem pembelajaran,
yang berarti guru bukan dijadikan lagi sebagai sumber kebenaran oleh siswa
2
namun pendidik dan peserta didik berkolaborasi menjadi penggerak dan
mencari kebenaran dan posisi peserta didik di ruang kelas juga bukan untuk
menanam atau menyeragamkan kebenaran untuk menurut pada guru namun
menggali sebuah kebenaran, daya pikir dan kritisnya peserta didik melihat
perkembangan dunia dan fenomena yang terjadi. adanya peluang dan
berkembangnya internet, teknologi informasi menjadi sebuah momentum
kemerdekaan belajar. Dengan ini dapat meretas sistem pendidikan yang kaku
dan tidak membebaskan kebebasan untuk belajar dengan mandiri kreatif dan
berinovasi dapat dilakukan oleh semua unit pendidikan. Saat ini antara guru
dan peserta didik mempunyai pengalaman tersendiri termasuk di dalam sebuah
lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep merdeka belajar?
2. Bagaimana kebijakan merdeka belajar?
3. Apa tujuan dari merdeka belajar?
4. Apa saja kelebihan dan kekurangan merdeka belajar
5. Bagaimana implikasi medeka belajar?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep merdeka belajar.
2. Mengetahui kebijkan merdeka belajar.
3. Mengetahui apa saja tujuan merdeka belajar.
4. Mengetahui apa saja kelebihan dan kekurangan media belajar.
5. Mengetahui bagaimana implikasi merdeka belajar.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
hasil belajar, tetapi juga ekosistem dan infrastruktur pendidikan yang
tersedia.
Dengan kata lain, pengembangan kualitas pendidikan bukan lagi
tentang penerapan indikator kualitas tetap, tetapi berdasarkan data hasil
survei terbaru terhadap sekolah.
3. Perluasan penilaian hasil belajar
Satu hal paling menarik dalam konsep merdeka belajar ini adalah
adanya perluasan penilaian hasil belajar siswa yang tadinya hanya dari
nilai ujian nasional, menjadi penugasan dan portofolio.
Kedepannya siswa akan diberikan ruang untuk bisa mengembangkan
diri mereka sesuai minat dan bakat. Dengan cara ini, stigma siswa pintar
dan bodoh diharapkan bisa segera dihilangkan. Sebab, manusia memiliki
bakat alami yang berbeda-beda, dan tidak bisa ditentukan dengan tes
formal.
4. Pemerataan kualitas pendidikan hingga ke 3T
Merdeka belajar juga dapat diartikan keadilan terhadap akses
pendidikan yang setara bagi seluruh siswa di Indonesia. Oleh karena itu,
pemerintah membuat kebijakan afirmasi dan pemberian kuota khusus bagi
siswa yang tinggal di daerah 3T.
Industri 4.0 adalah momen penting dalam pemerataan kualitas
pendidikan di Indonesia. Sebab, pada tahun 2030 nanti akan menjadi
puncak dari bonus demografi Indonesia dengan 64% penduduk adalah
angkatan kerja.
Kesiapan sumber daya manusia (SDM) Indonesia akan sangat
menentukan keberhasilan kita dalam menghadapi persaingan di industri
4.0. Khususnya di daerah 3T yang masih memiliki tingkat kelahiran yang
sangat tinggi (Akuntasis 2021).
B. Pokok Kebijakan Merdeka Belajar
Menyikapi konsep kebijakan belajar merdeka oleh menteri
pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) dalam acara Merdeka Belajar.
Pada acara Rapat Koordinasi Bersama Dinas Pendidikan Provinsi dan
Kabupaten Kota di Jakarta, 11 Desember 2019 (Kompas, 2020) dan telah
5
di-launching Kebijakan Merdeka Belajar tanggal 24 Januari 2020.
Penekanan dalam konsep belajar merdeka ini adalah guru di kelas harus
berhadapan dengan anak yang tidak siap berkonsentrasi karena datang
dengan kondisi kelaparan. Punya tingkat aktivitas terlalu tinggi karena
terbiasa tinggal dalam kepadatan, atau tidak berisiko melakukan
perundungan. Sebab, dibesarkan dengan ancaman dan hukuman
berlebihan. Kemiskinan, kegagalan keluarga, adalah masalah yang sangat
besar dan membutuhkan pendidikan di segala bidang. Semuanya
dibebankan ke guru di sekolah dengan harapan situasi kelak akan berubah.
Mengatakan guru adalah kunci, sama saja dengan mengalihkan
tanggung jawab dan menjebak guru untuk gagal. Tentu guru berperan
penting dalam pendidikan, namun tuntutan akan besarnya peran atau
secara spesifik tingginya kompetensi tidak akan tercapai saat guru tidak
memiliki hal yang asasi, yaitu kemerdekaan. Kemerdekaan guru dalam
jangka panjang berperan sentral untuk menumbuhkan kemerdekaan belajar
peserta didik dan nantinya cita-cita demokrasi negeri ini. Yang terjadi
dalam pengembangan guru saat ini, kemerdekaan seringkali dibungkam
dengan tunjangan atau tekanan. Pendidikan menjadi proses yang penuh
dengan kontrol, bukan dengan pemberdayaan. Di banyak negara,
memasuki profesi guru adalah proses yang sangat selektif untuk orang-
orang pilihan. Namun, menjalaninya didukung dengan banyak
kemerdekaan dan kemudahan. Di negeri kita sebaliknya. Menjadi guru
seringkali mudah, namun batasan dan tekanan di dalam profesinya sangat
menantang
Merdeka belajar dan guru penggerak bukanlah sesuatu yang baru
dalam dunia pembelajaran. Penganut ideologi humanistik dalam
pembelajaran telah mendiskusikan secara mendalam dua tema tersebut
lebih dari setengah abad yang lalu. Pada tahun 1969 Carl Rogers
mempublikasikan sebuah buku berjudul “Freedom to Learn”. Pada
pengantar buku tersebut, lima puluh tahun lalu, ia mengatakan, “Sekolah
kita umumnya sangat tradisional, konservatif, birokratis dan resisten
terhadap perubahan. Satu cara yang harus dilakukan untuk menyelamatkan
6
generasi muda ini adalah melalui kemerdekaan belajar”. Pada tahun 1962
Everett M. Rogers menulis buku berjudul “Diffusion of Innovation” di
mana pada buku tersebut memuat satu bab tersendiri tentang pengerak atau
agen perubahan (Didin.W. 2020. p. 8).
Merdeka Belajar menggunakan sistem among yang menitikberatkan
pada potensi dan bakat peserta didik karena mereka memiliki potensinya
masing-masing karena manusia adalah makhluk yang memiliki daya jiwa
yaitu cipta, karya, dan karsa. Guru adalah kunci berkembangnya peserta
didik; mereka diberi kebebasan untuk bisa berkembang dan menemukan
pengalamannya sendiri, seperti apa yang dikatakan oleh. Ki Hajar
Dewantara dalam peringatan Taman Siswa yang ke-30 mengatakan
“...kemerdekaan hendaknya dikenakan terhadap caranya anak-anak
berpikir, yaitu jangan selalu “dipelopori”, atau disuruh mengakui buah
pikiran orang lain, akan tetapi biasakanlah anak-anak mencari sendiri
segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri…” (Didin W.
2020.p.3).
Setiap anak yang dilahirkan pasti memiliki keistimewaan yang
berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Di sinilah kita sebagai pendidik
harus mampu menjadi teman belajar yang menyenangkan agar proses
belajar anak benar-benar atas kesadaraannya sendiri dan merdeka atas
pilihannya. Diperlukan waktu yang cukup serta kesabaran dalam
memfasilitasi, agar anak mampu untuk mengenali potensinya. Karena
bakat anak bisa tumbuh ketika anak sudah memiliki minat dan mau
berlatih untuk mengasah keterampilannya. Dalam mengawali proses
belajar, pendidik juga perlu memiliki kemampuan mendengar yang baik.
Tidak hanya sekedar mentransfer pengetahuan dan mendikte anak-anak
atas kehendak pendidik (Froilan D, et al. 2021)
C. Tujuan Merdeka Belajar
Merdeka Belajar menjadi salah satu program inisiatif Nadiem
Makarim yang ingin menciptakan suasana belajar yang bahagia, baik bagi
murid maupun para guru.
7
Merdeka Belajar ini konon dilahirkan dari banyaknya keluhan
orangtua pada sistem pendidikan nasional yang berlaku selama ini. Salah
satunya ialah keluhan soal banyaknya siswa yang dipatok nilai-nilai
tertentu.
Mulai tahun pelajaran 2021-2022, Kementerian Pendidikan,
Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah meluncurkan Kurikulum
Paradigma Baru sebagai penyempurnaan dari KTSP 2013. Kurikulum
Paradigma Baru ini akan diberlakukan secara terbatas dan bertahap
melalui program sekolah penggerak dan pada akhirnya akan diterapkan
pada setiap satuan pendidikan yang ada di Indonesia. Sebelum diterapkan
pada setiap satuan pendidikan.
Dengan adanya kebijakan baru dari Kementrian Pendididkan dan
Kebudayaan tentang Konsep Merdeka Belajar pastilah memiliki tujuan
untuk menciptakan link and match atau yang menghubungkan dunia
belajar dan dunia kerja. Kebijakan Merdeka Belajar juga bertujuan untuk
mewujudkan kualitas atau mutu pendidikan yang berkelanjutan. Seperti
yang kita ketahui dengan Merdeka Belajar, peserta didik mempunyai
keleluasaan dalam belajar bukan hanya di dalam satu segmen karena
menurut Namdie Makariem, anak adalah multi kecerdasaan, setiap anak
pasti mempunyai kecerdasan sesuai minat di bidangnya masing- masing,
maka mereka di beri kebebasan dalam seni belajarnya dengan kecerdasan
miliknya sendiri dan sesuai dengan potensinya, tidak boleh di atur dengan
hanya satu kecerdasan saja, belajar juga dengan secara menyeluruh dan
holistik, dan menciptakan suasana belajar menyenangkan dari segi
manaapun, dan peserta didik sebagai pusat learning, dan sebagi subjek
belajar dan dimensi utama, dan guru menyesuaikan tujuannya capaian
belajar peserta didik dan menyiapkan konsep yang cocok dan relevan
dengan tujuan yang ingin dicapai,dengan merdeka belajar tidak menyiksan
pihak Pendidik, peserta didik dan orang Tua.
Dengan ini Merdeka Belajar bertujuan membebaskan peserta didik
dari sebuah sistem kejar teget nilai, penerapan belajar dengan cara
menyenangkan, dan balajar bukan hanya untuk mengejar kelulusan,atau
8
untuk mendapat nilai tertinggi belajar juga bisa dilaksanakan di luar kelas,
bukan cuma didalam kelas tetapi, peserta didik diharapkan dapat berdikusi
dengan guru, outing class, dan belajar banyak hal seperti belajar berani
bertanya, berfikir cerdik dalam bergaul, dan mandiri. Penerapkan
kebijakan sendiri jadi nilai tidak tergantung dari nilai tertulis seperti
sebelumnya tetapi tugas bisa di ambil dari tugas harian individu atau
kelompok, tugas yang di berikan bisa berupa karya tulis, atau portofolio
dan lain - lain. Seperti yang telah dipaparkan Konsep Merdeka belajar oleh
Kementrian Pendidikan ada penerapan UN ( Ujian Nasioaal ) yang di
tiadakan yang berubah menjadi Assesmen Komptensi Minimum dan
Survey Karakter, jadi biasanya penguasaan penyerapan belajar peserta
didik di uji dan di laksanakan di akhir jenjang sekolah dengan menguji
mata pelajaram matematika, Bahaasa Indonesia, dan yang lainnya, kali ini
Ujian Nasional di ganti dengan pemetaan literasi dan numerasi, yang tidak
sama dengan Bahasa Indonesia dan Matetmatika, tetapi juga mencakup
IPA, IPS dan semacamnya, yang diharapkan peserta didik mampu
memahami secara maksimal dan menganalisa sebuah bacaan dan mampu
menerapkan konsep berhitung di dalam kehidupan sehari-hari,
memperkuat karakter dan aplikasi pembelajaran yang nantinya akan di
laksanakan di tengah jenjang sekolah. Selanjutnya yaitu Survei Karakter
yang berbeda dengan berbeda dengan tes, biasanya pemerintah dinilai
hanya memiliki data kognitif dari peserta didik, tetapi tidak mengetahui
kondisi ekosistem di sekolah sebenarnya, kemudian nantinya peserta didik
di berikan sejumlah pertanyaan, misalnya survey implementasi gotong
royong di sekolah, lalu apakah ada bulliying yang terjadi, apakah level
toleransinya sehat dan baik di sekolah dan apakah peserta didik sudah
menerapkan asas Pancasila dalam hidup peserta didik, jadi peserta didik
bukan hanya belajar mata pelajaran tetapi juga belajar menghormati satu
dengan yang lain, salin tolong menolong sehingga peserta didik benar –
benar bisa merasakan dan bisa diimplementasikan , dan kemudian Survey
Karakter ini diharapkan dan di gunakan sebagai tolak ukur atau panduan
9
sebagai feed back bagi sekolah dan pemerintah sebagai perbaikan dan
perubahan Kebijakan Pendidikan di masa mendatang (Rosyidi 2020).
10
D. Kelebihan dan Kekurangan Merdeka Belajar
Kurikulum Merdeka sebelumnya bernama Kurikulum Prototipe yang
sudah diterapkan di hampir 2.500 Sekolah Penggerak dan 901 SMK Pusat
Keunggulan. Kurikulum ini diluncurkan dalam Merdeka Belajar Episode
ke-15 bertajuk ‘Kurikulum Merdeka dan Platform Merdeka Mengajar’,
secara daring.
Nadiem mengatakan, Kurikulum Merdeka lebih sederhana dan
mendalam karena kurikulum ini akan fokus pada materi yang esensial dan
pengembangan kompetensi peserta didik pada fasenya.
Keunggulan kedua, kurikulum ini tidak ada program peminatan bagi
siswa jenjang SMA. Artinya, tenaga pendidik dan peserta didik akan lebih
merdeka. Peserta didik diberi kebebasan untuk memilih mata pelajaran
sesuai minat, bakat, dan aspirasinya.
Sedangkan bagi guru, mereka akan mengajar sesuai tahapan capaian
dan perkembangan peserta didik. Lalu, sekolah memiliki wewenang untuk
mengembangkan dan mengelola kurikulum dan pembelajaran sesuai
dengan karakteristik satuan pendidikan dan peserta didik.
Keunggulan lain dari penerapan Kurikulum Merdeka ini menurut
Nadiem adalah lebih relevan dan interaktif. Pembelajaran dapat dilakukan
melalui kegiatan proyek di mana hal ini akan memberikan kesempatan
lebih luas kepada peserta didik untuk aktif mengeksplorasi isu-isu aktual.
Misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung
pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila.
Terkait penerapan Kurikulum Merdeka, Nadiem mengatakan, sekolah
dapat memilih tiga opsi dalam mengimplementasikan kurikulum tersebut
pada Tahun Ajaran 2022/2023.
Pertama, menerapkan beberapa bagian dan prinsip Kurikulum
Merdeka tanpa mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang
diterapkan.
Opsi kedua, sekolah dapat menerapkan Kurikulum Merdeka
menggunakan perangkat ajar yang sudah disediakan. Ketiga, menerapkan
11
Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan sendiri berbagai perangkat
ajar.
“Dengan Merdeka Belajar, tidak akan ada pemaksaan penerapan
(Kurikulum Merdeka) ini selama dua tahun ke depan,” tegas Nadiem.
Mulai tahun ini, Kurikulum Merdeka dapat diterapkan di seluruh
satuan pendidikan, mulai dari TK-B, SD dan SDLB kelas I dan IV, SMP
dan SMPLB kelas VII, SMA dan SMALB dan SMK kelas X. Artinya,
tidak hanya sebatas pada Sekolah Penggerak saja.
Nadiem menegaskan kembali bahwa kurikulum ini merupakan pilihan
bagi sekolah berdasarkan kesiapannya masing-masing. “Tolong diingat
bahwa kurikulum ini adalah opsi atau pilihan bagi sekolah, sesuai dengan
kesiapannya masing-masing. Tidak ada transformasi proses pembelajaran
kalau kepala sekolah dan guru-gurunya merasa terpaksa,” kata Menteri
Nadiem. “Kunci keberhasilan sebuah perubahan kurikulum adalah kalau
kepala sekolah dan guru-gurunya memilih untuk melakukan perubahan
tersebut,” imbuhnya.
Penerapan Kurikulum Merdeka didukung melalui penyediaan
beragam perangkat ajar serta pelatihan dan penyediaan sumber belajar
guru, kepala sekolah, dan dinas pendidikan yang dapat diakses melalui
platform Merdeka Mengajar (KSMN 2022).
Namun juga tidak menutupi bahwa model pembelajaran ini memiliki
kekurangan yaitu sebagai berikut:
1. Pembelajaran dengan berbasis project memerlukan banyak waktu yang
harus disediakan untuk menyelesaikan permasalahan yang kompleks.
2. Banyak orang tua siswa yang merasa dirugikan karena menambah
biaya untuk memasuki sistem baru.
3. Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional.
4. Banyak peralatan yang harus disediakan, maka dari itu disarankan
untuk menggunakan team teaching dalam pembelajaran.
5. Siswa memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan
informasi akan mengalami kesulitan.
12
6. Terdapat kemungkinan bagi siswa yang kurang aktif dalam kerja
kelompok.
7. Apabila topik diberikan pada masing-masing kelompok berbeda,
karena dikhawatirkan siswa tidak memahami topik secara keseluruhan.
Akan tetapi kekurangan dalam model pembelajaran ini tidak perlu
dikhawatirkan. Berikut terdapat beberapa hal sebagai cara untuk
mengatasi kekurangan atau kelemahan dalam model pembelajaran ini
yaitu sebagai berikut:
1. Memfasilitasi siswa dalam menghadapi masalah.
2. Membatasi waktu siswa dalam menyelesaikan project.
3. Meminimalisir biaya pengeluaran.
4. Menyediakan peralatan sederhana yang terdapat dilingkungan
sekitar.
5. Memilih lokasi penelitian yang mudah dijangkau.
6. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan sehingga guru
dan siswa merasa nyaman dalam pembelajaran.
7. Penerapan model pembelajaran Project Based Learning dapat
dilakukan dengan baik apabila sintaks sudah dipersiapkan dengan
baik.
13
pada masa sebelum pandemi menjadi satu satuanya kurikulum yang
digunakan satuan pendidikan dalam pembelajaran. Masa pandemi 2020 s.d.
2021 Kemendikburistek mengeluarkan kebijakan penggunaan Kurikulum
2013 dan Kurikulum Darurat (Kur-2013 yang disederhanakan) menjadi
rujukan kurikulum bagi satuan pendidikan. Masa pandemi 2021 s.d. 2022
Kemendikburistek mengeluarkan kebijakan penggunaan Kurikulum 2013,
Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Merdeka di Sekolah Penggerak (SP) dan
SMK Pusat Keunggulan (PK).
Pada masa sebelum dan pandemi, Kemendikburistek mengeluarkan
kebijakan penggunaan Kurikulum 2013 kemudian Kurikulum 2013
disederhanakan menjadi kurikulum darurat yang memberikan kemudahan bagi
satuan pendidikan dalam mengelola pembelajaran jadi lebih mudah dengan
substansi materi yang esensial. Kurikulum Merdeka di SP/SMK-PK menjadi
angin segar dalam upaya perbaikan dan pemulihan pembelajaran yang
diluncurkan pertama kali tahun 2021.
Pemulihan pembelajaran tahun 2022 s.d. 2024, Kemendikburistek
mengeluarkan kebijakan bahwa sekolah yang belum siap untuk menggunakan
Kurikulum Merdeka masih dapat menggunakan Kurikulum 2013 sebagai
dasar pengelolaan pembelajaran, begitu juga Kurikulum Darurat yang
merupakan modifikasi dari Kurikulum 2013 masih dapat digunakan oleh
satuan pendidikan tersebut. Kurikulum Merdeka sebagai opsi bagi semua
satuan pendidikan yang di dalam proses pendataan merupakan satuan
pendidikan yang siap melaksanakan Kurikulum Merdeka.
Tahun 2024 menjadi penentuan kebijakan kurikulum nasional berdasarkan
evaluasi terhadap kurikulum pada masa pemulihan pembelajaran. Evaluasi ini
menjadi acuan Kemendikburistek dalam mengambil kebijakan lanjutan pasca
pemulihan pembelajaran (22Ap).
Kebijakan yang dirancang untuk membuat lompatan besar dalam aspek
kualitas pendidikan kita—telah diluncurkan. Suka tak suka, kebijakan itu
memang harus dilakukan agar kita mampu menciptakan sumber daya manusia
(SDM) unggul untuk menghadapi tantangan masa depan yang penuh
ketidakpastian.
14
Untuk mencetak SDM unggul, pemerintah sungguh sangat serius. Itu
sebabnya baru-baru ini Mendikbud meluncurkan kebijakan Merdeka Belajar
dan Kampus Merdeka. Tulisan ini akan menyoroti program pertama, Merdeka
Belajar, terutama implikasi terhadap implementasinya.
Kebijakan itu sungguh luar biasa semangat dan tujuannya, yaitu untuk
membangun SDM unggul. Namun, kebijakan itu masih ada celah-celah yang
perlu mendapatkan umpan balik. Pasokan umpan balik ini merupakan bentuk
dukungan kepada Mendikbud dalam implementasi kebijakan Merdeka Belajar.
Kebijakan Merdeka Belajar merupakan skenario perubahan pendidikan
yang signifikan dan mendasar dibandingkan dengan praktik pendidikan
selama ini. Perubahan pendidikan menyangkut aspek sistem makro, mikro,
dan meso. Perubahan-perubahan yang terjadi di super apps seperti Grab,
Gojek, dan Tokopedia, tidak bisa serta-merta diadopsi untuk institusi
pendidikan.
Teliti implikasi
Ada penurunan nilai jika dibandingkan dengan USBN dan UN yang berbasis
kertas dan pensil. Artinya, persoalan integritas dan kejujuran menjadi
pertanyaan. Kalau Merdeka Belajar nanti implikasinya menurunkan kejujuran
sekolah, ini akan menjadi paradoks bagi diselenggarakannya survei karakter
yang akan menyertai UN format baru (asesmen kompetensi minimal) pada
tahun 2021.
15
Jadi, watak perubahan RPP ini, menurut teori Jackson, termasuk tidak
meyakinkan dan belum ada bukti nyata. Para guru berseloroh: ”RPP satu
halaman, tetapi lampirannya kita buat lima halaman”.
Mendikbud telah memberi isyarat bahwa dalam RPP itu yang penting adalah
adanya refleksi para guru sehabis mengajar untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran berikutnya. Namun, hanya dengan isyarat itu tidak cukup
meyakinkan guru meski dengan isyarat itu saya sangat setuju karena bisa
keluar dari kultur RPP yang hanya formalitas dan akhirnya menjadi ”dokumen
munafik”.
Oleh karena itu, jangan heran USBN itu nanti bisa berubah menjadi USBD
(ujian sekolah berbasis daerah) di tingkat provinsi agar daerah itu bisa
melaksanakan zonasi jalur prestasi sebanyak 30 persen.
Kalau tiap sekolah melakukan ujian sendiri-sendiri, tentu hasilnya tidak bisa
dibandingkan dan tidak bisa digunakan untuk mengambil keputusan
menentukan siapa yang berhak masuk jalur prestasi 30 persen dalam kebijakan
zonasi. Kemungkinan lain, sekolah berkualitas harus mengadakan tes seleksi
dengan implikasi terjadinya moral hazard titip-menitip dari orang-orang yang
berpengaruh (Suyanto 2020).
16
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Merdeka belajar merupakan kebebasan didalam menentukan cara
berperilaku. berprose, berfikir, berlaku kreatif guna pengembangan diri setiap
individu dengan menentukan nasib dirinya sendiri.
2. Free choice
3. Personalized learning
4. Berbasis proyek
5. Pengalaman lapangan
6. Interpretasi data
3. Penyederhanaan RPP
17
1. Anak Didik Bebas Berekspresi
3. Rpp 1 lembar
Kekurangannya:
3. Kurangnya referensi
18
DAFTAR PUSTAKA
19