Anda di halaman 1dari 24

SUMBER PENGETAHUAN KE MASYARAKAT (ISTINJA, THAHARAH,

TAYAMMUM, WUDHU, MANDI WAJIB)

Makalah di ajukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Praktik


Ibadah

Dosen Pengampu :

Dr. Shalahuddin, M.Pd.i

Di Susun oleh kelompok 2 :

1. Aulia Ummayroh (204210282)


2. Reyhan Rahmawan (204210317)
3. Widhy Shahara Anysa (204210272)

SEMESTER IV

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI

TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Dengan mengucap Alhamdulillah kepada Allah SWT yang Maha


Esa, dengan ini kami bersyukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah kelompok mata kuliah Praktik Ibadah dengan
judul “Sumber Pengetahuan Ke Masyarakat (Istinja, Thaharah,
Tayammum, Wudhu, Mandi Wajib)”.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan


tentunya dengan bantuan banyak pihak, sehingga dapat memperlancar
proses pembuataan makalah ini. Oleh karena itu, kami juga ingin
menyampaikan rasa terima kasih terhadap semua pihak yang membantu
kami dalam proses pembuatan makalah ini.

Akhirnya kami sebagai penyusun mengharapkan agar makalah ini


dapat bermanfaat sehingga memberikan pelajaran terhadap pembaca.
Selain itu kritik dan saran yang membangun amat kami harapkan demi
perbaikan makalah menuju lebih baik lagi.

Jambi, April 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................2

DASFTAR ISI........................................................................................3

BAB I

PENDAHULUAN...................................................................................4

i. Latar Belakang Masalah.............................................................4


ii. Rumusan Masalah......................................................................5
iii. Tujuan Makalah...........................................................................5
BAB II

PEMBAHASAN.....................................................................................6

A. Istinja............................................................................................6
B. Thaharah......................................................................................9
C. Tayammum..................................................................................11
D. Wudhu..........................................................................................13
E. Mandi Wajib.................................................................................20

BAB III

PENUTUP..............................................................................................22

A. Kesimpulan.................................................................................22
B. Saran ..........................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

i. Latar Belakang

Dalam Islam, kebersihan dan ath thaharah kesucian atau menjadi


perkara penting yang benar-benar diperhatikan. Untuk menunjukkan
urgensitasnya, ada ancaman hukuman bagi yang meremehkan dan
sebaliknya ada janji pahala yang begitu banyak bagi yang
mengindahkannya. Dan thaharah bukanlah sekadar ritual simbolis untuk
menunjukkan kesucian dalam beribadah, tapi thaharah benar-benar
mampu membersihkan lahir dan batin seseorang, apabila dilaksanakan
secara baik dan benar.

Wudhu adalah salah satu cara melakukan thaharah Yaitu untuk


menyucikan diri sebelum menghadap Allah dari hadats karena buang
hajat atau kotoran lain, juga karena beberapa hal yang dianggap
menghilangkan kesucian, misalnya tidur dan pingsan. Menghilangkan
hadats dan mengembalikan status kesucian adalah tujuan utama wudhu.
Selain itu, wudhu juga dapat membersihkan jiwa manusia dengan
menghilangkan dosa- dosa. Luar biasanya lagi, wudhu juga berdampak
positif bagi kesehatan.1

Dengan demikian, kebersihan dan kesucian menjadi ciri khas


seorang muslim. Batinnya disucikan dengan taubat dan berbagai macam
bentuk ketaatan, sedang lahiriyahnya disucikan melalui thaharah. Allah
menjadikan thaharah sebagai syarat yang mutlak harus dipenuhi sebelum
menghadap-Nya atau seseorang melakukan ibadah yang berhubungan
langsung dengan-Nya. Dengan begitu, kebersihan raga sudah menjadi
sesuatu yang otomatis dimiliki oleh pribadi muslim yang berhati bersih.
Muslim yang hatinya bersih, raganya pasti bersih karena setiap kali ia

1
Tim Redaksi Intera, Thaharah, Ciri Khas Pribadi Muslim, INTERA: Perpustakaan Nasional RI,
Katalog Dalam Terbitan (KDT), 2021, hlm. 1-3

4
membersihkan hatinya dengan ibadah, ia selalu membersihkan Semakin
bersih hatinya, seharusnya semakin bersih pula raganya.

Dan ciri khas ini akan langgeng sampai ajal menjelang. Saat masih
hidup, seorang muslim senantiasa bersuci sebelum menghadap Rabbnya.
Dan ketika secara akan menghadap Rabbnya hakiki di akhir hayatnya,
kebersihan ragawi pun masih akan terus menyertainya. Saudara-saudara
muslimnya akan menyucikan jenazahnya dengan wudhu dan mandi. 2

ii. Rumusan Masalah


Dalam makalah ini terdapat rumusan masalah yakni mengenai :
1. Apa itu Istinja dan bagaimana tata caranya?
2. Apa itu Thaharah dan bagaimana tata caranya?
3. Apa itu Tayammum dan bagaimana tata caranya?
4. Apa itu Wudhu dan bagaimana tata caranya?
5. Apa itu Mandi Wajib dan bagaimana tata caranya?

iii.Tujuan Makalah

Tujuan dari makalah ini ialah adalah agar para pembaca dapat
mengetahui dan memahami beberapa pemahaman tentang Sumber
Pengetahuan Ke Masyarakat (Istinja, Thaharah, Tayammum, Wudhu,
Mandi Wajib), yang di kutip dari beberapa referensi yang di dapatkan oleh
kami selaku penyusun makalah.

2
Tim Redaksi Intera, Thaharah, Ciri Khas Pribadi..., hlm. 6-9

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Istinja

Pengertian Istinja’ dan istilah-istilah lainnya yang berdekatan

Istinja’ : (‫( سنتجاء ا‬secara bahasa, istinja’ bermakna menghilangkan


kotoran. Sedangkan secara istilah bermakna :

• menghilangkan najis dengan air.

• menguranginya dengan semacam batu.

• penggunaan air atau batu.

• menghilangkan najis yang keluar dari qubul (kemaluan) dan dubur


(pantat).

Istijmar (‫تجمار‬KK‫ اس‬: (Istijmar adalah menghilangkan sisa buangair


dengan menggunakan batu atau benda-benda yangsemisalnya.

Istibra` (‫تبراء ا‬KK‫ س‬: (maknanya menghabiskan, yakni menghabiskan


sisa kotoran atau air seni hingga yakin sudah benar-benar keluar semua.

Hukum Istinja’

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum istinja’ menjadidua hukum.

a. Wajib

Mereka berpendapat bahwa istinja’ itu hukumnya wajibketika ada


sebabnya. Dan sebabnya adalah adanya sesuatuyang keluar dari tubuh
lewat dua lubang (anus atau kemaluan). Pendapat ini didukung oleh Al-
Malikiyah, Asy-Syafi`iyahdan Al-Hanabilah.3

3
Ahmad Sarwat, Fiqih Islam (Kitab Thaharah), Kampus Syariah: Jakarta Selatan, 2008, hlm. 52-
53

6
Dari Aisyah ra berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Bilakamu
pergi ke tempat buang air, maka bawalah tiga batu untukmembersihkan.
Dan cukuplah batu itu untuk membersihkan.(HR.Ahmad, Nasai, Abu
Daud, Ad-Daaruquthuni)".

b. Sunnah

Pendapat ini didukung oleh Al-Hanafiyah dan sebagianriwayat dari


Al-Malikiyah. Maksudnya adalah beristinja’ denganmenggunakan air itu
hukumnya bukan wajib tetapi sunnah.Yang penting najis bekas buang air
itu sudah bisa dihilangkanmeskipun dengan batu atau dengan ber-istijmar.
Dasar yang digunakan Al-Imam Abu Hanifah dalammasalah kesunnahan
istinja’ ini adalah hadits berikut :

Siapa yang beristijmar maka ganjilkanlah bilangannya. Siapa yang


melakukannya maka telah berbuat ihsan. Namun bila tidak maka tidak ada
keberatan. (HR. Abu Daud).4

Praktek Istinja’ dan adabnya

Mulai dengan mengambil air dengan tangan kiri dan mencuci


kemaluan, yaitu pada lubang tempat keluarnya air kencing. Atau seluruh
kemaluan bila sehabis keluar mazi. Kemudian mencuci dubur dan disirami
dengan air dengan mengosok-gosoknya dengan tangan kiri.

Adab-adab istinja’

a. Menggunakan tangan kiri dan dimakruhkan dengan tangankanan.


b. Istitar (memakai tabir penghalang) agar tidak terlihat orang lain.
c. Tidak membaca tulisan yang mengandung nama Allah SWT.
d. Tidak Menghadap Kiblat.
e. Istibra`(sudah dijelaskan diawal)
f. Masuk tempat buang air dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki
kanan.
4
Ahmad Sarwat, Fiqih Islam (Kitab..., hlm. 54-55

7
g. Tidak Sambil Berbicara5

Istijmar

Beristinja’ dengan menggunakan batu atau benda lain selain air


sering disebut dengan istijmar. Yaitu tiga buah batu yang berbeda yang
digunakan untuk membersihkan bekas-bekas yang menempel saat buang
air. Dasarnya adalah hadits Rasulullah SAW :

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda, `Siapa yang


beristijmar (bersuci dengan batu) maka hendaklah berwitir (menggunakan
batu sebanyak bilangan ganjil). Siapa yang melaksanakannya maka dia
telah berbuat ihsan dan siapa yang tidak melakukannya tidak ada
masalah`. (HR. Abu Daud, Ibju Majah, Ahmad, Baihaqi dan Ibnu Hibban).

`Janganlah salah seorang kamu beristinja’ kecuali dengan tiga buah batu`.
(HR. Muslim)

Tentang ketentuan apakah memang mutlak harus tiga batu atau


tidak, para ulama sedirkit berbeda pendapat. Pertama, kelompok Al-
Hanafiyah dan Al-Malikiyah mengatakan bahwa jumlah tiga batu itu bukan
kewajiban tetapi hanya mustahab (sunnah). Dan bila tidak sampai tiga kali
sudah bersih maka sudah cukup.

Sedangkan kelompok Asy-Syafi`iyyah dan Al-Hanabilah


mengatakan wajib tiga kali dan harus suci dan bersih. Bila tiga kali masih
belum bersih, maka harus diteruskan menjadi empat, lima dan seterusnya.

Sedangkan selain batu, yang bisa digunakan adalah semua benda


yang memang memenuhi ketentuan dan tidak keluar dari batas yang
disebutkan :

1. Benda itu bisa untuk membersihkan bekas najis.

5
Ahmad Sarwat, Fiqih Islam (Kitab..., hlm. 55-59

8
2. Benda itu tidak kasar seperti batu bata dan juga tidak licin seperti
batu akik, karena tujuannya agar bisa menghilangkan najis.
3. Benda itu bukan sesuatu yang bernilai atau terhormat seperti emas,
perak atau permata. Juga termasuk tidak boleh menggunakan
sutera atau bahan pakaian tertentu, karena tindakan itu merupakan
pemborosan.
4. Bendai itu bukan sesuatu yang bisa mengotori seperti arang, abu,
debu atau pasir.
5. Benda itu tidak melukai manusia seperti potongan kaca beling,
kawat, logam yang tajam, paku.
6. Jumhur ulama mensyaratkan harus benda yang padat bukan benda
cair. Namun ulama Al-Hanafiyah membolehkan dengan benda cair
lainnya selain air seperti air mawar atau cuka.
7. Benda itu harus suci, sehingga beristijmar dengan menggunakan
tahi / kotoran binatang tidak diperkenankan. Tidak boleh juga
menggunakan tulang, makanan atau roti, kerena merupakan
penghinaan.

Bila mengacu kepada ketentuan para ulama, maka kertas tissue


termasuk yang bisa digunakan untuk istijmar. Namun para ulama
mengatakan bahwa sebaiknya selain batu atau benda yang memenuhi
kriteria, gunakan juga air. Agar istinja’ itu menjadi sempurna dan bersih. 6

B. Thaharah

Pengertian Thaharah (‫ارة‬KK‫( طھ‬dalam bahasa Arab bermakna An-


Nadhzafah (‫ النظافة‬,(yaitu kebersihan.1 Namun yang dimaksud disini tentu
bukan semata kebersihan. Thaharah dalam istilah para ahli fiqih adalah :
yaitu), ‫فة مخصوصة‬KK‫ة بص‬KK‫اء مخصوص‬K‫ )عبارة عن غسل أعض‬mencuci anggota tubuh
tertentu dengan cara tertentu. menghilangkan najis dan hadats
mengangkat yaitu), ‫ )رفع الحدث و إزالة النجس‬7
6
Ahmad Sarwat, Fiqih Islam (Kitab..., hlm. 59-61
7
Ahmad Sarwat, Fiqih Thaharah, DU Center Press : Jakarta Selatan, 2010, hlm.23

9
Pembagian Jenis Thaharah

Thaharah terdiri dari thaharah hakiki atau yang terkait dengan


urusan najis, dan thaharah hukmi atau yang terkait dengan hadats.

1. Thaharah Hakiki (najis)

Thaharah secara hakiki maksudnya adalah hal-hal yang terkait


dengan kebersihan badan, pakain dan tempat shalat dari najis. Boleh
dikatakan bahwa thaharah hakiki adalah terbebasnya seseorang dari
najis. Seorang yang shalat dengan memakai pakaian yang ada noda
darah atau air kencing, tidak sah shalatnya. Karena dia tidak terbebas dari
ketidaksucian secara hakiki.

Thaharah hakiki bisa didapat dengan menghilangkan najis yang


menempel, baik pada badan, pakaian atau tempat untuk melakukan
ibadah ritual. Caranya bermacam-macam tergantung level kenajisannya.
Bila najis itu ringan, cukup dengan memercikkan air saja, maka najis itu
dianggap telah lenyap. Bila najis itu berat, harus dicuci dengan air 7 kali
dan salah satunya dengan tanah. Bila najis itu pertengahan, disucikan
dengan cara mencucinya dengan air biasa, hingga hilang warna, bau dan
rasa najisnya.

2. Thaharah Hukmi (hadats)

Sedangkan thaharah hukmi maksudnya adalah sucinya kita dari


hadats, baik hadats kecil maupun hadats besar (kondisi janabah).
Thaharah secara hukmi tidak terlihat kotornya secara fisik. Bahkan boleh
jadi secara fisik tidak ada kotoran pada diri kita. Namun tidak adanya
kotoran yang menempel pada diri kita, belum tentu dipandang bersih
secara hukum. Bersih secara hukum adalah kesucian secara ritual.

Seorang yang tertidur batal wudhu'-nya, boleh jadi secara fisik tidak
ada kotoran yang menimpanya. Namun dia wajib berthaharah ulang

10
dengan cara berwudhu' bila ingin melakukan ibadah ritual tertentu seperti
shalat, thawaf dan lainnya.

Demikian pula dengan orang yang keluar mani. Meski dia telah
mencuci maninya dengan bersih, lalu mengganti bajunya dengan yang
baru, dia tetap belum dikatakan suci dari hadats besar hingga selesai dari
mandi janabah.

Jadi thaharah hukmi adalah kesucian secara ritual, dimana secara


fisik memang tidak ada kotoran yang menempel, namun seolah-olah
dirinya tidak suci untuk melakukan ritual ibadah. Thaharah hukmi didapat
dengan cara berwudhu' atau mandi janabah. 8

C. Tayammum

Apabila kita dalam perjalanan atau kita sulit mendapatkan air


ataupun sedang sakit yang menurut dokter tidak boleh menggunakan air,
maka sebagai panganti wudhu' atau mandi kita boleh tayammum (vairu
menyapukan debu yang suci ke muka dan dua tangan sampai siku- siku
disertai dengan niat). Tayammum baru dianggap sah apabila syarat-
syaratdi bawah ini terpenuhi. sebuah Syarat- syarat Tayammum

Berkur ini syarat-syarat yang harus dipenuhi ketika seseorang


melakukan

1) Sudah masuk waktu shalat


2) Tidak ada aur dan sudah diusahakan mencarinya (syarat ini tidak
berlaku untuk orang sakit)
3) Sakit, sehingga jika memakai air takut penyakitnya bertambah
parah
4) Sedang dalam perjalanan Firman Allah Swt "Wahai orang orang
yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan shalat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah

8
Ahmad Sarwat, Fiqih Thaharah..., hlm.26-27

11
kepalamu dan (basuh) kedua kakimu sampai ke kedua mata kaki.
Jika kamu junuh, maka mandilah. Dan jika kamu sakit atau dalam
perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau
menyentuh perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air,
maka bertayamumlah dengan debu yang baik (suci), usaplah
wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin
menyerang karui, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat Nya bagimu, agar kamu bersyukur. (QS.
AlMaidah : 56)
5) Memakai tanah yang suci dan berdebu.
6) Tidak haid maupun nifas bagi wanita / perempuan
7) Menghilangkan najis yang yang melekat pada rubuh

Rukun Tayamum

1) Niat
2) Menyapu muka dengan tanah
3) Menyapu kedua tangan sampai siku dengan tanah
4) Tertib atau berurutan9

Cara Tayamum

Ada beberapa sebab kita diperbolehkan tayamum, yaitu antara lain


karena berhalangan memakai air, ketiadaan air setelah dicari, atau ada
bahaya untuk mencari air karena binatang buas atau takut musuh
(misalnya, dalam peperangan), air yang ada hanya cukup untuk minum
dan takut kehausan, ada air tetapi milik orang lain dan dijual dengan harga
mahal sekali sehingga tak terjangkau, atau ada luka atau penyakit yang
kalau terkena air dikhawatirkan merusak jaringan tubuh dan memperparah
penyakit.

Adapun tata cara tayamum adalah:

9
Rahmat Sunnara, A-Z Seputar Wudhu (Thaharah/Bersuci), Kenanga Pustaka Indonesia: Banten,
2009, hlm. 11-12

12
1. Seyogianyalah kita menunggu, sampai waktu shalat fardhu masuk.
2. Kemudian kita cari tanah yang baik, di mana pada bagian atasnya
ada debu yang suci, bersih dan halus.
3. Lalu tekankan dengan pelan dan mantap kedua telapak tangan
dengan jari- jari merapat ke atas debu itu.
4. Kemudian sapukan kedua telapak tangan tadi ke seluruh muka satu
kali, dan sertakan niat bersuci untuk melakukan shalat (istibahah).
5. Kemudian telapak tangan kiri tekankan dengan pelan ke atas debu
lalu usapkan ke tangan kanan sampai siku.
6. Lalu telapak tangan kanan tekankan dengan pelan ke atas debu,
kemudian usapkan ke tangan kiri sampai siku

Satu kali tayamum hanya berlaku untuk satu shalat fardhu saja,
artinya untuk mengerjakan shalat fardhu berikutnya wajib bertayamum
lagi.10

D. Wudhu

Pengertian Wudhu

Sebagaimana telah diketahui bahwa wudhu adalah bersuci dengan


air yang berkaitan dengan membasuh wajah, dua tangan, kepala, dan dua
kaki. Asal wajibnya wudhu adalah karena shalat. Dalil wajibnya berwudhu
berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah, dan Ima Adapun dalil Al-Qur'annya
adalah firman Allah:

“Hai orang- orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerja kan
shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai siku, San sapulah
kepalamu dan (basuhlah) kakimu sampai dengan kedua mata kaki” (QS
Al- Maidah 6)

Adapun dalil yang berasal dari As- Sunnah adalah hadits dari Abu
Hurairah Nabi yang hilang:
10
Imam Al-Ghazali, Thaharah dan Shalat Rahasia dan Keutamaannya (Terjemahan judul asli
Imam Al-Ghazali's Ihya Ulum-id-Din), Marja : Bandung, 2019, hlm.38-39

13
“Shalat salat seorang kalian tidak akan diterima jika kalian berhadats
(tidak berwudhu) sampai kalian wudhu (terlebih dahulu).” (HR Syaikhani,
Abu Dawud, dan Tirmidzi)

Seluruh kaum muslimin telah sepakat akan hal itu hingga diketahui
secara umum maupun khusus layaknya persoalan yang darurat. Siapa
yang mengingkari setelah adanya kesepakatan ini, maka dia telah keluar
dari Islam. Dalam wudhu terdapat hal yang wajib, Sunnah, makruh, dan
yang membatalkannya, Berikut ini kami jelaskan secara rinci:

Fardhu- fardhu Wudhu

1. Niat. Yaitu melakukan sesuatu dengan sengaja. Dalam Wudhu, niat


di lakukan di dalam hati dan di lakukan pada pertama kali membasuh
wajah.
2. Membasuh wajah sekali
3. Membasuh kedua tangan sampai siku
4. Mengusap kepala
5. Membasuh kedua kaki beserta kedua mata kaki
6. Berturut turut antara anggota wudhu satu dengan lainnya.
7. Terus menerus, yaitu antara basuhan satu anggota dengan lainnya
tidak di selingi jeda waktu dan berpindah tempat yang lama hingga
anggota yang baru dibasuh menjadi kering.
8. Ulama Malilkiyah dan Hanabilah menambahkan fardhu wudhu
lainnya, yaitu menggosok anggota wudhu menurut ulama Malikiyah
Dalil mereka seputar masalah ini selengkap nya akan kami jelaskan
pada bab sunnah- sunnah wudhu. Sementara itu Ulama Hanabilah
menambahkan berkumur dan memasukkan air ke hidung, sebab
kedua anggota tubuh tersengal tetapi termasuk wilayah wajah, serta
mengusap kedua telinga karena termasuk bagian dari kepala. Dalil

14
mereka dalam hal ini juga akan kami jelaskan pada bab sunnah-
sunnah wudhu.11

Sunnah Sunnah Wudhu

1. Membaca basmalah pada awal berwudhu, jika lupa memba- canya


pada awal wudhu dan wadah baru di tengah- tengahnya maka
membaca "bismillaahi awwaluhu wa aakhiruhu." Kecuali ulama
Hanabilah, menurut mereka membaca basmalah hukumnya fardhu
bagi orang yang ingat, sedangkan bagi orang yang lupa maka
wudhunya tetap sah, kecuali jika bungkus di tengah- tengah wudhu,
maka harus mengulang wudhunya dan terpesona dengan membaca
basmalah.
2. Siwak. Yaitu menggosok gigi dengan alat tersebut atau sejenisnya
yang dapat membersihkannya.
3. Membasuh telapak tangan sebanyak tiga kali pada awal wudhu
4. Berkumur
5. Istinsyaaq (memasukkan air ke hidung) dan istintsaar (meng hirup air
ke hidung lalu mengeluarkannya), yaitu menghirup air agar masuk ke
dalam hidung.
6. Menyilangi jenggot yang lebat bagi selain orang yang sedang ihram.
Adapun bagi orang yang sedang ihram maka makruh menyilanginya
agar tidak ada rambut yang rontok.
7. Menyilangi jari tangan dan kaki
8. Setiap basuhan dilakukan tiga kali
9. Mendahulukan yang kanan
10. Menggosok tangan, yaitu menggosokkan tangan pada setiap
anggota wudhu, baik bersamaan dengan ketika membasuh- nya atau
menggosoknya dilakukan kemudian setelah anggota wudhu tersebut
dibasuh.
11
Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Tentang Thaharah; Hukum Air dan Wudhu: Seri Fikih Shalat Empat
Mazhab, Hikam Pustaka: Perpustakaan Nasional RI:Katalog Dalam Terbitan (KDT), 2021,
hlm.42-46

15
11. Mengusap bagian dalam dan luar kedua telinga dengan air yang
baru.
12. Melebihkan basuhan dari batasan basuhan fardhu, yaitu melebihkan
wilayah basuhan kepala dan wajah (disebut; ithaalatul ghurrah).
Demikian pula melebihkan basuhan pada batas siku dan mata kaki
(disebut; ithaalatut tahjiil),
13. Berturut- turut diantara keempat anggota wudhu. Pendapat ini adalah
pandangan ulama Hanafiyah dan Malikiyah Adapun menurut ulama
Syafi'iyah dan Hanabilah berturut- turut termasuk rukun wudhu,
sebagaimana telah kami sebutkan sebelumnya.
14. Berkesinambungan, yaitu mengikuti basuhan satu anggota dengan
anggota lainnya bila bekas basuhannya masih terlihat, sekira belum
kering satu basuhan segera menyusul basuhan berikutnya. Kecuali
ulama Malikiyah dan Hanabilah, menurut mereka terus menerus
seperti ini adalah fardhu.
15. Berdo'a di tengah-tengah wudhu. Dalam hal ini tidak ada ketentuan
adanya do'a khusus dari Rasulullah selain hadits dari Abu Musa Al-
Asy'ari, dia berkata: "Aku pernah mendatangi Rasulullah ketika
beliau sedang berwudhu, (setelah selesai berwudhu) aku mendengar
beliau membaca: Allaahummaghfirlit dzanbii wa wassi lii fii daarii wa
baarik lii fii rizqii', 'Ya Allah ampunilah dosaku, luaskanlah rumahku
untukku, dan berikanlah barokah dalam rejekiku. Kemudian saya
berkata: Wahai Nabi Allah Saya mendengar Anda telah membaca
do'a begini dan begini. Dia menjawab: apakah Anda menginginkan
yang lain lagi?' " (HR. Nasa'i dan Ibnu Sina dengan sanad shahih
16. Ketika berwudhu menghadap kiblat
17. Berdoa setelah berwudhu.12

Hal-hal yang makruh dalam wudhu

1. Terlalu boros atau terlalu irit dalam menggunakan air

12
Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Tentang Thaharah;..., hlm.46-59

16
2. Mengusap tengkuk dengan air. Karena termasuk perbuatan
berlebihan dalam masalah agama. Kecuali ulama Hanafiyah,
menurut mereka jika mengusap permukaan tengkuknya setelah
mengusap dua telinga dengan air yang bukan baru maka hukumnya
sunnah. Kecuali jika yang diusap adalah tenggorokan (kolomenjing,
Jawa) maka hal itu adalah bid'ah.
3. Berwudhu di tempat bernajis karena dikhawatirkan terkena najis
yang disebabkan oleh percikan air yang jatuh di tempat bernajis.
Makruhnya wudhu di tempat bernajis juga karena wudhu adalah
perkara ibadah.
4. Berlebihan dalam berkumur dan istinsyaaq bagi orang yang sedang
berpuasa. Hal tersebut berdasarkan hadits Laqith bin Shabrah
sebagaimana telah disebutkan pada bab sunnah- sunnah wudhu
yang didalamnya terdapat penjelasan tentang berkumur dan
istinsyaaq kecuali bagi orang yang sedang berpuasa. Hadits tersebut
diriwayatkan oleh perawi yang empati dan Syafi'i dam dikatakan
sebagai upaya untuk menghindari batalnya puasa
5. Berkata-kata ketika sedang berwudhu selain berdzikir kecuali karena
ada keperluan mendesak. Pendapat ini berbeda dengan Syafi'iyah,
dalam pandangan mereka berkata-kata ketika berwudhu tidak
makruh dan hanya perbuatan yang kurang baik.
6. Selanjutnya, bagi orang yang berwudhu makruh pula meninggalkan
hal-hal yang sunnah dalam wudhu, yaitu hal- hal yang telah kami
sebutkan sebelumnya. Sebab dengan meninggalkannya berarti
membuat seseorang tidak menda- patkan pahala dari kesunnahan
tersebut.13

Hal-hal yang membatalkan wudhu

1. Satu Dan dua gabung

13
Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Tentang Thaharah;..., hlm.59-62

17
2. Keluarnya suatu benda dari dua jalan, yaitu dubur (anus) dan qubul
(kemaluan). Dalam hal ini terkandung dua hal sekali- gus (1 dan 2)
yaitu kencing dan buang air besar. Hal ini berdasarkan firman Allah
“...atau kembali dari tempat buang air ...." (QS. An-Nisa : 45)
3. Keluar angin dari dubur
4. Keluar sperma
5. Keluar madzi. Madzi adalah cairan bening dan lendir yang keluar dari
kemaluan ketika sedang dalam keadaan terang- sang atau lainnya.
6. Keluar wadi. Wadi adalah cairan putih kental yang keluar setelah
buang air kecil.Demikian pula halnya dengan air haadi, yaitu cairan
putih yang keluar dari kemaluan wanita sebelum melahirkan
7. Keluarmya ambein
8. Tidur dengan nyenyak yang membuatnya tidak sadar dan posisi
badannya tidak menetap pada tempat pijakannya
9. Hilang ingatan. Baik karena gila, pingsan, mabuk, atau karena obat
yang sedikit atau banyak dan dalam posisi tetap dalam pijakannya
atau tidak.
10. Menyentuh wanita. Dalam pandangan ulama Hanafiyah, menyentuh
wanita tidak membatalkan wudhu, kecuali di sertai dengan
bertemunya dua kemaluan tanpa penghalang Jika hanya menyentuh
kulit satu dengan yang lain, maka tidak membatalkan wudhu
11. Menyentuh kemaluan dan cincin dubur manusia tanpa penghalang.
12. Keluar sesuatu dari selain dua jalan, seperti darah, nanah, dan
segala najis yang keluar dari selain kemaluan dan dubur. Dalam hal
ini seluruh ulama berlaku selain ulama Malikiyah dan Syafi'iyah,
menurut mereka hal itu tidak membatalkan wudhu. Sementara itu
ulama Hanabilah menerapkan syarat bahwa sesuatu yang keluar
tersebut banyak berdasar- kan ukuran yang umum. Sedangkan
ulama Hanafiyah mensyaratkan bahwa keluarnya mengalir. Jika
keluarnya tidak mengalir dan tidak meleleh melewati tempat
keluarnya, maka tidak membatalkan wudhu.

18
13. Muntah yang memenuhi mulut
14. Tertawa terbahak-bahak ketika shalat menurut ulama Hanafiyah
15. Makin daging unta menurut ulama Hanabilah
16. Memandikan mayat menurut ulama Hanabilah
17. Murtad
18. Ragu terhadap berhadats atau tidaknya14

Perbuatan yang mewajibkan wudhu

1. Shalat
2. Thawaf di Ka'bah
3. Menyentuh Al-Qur'an

Perbuatan yang di Sunnah kan berwudhu

1. Berdzikir
2. Ketika hendak tidur
3. Saat junub ketika hendak makan, minum dan hendak mengulangi
bersetubuh
4. Disunnahkan berwudhu bagi orang yang memakan makanan yang
dibakar, sebagaimana disebutkan dalam riwayat dari Ibrahim bin
Abdullah bin Qarizh, dia berkata: "Suatu ketika aku berpapasan
dengan Abu Hurairah ketika dia sedang berwudhu, kemudian dia
berkata: "Tahukah engkau karena apa aku berwudhu?, yaitu
karena aku telah makan atswaaru igth (susu beku yang dicairkan
oleh api dan membeku lagi). Karena aku mendengar Nabi
bersabda: "Berwudhulah kalian karena (makan) sesuatu yang
dipanaskan dengan api." (HR. Ahmad, Muslim, Masai, dan Ibnu
Majah)
5. Memperbarui wudhu setiap kali hendak sholat.15

Tata cara berwudhu

14
Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Tentang Thaharah;..., hlm.62-74
15
Abdul Qadir Ar-Rahbawi, Tentang Thaharah;..., hlm.76-79

19
1. Membasuh kedua telapak tangan sampai kedua buku pergelangan
dengan membaca bismillahirrahmanirrahim
2. Berkumur tiga kali serta menggosok gigi
3. Membersihkan lubang hidung dengan air sebanyak 3 kali
4. Membasuh muka tiga kali serta niat di dalam hati dan bantulah
dengan ucapan

5. Membasuh tangan kanan sampai siku tiga kali kemudian tangan kiri
sebanyak tiga kali
6. Membasuh sebagian dari kepala atau keseluruhannya yakni dari
muka sampai belakang sebanyak tiga kali
7. Menyapu telinga kanan baik luar maupun dalam sebanyak tiga kali
kemudian telinga kiri
8. Membasuh kaki kanan sampai mata kaki tiga kali kemudian kaki kiri

Setelah selesai berwudhu kita disunahkan membaca doa yang


berbunyi sebagai berikut16

E. Mandi Wajib

Mandi di sini diartikan sebagai kegiatan mengalirkan air ke seluruh


badan dengan niat menyucikan berbagai hadas.

16
Rahmat Sunnara, A-Z Seputar Wudhu (Thaharah/Bersuci), Kenanga Pustaka Indonesia: Banten,
2009, hlm. 4-9

20
Sebab sebab mandi wajib

1. Bersetubuh baik keluar mani ataupun tidak


2. Keluar mani baik keluarnya karena bermimpi maupun sebab lain
dengan sengaja atau tidak dengan perbuatan sendiri atau bukan
3. Mati. Ketika ada orang Islam yang mati fardhu kifayah bagi kaum
muslim yang hidup untuk memandikannya kecuali orang yang mati
syahid
4. Haid. Apabila seseorang perempuan telah berhenti dari haid ia
wajib mandi agar ia dapat salat dan dapat bercampur dengan
suaminya dengan mandi itu badannya pun menjadi segar dan
sehat kembali

Tata Cara Wajib Mandi

Dalam melakukan mandi wajib, terdapat panduan rukun dan sunnah


sebagai berikut.

1. Niat. Orang yang junub hendaklah berniat (menyengaja)


menghilangkan hadas junubnya.
2. Membaca basmalah pada permulaan mandi.
3. Mengalirkan udara ke seluruh badan.
4. Berwudhu sebelum mandi.
5. Menggosok- gosok seluruh badan dengan tangan. satu.
6. Mendahulukan anggota badan yang kanan daripada yang kiri.
7. Dilakukan secara berurutan.

Sedangkan Mandi Sunat/Sunah ialah mandi yang terkategori utama


untuk dilakukan, meski tidak berdosa apabila ditinggalkan. Namun lebih
baik dilakukan karena akan mendatangkan pahala. Berikut ini beberapa
sebab dilaksanakannya Mandi Sunat

21
1. Mandi untuk Shalat jum'at
2. Mandi untuk Shalat hari raya
3. Sadar dari sebagainya kehilangan kesadaran akibat pingsan, gila
4. Muallaf (baru memeluk/ masuk agama islam)
5. Setelah memandikan mayir/ mayat/ jenazah
6. Saat hendak Ihram 7. Ketika akan Sa'i
7. Ketika hendak thawaf

Niat Mandi: Nawaitul Ghusla Lirofil Hadatsil Akbari Fardhol Lillahi Ta'aalaa

Artinya: Aku niat mandi wajib untuk menghilangkan hadats besar fardhu
karena Allah SWT.17

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wudhu hanyalah salah satu dari cara bersuci yang diajarkan Nabi
SAW. Ada beberapa cara lain diri. yang untuk najis dan kotoran,
menyucikan menghilangkan ajaran istinja' atau yang biasa disebut cebok.
Yaitu membersihkan kemaluan dan dubur setelah buang hajat atau
kotoran lainnya. Untuk menghilangkan hadats besar yang disyariatkan
mandi, misalnya hadats dari kekufuran dan junub atau keluar mani. Yaitu
mengguyur seluruh badan dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan air.
Setelah masuk Islam, seseorang diwajibkan mandi sebagai sarana
menyucikan dirinya dari najisnya kekufuran. Atau setelah jima' atau keluar
air mani, juga diwajibkan mandi yang kemudian disitlahkan sebagai mandi
janabah.

B. Saran

17
Rahmat Sunnara, A-Z Seputar Wudhu (Thaharah/Bersuci), Kenanga Pustaka Indonesia: Banten,
2009, hlm. 16-19

22
Kami sadar dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan dan perlu perbaikan terutama dari bapak Dr. Shalahuddin,
M.Pd.i sebagai pengampu mata kuliah Praktik Ibadah untuk memberikan
arahan dan bimbingan sehingga permasalahan yang di bahas dalam
makalah ini bisa tercapai dan dapat di pahami. Dan juga, kepada teman
teman kami selaku penyusun makalah ini mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari teman teman semua demi menuju ke perbaikan
makalah ini.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Ghazali, Imam. 2019. Thaharah dan Shalat Rahasia dan


Keutamaannya (Terjemahan judul asli Imam Al-Ghazali's Ihya
Ulum-id-Din). Marja : Bandung.

Qadir, Abdul, Ar-Rahbawi. 2021. Tentang Thaharah; Hukum Air dan


Wudhu: Seri Fikih Shalat Empat Mazhab. Hikam Pustaka:
Perpustakaan Nasional RI:Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Sarwat, Ahmad. 2008. Fiqih Islam (Kitab Thaharah). Kampus Syariah:


Jakarta Selatan.

Sarwat, Ahmad. 2010. Fiqih Thaharah. DU Center Press : Jakarta


Selatan.

Sunnara, Rahmat. 2009. A-Z Seputar Wudhu (Thaharah/Bersuci).


Kenanga Pustaka Indonesia: Banten.

Tim Redaksi Intera. 2021. Thaharah, Ciri Khas Pribadi Muslim. INTERA:
Perpustakaan Nasional RI. Katalog Dalam Terbitan (KDT).

23
24

Anda mungkin juga menyukai