THAHARAH
NAMA KELOMPOK 2 :
1. AMMAR KHATIB
2. AMZ SIREGAR
4. ELPIANA
5. IRVAN ZULFIKAR
6. JUSMAN
7. LINDA ANJELI
2023 / 2024
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kepada ALLAH SWT atas rahmat dan keberkahannya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “THAHARAH”. Dan tidak
lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini dan terimakasih juga kepada bapak dosen pengampu mata kuliah
HADITS.
Kami sadari makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karna itu kami mengharapkan
adanya kritik dan saran dari pembaca / pendengar yang membangun demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah yang kami susun ini dapat menambah wawasan yang bermanfaat kepada
para pembaca / pendengar.
PENYUSUN
Kelompok 2
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...........................................................................................................I
KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..............................................................................................4
C. Tujuan Masalah..................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Thaharah..............................................................................................5
A. Kesimpulan........................................................................................................8
B. Saran....................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Thaharah atau bersuci merupakan masalah penting dalam Islam, baik secara hakiki
maupun secara hukmi. Hakiki disini maksudnya adalah hal hal yang terkait dengan
kebersihan badan, pakaian, dan tempat shalat dari najis, sedangkan secara hukmi adalah
sucinya wudhu kita dari hadats. Bersuci dari hadats dan najis adalah syarat sahnya seorang
muslim dalam mengerjakan ibadah. Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya banyak
sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah. Thaharah sebagai bukti bahwa Islam
amat mementingkan kebersihan dan kesucian.
B. Rumusan Masalah
1. Definisi Thaharah
C. Tujuan Masalah
Tujuan dari pembahasan ini agar pemateri dan pembaca / pendengar dapat memahami
pengertian dari thaharah, ketentuan thaharah, alat alat bersuci, macam macam najis dan tata
cara mensucikannya, penjelasan dari istinja’, macam macam hadats dan cara mensucikannya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Thaharah
Secara bahasa thaharah artinya membersihkan kotoran, baik kotoran yang berwujud
maupun yang tak berwujud. Kemudian secara istilah, thaharah artinya menghlangkan
hadas,najis dan kotoran (dari tubuh, yang menyebabkan tidak sahnya ibadah lainnya)
menggunakan air atau tanah yang bersih. Sedangkan menurut hukum syara’, thaharah artinya
suci dari hadas dan najis.
B. Jenis Thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua, secara batin dan lahir, keduanya termasuk di antara
cabang keimanan. Thaharah bathiniyah ialah menyucikan diri dari kotoran kesyirikan dan
kemaksiatan dari diri dengan cara menegakkan tauhid dan beramal saleh. Thaharah lahiriyah
ialah menyucikan diri menghilangkan hadats dan najis.
C. Bentuk Thaharah
1. Berwudhu
Adalah salah satu cara menyucikan anggota tubuh dengan air. Seorang
muslim diwajibkan bersuci setiap akan melaksanakan shalat.
2. Tayammum
Adalah thaharah dengan tanah (debu) sebagai pengganti air ketika tidak ada
air ataupun sedang berhalangan menggunakan air.
3. Mandi Besar
D. Berwudhu
Sebagaimana yang telah kita pahami bahwa wudhu merupakan(cara bersuci)
dengan menggunakan air, yang berhubungan dengan muka, kedua tangan, kepala dan kedua
kaki.
Penjelasan lebih lanjut mengenai wudhu sebagaimana berikut:
ۚ َٰٓيَأُّيَها ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنٓو ۟ا ِإَذ ا ُقْم ُتْم ِإَلى ٱلَّص َلٰو ِة َفٱْغ ِس ُلو۟ا ُو ُج وَهُك ْم َو َأْيِدَيُك ْم ِإَلى ٱْلَم َر اِفِق َو ٱْم َسُح و۟ا ِبُرُء وِس ُك ْم َو َأْر ُج َلُك ْم ِإَلى ٱْلَك ْعَبْيِن
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh)
kakimu sampai dengan kedua mata kaki.( al-maidah:5:6)
- dari hadits. Abu hurairah ra. Meriwayatkan, bahwa, rasulullah saw. Bersabda,
“ shalat salah seorang di antara kalian tidak (akan)ndi terima apabila ia masih
berhadas, sampai ia wudhu.” HR. bukhari, muslim, abu daud dan tirmizi.
Dari ijtima’ ulama (kesepakatan para ulama). Kaum muslimin sepakat tentang di
syariatnya wudhu sejak masa rasulullah SAW. Sampai sekarang. Karnanya, wudhu
merupakan perintah yang harus di ketahui.
B. Rukun wudhu
wudhu mempunyai beberapa rukun yang harus di penuhi secara sempurna. Jika
salah satu rukun tersebut tertinggal, maka yang dilakukan tidak sah menurut hukum
syara’. Uraian lengkapnya sebagai berikut:
1. Syarat (Niat wudhu)
Hakikat niat adalah keinginan yang di tunjukkan pada suatu perbuatan tertentu
demi menggapai ridho allah dan sebagai wujud pelaksaan atas perintahnya. Niat
merupakan perbuatan hati, yang tidak berhubungan dengan ucapan secara lisan. Dan
melafalkan niat tidak ada ajaran dalam syara’. Dalil diwajibkannya niat adalah hadits
umar ra. Rasulullah SAW. Bersabda,
Sebagian ulama berpendapat bahwa niat adalah syarat wudhu, ini adalah
pendapat imam syafi’I, malik, ahmad,abu tsaur dan daud.sementara sebagian yang
lainnya berpendapat bahwa niat bukanlah syarat, ini adalah pendapat abu hanifah dan
ats-tsauri.
Para ulama berbeda pendapat tentang berturut-turut (muwalah) dalam amalan wudhu:
1. Malik berpendapat bahwa berturut-turut adalah fardhu hukumnya jika ingat
dan sanggup menunaikannya, lalu kewajiban tersebut gugur ketika lupa, atau
1
Sabiq sayyid, Op.Cit., hal.73
tidak lupa tapi tidak sanggup menunaikannya dengan syarat tidak terlalu lama
masa jedanya.
2. Sementara imam Syaf i dan Abu Hanifah berpendapat bahwa berturut-turut
tidak termasuk kewajiban dalam wudhu.2
Para ulama berbeda pendapat tentang wajibnya tertib dalam praktek wudhu sesuai
dengan urutan ayat: Sebagian ulama berpendapat tertib adalah sunah, ini adalah pendapat
yang diungkapkan dari ulama-ulama muta'akhir dari kalangan pengikut Imam Malik yang
diambil dari madzhab Maliki, ini pula pendapat yang dipegang oleh Abu Hanifah, Ats-T'sauri
dan Daud.
Sebagian ulama lain berpendapat tertib adalah fardhu, inilah pendapat yang dipegang
oleh Imam Syaf i, Ahmad dan Abu Ubaid. Tertib ini berlaku antara vang fardhu dengan
fardhu. adapun tertib antara fardhu dengan sunah para ulama berbeda pendapat:
1. Malik berpendapat mustahab (dianjurkan).
2. Sementara Abu tlanifah berpendapat sunair. 3
3
Ibnu rusyd, Bidayatul Mujtahud, Terj.Abu Usamah Fakhtur Rokhman(Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), hal. 19.
Syaf I berpendapat bahwa batasan banyak adalah dua kulah dengan
ukuran kulah Hajar, tepatnya sama dengan lima ratus liter.
Ulama lainnya tidak memberikan batasan, akan tetapi mereka
berkata, "Bahwa najis dapat merusak air yang sedikit walaupun salah satu
sifatnya tidak berubah," pendapat ini diriwayatkan dari Imam Malik.4
4
Ibnu rusyd, Op.Cit., h.50.
2. Sebagian ulama lainnya menyatakan bahwa air bercampur tersebut masih
E. Tayamum
Praktek Bersuci yang dapat Diganti dengan Tayammum
Para ulama telah sepakat bahwa tayammum sebagai pengganti dari bersuci
kecil (wudhu), dan mereka berbeda pendapat apakah dapat mengganti bersuci
besar(mandi
l. Diriwayatkan dari Umar dan Ibnu Mas'ud bahwa tayammum tidak bisa
dijadikan pengganti untuk mandi (menghilangkan hadats besar).
2. Ali dan beberapa sahabat yang lain berpendapat bahwa tayammum bisa
menjadi pengganti untuk bersuci dari hadats besar, dan pendapat inijuga
dianut oleh mayoritas ulama fikih.
F. Mandi besar
5
Ibnu rusyd, Op.Cit., h.92.
Hal-hal yang Membatalkan Mandi Hadats
1. Keluarnya mani
l. Keluar mani dengan cara sehat saat tidur ataupun terjaga, baik bagi laki-laki
maupun perempuan wajib hukumnya untuk mandi hadats.Takhrij-nyatelahdisebutkan.
Kecuali sebuah pendapat yang disampaikan An-Nakha'i yang tidak mewajibkan
mandi bagi seorang wanita disebabkan mimpi bersenggama'
2. Hanya saja, jumhur ulama sepakat untuk menyamakan konteks hukum bagi
laki-laki dan perempuan dalam hal mimpiTima' (senggama). Berdalit dengan hadits
Ummu Salamah RA yang tsabit, "Wahai Rasulultah, seorang wanita telah bermimpi
seperti yang dilihat oleh lakilaki datam tidurnya. Apakah wajib baginya untuk mandi
hadats?" Beliau
menjawab, "Ya,.iika dia melihat air (mani).
1. Haid
Adapun hadats kedua yang disepakati untuk dilakukannya mandi hadats
adalah darah haid (kala berhenti keluar). lni berdasarkan firman Allah SWT: Dan
mereka bertanya kepadamu tentang haidh.--" (Qs' Al Baqarah [2]:222) Demikian pula
berdasarkan perbuatan Nabi SAW yang mengajarkan mandi kepada Aisyah RA
karena haid, dan para istri beliau lainnya. Para ulama berbeda pendapat dalam hal
ushul pada masalah ini. Dan terbagi dalam dua masalah yang cukup populer berikut
ini:
2. Jima' (senggama)
Para sahabat Rasulullah SAW berbeda pendapat seputar batasan jima' yang
mewajibkan untuk mandi: Sebagian para sahabat ada yang berpendapat bahwa yang
mewajibkan mandi adalah ketika bertemunya dua khitan (alat kelamin), baik yang
menyebabkan keluarnya mani ataupun tidak. Inilah pendapat yang dipegang oleh
kebanyakan ulama di berbagai negeri, Malik dan pengikutnya, Syaf i dan
pengikutnya, demikian pula sekelompok dari kalangan Ahluzh-Zhuftn' (kalangan
tekstualis pengikut madzhab Daud Azh-Zhahiri). Sementara sekelompok ulama dari
kalangan Ahluzh-Zhahir
berpendapat bahwa mandi hanya wajib dilakukan karena keluarnya mani.6
3. Jenis mani yang mewajibkan mandi
Para ulama berbeda pendapat tentang karakter (enis) mani yang
andai keluar maka mewajibkan dilakukannya bersuci: Malik mempertimbangkan
keluarnya mani disebabkan oleh adanya syahwat. Syaf i menilai konteks keluarnya
mani-lah yang mewajibkan dilakukannya mandi, baik dengan adanya syahwat
ataupun tidak.
6
Ibnu rusyd, Op.Cit., h98..
Hukum Janabah dan Haid
1. Masuk ke dalam masjid
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum masuknya orang yang tengah
junub ke dalam masjid, menjadi tiga pendapat: l. Sekelompok ulama melarangnya
secara mutlak. Ini adalah pendapat madzhab Maliki dan pengikutnya. 2.ulama lain
melarangnya, kecuali bagi yang hanya sekedar lewat masjid dan tidak berdiam di
dalamnya. Di antara yang berpendapat demikian adalah Syaf i.
.BolehuntukSemuaorang(baikyangberjunubmaupuntidak)'Di antara yang
berpendapat demikian setahu kami adalah Daud Azh-zhahiri dan para
pengikutnya.
2. Menyentuh mushaf Al Qur'an
Sekelompok ulama menyatakan orang yang junub boleh hanya sekedar
menyentuhnya. Sedangkan ulama lain melarangnya, mereka adalah kalangan
ulama yang melarang seorang yang junub untuk menyentuh mushaf ketika tidak
berwudhu.
3. Membaca Al Qur'an bagi orang yang tengah junub
Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini. Jumhur ulama melarangnya,
sedangkan sekelompok ulama membolehkannya.
Dalam hubungan Thaharah dengan Kesehatan memiliki hubungan yaitu menjaga keadaan
tubuh tetap bersih dan suci sehingga cenderung lebih hati hati dalam bertindak dan
menyentuh barang atau yang lainnya sehingga meminimalisir terjangkitnya virus penyakit.
Sedangkan hubungan Thaharah dengan Kebersihan suatu hakikat yang utama dimana
agama kita menekankan dan memperhatikan perihal bersuci.hakikat dmna umat Islam harus
selalu menjaga kebersihan agar terhindar dari penyakit.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Thaharah berarti bersuci. Thaharah memiliki macam macam cara yakni berwudu,
bertayammum, dan mandi kecil / besar. Dalam melakukan thaharah juga memiliki sarana
berupa air yang mempunyai macam – macam jenis ada yang bisa digunakan untuk bersuci
ada juga yang tidak.Thaharah pun memliki hubungan bagi kebersihan,kesehatan,dan
keindahan lingkungan kita.
B. saran
Semoga isi dari makalah ini dapat menambah wawasan pemateri dan pembaca / pendengar,
menambah ilmu pengetahuan dll.
DAFTAR PUSTAKA