Anda di halaman 1dari 3

C.

Bab Mandi

DEFINISI MANDI
Mandi adalah aktivitas membasahi tubuh dengan air. Mandi disyariatkan berdasarkan firman
Allah...........
“...dan jika kalian junub(berhadas besar) maka bersucilah...” Al-Maidah :6
 Beberapa hal yang mewajibkan mandi
1. Keluarnya seperma karena rangsangan syahwat
Baik keluar dalam keadaan tidur maupun sadar, baik laki-laki mupun perempuan. Hal ini
merupakan pendapat mayoritas ulama fiqih yang berlandaskan hadist Abu Sa’id ia
berkata Rasululah bersabda”mandi wajib dilakukan karena keluarnya air seperma.”HR
Muslim.
2. Bertemunya dua kemaluan walaupun tidak keluar mani.

Imam Asy Syafi’i  menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan “junub” dalam bahasa
Arab dimutlakkan secara hakikat pada jima’ (hubungan badan) walaupun tidak keluar
mani. Jika kita katakan bahwa si suami junub karena berhubungan badan dengan istrinya,
maka walaupun itu tidak keluar mani dianggap sebagai junub. Demikian nukilan dari
Ibnu Hajar Al Asqolani. Ketika menjelaskan hadits Abu Hurairah di atas, An
Nawawi mengatakan, “Makna hadits tersebut adalah wajibnya mandi tidak hanya
dibatasi dengan keluarnya mani. Akan tetapi, jika ujung kemaluan si pria telah berada
dalam kemaluan wanita, maka ketika itu keduanya sudah diwajibkan untuk mandi. Untuk
saat ini, hal ini tidak terdapat perselisihan pendapat. Yang terjadi perselisihan pendapat
ialah pada beberapa sahabat dan orang-orang setelahnya. Kemudian setelah itu terjadi
ijma’ (kesepakatan) ulama (bahwa meskipun tidak keluar mani ketika hubungan badan
tetap wajib mandi) sebagaimana yang pernah kami sebutkan

3. Ketika berhentinya darah haidh dan nifas.


Dalil mengenai hal ini adalah hadits ‘Aisyah berkata pada Fathimah binti Abi Hubaisy

‫صلِّى‬ ْ ‫صالَةَ َوِإ َذا َأ ْدبَ َر‬


ِ ‫ت فَا ْغ ِسلِى َع ْن‬
َ ‫ك ال َّد َم َو‬ َ ‫ت ْال َح ْي‬
َّ ‫ضةُ فَ َد ِعى ال‬ ِ َ‫فَِإ َذا َأ ْقبَل‬
“Apabila kamu datang haidh hendaklah kamu meninggalkan shalat. Apabila darah haidh
berhenti, hendaklah kamu mandi dan mendirikan shalat.” (HR. Bukhari no. 320 dan
Muslim no. 333).
Untuk nifas dihukumi sama dengan haidh berdasarkan ijma’ (kesepakatan) para ulama.
Asy Syaukani ra. mengatakan, “Mengenai wajibnya mandi karena berhentinya darah
haidh tidak ada perselisihan di antara para ulama. Yang menunjukkan hal ini adalah dalil
Al Qur’an dan hadits mutawatir (melalui jalur yang amat banyak). Begitu pula terdapat
ijma’ (kesepakatan) ulama mengenai wajibnya mandi ketika berhenti dari darah nifas

 Beberapa bentuk mandi yang di sunnahkan


1. Mandi pada hari jumat
Persyari’atannya: Mandi pada hari jum’at disunnatkan bagi orang yang hendak
melakukan shalat jum’at, sekalipun sebenarnya ia tidak berkewajiban melakukannya,
seperti orang yang sedang dalam perjalanan, atau orang wanita, atau anak kecil. Dan
adapula yang berpendapat, mandi ini disunnatkan bagi setiap orang, baik ia
melakukan shalat jum’at atau pun tidak
Adapun dalilnya, adalah sabda Nabi SAW:

‫ واللفظ له‬844 ‫ ومسلم‬872 ‫اِ َذااَ َرا َداَ َح ُد ُك ْم اَ ْن يَْأتِ َي ْال ُج ُم َعةَ فَ ْليَ ْغتَ ِسلْ (رواه البخارى‬
Apabila seorang dari kamu sekalian hendak melakukan shalat jum’at, maka hendaklah
ia mandi (H.R. al-Bukhari: 873, dan Muslim: 844, dan lafazh hadits ini menurut
Muslim). 

Waktu mandi: Saat mandi pada hari jum’at ialah sejak terbitnya fajar shadiq. Sedang
lebih dekat kepada saat pergi shalat jum’at adalah lebih baik, karena hal itu lebih
menjamin diperolehnya tujuan dari mandi, yaitu agar tubuh berbau harum, dan tidak
ada lagi keringat dan bau busuk. Hal itu karena disunnatkannya mandi pada hari
jum’at oleh agama Islam, adalah karena pada hari itu orang-orang berkumpul. Jadi,
supaya jangan ada yang tersiksa dengan bau busuk. Dan oleh karenanya, Nabi SAW
pernah melarang memakai bawang putih dan bawang merah terhadap orang yang akan
menghadiri shalat di masjid. 
2. Mandi hari raya Idul Fitri dan Idul Adha
Persyari’atannya: Disunnatkan pula mandi pada hari raya Fitrah dan hari raya Adhha,
bagi orang yang hendak menghadiri shalat maupun yang tidak. Karena hari raya
adalah hari perhiasan, dan oleh karenanya disunnatkan mandi. Adapun dalilnya adalah
sebuah atsar yang diriwayatkan oleh Malik dalam Muwaththa’nya 
 ‫صلَّى‬ ْ ِ‫ض َى هللاُ َع ْنهُ َما َكانَ يَ ْغتَ ِسلْ يَوْ َم ْلف‬
َ ‫ قَ ْب َل اَ ْن يَ ْغ ُد َواِلَى ْال ُم‬،‫ط ِر‬ ِ ‫اَ َّن َع ْب َد هللاِ ْب ِن ُع َم َر َر‬

Bahwa Abdullah bin Umar RA mandi pada hari raya Fitrah sebelum berangkat ke
tempat shalat. Dan kepada hari raya Fitrah ini, dikiaskan pula hari daya Adhha.
Perbuatan yang dilakukan oleh seorang sahabat ini memperkuat terhadap
dikiaskannya mandi pada hari raya kepada mandi pada hari jum’at. Karena dalam hal
ini, tujuannya sama, yaitu membersihkan tubuh, karena hendak berkumpul dengan
orang banyak.
 Rukun dan Sunnah Mandi Besar
Mandi besar menurut bahasa berarti mengalirkan air kepada sesuatu, sedangkan
menurut istilah adalah mengalirkan air keseluruh tubuh mulai ujung rambut
sampai pucuk kaki dengan niat tertentu

Rukun-rukun mandi besar ada 3, yaitu :


1.  Niat, yakni dengan niat menghilangkan hadas besar atau niat mandi besar
(mandi janabah). Niat itu dilakukan bersamaan dengan basuhan atau siraman
pertama. Jika niat tersebut dilakukan setelah siraman pertama maka wajib
mengulangi mandi tersebut. Niat tersebut boleh menggunakan bahasa arab atau
bahasa daerah masing-masing, yang penting ia benar-benar niat ingin
menghilangkan hadas besar. Adapun contoh niatnya adalah sebagai berikut :

‫نويت غسل الجنابة لرفع الحدث األكبر فرضا هلل تعالى‬


“Nawaitu ghuslal janabati lirof’il hadasil akbari fardlol lillahi ta’ala”
“Aku niat mandi janabah untuk menghilangkan hadas besar, fardlu kerena Allah
Ta’ala”

2.   Menghilangkan najis yang ada pada tubuh, menurut Imam Rofi’i tidak


mencukupi jika mandi besar dengan menyiramkan seluruh air pada seluruh tubuh
hanya dengan satu siraman saja untuk menghilangkan hadas dan najis, harus
menyiramkan secara berulang dengan melakukan pembersihan tubuh. Namun,
menurut Imam An-Nawawi satu siraman ke seluruh tubuh sudah mencukupi
dalam mandi besar jika tubuhnya terdapat najis hukmi, asalkan semua kulit dan
rambut dibasahi oleh air. Jika tubuhnya terdapat najis aini maka ia harus berulang-
ulang menyiramkan air ke tubuhnya dan menghilangkan najis tersebut.

3.   Menyiramkan air pada seluruh rambut dan kulit, artinya wajib


menyiramkan air pada semua rambut, baik rambut kepala maupun rambut selain
kepala, baik rambut yang tipis maupun rambut yang tebal, itu dilakukan dengan
cara menyela-nyela rambut agar air membasahi tiap celah rambut. Begitu juga
dengan menyiramkan air pada setiap celah kulit, baik kulit yang tampak seperti
kulit tangan, kaki, dan badan, maupun kulit yang tersembunyi seperti lubang
dihidung, lubang telinga, celah-celah mulut, celah-celah alat kelamin wanita yang
hanya terlihat saat duduk, dan celah lubang pada dubur atau anus.

Sunnah-sunnah yang dilakukan saat mandi besar :


1. Membaca basmallah
2. Melakukan wudlu sebelum mandi besar (mandi janabah), boleh niat wudlu sebagai
sunnah mandi besar dan boleh juga niat untuk menghilangkanhadas kecil.
3. Membersihkan seluruh bagian tubuh dengan tangan
4. Mumawalah, artinya tidak ada selang waktu pemisah yang lama antara setiap siraman
air
5. Mendahulukan anggota tubuh yang kanan daripada anggota kiri.
 Hal –hal yang di haramkan bagi orang junub
Bagi orang yang sedang junub, diharamkan melakukan beberapa perbuatan di
bawah ini:
1. Sholat.
2. Thawaf
3. Menyentuh mushaf Al-Qur’an dan membawanya. Keharumannya sudah
disepakati oleh para imam yaang empat dan tidak ada seorangpun sahabat yang
menyelisihkan pendapat itu.
4. Membaca Al-Quran. Diharamkan bagi orang yang junub membaca Al-Quran
meski sedikit.
5. Berdiam (iktikaf) di masjid. Bagi orang yang junub dilarang masuk ke masjid.
Namun bagi orang haid dan junub diberi keringanan untuk melewatinya. Dalilnya
ialah Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula
hampiri mesjid) sedang kamu dalam keadaan junub

Anda mungkin juga menyukai