Tata Cara Mandi Wajib & Bacaan Doa Niat Mandi Wajib| Mandi wajib/junud adalah mandi
untuk menghilangkan hadast besar baik keluar mani, bersetubuh, haid nifas, dan melahirkan.
Dalam melakukan mandi wajib, terdapat tata cara mandi wajib agar kita benar-benar bersih dari
hadast besar, tidak hanya itu mandi wajib terdapat niat yang harus dibaca baik itu secara lisan
maupun dalam hati. Hukum mandi wajib/mandi junud/mandi besar adalah wajib.
seseorang yang beradap di masa pubertas, untuk menyucikan diri dari hadast besar, sehingga bagi
anda yang telah menginjak masa pubertas maka cepat-cepat anda harus mengetahui tata cara
dan doa niat mandi wajib agar shalat kita seperti penjelasan dibawah bagian C dan D, larangan
Pada kesempatan kali ini kita akan membahas mengenai tata cara mandi wajib dan bacaan doa
niat mandi wajib berdasarkan tuntutan nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam dalam hadist
Berdiam di mesjid/i'tikaf
Dicerai (ditalak)
Bersetubuh
Menyeberangi mesjid
Dalam memulai mandi wajib, maka utamakanlah niat terlebih dahulu untuk menghilangkan hadast
besar. Niat mandi wajib akan membedakan mandi yang biasa kita lakikan..Seperti dalam
Artinya: "Semua amal tergantung niatnya dan setiap orang akan mendapatkan sesuaui apa yang
Catatan: Doa niat mandi wajib ini dapat dilakukan dari seluruh hadast besar
Bacaan doa niat mandi wajib: "Nawaitul Ghusla Lifrafil Hadatsil Akbari Fardhan Lillahi
Ta'aala.
Artinya: "Aku berniat mandi besar untuk menghilangkan hadast besar fardhu karena Allah
ta'aala.
Bacaan doa niat mandi wajib setelah mimpi basah atau bersetebuh: "Nawaitu
Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbari 'An Jamiil Badanii Likhuruji Maniyyi Minal Inaabati Fardhan
Lillahi Ta'aal.
Artinya: "Aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar dari seluruh
Bacaan doa niat mandi wajib setelah haid: "Nawaitu Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbar
Artinya: "Aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar dari haid fardu
Bacaan doa niat mandi wajib karena nifas: "Nawaitu Ghusla Liraf'il Hadatsil Akbar
Artinya: "Aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar dari nifas fardu
Niat mandi wajib dapat dibaca secara lisan atau dalam hati baik dengan menggunakan bahasa
arabnya, atau jika tidak hafal gunakan bahasa Indonesia saja, tapi lain kali niat mandi wajib
dengan bahasa Arabnya agar sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam
Siram atau basulah tangan kiri dengan menggunakan tangan kanan dan sebaliknya, basulah atau
3. Mencuci Kemaluan
Mencuci dan membersihkan dari manis dan juga kotoran yang terdapat di sekitarnya dengan
menggunakan tangan
4. Berwudhu
Setelah membersihkan kemaluan, saatnya berwudhu sebagaimana wudhu ketika kita hendak
shalat.
5. Membasuh Rambut dan Menyela Pangkal Kepala
Cara membasuh rambut dan menyelea panggal kepala adalah dengan memasukkan kedua tangan
ke air, kemudian dengan menggosokkan rambut sampai kulit kepala dengan menggunakan jari-jari
Pastikan seluruh anggota tubuh tersiram air dan bersihkan, baik pada bagian-bagian yang
tersembunyi atau lipatan seperti ketiak, dibawah kemaluan, badan bagian belakang, dan juga
Baca Juga:
Demikianlah informasi mengenai Tata Cara Mandi Wajib & Bacaan Doa Niat Mandi Wajib.
Semoga teman-teman dapat menerima dan bermanfaat bagi kita semua baik itu pengertian mandi
wajib, keutamaan membaca niat, bacaan doa niat mandi wajib secara umum, bacaan doa niat
mandi wajib baik yang mimpi basah, keluar mani atau bersetubuh, bacaan doa niat mandi wajib
karena haid (menstruasi), bacaan doa niat mandi wajib karena nifas. Sekian dan terima
Allah menegaskan dalam Kitab-Nya. Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah Haid itu adalah
suatu kotarn. Oleh karena itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid, dan janganlah kamu
mendekatkan mereka, sebelum mereka suci.
Kaitannya dalam urusan ibadah, tentu saja perempuan memiliki pakem khusus yang berbeda dari laki-laki.
Sebab dalam kondisi haid, ia diwajibkan untuk meninggalkan ritual wajib seperti shalat, puasa Ramadhan, itikaf
dan amalan wajib lainnya. Siklus haid menyebabkan mereka tak bisa melaksanakan ibadah secara penuh.
Akan tetapi tidak sempurnanya mereka melakukan ibadah bukan berarti kaum muslimah kerdil dan lebih rendah
dari laki-laki dalam hal ibadah. Sebab haid merupakan hak kodrati dari Allah di mana maksud dan hikmah besar
terkandung di dalamnya.
Persoalan yang sering muncul dan dialami setiap muslimah dalam hal ini sebenarnya ada pada wilayah teknis.
Salah satu misalnya adalah berapa lama waktu haid, bagaimana mengetahui masa suci dan masa haid dan
seterusnya. Sebab, rentang waktu atau yang dikenal dengan istilah siklus haid pada setiap perempuan berbeda-
beda.
Baca Juga : Cara Bersuci Setelah Masa Haid
Seorang perempuan biasanya haid selama enam hari misalnya, tetapi tiba-tiba haidnya berlangsung sampai
tujuh hari, atau sebaliknya, biasanya haid selama tujuh hari tetapi tiba-tiba suci dalam masa enam hari. Atau bisa
juga terjadi maju mundur waktu haid pada akhir bulan, lalu tiba-tiba haid datang pada awal bulan. Atau biasanya
haid pada awal bulan, lalu tiba-tiba haid datang pada akhir bulan. Bagaimana fikih islam menuangkan hal ini ?
Ulama berbeda pandangan mengenai masa haid. Ibnu Al-Mundzir, Al-Darimi dan Ibnu Taimiyyah, juga Imam
Malik berpendapat bahwa masa haid tidak mempunyai batasan berapa hari minimal atau maksimalnya.
Padangan ini menganggap bahwa hal tersebut benar berdasarkan al-Quran, Sunnah dan logika.
Dalil yang dijadikan rujukan salah satunya adalah ayat di atas, Mereka bertanya kepadamu tentang haid.
Katakanlah : Haid itu adalah suatu kotoran. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di
waktu haid, dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci.
Dalam ayat tersebut yang dijadikan Allah sebagai batas akhir larangan adalah kesucian, bukan berlalunya haid
dalam sehari semalam, ataupun tiga hari, ataupun lima belas hari, misalnya. Hal ini menunjukkkan bahwa illat
hukumnya adalah haid, yakni ada tidaknya haid itu sendiri. Jadi, jika haid muncul, berlakulah hukum itu, dan jika
telah suci, maka tidak berlaku lagi hukum-hukum haid.
Adapun dalil yang bersumber dari hadits diantaranya diriwayatkan dalam Shahih Muslim bahwa Rasulullah saw
bersabda kepada Aisyah yang tengah haid ketika ia dalam keadaan ihram untuk umrah. Lakukanlah apa yang
dilakukan jamaah haji, hanya saja jangan melakukan thawaf di Kabah sebelum engkau suci. Kata Aisyah;
Setelah masuk hari raya kurban, barulah aku suci.
Sementara dalam Shahih Bukhari diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda kepada Aisyah. Tunggulah jika
engkau suci, maka keluarlah ke Tanim. Dalam hadits ini yang dijadikan Nabi saw sebagai batas akhir larangan
adalah kesucian, bukan suatu masa tertentu. Ini menunjukkan bahwa hukum tersebut berkaitan dengan haid,
yakni ada dan tidaknya haid.
Adanya perbedaan dan silang pendapat di kalangan ulama yang memberikan batasan sebenarnya juga
menunjukkan bahwa dalam masalah ini tidak ada dalil yang harus di jadikan patokan. Semua itu merupakan
hukum-hukum ijtihad yang bisa salah dan bisa juga benar. Tidak ada satu pendapat yang lebih patut diikuti dari
pada lainnya. Dan yang menjadi acuan bila terjadi perselisihan pendapat, tentu saja pada Al-Quran dan Sunnah.
Akan tetapi, menarik pula untuk dicermati apa yang dilakukan Imam Syafii terkait penelitian yang dilakukannya
dalam persoalan ini. Imam syafii, disebutkan dalam banyak literatur kitab-kitab fikih, telah melakukan survey
yang dikenal dalil istiqra pada sejumlah perempuan haid. Dan hasil penelitian yang dilakukan, umumnya, masa
haid perempuan berkisar seminggu, sekurang-kurangnya sehari semalam, dan paling lama tidak melebihi lima
belas hari. Dalam kaidah ushuf fikih, hukum kebiasaan pun bisa dijadikan satu ketetapan hukum.
Riset Imam Syafii ini cukup dibilang populer bahkan dijadikan patokan kaum muslimah di berbagai belahan
dunia, khususnya yang beraliran mazhab Syafiiyah. Bahkan tak dimungkiri, riset tersebut sejalan dengan
pengamatan medis secara umum masa haid perempuan memang demikian adanya. Cara ini dianggap lebih
mudah dalam menetapkan ketentuan mana darah haid dan selainnya (Istihadhah). Karena bila melebihi batas
maksimal (lima belas hari), darah yang keluar adalah darah istihadhah.
Sementara pandangan mazhab Hambali menyatakan bahwa harus merujuk pada kebiasaan yang berlaku, atau
masa haid yang biasa bagi wanita (hampir sama seperti Imam Syafii), serta harus melihat perbedaan wilayah
dan negaranya, baik cuacanya, waktunya, sehingga semua itu berimbas pada masa berlangsungnya haid.
DARAH HAID KELUAR PUTUS-PUTUS
Darah haid adakalanya keluar terputus-putus, yakni sehari keluar darah dan sehari tidak keluar, misalnya. Dalam
hal ini terjadi 2 kondisi:
Pertama : Jika kondisi ini selalu terjadi pada seorang wanita setiap waktu (terjadi dalam rentang waktu yang
cukup lama), maka darah itu adalah darah istihadhah.
Kedua : Jika kondisi ini tidak selalu terjadi pada seorang wanita, tetapi kadang kala saja, sedang dia mempunyai
masa suci yang tepat. Madzhab Imam Asy Syafii, menurut salah satu pendapatnya yang paling shahih, hal ini
masih termasuk dalam hukum haid.
Adapun yang masuhur menurut madzhab pengikut Imam Ahmad bin Hambali. Jika darah keluar, berarti darah
haid, dan jika berhenti berarti suci, kecuali apabila jumlah masa haidnya melampaui jumlah maksimal masa haid,
maka darah yang melampaui itu adalah darah istihadhah.
Dikatakan dalam kitab Al Mughni. Jika berhentinya darah kurang dari sehari maka seharusnya tidak dianggap
sebagai keadaan suci. Berdasarkan riwayat yang kami sebutkan berkenaan dengan nifas, bahwa berhentinya
darah yang kurang dari sehari tak perlu diperhatikan. Dan inilah yang shahih, sebab dalam keadaan keluarnya
darah yang terputus-putus (sekali keluar sekali tidak) bila diwajibkan mandi bagi wanita pada setiap saat
berhenti keluarnya darah tentu hal itu menyulitkan, padahal Allah swt telah berfirman dan Dia (Allah) sekali-kali
tidak menjadikan untuk kamu agama suatu kesempitan (QS. Al-Hajj ayat 79) Wallahu Alam bis shawab.