Anda di halaman 1dari 15

Makalah Fiqh Ibadah

tentang
“Wudhu, Mandi, dan Tayamum”

Disusun oleh:
Mutia Zahara 2114040030

Dosen Pengampuh:
Rudi Hartono, S.HI, M.A

Prodi Tadris Matematika III-A


Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri (UIN)
Imam Bonjol Padang
1444H/2022M
Kata Pengantar
Puji syukur atas kehadirat Allah swt yang telah rahmat dan kuasanya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini dengan semestinya. Tak lupa shalawat beserta salam untuk
junjungan kita Nabi Muhammad saw. Semoga Makalah yang berjudul Wudhu, Mandi dan
Tayamum ini dapat berguna oleh pembaca untuk menjalankan ibadah sehari-harinya.
Terimakasih kepada bapak Rudi Hartono S.Hi, M.A, selaku dosen matakuliah Fiqh Ibadah
yang telah membimbing dalam memberikan sumber rujukan dalam penulisan makalah ini.

Padang, 10 September 2022

Mutia Zahara
Daftar Isi

Kata Pengantar
Daftar Isi
Pendahuluan
A. Wudhu
1. Definisi Wudhu
2. Dasar Diberlakukannya Wudhu.
3. Hukum Wudhu
4. Rukun Wudhu.
5. Sunnah-Sunnah Wudhu.
6. Perkara Yang Membatalkan Wudhu.

B. Mandi
1. Definisi Mandi.
2. Beberapa Hal Yang Mewajibkan Mandi.
3. Beberapa Hal Yang Haram Dilakukan Oleh Orang Yang Junub.
4. Mandi Sunnah.
5. Tatacara Mandi.
6. Sunnah-Sunnah Mandi.

C. Tayamum
1. Definisi Tayamum.
2. Dasar Diberlakukannya Tayamum.
3. Sebab Diberlakukannya Tayamum.
4. Sebab Diperbolehkannya Tayamum.
5. Debu Yang Digunakan Untuk Tayamum.
6. Tatacara Tayamum.
7. Beberapa Hal Yang Membatalkan Tayamum
Penutup
Daftar Pustaka
Pendahuluan
A. Latar Belakang.
Thaharah adalah menghilangkan atau mensucikan diri dari hadas dan najis.
Sebelum melakukan ibadah, umat muslim diwajibkan untuk bersuci terlebih dahulu.
Baik untuk menghilangkan hadas besar maupun hadas kecil.
Dalam makalah ini akan dijelaskan bagaimana cara bersuci seperti berwudhu,
mandi, dan juga bertayamum, jika dalam kondisi yang sulit untuk mendapatkan air.

B. Rumusan Masalah.
1. Apa pengertian wudhu.?
2. Apa dasar diberlakukannya wudhu.?
3. Bagaimana hukum wudhu.?
4. Apa saja rukun wudhu.?
5. Apa saja sunnah-sunnah wudhu.?
6. Apa saja yang dapat membatalkan wudhu.?
7. Apa pengertian mandi.?
8. Apa yang mewajibkan mandi.?
9. Apa saja yang termasuk dalam mandi sunnah.?
10. Apa saja sunnah-sunnah mandi.?
11. Apa yang dimaksud dengan tayamum.?
12. Apa dasar diberlakukannya tayamum.?
13. Debu seperti apa yang boleh digunakan untuk tayamum.?
14. Apa saja yang dapat membatalkan tayamum.?

C. Tujuan.
1. Untuk mengetahui pengertian wudhu.
2. Untuk mengetahui dasar hukum wudhu.
3. Untuk mengetahui rukun-rukun wudhu.
4. Untuk mengetahui sunnah-sunnah wudhu.
5. Untuk mengetahui hal-hal yang dapat membatalkan wudhu.
6. Untuk mengetahui pengertian mandi.
7. Untuk mengetahui macam-macam mandi sunnah.
8. Untuk mengetahui sunnah-sunnah mandi.
9. Untuk mengetahui pengertian tayamum.
10. Untuk mengetahui dasar hukum tayamum.
11. Untuk mengetahui debu yang dapat digunakan untuk tayamum.
12. Untuk mengetahui hal yang dapat membatalkan tayamum.
Wudhu, Mandi, dan Tayamum

A. Wudhu.
1. Definisi Wudhu.
Kata wudhu’ (‫ )الوضوء‬dalam bahasa Arab berasal dari kata al-wadha’ah (‫)الوضاءة‬
yang bermakna al-hasan, yaitu kebaikan. Dan juga sekaligus bermakna an-
andzafah (‫)الظافة‬, yaitu kebersihan.1
Sedangkan menurut istilah adalah: sifat yang nyata yang dilakukan dengan
anggota badan tertentu, yang dapat menghilangkan hadas kecil yang ada
hubungannya dengan shalat.
Wahbah Zuhayli dalam bukunya Al-Fiqhu Al-Islami Waadillatuhu,
mendefinisikan wudhu adalah: air yang suci pada anggota badan (muka, tangan,
sebagian kepala dan kaki) berdasarkan sifat yang telah ditetapkan oleh syara.
Sedangkan menurut istilah syara wudhu adalah: membasuh muka, kedua tangan
sampai siku, mengusap sebagian kepala dan membasuh kaki didahului dengan niat
dan dilakukan dengan tertib.2

2. Dasar Diberlakukannya Wudhu.


Perintah wudhu diberikan kepada orang yang akan mengerjakan shalat,
dan menjadi salah satu dari syarat sahnya shalat.
‫ياايهاالذين امنوا اذا قمتم الى الصالة فاغسلوا وجوهكم وايديكم الى المرافق وامسحوا برؤسكم‬
c‫وارجلكم الى الكعبين‬
“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu hendak mengerjakan shalat,
maka basuhlah mukamu, dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu, dan
(basuh) kakimu sampai mata kaki.”(Al-Maidah [5] : 6).3

3. Hukum Wudhu.
Hukum wudhu bisa wajib dan sunnah, tergantung konteks untuk apa kita
berwudhu.
1) Fardhu / Wajib.
Hukum wudhu menjadi fardhu atau wajib bila seseorang akan melakukan;
a. Melakukan Shalat.
Untuk melakukan shalat diwajibkan berwudhu', baik untuk shalat
wajib maupun shalat sunnah. Termasuk juga di dalamnya sujud tilawah.
b. Menyentuh Mushaf.
Jumhur ulama umumnya menyatakan bahwa diharamkan
menyentuh mushaf Al-Quran bila seseorang dalam keadaan hadats kecil,
atau dalam kata lain bila tidak punya wudhu'.
1
Ahmad Sarwat. LC, Fiqih Thaharah, DU Center Press, hal. 116.
2
Dr. H. Khoirul Abror, M.H, Fiqh Ibadah, Arjasa Pratama Bandar Lampung, 2019, hal. 35.
3
Ibid.
Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa haram bagi
orang yang dalam keadaan hadats kecil untuk menyentuh mushaf meski
pun dengan alas atau batang lidi.
Sedangkan Al-Hanafiyah meski mengharamkan sentuhan langsung,
namun bila dengan menggunakan alas atau batang lidi, hukumnya boleh.
Syaratnya, alas atau batang lidi itu suci tidak mengandung najis.
c. Tawaf di seputar Ka’bah.
Jumhur ulama mengatakan bahwa hukum berwudhu` untuk tawaf
di ka`bah adalah fardhu. Kecuali Al-Hanafiyah. Hal itu didasari oleh hadits
Rasulullah SAW yang berbunyi :
Dari Ibnu Abbas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Tawaf di
Ka`bah itu adalah shalat, kecuali Allah telah membolehkannya untuk
berbicara saat tawaf. Siapa yang mau bicara saat tawaf, maka
bicaralah yang baik-baik.(HR. Ibnu Hibban, Al-Hakim dan Tirmizy)

2) Sunnah.
Sedangkan yang bersifat sunnah adalah bila akan mengerjakan hal-hal berikut
ini:
a. Mengulangi wudhu untuk tiap shalat.
Hal itu didasarkan atas hadits Rasulullah SAW yang
menyunnahkan setiap akan shalat untuk memperbaharui wudhu` meskipun
belum batal wudhu`nya. Dalilnya adalah hadits berikut ini :
Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Seandainya
tidak memberatkan ummatku, pastilah aku akan perintahkan untuk
berwudhu pada tiap mau shalat. Dan wudhu itu dengan bersiwak.
(HR. Ahmad dengan isnad yang shahih)
b. Menyentuh kitab-kitab Syar’iyah.
Seperti kitab tafsir, hadits, aqidah, fiqih dan lainnya. Namun bila di
dalamnya lebih dominan ayat Al-Quran Al-Kariem, maka hukumnya
menjadi wajib.
c. Ketika akan tidur.
Al-Hanafiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyatakan
bahwa berwuhu ketika akan tidur adalah sunnah, sehingga seorang muslim
tidur dalam keadaan suci.
Al-Malikiyah menyatakan bahwa wudhu sebelum tidur hukumnya
mustahab. Dan dalam salah satu qaul dalam mazhab itu disebutkan bahwa
wudhu' junub disunnahkan sebelum tidur.
Sedangkan Al-Baghawi dari kalangan Asy-Syafi'iyah mengatakan bahwa
wudhu menjelang tidur bukan merupakan sesuatu yang mustahab.
d. Sebelum Mandi Janabah.
Sebelum mandi janabat disunnahkan untuk berwudhu` terlebih
dahulu. Demikian juga disunnahkan berwudhu` bila seorang yang dalam
keadaan junub mau makan, minum, tidur atau mengulangi berjimak lagi.
e. Ketika marah.
Untuk meredakan marah, ada dalil perintah dari Rasulullah SAW
untuk meredakannya dengan membasuh muka dan berwudhu`.
“Bila kamu marah, hendaklah kamu berwudhu`. (HR. Ahmad dalam
musnadnya)
f. Ketika membaca Al-Qur’an.
Hukum berwudhu ketika membaca Al-Quran Al-Kariem adalah
sunnah, bukan wajib. Berbeda dengan menyentuh mushaf menurut jumhur.
Demikian juga hukumnya sunnah bila akan membaca hadits Rasulullah
SAW serta membaca kitab-kitab syariah.
g. Ketika melantunkan adzan dan iqamat.
Para ulama sepakat disunnahkannya wudhu untuk orang yang
melakukan adzan. Namun mereka berbeda pendapat bila dilakukan oleh
orang yang mengumandangkan iqamat.
h. Dzikir.
Keempat mazhab yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-
Syafi'iyah dan Al-Hanabilah sepakat disunnahkannya wudhu ketika
berdzikir.
i. Khutbah.
Jumhur ulama mengatakan bahwa wudhu untuk khutbah hukumnya
mustahab. Lantaran Nabi SAW tiap selesai khutbah, langsung melakukan
shalat tanpa berwudhu' lagi. Setidaknya, hukumnya menjadi sunnah.
Sedangkan dalam pandangan mazhab Al-Malikiyah dan Asy-Syafi'iyah,
berwudhu pada khutbah Jumat merupakan syarat sah.
j. Ziarah ke makan Nabi saw.
Para ulama menyepakati bahwa ketika seseorang berziarah ke
makam Nabi SAW, maka disunnahkan atasnya untuk berwudhu.
Berwudhu yang dilakukan itu merupakan bentuk pentakdzhiman atas diri
Rasulullah SAW.
Selain itu karena letaknya hari ini yang berada di dalam masjid,
maka secara otomatis, memang sudah disunnahkan untuk berwudhu
sebelumnya.

4. Rukun Wudhu.
Wudhu mempunyai beberapa rukun yang harus dipenuhi secara sempurna.
Jika salah satu rukun tersebut tertinggal, maka wudhu yang dilakukan tidak sah
menurut hukum syara’.
1) Niat.
Hakikat niat adalah keinginan yang ditujukan pada suatu perbuatan tertentu
demi menggapai ridha Allah dan sebagai wujud pelaksanaan atas perintah-
Nya. Niat merupakan perbuatan hati, yang tidak berhubungan dengan ucapan
secara lisan. Dan melafalkan niat tidak ada ajaran dalam syara’.
2) Membasuh muka satu kali.
Yaitu mengalirkan air ke muka. Sebab arti membasuh adalah mengalirkan.
Batas panjang muka ialah mulai dari bagian atas dahi hingga dagu. Sedangkan
batas lebarnya dimulai dari tepi telinga sebelah kanan hingga tepi telinga
sebelah kiri.
3) Membasuh kedua tangan hingga ke siku.
Siku adalah sendi yang menghubungkan tangan dengan lengan. Kedua siku
tersebut termasuk anggota tubuh yang wajib dibasuh.
4) Mengusap kepala.
Maksudnya adalah mengusapkan air ke kepala hingga basah. Bentuk
mengusap tidak bisa terwujud kecuali dengan menggerakkan anggota tubuh
yang dipergunakan untuk mengusap dan menempelkannya pada anggota tubuh
yang diusap.
5) Mengusap kedua kaki hingga mata kaki.
6) Tertib dan berurutan.

5. Sunnah-Sunnah Wudhu.
Sunnah wudhu adalah bacaan atau perbuatan yang sering dilakukan oleh
Rasulullah saw dan tidak ada larangan bagi seseorang yang ingin
meninggalkannya. Diantaranya sunnah-sunnah wudhu adalah:
1) Memulai dengan membaca basmalah.
2) Menggosok gigi atau bersiwak.
3) Mencuci kedua telapak tangan sebanyak tiga kali.
4) Berkumur-kumur sebanyak tiga kali.
5) Memasukkan air ke hidung kemudian mengeluarkannya sebanyak tiga kali.
6) Menyela-nyela jenggot.
7) Menyela-nyela jati tangan dan kaki.
8) Membasuh sebanyak tiga kali.
9) Tayamun.
10) Menggosok.
11) Muwalah.
12) Mengusap kedua telinga.
13) Melebihi basuhan dari yang semestinya.
14) Mempergunakan air secukupnya, meskipun berwudhu dengan air laut.
15) Berdoa ketika sedang berwudhu.
16) Berdoa setelah berwudhu.

6. Perkara yang membatalkan Wudhu.


Ada beberapa hal yang dapat seseorang dari melakukan ibadah antaranya adalah:
1) Segala sesuatu yang keluar dari kemaluan.
2) Tidur pulas dan tidak menetap pada duduknya.
3) Hilangnya akal.
4) Menyentuh kemaluan dengan tanpa penghalang.

B. Mandi.
1. Definisi Mandi.
Mandi adalah aktivitas membasahi seluruh tubuh dengan air. Mandi
disyariatkan berdasarkan firman Allah swt.,
ْ ‫وَِإن ُكنتُم ُجنُبًا فَاطَّهَّر‬...
...‫ُوا‬
“...dan jika kalian junub (berhadas besar) maka bersucilah...”
(Al-Maidah [5] : 6)
2. Beberapa Hal yang Mewajibkan Mandi.
Hal-hal yang mewajibkan mandi ada lima macam, yaitu;
1) Keluarnya sperma karena rangsangan syahwat.
Baik keluarnya sperma secara sadar maupun tidak, baik laki-laki
maupun perempuan. Hal ini merupakan pendapat mayoritas ulama fikih yang
berlandaskan pada hadits Abu Sa’id. Ia berkata, Rasulullah saw bersabda,
“Mandi (wajib) dilakukan karena (keluarnya) air sperma.” HR Muslim.
2) Bertemunya dua kelamin (hubungan intim).
Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw. bersabda,
“jika seseorang telah berada dalam pelukan Wanita, Ialu
menyetubuhinya, maka mereka diwajibkan mandi, baik keluar sperma
maupun tidak”, HR Ahmad dan Muslim.
3) Berhentinya haid dan nifas.
Firman Allah swt.
“Mereka bertanya kepadaku tentang haid. Katakanlah, ‘Haid adalah
suatu kotoran’. Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari
wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati mereka, sebelum
mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka sesuai
dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya
Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang
yang mensucikan diri.” (Al-Baqarah [2] : 222)

Juga berdasarkan pada hadis Rasulullah saw yang disampaikan kepada


Fatimah binti Abu Hubaisy ra.,

َ ‫ضينَ فِيهَا ثُ َّم ا ْغت َِسلِي َو‬


‫صلِّي‬ ِ ‫در اَألي َِّام الَّتِي ُك ْن‬
ِ ‫ت تَ ِحي‬ َ َ‫صالَ ق‬
َّ ‫د َِعي ال‬
“Tinggalkanlah shalat selama hari-hari haid mu. (Jika sudah berhenti,
mandilah dan kerjakanlah shalat.” HR Bukhari Muslim.

Meskipun hadis tersebut hanya menerangkan masalah haid, namun nifas juga
mempunyai hukum yang sama dengan haid berdasarkan ijma’ sahabat.
Apabila seorang wanita melahirkan, tetapi tidak mengeluarkan darah, dalam
hal ini ada dua pendapat; Pendapat pertama: ia wajib mandi. Pendapat kedua:
ia tidak wajib mandi.
4) Meninggal dunia.
Para ulama sepakat, jika seseorang Muslim meninggal dunia, maka ia
wajib dimandikan.
5) Orang kafir yang memeluk agama islam.
Apabila orang kafir memeluk Islam, maka ia wajib mandi. Sebagai
dasar atas hal ini adalah hadits Abu Hurairah ra., bahwasanya Tsumamah al-
Hanafi ditawan oleh kaum Muslimin. Rasulullah saw. menjumpainya di waktu
pagi. Lantas beliau bertanya kepadanya, 'Apa yang engkau inginkan, wahai
Tsumamah?" Ia menjawab, " jika engkau membunuhku berarti engkau
membunuh orang yang telah berdamai. Jika engkau membebaskan diriku
berarti engkau membebaskan orang yang pandai berterima-kasih. Jika engkau
inginkan harta, kami bersedia memberimu berapapun harta yang engkau
kehendaki. Para sahabat menyarankan supaya menerima tebusan saja seraya
berkata, "Tidak ada gunanya bagi kita membunuh laki-laki ini?" Pada hari
berikutnya, Rasulullah saw. Menemuinya Iagi dan Tsumamah akhirnya
memeluk agama Islam. Ia pun dibebaskan dan Rasulullah saw. menyuruhnya
mandi di taman Abu Thalhah. Tsumamah pun mandi dan melaksanakan shalat
dua rakaat. Kemudian Rasulullah saw. bersabda, "Sungguh baik keislaman
saudara kalian ini.” HR Ahmad, tapi sumbernya dari Bukhari dan Muslim.

3. Beberapa Hal yang Haram Dilakukan Oleh Orang Yang Junub.


Ada beberapa hal yang haram dilakukan bagi orang yang junub,
diantaranya adalah:
1) Mengerjakan shalat.
2) Thawaf.
3) Membaca Al-Qur’an.
4) Berdiam di dalam masjid.

4. Mandi Sunnah.
Mandi sunnah adalah mandi yang apabila dikerjakan oleh seorang muallaf,
ia dipuji dan berpahala, dan apabila tidak dilakukan, maka ia tidak mendapatkan
cela ataupun siksa. Jenis mandi yang disunnahkan ada enam, yaitu:
1) Mandi Jum’at.
2) Mandi pada hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha).
3) Mandi setelah memandikan mayat.
4) Mandi Ihram.
5) Mandi ketika hendak memasuki kota Mekah.
6) Mandi ketika hendak wukuf di Arafah.

5. Tatacara Mandi.
Rukun-rukun mandi:
1) Berniat.
2) Membasuh seluruh anggota tubuh.
Allah swt
‫وَِٕان ُكنتُم ُجنُبًافَاطَّهَّرُوا‬
"...dan jika kalian junub (berhadas besar), maka bersucilah.." (Al-Maidah [5]
: 6).

Hakikat mandi adalah membasuh seluruh anggota tubuh dengan menyiramkan


air pada seluruh tubuh.

6. Sunnah-Sunnah Mandi.
Bagi orang yang akan mandi, hendaknya ia mengikuti cara yang dicontohkan
Rasulullah saw pada saat beliau mandi. Di antaranya adalah:
1) Membasuh kedua tangan sebanyak tiga kali.
2) Membasuh kemaluan.
3) Berwudhu dengan sempurna seperti wudhu untuk shalat. Dan hendaknya ia
mengakhirkan kedua kakinya sampai selesai mandi, jika mandinya dengan bak
dan sejenisnya.
4) Menyiramkan air di atas kepala sebanyak tiga kali dengan menyela-nyela
rambut agar air membasahi hingga ke pangkal rambut (air mengenai pori-pori
kepala).
5) Menyiramkan air ke seluruh tubuh dengan mendahulukan bagian tubuh
sebelah kanan. Dilanjutkan dengan bagian tubuh sebelah kiri, juga dianjurkan
untuk membersihkan kedua ketiak, bagian dalam telinga, pusar, jari-jari kaki
dan menggosok anggota tubuh yang bisa dijangkau (oleh tangan).

C. Tayamum.
1. Definisi Tayamum.
Tayamum menurut bahasa berarti bersengaja atau bermaksud. Sedangkan
jika ditinjau dari segi syara’ adalah bersengaja (menempelkan kedua telapak
tangan) pada tanah lantas diusapkan pada muka dan kedua telapak tangan dengan
niat agar dapat mengerjakan shalat dan ibadah yang lain.

2. Dasar Diberlakukannya Tayamum.


Tayamum disyariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’ ulama.
Firman Allah SWT.
َ ‫ضى َأوْ َعلَٰى َسفَ ٍرَأو َجٓا َءَأ َح ُد ِّمن ُكم ّمنَ ْالغَٓاِئ ِط َأولَٰ َمستُ ُم الِنَّ َسٓا ِء فَلَ ْم ت َِجدُوا َمٓا ًء فَتَيَ َّم ُم‬
‫واص ِعيدًاطَيِّبَا‬ ٰٓ ْ‫وَِإن ُكنتُم َّمر‬
‫فَا ْم َسحُوا بِ ُوجُو ِه ُكم َوَأ ْي ِدي ُكم ِإ َّن هّٰللا َ گانَ َغفُورًا‬
“Dan jika kalian sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat
buang air atau kalian telah menyentuh wanita, kemudian kalian tidak
mendapat air, maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang baik (suci);
usaplah muka dan tangan kalian. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi
Maha Pengampun.” (An-Nisa’ [4] : 43)

Dalam hadist Abu Umamah ra., Rasulullah saw. Bersabda,


“Bumi beserta isinya dijadikan untukmu dan untuk umatku sebagai masjid
dan (alat) bersuci. Dimanapun datang waktu shalat, maka (tanah) dapat
dijadikan sebagai tempat sujud (shalat) dan bersuci.” HR. Ahmad.

3. Sebab Diberlakukannya Tayamum.


Aisyah ra. meriwayatkan, “ Kami pergi bersama Rasulullah saw. dalam
suatu perjalanan. Ketika tiba di Baida’, kalungku terputus. Rasulullah saw. dan
para sahabat lalu berhenti untuk mencarinya. Tempat tersebut tidak didapati
sumber air dan mereka juga tidak membawa air. Akhirnya, para sahabat datang
menemui Abu Bakar ra. dan berkata, ‘Apakah engkau mengetahui, apa yang
dilakukan Aisyah?’ Abu Bakar lantas menemuiku yang saat itu Rasulullah saw.
sedang tidur di atas pahaku. Abu Bakar pun mencelaku sejadi-jadinya, bahkan ia
memukul pinggangku dengan tangannya. Saat itu, aku tidak bisa bergerak, karena
Rasulullah saw. sedang tidur di atas pahaku. Rasulullah saw. tidur sampai pagi
tanpa ada air. Kemudian Allah SWT. menurunkan ayat ‘maka bertayamumlah
kalian.’ Asid bin Hudhair berkata, ‘Ini bukanlah keberkahan pertama
dianugerahkan kepada keluarga Abu Bakar?’ Aisyah kemudian berkata, ‘Setelah
itu, para sahabat menghalau unta yang aku kendarai. Tidak lama kemudian, kami
menemukan kalung dibawahnya’”. HR. Bukhari, Muslim, Abu Daud, Nasa’i,
dan Ibnu Majah.

4. Sebab Diperbolehkannya Tayamum.


Bagi yang berhadas kecil maupun berhadas besar, ia diperbolehkan
tayamum, baik ketika bermukim maupun ketika dalam bepergian, jika terdapat
salah satu sebab berikut:
1) Apabila tidak mendapati air, atau terdapat air tetapi tidak cukup
dipergunakan untuk bersuci.
2) Apabila seseorang mendapati luka (di tubuhnya) atau sedang sakit yang
dikhawatirkan, jika terkena air akan semakin memperparah penyakit atau
memperlambat kesembuhan sakitnya berdasarkan pada kebiasaan atau
saran dari dokter.
3) Ketika air sangat dingin dan kemungkinan besar akan berbahaya bila
digunakan dan ia tidak bisa memanaskan air tersebut, meskipun meminta
bantuan kepada orang lain atau tidak mampu untuk masuk ke kamar
mandi.
4) Ketika air berada di dekatnya, tetapi dia mengkhawatirkan keselamatan
diri, kehormatan, dan hartanya; takut ditinggalkan oleh teman-temannya
(dalam perjalanan); lokasi air terhalang dengan adanya musuh yang
ditakutinya, baik berupa manusia maupun yang lain; dipenjara; air tidak
dapat diambil karena tidak adanya ketersediaan alat seperti tali dan timba.
Kondisi air seperti ini dihukumi sama seperti tidak ada. Dengan demikian
diperbolehkan bertayamum.
5) Jika ia membutuhkan air, baik untuk keperluan masa sekarang atau sebagai
persiapan pada masa yang akan datang, seperti untuk minum dirinya
sendiri atau untuk minum orang lain, bahkan hanya untuk keperluan
minum seekor anjing yang jinak sekalipun; untuk keperluan memasak,
membuat adonan atau untuk menghilangkan (menyucikan) najis yang tidak
bisa dimaafkan (harus dengan mencucinya). Dengan seperti ini, seseorang
diperbolehkan untuk bertayamum dan menyimpan air yang dimilikinya.
6) Pada saat seseorang bisa menggunakan air, tetapi khawatir jika waktu
shalat habis apabila wudhu atau mandi terlebih dahulu, maka ia
diperbolehkan tayamum dan shalat dengan tanpa ada kewajiban untuk
mengulangi shalat.

5. Debu yang Digunakan Untuk Tayamum.


Tayamum dapat dilakukan dengan menggunakan debu yang suci dan
segala sesuatu yang sejenis dengannya, seperti pasir, kerikil, dan kapur. Allah
SWT. berfirman,
‫فتي ّمموا صعيدا طيّبا‬...
“Maka bertayamumlah kalian dengan tanah yang baik (suci);” An-Nisa’ [4] :
(43)
6. Tata Cara Tayamum.
Hadis yang paling sahih dan tegas mengenai tatacara tayamum adalah
hadis yang diriwayatkan Ammar ra. Ia berkata, “ Ketika itu aku sedang junub dan
aku tidak mendapati air. Aku lantas bergelimang di atas tanah. Setelah itu aku
mengerjakan shalat. Aku pun menceritakan hal ini kepada Rasulullah saw.,
kemudian beliau bersabda, : “Sebenarnya kamu cukup melakukan seperti ini;
Rasulullah kemudian memukulkan kedua telapak tangannya ke tanah, lalu
meniupkan kedua telapak tangannya. Setelah itu, beliau mengusap bagian muka
dan kedua tangannya”
Rukun tayamum:
1) Niat.
2) Menempelkan kedua telapak tangan ke tanah (debu) yang suci.
3) Mengusapkan ke bagian muka, kemudian kedua tangan sampai siku.

7. Beberapa Hal yang Membatalkan Tayamum.


Semua hal yang membatalkan wudhu juga membatalkan tayamum. Sebab
tayamum merupakan pengganti wudhu. Tayamum juga batal jika sudah ada air
atau ada orang yang mulanya tidak diperbolehkan menggunakan air dan
dinyatakan sudah bisa menggunakannya. Jika seseorang melaksanakan shalat
dengan tayamum, kemudian ia menemukan air atau diperbolehkan
menggunakannya (bagi yang pada mulanya dilarang karena alasan tertentu)
setelah mengerjakan shalat, maka ia tidak wajib mengulangi shalatnya, meskipun
waktu shalat masih ada.
Rasulullah saw bersabda,
َ ُ‫صالَ ت‬
‫ك‬ َ ‫ك‬َ ‫صبتَ ال ُّسنَّةَ َوَأجْ َزَأت‬
َ ‫َأ‬
“Engkau telah melakukan (sesuatu) yang sesuai dengan sunnah dan shalatmu
sudah cukup.”

Rasulullah juga bersabda pada orang yang mengulangi wudhu dan shalatnya,
َ َ‫ل‬
‫ك األج ُر َم َّرتَ ْي ِن‬
“ Bagimu pahala dua kali lipat.” HR Abu Daud dan Nasa’i.

Jika seseorang menemukan air setelah waktu shalat tiba dan bisa
menggunakannya sebelum habis waktu shalat, maka tayamumnya batal dan ia
diwajibkan untuk wudhu sebagaimana keterangan hadits yang berasal dari Abu
Dzar. Jika orang yang junub atau wanita haid bertayamum lalu mengerjakan
Shalat, ia tidak diwajibkan mengulangi shalat yang sudah dikerjakannya. Tapi, ia
diwajibkan mandi apabila telah menemukan air dan bisa memungkinkan untuk
menggunakannya. Sebagai dasar atas hal ini adalah hadits Imran ra., ia berkata,
Rasulullah saw. melihat seorang laki-laki yang menjauhkan diri dan tidak ikut
serta mengerjakan shalat bersama yang lain. Beliau bertanya kepadanya 'Apa yang
membuatmu tidak ikut shalat bersama mereka?' Ia menjawab, "Wahai Rasulullah,
saya sedang junub, dan saya tidak mendapati air." Rasulullah saw. kemudian
bersabda, "Gunakanlah debu, karena debu sudah cukup bagimu." Selanjutnya
Imran menceritakan, bahwa setelah mereka menemukan air, Rasulullah saw.
memberikan bejana yang dipenuhi air kepada orang yang junub tadi seraya
bersabda, "Bawalah (air ini) dan siramkanlah pada seluruh tubuhmu!" HR
Bukhari.
Daftar Pustaka

Abror, Khoirul. 2019. Fiqh Ibadah. Bandar Lampung: CV. Arjasa Pratama.
Hidayatullah. 2019. Fiqh. Banjarmasin: Universitas Islam Kalimantan Muhammad
Arsya Albanjari.
Nurliana. 2021. Fiqh. Pekanbaru: LPPM STAI DINIYAH
Sabiq, Sayyid. 2008. Fiqh Sunnah. Jakarta: Cakrawala
Sarwat, Ahmad. 2010. Fiqih Thaharah. Cet. Pertama. DU Center Press.

Anda mungkin juga menyukai