Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH AGAMA: IBADAH

AL-GHUSLU (MANDI)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas:

Mata Kuliah: Dirosah, Agama: Ibadah

Dosen Pengampu: Khamid

Disusun Oleh:

Amanina Faqihan 14215224

Hani Auliya Rahmah 14215225

Iva Fitria Detira 14215226

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

KONSENTRASI SISTEM INFORMASI KESEHATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL

YOGYAKARTA

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Al-Ghuslu
(Aqidah)”.

Harapan kami semoga makalah ini mampu membantu menambah pengetahuan


tentang mandi untuk membersihkan hadats besar bagi para pembaca, sehingga para pembaca
sekalian bisa mengamalkan mandi junub/wajib/besar dengan baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengetahuan serta
pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh kerena itu kami harapkan kepada para
pembaca untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk
kesempurnaan makalah ini.

Yogyakarta, 12 September 2022

Penyusun

Kelompok 2

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
1. Latar Belakang................................................................................................................4
2. Rumusan Masalah...........................................................................................................5
3. Tujuan.................................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................6
1. Definisi Al-Ghuslu..........................................................................................................6
2. Dalil tentang Al-Ghuslu..................................................................................................6
3. Perkara-perkara yang mewajibkan Al-Ghuslu................................................................6
4. Fardhu-fardhu Al-Ghuslu................................................................................................9
5. Syarat-syarat Al-Ghuslu................................................................................................10
6. Sunnah-sunnah Al-Ghuslu............................................................................................10
7. Hal-hal yang dimakruhkan............................................................................................12
8. Mandi-mandi yang disunahkan.....................................................................................12
9. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang junub.........................................................15
10. Manfaat Mandi bagi Kesehatan.................................................................................17
11. Tata cara pelaksanaan................................................................................................18
BAB III PENUTUP..................................................................................................................19
1. Kesimpulan...................................................................................................................19
2. Saran..............................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................20

3
BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Bersuci merupakan hal yang sangat erat kaitannya dan tidak dapat dipisahkan dengan
ibadah shalat dan haji. Tanpa bersuci orang yang berhadas tidak dapat menunaikan ibadah
tersebut. Banyak orang mukmin yang tidak tahu bahwa sesungguhnya bersuci memiliki tata
cara atau aturan yang harus dipenuhi. Jika tidak dipenuhi, maka tidak akan sah bersucinya
dan ibadahnya juga dianggap tidak sah. Terkadang terdapat masalah ketika orang tidak
menemukan air, maka Islam memudahkan orang tersebut untuk melakukan tayammum
sebagai ganti mandinya dan alat bersucinya dengan menggunakan debu.

Mandi junub atau mandi wajib merupakan mandi yang menggunakan air suci dan
bersih yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut ke seluruh tubuh dari ujung rambut
sampai ujung kaki. Tujuan dari mandi wajib adalah untuk menghilangkan hadas besar yang
harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah shalat. Maka dari itu, sebagai umat Islam
sangat penting mengetahui tata cara mandi besar sesuai dengan tuntutan Rasulullah Saw.
Kebersihan merupakan suatu hal yang diwajibkan dalam agama Islam, oleh karena itu Islam
sangat dianjurkan untuk senantiasa menjaga kebersihan jasmani dan kebersihan rohani.

Dalam kegiatan ibadah, manusia juga diharuskan terlebih dahulu bersih dari sagala
bentuk kotoran jasmani maupun rohaninya. Sebelum melaksanakan ibadah shalat maka
seorang muslim diwajibkan untuk membersihkan diri (bersuci). Hal ini sesuai dengan firman
Allah Swt dalam Q.S AL-Baqarah: 222

ُ ‫طهُرْ نَ ۚ فَا ِ َذا تَطَهَّرْ نَ فَْأتُوْ ه َُّن ِم ْن َحي‬ ْ َ‫ْض َواَل تَ ْق َربُوْ ه َُّن َح ٰتّى ي‬ ۤ
‫ْث‬ ِ ۙ ‫ْض ۗ قُلْ هُ َو اَ ًذ ۙى فَا ْعت َِزلُوا النِّ َسا َء فِى ْال َم ِحي‬
ِ ‫َويَ ْسـَٔلُوْ نَكَ َع ِن ْال َم ِحي‬
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
َ‫اَ َم َر ُك ُم ُ ۗ ِا َّن َ يُ ِحبُّ التَّوَّابِ ْينَ َوي ُِحبُّ ْال ُمتَطَه ِِّر ْين‬

Artinya: “Dan mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang haid. Katakanlah,


“Itu adalah sesuatu yang kotor.” Karena itu jauhilah istri pada waktu haid; dan jangan kamu
dekati mereka sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka sesuai
dengan (ketentuan) yang diperintahkan Allah kepadamu. Sungguh, Allah menyukai orang
yang tobat dan menyukai orang yang menyucikan diri.” (QS. Al-Baqarah: 222)

Dari potongan ayat di atas, dapat diketahui bahwa Allah memerintahkan seorang muslim
untuk senantiasa bertaubat dan senantiasa membersihkan diri dari segala bentuk kotoran,
karena diantara syarat-syarat shalat diwajibkan suci dari hadas dan suci pula badan, pakaian,
dan tempatnya dari najis.

2. Rumusan Masalah

1) Apa itu Definisi Al-Ghuslu?


2) Apa Dalil tentang Al-Ghuslu?
3) Apa saja Perkara-perkara yang mewajibkan untuk melakukan Al-Ghuslu?

4
4) Apa saja Fardhu-fardhu, Syarat-syarat, Sunnah-sunnah Al-Ghuslu?
5) Apa saja Hal-hal yang dimakruhkan dalam mandi wajib?
6) Mandi-mandi apa saja yang disunahkan?
7) Apa saja Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang junub?
8) Apa saja Manfaat mandi bagi kesehatan?
9) Bagaimana Tata cara pelaksanaan?

3. Tujuan

1) Untuk mengetahui Definisi Al-Ghuslu.

2) Untuk mengetahui Dalil tentang Al-Ghuslu.

3) Untuk mengetahui Perkara-perkara yang mewajibkan untuk melakukan Al-Ghuslu.

4) Untuk mengetahui Fardhu-fardhu, Syarat-syarat, Sunnah-sunnah Al-Ghuslu.

5) Untuk mengetahui Hal-hal yang dimakruhkan dalam mandi wajib.

6) Untuk mengetahui Mandi-mandi apa saja yang disunahkan.

7) Untuk mengetahui Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang junub.

8) Untuk mengetahui Manfaat mandi bagi kesehatan.

9) Untuk mengetahui Tata cara pelaksanaan.

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Al-Ghuslu

Dalam bahasa arab, mandi berasal dari kata Al-Ghuslu, yang artinya mengalirkan air pada
sesuatu. Menurut istilah, Al-Ghuslu adalah menuangkan air ke seluruh badan dengan tata cara
yang khusus bertujuan untuk menghilangkan hadast besar. Mandi wajib dalam islam
ditujukan untuk membersihkan diri sekaligus mensucikan diri dari segala najis atau kotoran
yang menempel pada tubuh manusia.

5
2. Dalil tentang Al-Ghuslu

Dalam QS. Al-Maidah ayat 6 ALLAH SWT berfirman:

‫ق َوا ْم َسحُوْ ا بِ ُرءُوْ ِس ُك ْم َواَرْ ُجلَ ُك ْم اِلَى ْال َك ْعبَ ْي ۗ ِن َواِ ْن‬ ِ ِ‫ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِ َذا قُ ْمتُ ْم اِلَى الص َّٰلو ِة فَا ْغ ِسلُوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم َواَ ْي ِديَ ُك ْم اِلَى ْال َم َراف‬
‫ص ِع ْيدًا‬ َ ‫ضى اَوْ ع َٰلى َسفَ ٍر اَوْ َج ۤا َء اَ َح ٌد ِّم ْن ُك ْم ِّمنَ ْالغ َۤا ِٕى ِط اَوْ ٰل َم ْستُ ُم النِّ َس ۤا َء فَلَ ْم تَ ِج ُدوْ ا َم ۤا ًء فَتَيَ َّم ُموْ ا‬ ٓ ٰ ْ‫ُك ْنتُ ْم ُجنُبًا فَاطَّهَّرُوْ ۗا َواِ ْن ُك ْنتُ ْم َّمر‬
‫ج و َّٰل ِك ْن ي ُِّر ْي ُد لِيُطَهِّ َر ُك ْم َولِيُتِ َّم نِ ْع َمتَهٗ َعلَ ْي ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم‬ ‫هّٰللا‬
ٍ ‫طَيِّبًا فَا ْم َسحُوْ ا بِ ُوجُوْ ِه ُك ْم َواَ ْي ِد ْي ُك ْم ِّم ْنهُ ۗ َما ي ُِر ْي ُد ُ لِيَجْ َع َل َعلَ ْي ُك ْم ِّم ْن َح َر‬
َ‫تَ ْش ُكرُوْ ن‬

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu hendak melaksanakan salat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai ke siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kedua
kakimu sampai ke kedua mata kaki. Jika kamu junub, maka mandilah. Dan jika kamu sakit
atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan, maka jika kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah dengan debu yang
baik (suci); usaplah wajahmu dan tanganmu dengan (debu) itu. Allah tidak ingin menyulitkan
kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu,
agar kamu bersyukur.” (QS. Al-Maidah: 6)

3. Perkara-perkara yang mewajibkan Al-Ghuslu

Dalam Islam, ada kondisi-kondisi dimana seorang muslim atau muslimah diwajibkan
untuk melaksanakan mandi (mandi wajib). Hal-hal tersebut membuat seseorang terhalang
untuk shalat, masuk ke dalam masjid, dan juga melaksanakan ibadah lainnya karena dalam
kondisi yang tidak suci. Berikut perkara-perkara yang mewajibkan seseorang untuk
melakukan mandi wajib:

1) Keluarnya Air Mani (Setelah Junub)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu shalat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, dan (jangan pula hampiri mesjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi”. (QS
: An-Nisa : 43)

Dalam ayat diatas ditunjukkan bahwa setelah berjunub (berhubungan suami istri), yang
dimana antara laki-laki atau perempuan akan mengeluarkan cairan dari kemaluannya, maka
wajiblah ia untuk melaksanakan mandi wajib setelahnya. Sedangkan jika tidak, ia tidak bisa
shalat dan menghampiri masjid, dan jika dilalaikan tentu akan berdosa, karena meninggalkan
yang wajib. Selain itu, dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Sa’id, Rasulullah
SAW bersabda:

“Diriwayatkan dari Abu Sa’id berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Mandi diwajibkan


dikarenakan keluar air mani” (HR. Muslim)

6
Sayyid Sabiq, seorang ulama fiqh mengatakan tentang persoalan keluarnya air mani dan
mandi wajib, hal-hal tersebut adalah berikut :

 Jika mani keluar tanpa syahwat, tetapi karena sakit atau cuaca dingin, maka ia tidak
wajib mandi.
 Jika seseorang bermimpi namun tidak mendapatkan air mani maka tidak wajib
baginya mandi, demikian dikatakan Ibnul Mundzir.
 Jika seseorang dalam keadaan sadar (tidak tidur) dan mendapatkan mani namun ia
tidak ingat akan mimpinya, jika dia menyakini bahwa itu adalah mani maka wajib
baginya mandi dikarenakan secara zhohir bahwa air mani itu telah keluar walaupun ia
lupa mimpinya. Akan tetapi jika ia ragu-ragu dan tidak mengetahui apakah air itu
mani atau bukan, maka ia juga wajib mandi demi kehati-hatian.
 Jika seseorang merasakan akan keluar mani saat memuncaknya syahwat namun dia
tahan kemaluannya sehingga air mani itu tidak keluar maka tidak wajib baginya
mandi.
 Jika seseorang melihat mani pada kainnya namun tidak mengetahui waktu keluarnya
dan kebetulan sudah melaksanakan shalat maka ia wajib mengulang shalatnya dari
waktu tidurnya terakhir
2) Bertemunya/bersentuhannya alat kelamin laki-laki dan wanita, walaupun tidak keluar
mani.

Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda,”Apabila seseorang


duduk diantara anggota tubuh perempuan yang empat, maksudnya; diantara dua tangan dan
dua kakinya kemudian menyetubuhinya maka wajib baginya mandi, baik mani itu keluar atau
tidak.” (HR. Muslim dan Diriwayatkan dari Aisyah ra bahwasanya Rasulullah saw
bersabda,”Apabila dua kemaluan telah bertemu maka wajib baginya mandi. Aku dan
Rasulullah saw pernah melakukannya maka kami pun mandi.” (HR. Ibnu Majah)

Dari hadist di atas dapat dipahami bahwa bila suami-istri yang telah berhubungan badan,
walaupun tidak keluar mani, sedangkan telah bertemunya kemaluan dia antara keduanya,
maka wajib keduanya mandi wajib, untuk mensucikan diri.

3) Haid dan Nifas

“Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: “Haidh itu adalah suatu
kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan
janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. apabila mereka telah suci, Maka
campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (QS
: Al-Baqarah : 222)

Darah yang dikeluarkan dari proses Haidh dan Nifas statusnya adalah suatu kotoran,
najis, dan membuat tidak suci diri wanita. Untuk itu wanita yang telah melewati haidh dan
nifas, maka wajib baginya untuk bersuci dengan mandi wajib, agar bisa kembali beribadah.
Hal ini disebabkan ada larangan saat haidh dan nifas untuk melangsungkan shalat dan puasa,

7
sebelum benar-benar suci dari hadast. Sedangkan menundanya, merupakan kedosaan karena
meninggal hal wajib, yang dalam kondisi telah melewati haidh atau nifas.

Melakukan mandi atau Keramas saat haidh tentunya tidak menjadikan diri muslimah suci,
sebelum benar-benar berhentinya darah haidh dan nifas. Hal ini pun sebagaimana dalam
Hadist Rasulullah, wanita dalam kondisi haidh dilarang shalat dan wajib untuk mandi
setelahnya.

Sabda Rasulullah saw kepada Fatimah binti Abu Hubaisy ra adalah,”Tinggalkan shalat
selama hari-hari engkau mendapatkan haid, lalu mandilah dan shalatlah.” (Muttafaq Alaih)

Sebetulnya bagi wanita, ada kondisi dimana melahirkan diwajibkan juga untuk mandi
wajib. Namun, hal ini terjadi perbedaan pendapat antar ulama fiqh. Secara umum
mewajibkan, sedangkan yang lainnya ada yang tidak mewajibkan. Muslimah bisa mengambil
mana yang sesuai dengan keyakinan hati dan pertanggungjawaban masing-masing ulama.

4) Karena kematian

“Dari Ibnu Abbas RA, bahwasanya Rasulullah saw bersabda dalam keadaan berihram
terhadap seorang yang meninggal terpelanting oleh ontanya,”Mandikan dia dengan air dan
daun bidara.” (HR.Bukhori Muslim)

Orang yang mengalami kematian, ia wajib untuk dimandikan. Untuk itu mandi wajib ini
berlaku pula bagi yang meninggal, walaupun ia bukan mandi oleh dirinya sendiri, melainkan
dimandikan oleh orang-ornag yang lain. Untuk pelaksanaannya, maka setelah dimandikan
ada pelaksanaan shalat jenazah dalam islam, sebagai shalat terakhir dari mayit.

4. Fardhu-fardhu Al-Ghuslu

Untuk melakukan mandi Janabah ada dua hal yang harus dikerjakan karena merupakan
rukun/pokok:

1) Niat

ِ ‫إنَّ َما األع َمال بالنِّيَّا‬


‫ت‬

Semua perbuatan itu tergantung dari niatnya. (HR Bukhari dan Muslim)

2) Menghilangkan Najis

Menghilangkan najis dari badan sesungguhnya merupakan syarat sah mandi janabah.
Dengan demikian, bila seorang akan mandi janabah, disyaratkan sebelumnya untuk
memastikan tidak ada lagi najis yang masih menempel di badannya. Caranya bisa dengan
mencucinya atau dengan mandi biasa dengan sabun atau pembersih lainnya. Adapun bila
najisnya tergolong najis berat, maka wajib mensucikannya dulu dengan air tujuh kali dan
salah satunya dengan tanah. Untuk itu sangat dianjurkan sebelum mandi janabah dilakukan,

8
mandi terlebih dahulu seperti biasa, dengan sabun dan lain-lainnya, agar dipastikan semua
najis dan kotoran telah hilang. setelah itu barulah mandi janabah hanya dengan air saja.

3) Meratakan Air keseluruh Tubuh

Meratakan Air Seluruh badan harus rata mendapatkan air, baik kulit maupun rambut dan
bulu. Baik akarnya ataupun yang terjuntai. Semua penghalang wajib dilepas dan dihapus,
seperti cat, lem, pewarna kuku atau pewarna rambut bila bersifat menghalangi masuknya air.
Rambut yang dicat dengan menggunakan bahan kimiawi yang sifatnya menutup atau
melapisi rambut, dianggap belum memenuhi syarat. Sehingga cat itu harus dihilangkan
terlebih dahulu. Demikian juga bila di kulit masih tersisa lem yang bersifat melapisi kulit,
harus dilepas sebelum mandi agar kulit tidak terhalang dari terkena air.

Sedangkan pacar kuku (hinna') dan tato, tidak bersifat menghalangi sampainya air ke
kulit, sehingga tetap sah mandinya, lepas dari masalah haramnya membuat tato. Termasuk
yang dianggap tidak menghalangi air terkena kulit adalah tinta pemilu, dengan syarat tinta itu
tidak menutup atau melapisi kulit, tinta itu hanya sekedar mewarnai saja.

5. Syarat-syarat Al-Ghuslu

Adapun syarat sah melakukan mandi wajib adalah sebagai berikut:

1) Beragama islam
2) Tamyiz (sudah bisa membedakan hal yang baik dan buruk)
3) Suci dari haid, nifas, wadilah
4) Tidak ada hal yang mencegah mengalirnya air pada anggota tubuh
5) Mengetahui hukum wajibnya mandi dan wudhu dengan baik
6) Tidak ada yang dapat mengubah datangnya air, contohnya tinta
7) Air yang digunakan harus suci dan menyucikan
8) Sudah memasuki waktu sholat

6. Sunnah-sunnah Al-Ghuslu

Rasulullah SAW telah memberikan contoh hidup bagaimana sebuah ritual mandi janabah
pernah beliau lakukan, lewat laporan dari istri beliau, ibunda mukminin, Aisyah radhiyallahu
ta'ala anha.

Aisyah RA berkata, yang artinya: `Ketika mandi janabah, Nabi SAW memulainya dengan
mencuci kedua tangannya, kemudian ia menumpahkan air dari tangan kanannya ke tangan
kiri lalu ia mencuci kemaluannya kemudia berwudku seperti wudhu` orang shalat. Kemudian
beliau mengambil air lalu memasukan jari-jari tangannya ke sela-sela rambutnya, dan apabila
ia yakin semua kulit kepalanya telah basah beliau menyirami kepalnya 3 kali, kemudian

9
beliau membersihkan seluruh tubhnya dengan air kemudia diakhir beliau mencuci kakinya
(HR Bukhari/248 dan Muslim/316)

Dari ’Aisyah radliyallahu anha dia berkata, ”Jika Rasulullah SAW mandi karena janabah,
maka beliau mencuci kedua tangan, kemudian wudlu’ sebagaimana wudlu beliau untuk
sholat, kemudian beliau menyela-nyela rambutnya dengan kedua tangan beliau, hingga ketika
beliau menduga air sudah sampai ke akarakar rambut, beliau mengguyurnya dengan air tiga
kali, kemudian membasuh seluruh tubuhnya”. ’Aisyah berkata, ”Aku pernah mandi bersama
Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam dari satu bejana, kami mencibuk dari bejana itu
semuanya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dari kedua hadits di atas, kita bisa rinci sebagai
berikut :

1) Mencuci Kedua Tangan

Pertama sekali yang harus dilakukan ketika mandi janabah adalah mencuci kedua tangan.
Mencuci kedua tangan ini bisa dengan tanah atau sabun, lalu dibilas sebelum dimasukkan ke
wajan tempat air.

2) Mencuci Dua Kemaluan

Caranya dengan menumpahkan air dari tangan kanan ke tangan kiri dan dengan tangan
kiri itulah kemaluan dan dubur dicuci dan dibersihkan.

3) Membersihkan Najis

Selain dua kemaluan, juga disunnahkan terlebih dahulu untuk membersihkan semua najis
yang sekiranya masih melekat di badan.

4) Berwudhu

Setelah semua suci dan bersih dari najis, maka disunnahkan untuk berwudhu sebagaimana
wudhu' untuk shalat. Jumhur ulama mengatakan bahwa disunnahkan untuk mengakhirkan
mencuci kedua kaki. Maksudnya, wudhu' itu tidak pakai cuci kaki, cuci kakinya nanti setelah
mandi janabah usai.

5) Sela-sela Jari

Di antara yang dianjurkan juga adalah memasukan jari-jari tangan yang basah dengan air
ke sela-sela rambut, sampai ia yakin bahwa kulit kepalanya telah menjadi basah.

6) Menyiram kepala

Sunnah juga untuk menyiram kepala dengan 3 kali siraman sebelum membasahi semua
anggota badan.

7) Membasahi Seluruh Badan

Ketika mandi dan membasahi semua bagian badan, ada keharusan untuk meratakannya.
Jangan sampai ada anggota badan yang tidak terbasahi air. Misalnya, kalau ada orang yang

10
memakai pewarna rambut atau kuku yang sifatnya menghalangi tembusnya air, maka mandi
itu menjadi tidak sah. Tergantung jenis pewarnanya, kalau tembus air atau menyatu menjadi
bagian dari rambut atau kuku, tentu tidak mengapa. Tetapi kalau tidak tembus dan
menghalangi, maka mandinya tidak sah. Sebelum mandi harus dihilangkan terlebih dahulu.

8) Mencuci kaki

Disunnahkan berwudhu di atas tanpa mencuci kaki, tetapi diakhirkan mencuci kakinya.
Dengan demikian, mandi janabah itu juga mengandung wudhu yang sunnah. Walau pun
tanpa berwudhu' sekalipun, sebenarnya mandi janabah itu sudah mengangkat hadts besar dan
kecil sekaligus.

7. Hal-hal yang dimakruhkan

1) Menggunakan Air Secara Berlebihan

“Nabi SAW mandi dengan satu hingga lima gayung air serta berwudhu dengan secupak
air” (HR Bukhari dan Muslim)

“Cukuplah bagi engkau mandi dengan segantang air. Lalu seorang lelaki berkata, ini tidak
mencukupi bagiku. Jabir menjawab, Ia telah mencukupi bagi yang lebih baik serta rambutnya
lebih lebat daripada engkau (yakni Rasulullah SAW)” (HR Bukhari dan Muslim)

Pada hadits di atas dijelaskan Rasulullah untuk melaksanakan mandi, maka tidak perlu
berlebihan dalam menggunakan air. Air yang digunakan secukupnya dan tidak menyia -
nyiakan. Hal tersebut mengingat bahwa ajaran islam tidak mengajarkan bersikap berlebih-
lebihan termasuk disaat menggunakan sesuatu.

2) Mandi dari Air yang Tenang

“Janganlah seseorang untuk yang junub mandi di dalam air yang tenang. Orang banyak
bertanya. Wahai abu hurairah bagaimanakah yang seharusnya dia lakukan? Abu hurairah
menjawab, ambil air. Dengan tangan atau bekas kecil beserta niat mengambil sekiranya air
itu sedikit, supaya tidak terjadi musta’mal yang menyebabkan bersentuhan dengan tangan,
ambil sedikit air dari sebelum berniat mengangkat janabah. Kemudian berniat, membasuh
tangan, dan ambilah air seterusnya dengan tangannya itu”

Dalam hadits yang tertulis diatas dijelaskan bahwa semestinya muslim yang akan
melaksanakan mandi wajib untuk menggunakan air yang mengalir.

8. Mandi-mandi yang disunahkan

11
Selain untuk `mengangkat` hadats besar, maka mandi janabah ini juga bersifat sunnah -
bukan kewajiban-untuk dikerjakan (meski tidak berhadats besar), terutama pada keadaan
berikut:

1) Shalat Jumat.

Mandi janabah disunnahkan untuk dikerjakan jika seseorang akan melakukan ibadah
Shalat Jumat. Hukumnya sunnah dan bukan wajib. Hal itu berdasarkan sabda Rasulullah
SAW :

َ ‫ت َو َم ْن ا ْغتَ َس َل فَ ْال ُغ ْس ُل َأ ْف‬


‫ض ُل‬ ْ ‫ضَأ يَوْ َم ْال ُج ُم َع ِة فَبِهَا َونِ ْع َم‬
َّ ‫َم ْن تَ َو‬

“Barangsiapa berwudhu di hari Jum’at, maka itu baik. Namun barangsiapa mandi ketika
itu, maka itu lebih afdhol.” (HR. An Nasai no. 1380, At Tirmidzi no. 497 dan Ibnu Majah no.
1091). Hadits ini diho’ifkan oleh sebagian ulama. Sebagian lagi menshahihkannya semacam
Syaikh Al Albani rahimahullah

Dalam hadits lainnya yang dibawakan oleh Aisyah RA, yang artinya: Dari Aisyah
radhiyallahu anha berkata bahwa Nabi SAW mandi pada empat kesempatan : karena janabah,
hari Jumat, hijamah dan memandikan mayit. (HR. Ahmad, Abu Daud, AlBaihaki dan Ibnu
Khuzaemah menshahihkannya)

Disunnahkannya mandi di hari Jumat berlangsung sejak terbitnya matahari hingga zawal
(masuk waktu shalat Jumat). Sedangkan mandi janabah setelah usai shalat Jumat, tidak ada
kesunnahannya secara khusus. Sunnahnya mandi janabah di hari Jumat hanya berlaku bila
tidak mengalami hal-hal yang mewajibkan mandi janabah. Sedangkan mereka yang memang
mengalami hal-hal yang mewajibkan mandi, tentu hukumnya wajib. Misalnya orang yang
keluar mani karena mimpi di hari Jumat, maka wajiblah atasnya mandi janabah sebagaimana
sabda Rasulullah SAW berikut ini, yang artinya: “Mandi Jumat hukumnya wajib bagi orang
yang mimpi (keluar mani) (HR. Sab'ah)

2) Shalat hari Raya Idul Fithr dan Idul Adha

Dalam melaksanakan Shalat Idul Fithr dan Idul Adha juga disunnahkan untuk terlebih
dahulu mandi janabah. Dasarnya sunnah berikut ini : ‫ يَ ْغتَ ِس ُل يَوْ َم‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬
ْ ِ‫الف‬.
‫ط ِر َويَوْ َم اَألضْ َحى‬ ْ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari raya Idul Fithri dan Idul
Adha.” (HR. Ibnu Majah no. 1315)

ِ ‫َسَأ َل َر ُج ٌل َعلِيًّا َر‬


Dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Ali bin Abi Thalib: , َ‫ض َي هللاُ َع ْنه‬
ْ ِ‫ال الَ ال ُغسْل الَّ ِذي ه َُو ال ُغ ْس ُل قَا َل يَوْ َم ال ُُُج ُم َع ِة َويَوْ َم َع َرفَةَ َويَوْ َم النَّحْ ِر َويَوْ َم الف‬
‫ط ِر‬ َ َ‫َع ِن ال ُغس ِْل قَا َل اِ ْغتَ ِسلْ ُك ًّل يَوْ ٍم ِإ ْن ِشْئتَ فَق‬

Seseorang pernah bertanya pada ‘Ali radhiyallahu ‘anhu mengenai mandi. ‘Ali
menjawab, “Mandilah setiap hari jika kamu mau.” Orang tadi berkata, “Bukan. Maksudku,
manakah mandi yang dianjurkan?” ‘Ali menjawab, “Mandi pada hari Jum’at, hari ‘Arofah,

12
hari Idul Adha dan Idul Fithri.” (HR. Al Baihaqi 3/278. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa
sanad hadits ini shahih. Lihat Al Irwa’ 1/177)

3) Shalat Gerhana dan Istisqa`

Alasannya karena di dalam kedua shalat itu terjadi berkumpulnya orang-orang dalam
jumlah yang banyak, sehingga disunnah sebelumnya untuk mandi sunnah. Kesunnahan mandi
dalam kesempatan shalat gerhana dan istisqa mengambil kesunnahan shalat Jumat dan shalat
Ied, dimana keduanya juga dihadiri oleh jumlah orang yang banyak dan disunnahkan
Kekuatan hadits diperselisihkan oleh para ulama. Penyusun kitab Nailul Authar mengatakan
hadits ini dhaif namun At-Tirmizy menghasankannya.

4) Sesudah Memandikan Mayat

Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah menyatakan bahwa setelah memandikan


mayat disunnahkan untuk mandi sunnah. Dasarnya adalah beberapa hadits berikut ini. Dari
Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

‫ِم ْن ُغ ْسلِ ِه ْال ُغ ْس ُل َو ِم ْن َح ْملِ ِه ْال ُوضُو ُء‬

“Setelah memandikan mayit, maka hendaklah mandi dan setelah memikulnya,


hendaklah berwudhu.” (HR. Tirmidzi no. 993. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits
ini shahih)

Dalam lafazh lain:


‫ضْأ‬
َّ ‫َم ْن َغس ََّل ْال َميِّتَ فَ ْليَ ْغتَ ِسلْ َو َم ْن َح َملَهُ فَ ْليَت ََو‬

“Barangsiapa memandikan mayit, maka hendaklah ia mandi. Barangsiapa yang


memikulnya, hendaklah ia berwudhu.” (HR. Abu Daud no. 3161. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Hadits di atas dikatakan sebagai hadits mudhthorib yang didho’ifkan oleh ulama pakar
hadits semacam Ibnul Madini, Ahmad bin Hambal, Muhammad bin Yahya, Asy Syafi’i,
Ibnul Mundzir, Al Baihaqi dan selainnya.

5) Sadar dari Pingsan, Gila atau Mabuk

Ibnul Mundzir mengatakan kuat riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW
mandi setelah siuman dari pingsan, berdasarkan hadits yang muttafaq alaihi. Oleh para
ulama, dimasukkan juga ke dalam kasus yang sama dengan sadar dari pingsan adaalh sadar
dari gila dan sadar dari mabuk . Walau pun hukumnya sunnah bukan wajib.

6) Haji dan Umrah Mandi janabah disunnah dalam berbagai ritual haji dan umrah.

Ketika akan melakukan ihram, atau masuk ke kota Mekkah, juga ketika wukuf di Arafah,
atau ketika akan thawaf, menurut Imam Syafi`i.

13
9. Hal-hal yang diharamkan bagi orang yang junub

Orang yang dalam keadaan janabah diharamkan melakukan beberapa pekerjaan, lantaran
pekerjaan itu mensyaratkan kesucian dari hadats besar. Di antara beberapa pekerjaan itu
adalah :

1) Shalat

Shalat adalah ibadah yang mensyaratkan kesucian dari hadats kecil maupun hadats besar.
Seorang yang dalam keadaan janabah atau berhadats besar, haram hukumnya melakukan
ibadah shalat, baik shalat yang hukumnya fardhu a'in seperti shalat lima waktu, atau fadhu
kidfayah seperti shalat jenazah, atau pun shalat yang hukumnya sunnah seperti dhuha, witir,
tahajjud. Dasar keharaman shalat dalam keadaan hadats besar adalah hadits berikut ini, yang
artinya : Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu 'anhu berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda,"Tidak diterima shalat yang tidak dengan kesucian". (HR. Muslim)

2) Sujud Tilawah

Sujud tilawah adalah sujud yang disunnahkan pada saat kita membaca ayat-ayat tilawah,
baik dilakukan di dalam shalat maupun di luar shalat. Syarat dari sujud tilawah juga suci dari
hadats kecil dan besar. Sehingga orang yang dalam keadaan janabah, haram hukumnya
melakukan sujud tilawah.

3) Tawaf

Tawaf di Baitullah Al-Haram senilai dengan shalat, sehingga kalau shalat itu terlarang
bagi orang yang janabah, otomatis demikian juga hukumnya buat tawaf. Dasar persamaan
nilai shalat dengan tawaf adalah sabda Rasulullah SAW, yang artinya : “Dari Abdullah bin
Abbas radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Tawaf di Baitullah adalah shalat,
kecuali Allah membolehkan di dalamnya berbicara." (HR. Tirmizy, Al-Hakim dan Adz-
Dzahabi menshahihkannya)

Dengan hadits ini, mayoritas (jumhur) ulama sepakat untuk mengharamkan tawaf di
seputar ka'bah bagi orang yang janabah sampai dia suci dari hadatsnya. Kecuali ada satu
pendapat menyendiri dari madzhab Al-Hanafiyah yang menyebutkan bahwa suci dari hadats
besar bukan syarat sah tawaf, melainkan hanya wajib. Sehingga dalam pandangan yang
menyendiri ini, seorang yang tawaf dalam keadaan janabah tetap dibenarkan, namun dia
wajib membayar dam, berupa menyembelih seekor kambing. Pendapat ini didasarkan pada
fatwa Ibnu Abbas radhiyallahu anhu yang menyebutkan bahwa menyembelih kambing wajib
bagi seorang yang melakukan ibadah haji dalam dua masalah : [1] bila tawaf dalam keadaan
janabah, [2] bila melakukan hubungan seksual setelah wuquf di Arafah.

4) Memegang atau Menyentuh Mushaf

Jumhur Ulama sepakat bahwa orang yang berhadats besar termasuk juga orang yang
haidh dilarang menyentuh mushaf Al-Quran. Dalilnya adalah firman Allah SWT berikut ini :
(QS. AlWaqi’ah ayat 79)

14
Ditambah dan dikuatkan dengan hadits Rasulullah SAW berikut ini, yang artinya: “Dari
Abdullah bin Abi Bakar bahwa dalam surat yang ditulis oleh Rasulullah SAW kepada ‘Amr
bin Hazm tertulis : Janganlah seseorang menyentuh Al-Quran kecuali dia dalam keadaan
suci”.(HR. Malik).

5) Melafazkan Ayat-ayat Al-Quran

Empat madzhab yang ada, yaitu Al-Hanafiyah, Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-
Hanabilah, semuanya sepakat bulat mengharamkan orang yang dalam keadaan janabah untuk
melafadzkan ayat-ayat Al-Quran. Salah satu dalilnya diriwayatkan oleh Tirmidzi, yang
artinya: “Dari Abdillah Ibnu Umar radhiyallahu anhu bahwa Rasululah SAW
bersabda,"Wanita yang haidh atau orang yang janabah tidak boleh membaca sepotong ayat
Quran” (HR. Tirmizy)

Hadits lainnya dari Ali bin Abi Thalib radhiyallahu anhu berkata bahwa Rasulullah SAW
tidak terhalang dari membaca Al-Quran kecuali dalam keadaan junub. (HR. Ahmad)
Larangan ini dengan pengecualian kecuali bila lafadz Al-Quran itu hanya disuarakan di
dalam hati. Juga bila lafadz itu pada hakikatnya hanyalah doa atau zikir yang lafznya diambil
dari ayat Al-Quran secara tidak langsung (iqtibas).

Namun ada pula pendapat yang membolehkan wanita haidh membaca Al-Quran dengan
catatan tidak menyentuh mushaf dan takut lupa akan hafalannya bila masa haidhnya terlalu
lama. Juga dalam membacanya tidak terlalu banyak. Pendapat ini adalah pendapat Malik.

Diriwayatkan bawa Ibnu Abbas radhiyalahu anhu dan Said ibnul Musayyib termasuk
pihak yang membolehkan wanita haidh melafadzkan ayat-ayat bahkan keseluruhan Al-Quran.

6) Masuk ke Masjid

Seorang yang dalam keadaan janabah, oleh AlQuran Al-Kariem secara tegas dilarang
memasuki masjid, kecuali bila sekedar melintas saja, dalilnya QS. An-Nisa ayat 43 yang
artinya:

“ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu salat, sedang kamu dalam keadaan
mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan pula hampiri mesjid)
sedang kamu dalam keadaan junub, terkecuali sekedar berlalu saja, hingga kamu mandi.”
(QS. An-Nisa' : 43)

Selain Al-Quran, Sunnah Nabawiyah juga mengharamkan hal itu : Dari Aisyah RA.
berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Tidak ku halalkan masjid bagi orang yang junub
dan haidh”. (HR. Bukhari, Abu Daud dan Ibnu Khuzaemah. Apabila haidh tiba, tingalkan
shalat, apabila telah selesai (dari haidh), maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan
Muslim).

10. Manfaat Mandi bagi Kesehatan

1. Menjaga kesehatan sistem peredaran darah dan sistem imun

15
Peredaran tubuh akan terjamin kelancarannya selama kamu rajin mandi. Sebab saat
mandi darah akan mengalir lancar dan membuatnya terhindar dari masalah. Ditambah lagi
mandi juga dapat memperkuat sistem kekebalan tubuh sebab bakteri akan hilang ketika kita
membersihkan tubuh.

2. Memperlancar sistem pernapasan

Berendam atau mandi di bathtub dapat memperlancar sistem pernapasan karena


bagian dada dan kepala belakang yang ikut terendam dapat memengaruhi pada kapasitas
oksigen di paru-paru. 

3. Baik untuk masalah pencernaan

Masalah pencernaan dapat teratasi dengan mandi, misalnya masalah wasir atau masalah
berat badan berlebihan. Nyeri wasir dapat dihilangkan dengan mandi dan masalah berat
badan berlebihan dapat terkontrol dengan baik karena saat mandi kadar gula darah dalam
tubuh berkurang sehingga khususnya bagi penderita diabetes lebih mudah mengatur berat
badannya. 

4. Meningkatkan kualitas kesehatan jantung

Ketika kita mandi dengan air hangat jantung akan berdetak lebih cepat dan
meningkatkan fungsi jantung. Kamu bisa mencoba mandi dengan air hangat saat tubuh terasa
lelah sehabis menjalankan aktivitas seharian. Ini pun dapat merelakskan otot tegang dan
masalah persendian.

5. Memperbaiki suasana hati

Mandi dapat meningkatkan kadar produksi hormon serotonin yang berkaitan dengan
kebahagiaan. Ini adalah jawaban kenapa setelah mandi kita sering merasa lebih baik, segar
dan berada di mood yang bagus.  

11. Tata cara pelaksanaan

Cara Mandi Wajib yang Baik Menurut Rasulullah. Hal-hal pada berikut ini adalah cara
mandi yang baik menurut Rasulullah pada hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari juga
Muslim. Muslim yang menjalankan maka akan sesuai dengna Rasulullah melakukannnya.
Tahapannya adalah sebagai berikut :

1. Terlebih dahulu mengalikan tangan sebanyak tiga kali, sebelum tangan digunakan
mandi, atau dimasukkan ke dalam tempat penampungan air.

16
2. Untuk membersihkan kemaluan dari kotoran, maka diharuskan untuk menggunakan
tangan kiri, bukan dengan tangan kanan. Tangan kanan digunakan untuk makan,
sedangkan tidak mungkin untuk membersihkan kemaluan.
3. Setelah membersihkan kemaluan, maka cucilah tangan dengan menggosokkan dengan
tanah, bisa dengan sabun agar menghilang kotoran tersebut dari tangan.
4. Berwudhu dengan langkah yang benar sesuai aturan atau rukunnya dalam islam,
selayaknya akan melakukan shalat.
5. Membasuh air pada kepala sebanyak tiga kali.
6. Mencuci bagian kepala atau keramas mulai dari kepala bagian kanan ke arah bagian
kiri serta membersihkannya hingga pada bagian sela rambut, agar betul betul bersih
juga sempurna.
7. Membasuh air mulai dari sisi bagian badan sebelah kanan lalu pada sisi bagian
sebelah kiri.

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan

Dalam bahasa arab, mandi berasal dari kata Al-Ghuslu, yang artinya mengalirkan air pada
sesuatu. Menurut istilah, Al-Ghuslu adalah menuangkan air ke seluruh badan dengan tata cara
yang khusus bertujuan untuk menghilangkan hadast besar. Mandi wajib dalam islam
ditujukan untuk membersihkan diri sekaligus mensucikan diri dari segala najis atau kotoran
yang menempel pada tubuh manusia. Ada beberapa hal yang menyebabkan seseorang
diharuskan untuk mandi wajib,

2. Saran

Harapannya dari makalah yang kami buat ini bisa dijadikan sebagai salah satu bahan
referensi untuk yang selanjutnya. Dan jika ada masukan, kami membuka lebar-lebar pintu
untuk saran nya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Sarwat, Ahmad, Lc. 2010. Fiqih Thaharah (Seri Fiqih Islami-1). DU Center Press: Jakarta

Shaby, Alee. 2019. 5 Manfaat Mandi bagi Kesehatan Tubuh, Jangan Malas Lagi Ya!.
Diakses pada, 12 September pukul: 20.00 dari laman
https://www.idntimes.com/health/fitness/amp/al-735/manfaat-mandi-c1c2?page=all#page-2

Sutra, Rika. 2020. Pentingnya Pemahaman Mandi Wajib bagi Peserta Didik Kelas XI Smk
Negeri 4 Pinrang. Skripsi: Prodi Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiayah, IAIN
Parepare.

Tuasikal, Muhammad Abduh, MSc. 2022. Matan Taqrib: Cara Mandi Junub, Lengkap
dengan Dalil, Wajib, dan Sunnahnya. Diakses pada, 12 September pukul: 19.30 dari laman
https://rumaysho.com/32754-matan-taqrib-cara-mandi-junub-lengkap-dengan-dalil-wajib-
dan-sunnahnya.html

18

Anda mungkin juga menyukai