Anda di halaman 1dari 22

“ MAKALAH “

KETENTUAN FIQH SEPUTAR PUASA


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Ilmu Fiqih
Dosen Pengampu : Bpk. Asep Dadang Abdullah, M.Ag

Disusun oleh :

1. Farikha Ludfiyatuzzahra 1901026045


2. Ivan Dwi Saputra 2101036019
3. Putri Rara Dea Nandra 2101036028
4. Maksum Jauhari 2101036001

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN WALISONGO SEMARANG
2022
KATA PENGANTAR

Alhadulillah, Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Ketentuan Fiqh
Seputar Puasa” ini tepat pada waktunya.

Kami ucapkan banyak terimakasih kepada Bapak Asep Dadang Abdullah, M.Ag.
yang telah membimbing dan mengajarkan Mata Kuliah Ilmu Fiqih.. Serta pihak-pihak yang
bersangkutan yang telah membantu kami, sehingga makalah ini bisa terselesaikan.

Meskipun demikian kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak, khususnya teman-teman kami menjadi harapan bagi
kami guna perbaikan selanjutnya.

Akhirnya permohonan dan harapan semoga apa yang telah kami lakukan mendapat
ridho dan kebaikan dari Allah SWT, serta bermanfaat bagi para pembaca sebagai jembatan
ilmu pengetahuan. Aamiin.

Semarang, 15 April 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ i


DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 2
A. Pengertian Puasa Dan Hukumnya ............................................................... 2
1. Pengertian Puasa ....................................................................................... 2
2. Hukumnya ................................................................................................. 2
B. Rukun dan Syarat Puasa ............................................................................... 3
1. Rukun Puasa .............................................................................................. 3
2. Syarat Puasa .............................................................................................. 5
C. Macam-Macam Puasa ................................................................................... 5
1. Puasa Fardhu ............................................................................................. 6
2. Puasa Sunnat ............................................................................................. 8
3. Puasa Makruh ............................................................................................ 9
4. Puasa Haram ............................................................................................. 10
D. Hal-hal yang Membatalkan Puasa ............................................................... 11
E. Rukhshah dalam Berpuasa ........................................................................... 12
BAB III PENUTUP .................................................................................................... 16
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 16
B. Saran ................................................................................................................ 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Puasa merupakan suatu Tindakan menghindari makanan, minum, serta segala hal lain
yang dapat memuaskan Hasrat-hasrat psikis maupun fisik yang dilakukan pada masa
tertentu. Makna dan tujuannya secara umum adalah utnuk menahan diri dari segala
hawa nafsu, merenung, mawas diri, dan meningkatkan keimanan terhadap allah SWT.
Salah satu hikmah pusa ialah melatih manusia untuk meningkatkan kehidupan ruhani.
Nafsu jasmani yang terdapat dalam diri tiap individu harus diredam, dikendalikan, dan
diarahkan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang mulia. Setiap orang
yang menjalankan puasa pada hakikatnya sedang memenjarakan dirinya dari berbagai
nafsu jasmani. Puasa juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan taraf
kehidupan, baik yang dunuawi maupun akhirat. Karena puasa telah dilakukan di setiap
syariat agama.
Pada sebuah hadist dikatakan bahwa “semua amal ana kadam itu untuk dirinya
sendiri, kecuali puasa. Karena puasa itu dikerjakan untuk-ku, maka akulah yang akan
memberi balasannya”. Puasa merupakan salah satu bentuk ritual agama yang dapat
meningkatkan kualitas spiritual manusia dan sebagai wahana pensucian diri guna
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pengaruh puasa bagi diri umat islam terutama Ketika bulan Ramadhan dapat
dirasakan oleh fisik maupun jiwa. Hal ini dapt dilihat dari berbagai segi. Dalam segi
Kesehatan., justru sangat bermanfaat. Kalaupun ada yang menemui permasalahan
Kesehatan pada saat berpuasa, maka permasalahan itu muncul akibat yang
bersangkutan tidak menjaga aturan Kesehatan dalam mengkonsumsi makanan.
Pembahasan mengenai ibadah puasa menarik untuk dikaji, mengingat ajaran ibadah
puasa terdapat dalam agama islam dan berlaku pada umat-umat terdahulu hingga
sekarang. Berdasarkan uraian di atas dan sebagai salah satu fiqh, maka kami akan
mengkaji permasalahan seputar ibadah puasa.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Puasa Dan Hukum Puasa?

1
2. Apa Rukun dan Syarat Puasa?

3. Apa saja Macam-macam Puasa?

4. Apa Hal-Hal yang membatalkan Puasa?

5. Apa Rukhsha dalam Berpuasa?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa Dan Hukum Puasa

1. Pengertian Puasa

Menurut bahasa puasa berarti “menahan diri”.Menurut syara’ ialah


menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkanya dari mula terbit fajar
hingga terbenam matahari, karena perintah Allah semata- mata, serta disertai
niat dan syarat-syarat tertentu
Sedangkan arti shaum menurut istilah syariat adalah menahan diri
pada siang hari dari hal-hal yang membatalkan puasa, disertai niat oleh
pelakunya, sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari.
Artinya , puasa adalah penahanan diri dari syahwat perut dan syahwat
kemaluan, serta dari segala benda konkret yang memasuki rongga dalam
tubuh (seperti obat dan sejenisnya), dalam rentang waktu tertentu yaitu sejak
terbitnya fajar kedua (yaitu fajar shadiq) sampai terbenamnya matahari yang
dilakukan oleh orang tertentu yang memenuhi syarat yaitu beragama islam,
berakal, dan tidak sedang dalam haid dan nifas, disertai niat yaitu kehendak
hati untuk melakukan perbuatan secara pasti tanpa ada kebimbangan , agar
ibadah berbeda darikebiasaan.1
2. Hukum Puasa
Ketentuan yang mewajibkan puasa ini adalah sebagaimana firman
allah dalam surat Al-Baqarah ayat 183.

َ‫علَى الَّ ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم تَت َّقُ ْو َۙنَ ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْن‬ ِ ‫علَ ْي ُك ُم‬
َ ِ‫الصيَا ُم َك َما ُكت‬
َ ‫ب‬ َ ِ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ُكت‬
َ ‫ب‬
ۙ َ‫تَتَّقُ ْون‬ ‫علَى الَّ ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم‬
َ ‫ب‬ ِ ‫علَ ْي ُك ُم‬
َ ِ‫الصيَا ُم َك َما ُكت‬ َ ِ‫ٰا َمنُ ْوا ُكت‬
َ ‫ب‬

1
DRS.H.Mo.Rifa’I, Fiqih Islam Lengkap, (Semarang: Pt.Karya Toha Putra,1978), hlm.332.

3
Artinya: “Wahai orang-orang Yang beriman! Kamu Diwajibkan berpuasa
sebagaimana Diwajibkan atas orang-orang Yang dahulu daripada
kamu, supaya kamu bertaqwa”.2

Berdasarkan ayat di atas tegas bahwa, Allah Swt. mewajibkan puasa


kepada hamba-hamba-Nya yang beriman, sebagaimana Dia telah mewajibkan
kepada para pemeluk agama sebelum mereka. Dia telah menerangkan sebab
diperintahkannya puasa dengan menerangkan sebab diperintahkannya puasa
dengan menjelaskan faedah-faedahnya yang besar dan hikmah-hikmahnya
yang tinggi, yaitu mempersiapkan jiwa orang yang berpuasa untuk
mempercayai derajat yang takwa kepada Allah Swt dengan meninggalkan
keinginan-keinginan yang dibolehkan demi mematuhi perintah-Nya dan demi
mengharapkan pahala dari sisi-Nya, supaya orang mukmin termasukgolongan
orang-orang yang bertakwa kepada-Nya yang menjauhi larangan-larangan-
Nya.

Perintah puasa bagi umat Islam diwajibkan oleh Allah SWT. pada
bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhan karena di bulan Ramadhan itulah
diturunkan al-Qur‟an kepada umat manusia melalui Nabi besar Muhammad
Saw.

B. Rukun dan Syarat Puasa

1. Rukun Puasa
Puasa terdiri dari dua rukun.Dari dua rukun inilah hakikat puasa
terwujud. Dua rukun tersebut adalah sebagai berikut:

a. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, mulai dari terbitnya
fajar hingga terbenamnya matahari. Hal ini berdasarkan firman Allah s.w.t
“maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan
Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan )
antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian,
sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Sebagaimana firman Allah
SWT dalam surat al-Baqarah ayat 187.

2
Departemmen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Op. Cit Hlm.28

4
‫ّٰللاُ اَنَّ ُك ْم ُك ْنت ُ ْم‬ َ ۗ ‫اس لَّ ُه َّن‬
‫ع ِل َم ه‬ ٌ َ‫اس لَّ ُك ْم َواَ ْنت ُ ْم ِلب‬ َ ِ‫ث ا ِٰلى ن‬
ٌ َ‫س ۤا ِٕى ُك ْم ۗ ه َُّن ِلب‬ ُ َ‫الرف‬ ِ َ‫ا ُ ِح َّل لَ ُك ْم لَ ْيلَة‬
َّ ‫الصيَ ِام‬
‫ّٰللاُ لَ ُك ْم ۗ َو ُكلُ ْوا‬
‫َب ه‬ َ ‫ع ْن ُك ْم ۚ فَ ْال ٰـنَ بَا ِش ُر ْوه َُّن َوا ْبتَغُ ْوا َما َكت‬ َ ‫عفَا‬ َ ‫علَ ْي ُك ْم َو‬ َ ‫س ُك ْم فَت‬
َ ‫َاب‬ َ ُ‫ت َْختَانُ ْونَ اَ ْنف‬
‫ام اِلَى‬ ِ ‫ض ِمنَ ْال َخي ِْط ْاْلَس َْو ِد ِمنَ ْالفَجْ ِۖ ِر ث ُ َّم اَتِ ُّموا‬
َ َ‫الصي‬ ُ ‫َوا ْش َرب ُْوا َحتهى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْي‬
ُ َ‫ط ْاْلَ ْبي‬
‫ّٰللاُ ٰا ٰيتِ ٖه‬ ِ ‫عا ِكفُ ْو َۙنَ فِى ْال َمسٰ ِج ِد ۗ تِ ْلكَ ُحد ُْودُ ه‬
‫ّٰللا فَ ََل تَ ْق َرب ُْوه َۗا ك َٰذلِكَ يُبَيِنُ ه‬ َ ‫الَّ ْي ۚ ِل َو َْل تُبَا ِش ُر ْوه َُّن َواَ ْنت ُ ْم‬
َ‫اس لَعَلَّ ُه ْم يَتَّقُ ْون‬
ِ َّ‫ِللن‬

Artinya: “ Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur


dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu
adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu
tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima
tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah
mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu.
Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan)
antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan
kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid.
Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada
manusia, agar mereka bertakwa”3
b. Niat

Dasar diwajibkannya niat adalah firman Allah SWT dalam suratAl-


Bayyinah ayat 5.
َّ ‫ص ٰلوةَ َويُؤْ تُوا‬
َ‫الز ٰكوةَ َو ٰذلِك‬ َّ ‫الديْنَ ەَۙ ُحنَف َۤا َء َويُ ِق ْي ُموا ال‬
ِ ُ‫صيْنَ لَه‬ ‫َو َما ٰٓ ا ُ ِم ُر ْٰٓوا ا َِّْل ِل َي ْعبُدُوا ه‬
ِ ‫ّٰللاَ ُم ْخ ِل‬
ْ ُ‫ِديْن‬
ۙ‫القَ ِي َم ِة‬

Artinya: “padahal mereka tidak diperintahkan melainkan supaya


menyembah Allah Dengan mengikhlaskan Ibadat kepadaNya, lagi
tetap teguh di atas tauhid; dan supaya mereka mendirikan
sembahyang serta memberi zakat. dan Yang demikian itulahugama
Yang benar”.4

3
Departemmen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Op. Cit Hlm.28
4
Departemmen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Op. Cit Hlm.598

5
2. Syarat Puasa

Pada ulama ahli fiqh membedakan syarat-syarat puasa atas:


a. Syarat wajib puasa yang meliputi:
a) Berakal (aqli) Orang yang gila tidak diwajibkan puasa
b) Baligh (sampai umur) Oleh karena itu anak-anak belum wajib berpuasa
c) Kuat berpuasa (qadir) Orang yang tidak kuat untuk berpuasa baik
karena tua atau sakit yang tidak dapat diharapkan sembuhnya, tidak
diwajibkan atasnya puasa, tapi wajib bayar fidyah.5
b. Syarat Syah Yang Mencakup Puasa
a) Islam Orang yang bukan Islam (kafir)
b) Mumayiz (mengerti dan mampu membedakan yang baik dengan yang
baik)
c) Suci dari pada darah haid, nifas dan wiladah Wanita yang diwajibkan
puasa selama mereka tidak haid. Jika mereka sedang haid tidak
diwajibkan puasa, teta diwajibkan mengerjakan qadha sebanyak puasa
yang ditinggalkan setelah selesai bulan puasa. Nifas dan wiladah
disamakan dengan haid. Bedanya bila sang ibu itu menyusui anaknya ia
boleh membayar fidyah. Disinilah letak perbedaan antara
meninggalkan shalat dan meninggalkan puasa bagi orang yang sedang
haid. Pada shalat, bagi orang haid lepas sama sekali kewajiban shalat,
sedangkan pada puasa tidak lepas, tetapi didenda untuk dibayar
(diqadha) pada waktu yang lain.
d) Dikerjakan dalam waktu atau hari yang dibolehkan puasa.6

C. Macam-macam Puasa

Puasa dalam syari’at Islam ada dua macam, yaitu puasa wajib dan
puasa sunah. Puasa wajib ada tiga macam, puasa yang terikat dengan
waktu (puasa Ramadhan selama sebulan), Puasa yang wajib karena ada
illat, seperti puasa sebagai kafarat, dan puasa seseorang yang mewajibkan

5
Team Penyusun. Text book ilmu fiqih 1, ilmu fiqih, jilid 1 (Jakarta: Proyek pembinaan prasarana dan sarana
perguruan tinggi Agama/IAIN Jakarta, 1983). Hlm.302
6
Ibidh, Ilmu fiqh, Jilid III, Hlm.303

6
pada dirinya sendiri, yaitu puasa nazar.
Menurut para ahli fiqih, puasa yang ditetapkan syari’at ada 4 (empat)
macam, yaitu puasa fardhu, puasa sunnat, puasa makruh dan puasa yang
diharamkan.

1. Puasa Fardhu
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan
ketentuan syari’at Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu antara
lain:
a. Puasa bulan Ramadhan
Puasa dalam bulan Ramadhan dilakukan berdasarkan perintah
Allah SWT dalam Al-Qur’an (QS. Al-Baqarah:183). Ijma’ ulama
tiada yang menyangkal wajibnya puasa Ramadhan, dan tiada satu
imam pun yang berbeda pendapat. Orang yang wajib berpuasa
Ramadhan adalah orang yang baligh, sehat jasmani-rohani dan bukan
musafir. Puasa tidak wajib bagi wanita yang sedang haid. Dalam hal
ini tidak ada perbedaan pendapat, berdasarkan firman Allah (QS. Al-
Baqarah: 185).
b. Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang
dikarenakan pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian
dalam melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan
seorang mukmin mengerjakannya supaya dosanya diampuni,
bentuk pelanggaran dengan kafaratnya antara lain :
a) Apabila seseorang melanggar sumpahnya dan ia tidak mampu
memberi makan dan pakaian kepada sepuluh orang miskin
atau membebaskan seorang roqobah, maka ia harus
melaksanakan puasa selama tiga hari.
b) Apabila seseorang secara sengaja membunuh seorang
mukmin sedang ia tidak sanggup membayar uang darah
(tebusan) atau memerdekakan roqobah maka ia harus
berpuasa dua bulan berturut-turut (An Nisa: 94).
c) Apabila dengan sengaja membatalkan puasanya dalam bulan

7
Ramadhan tanpa ada halangan yang telah ditetapkan, ia harus
membayar kafarat dengan berpuasa lagi sampai genap 60
hari.
d) Barangsiapa yang melaksanakan ibadah haji bersama- sama
dengan umrah, lalu tidak mendapatkan binatang kurban,
maka ia harus melakukan puasa tiga hari di Mekkah dan
tujuh hari sesudah ia sampai kembali ke rumah. Demikian
pula, apabila dikarenakan suatu mudharat (alasan kesehatan
dan sebagainya) maka berpangkas rambut (tahallul), ia harus
berpuasa selama 3 hari.
Menurut Imam Syafi’I, Maliki dan Hanafi : “Orang yang berpuasa
berturut-turut karena Kafarat, yang disebabkan berbuka puasa pada bulan
Ramadhan, ia tidak boleh berbuka walau hanya satu hari di tengah-
tengah 2 (dua) bulan tersebut, karena kalau berbuka berarti ia telah
memutuskan kelangsungan yang berturut-turut itu. Apabila ia berbuka,
baik karena uzur atau tidak, ia wajib memulai puasa dari awal lagi
selama dua bulan berturut-turut”.
c. Puasa Nazar

Puasa Nazar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan,


begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan
manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri untuk
membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji pada
dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah menganugerahkan
keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia akan berpuasa sekian
hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya wajib. Hari-hari nazar
yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa pada hari-hari tersebut
jadi wajib atasnya dan apabila dia pada hari-hari itu sakit atau
mengadakan perjalanan maka ia harus meng-qadha pada hari-hari
lain dan apabila tengah berpuasa nazar batal puasanya maka ia
bertanggung jawab mengqadhanya.
2. Puasa Sunnat
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan

8
mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Adapun
puasa sunnat itu antara lain :

a. Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal

Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya


Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa berpuasa pada bulan
Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa
enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa
selama setahun”.(HR.Muslim).
b. Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
Pada suatu hari ada seorang Arab dusun datang pada
Rasulullah saw. dengan membawa kelinci yang telah
dipanggang. Ketika daging kelinci itu dihidangkan pada beliau
maka beliau saw. hanya menyuruh orang-orang yang ada di
sekitar beliau untuk menyantapnya, sedangkan beliau sendiri
tidak ikut makan, demikian pula ketika si Arab dusun tidak ikut
makan, maka beliau saw. bertanya padanya, mengapa engkau
tidak ikut makan? Jawabnya “aku sedang puasa tiga hari setiap
bulan, maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih setiap
bulan”. “kalau engkau bisa melakukannya puasa tiga hari setiap
bulan maka sebaiknya lakukanlah puasa di hari-hari putih yaitu
pada hari ke tiga belas, empat belas dan ke lima belas.
c. Puasa hari Senin dan hari Kamis.

Hadist Rasulullah SAW: Rasulullah memperbanyak puasa


pada hari Senin dan Kamis, kemudian beliau berkata,
sesungguhnya amal-amal itu dilaporkan setiap hari Senin dan hari
Kamis, maka Allah SWT akan mengampuni setiap muslim

kecuali mereka-mereka yang saling memutuskan tali persaudaraan.


(H.R.Ahmad).
d. Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)

Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah


itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu
tahun yang akan datang” (H. R. Muslim).

9
e. Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.

Dari Salim, dari ayahnya berkata : Nabi saw. Bersabda : Hari


Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki puasa,
maka berpuasalah pada hari itu.
f. Puasa nabi Daud as. (satu hari b0repuasa satu hari berbuka) Bersumber
dari Abdullah bin Amar ra. dia berkata :
Sesungguhnya Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya
puasa yang paling disukai oleh Allah swt. ialah puasa Nabi Daud as.
sembahyang yang paling di sukai oleh Allah ialah sembahyang Nabi
Daud as. Dia tidur sampai tengah malam, kemudian melakukan
ibadah pada sepertiganya dan sisanya lagi dia gunakan untuk tidur
kembali, Nabi Daud berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari.
Mengenai masalah puasa Daud ini, apabila selang hari puasa
tersebut masuk pada hari Jum’at atau dengan kata lain masuk puasa
pada hari Jum’at, hal ini dibolehkan. Karena yang dimakruhkan
adalah berpuasa pada satu hari Jum’at yang telah direncanakan hanya
pada hari itu saja.
g. Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci

Dari Aisyah r.a berkata: Rasulullah saw. berpuasa sehingga


kami mengatakan: beliau tidak berbuka. Dan beliau

berbuka sehingga kami mengatakan: beliau tidak berpuasa. Saya


tidaklah melihat Rasulullah saw. Menyempurnakan puasa sebulan
kecuali Ramadhan. Dan saya tidak melihat beliau berpuasa lebih
banyak daripada puasa di bulan Sya’ban (HR.Bukhori dan
Muslim).
3. Puasa Makruh

Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain:

a. Puasa pada hari Jumat secara tersendiri

Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila


puasa itu dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya
mengkhususkan hari Jumat saja untuk berpuasa.

10
Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Saya mendengar Nabi saw.
bersabda: “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jum’at, melainkan
bersama satu hari sebelumnya atau sesudahnya.” (HR.Bukhori dan
Muslim).

b. Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan

Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda:


“Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulan Ramadhan
dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa
berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”

c. Puasa pada hari syak (meragukan)

Dari Shilah bin Zufar berkata: Kami berada di sisi Amar


pada hari yang diragukan Ramadhan-nya, lalu didatangkan seekor
kambing, maka sebagian kaum menjauh. Maka ‘Ammar berkata:
Barang siapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia
mendurhakai Abal Qasim saw.

4. Puasa Haram
Puasa haram adalah puasa yang apabila dilakukan maka berdosa.
Puasa yang diharamkan tersebut antara lain:
a. Istri puasa sunnah tanpa sepengetahuan dari suami, atau suami tahu
tapi tidak mengijinkan. Kecuali, apabila suami sedang tidak
membutuhkan seperti suami sedang bepergian, sedang haji atau
umroh.
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh seorang
wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di suatu hari selain
bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin suaminya.”(HR.Bukhori dan
Muslim)

b. Puasa pada hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha.

c. Puasa pada hari tasyriq yaitu hari ke-11, ke-12 dan ke-13 bulan
Dzulhijjah. Keuali untuk dam (sebagai ganti dari menyembelih
qurban).
d. Puasa wanita haid atau nifas (baru mehirkan).

11
e. Puasa Dhar (puasa tiap hari tanpa buka)

Hadist Rasulullah SAW: “tidak dinamakan puasa orang yang


berpuasa terus menerus”. (HR. Bukhari)7

D. Hal-hal yang Membatalkan Puasa


Adapun yang membatalkan puasa adalah sebagaimana yang
dikemukakan Zakariya al Ansariy dalam kitabnya As-Syarqawiy sebagai
berikut:

“Bab pada menerangkan sesuatu yang membatalkan puasa, sekalipun


sebahagiannya telah diketahui dari keterangan yang telah lalu, yaitu
memasukkan benda dari lubang kerongkongan , walaupun dengan injeksi atau
air kumur-kumur atau air yang dimasukkan ke hidung dengan cara yang
bersangatan. Dan muntah, sebagai tambahanku, sekalipun dia yakin muntah itu
tidak kembali dalam kerongkongan, dan mengeluarkan mani, dengan menyentuh
kulit dengan bersyahwat, seperti wati’ yang tidak keluar mani kecuali pada
saat tidur atau penglihatan atau memikir-mikir atau menyentuh dengan syahwat
atau merangkul isteri kepada suaminya dengan lapis, maka tidaklah membatan
wati’lkan puasa keluarnya mani dengan salah satu cara yang demikian. Dan
wati’ pada faraj baik qubul atau dubul dengansengaja dan dengan kehendaknya
, serta dia mengetahui hukumnyaharam”8

Dari keterangan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang


membatalkan puasa itu adalah:
a. Memasukkan sesuatu benda ke dalam rongga badan.
b. Muntah dengan sengaja
c. Mengeluarkan mani
d. Melakukan wati’ (bersetubuh) pada faraj dan dubur dengan sengaja dan
e. Mengetahui haramnya

E. Rukhshah dalam Berpuasa

7
Aulia Rahmi, “Puasa dan hikmahnya terhadap fisik dan mental spiritual”. Vol, 03 no, 01 (2015) 93-100
8
Zakariya al-Ansari, Syarh at Tahrir, Juz. I . Hlm. 432-436

12
Meskipun ibadat puasa Ramadhan merupakan kewajiban yang mesti
dilakukan oleh kaum muslimin yang telah memenuhi syaratnya, namun karena
syariat itu sendiri merupakan pedoman hidup bagi manusia, tentu di dalamnya
memuat ketentuan-ketentuan yang semata-mata untuk kemaslahatan manusia itu
sendiri.
Dengan demikian suatu perintah yang wajib tetap suatu kewajiban. Namun
dalam perlaksanaannya dapat dialihkan kepada yang lain disebabkan terdapat
kesulitan yangmembawa mudarat kepada pelakunya.
Demikian juga halnya dengan kewajiban ibadah puasa Ramadhan. Bagi
kaum muslimin yang memenuhi syarat wajib puasa , syariat memberikan
ketentuan bahwa diperbolehkan bagi mereka berbuka puasa Ramadhan dengan
alasan–alasan atau sebab-sebab tertentu.
Adapun sebab-sebab boleh meninggalkan ibadah puasa Ramadhan adalah
sebagaimana berikut:
1). Orang sakit
Orang yang ditimpa sakit dibolehkan untuk tidak berpuasa. Hal ini
berdasarkan firman Allah SWT , dalam surat al-Baqarah ayat 184 sebagai
berikut:

ٗ‫علَى الَّ ِذ ْينَ ي ُِط ْيقُ ْونَه‬ َ ‫ع ٰلى‬


َ ‫سف ٍَر فَ ِعدَّة ٌ ِم ْن اَي ٍَّام اُخ ََر ۗ َو‬ ٍ ۗ ‫اَيَّا ًما َّم ْعد ُْو ٰد‬
ً ‫ت فَ َم ْن َكانَ ِم ْن ُك ْم َّم ِر ْي‬
َ ‫ضا اَ ْو‬
َ‫ص ْو ُم ْوا َخي ٌْر لَّ ُك ْم ا ِْن ُك ْنت ُ ْم تَ ْعلَ ُم ْون‬
ُ َ‫ع َخي ًْرا فَ ُه َو َخي ٌْر لَّهٗ ۗ َواَ ْن ت‬ َ ٌ‫فِ ْديَة‬
َ َ‫طعَا ُم ِم ْس ِكي ۗ ٍْن فَ َم ْن ت‬
َ ‫ط َّو‬

Artinya: “... maka jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan
( lalu berbuka ), maka (wajiblah baginya puasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan pada hari yang lain.”

Ayat diatas memberikan pemahaman bahwa bagi orang yang sakit

dibolehkan untuk berbuka atau meningalkan puasa Ramadhan, sekalipun

penyakitnya tidak parah, sebab pada keumunan ayat tersebut yang tertulis al

Marid atau sakit. Namun para ulama’ memberikan batasan sakit yang

diperbolehkan untuk meninggalkan puasa. Hal ini sebagaimana yang

dikemukakan oleh Sayyid sabiq sebagai berikut:

13
.‫واﻟﻤﺮض اﻟﻤﺒﯿﺢ ﻟﻠﻔﻄﺮ ھﻮ اﻟﻤﺮض اﻟﺸﺪﯾﺪ اﻟﺬى ﯾﺰﯾﺪ ﺑﺎﻟﺼﻮم او ﯾﺨﺸﻰ ﺗﺄﺧﺮ ﺑﺮ ﻧﮫ‬

Artinya: “dan orang sakit yang boleh berbuka puasa adalah orang yang
sakitnya bersangatan, yang apabila berpuasa akan bertambah
penyakitnya atau ada kekhawatiran akan lambat sembuhnya”

Pada bahagian lain Sayyid Sabiq menmbahkan bahwa orang sakit yang

tidak diharapkan lagi sembuhnya diperbolehkan berbuka puasa. Pada

bahagian ini Sayyid Sabiq menambahkan bahwa orang sakit yang tidak

diharapkan lagi sembuhnya diperbolehkan berbuka puasa.

Dari penjelasan diatas dapat difahami bahwa ada tiga kategori orang

sakit yang diperbolehkan untuk berbuka atau meninggalkan puasa iaitu,

orang sakit yang apabila berbuka akan bertambah penyakitnya, atau

dikhawatirkan akan lambat sembuhnya, dan orang sakit yang tidak

diharapkan lagi sembuhnya.

2). Orang Musafir


Orang yang melakukan perjalanan (musafir), oleh syara’ diberikan
rukhsah (keringanan) untuk berbuka puasa . kebolehan berbuka puasa bagi
musafir tersebut ditegaskan oleh Allah dalam al-Quran surat al- Baqarah ayat
185 yang mana berbunyi:

‫ش ِهدَ ِم ْن ُك ُم‬
َ ‫ان فَ َم ْن‬ ِ ۚ َ‫ت ِمنَ ْال ُه ٰدى َو ْالفُ ْرق‬ ِ ‫ِي ا ُ ْن ِز َل فِ ْي ِه ْالقُ ْر ٰانُ ُهدًى ِلل َّن‬
ٍ ‫اس َو َب ِي ٰن‬ ْٰٓ ‫ضانَ الَّذ‬
َ ‫ش ْه ُر َر َم‬ َ
‫ّٰللاُ ِب ُك ُم ا ْليُس َْر َو َْل‬ َ ‫ع ٰلى‬
‫سف ٍَر فَ ِعدَّة ٌ ِم ْن اَي ٍَّام اُخ ََر ۗ ي ُِر ْيدُ ه‬ َ ‫ضا اَ ْو‬ ً ‫ص ْمهُ ۗ َو َم ْن َكانَ َم ِر ْي‬ ُ ‫ش ْه َر فَ ْل َي‬
َّ ‫ال‬
َ‫ع ٰلى َما َه ٰدى ُك ْم َولَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُك ُر ْون‬ ‫ي ُِر ْيدُ ِب ُك ُم ْالعُس َْر ِۖ َو ِلت ُ ْك ِملُوا ْال ِعدَّةَ َو ِلتُك َِب ُروا ه‬
َ َ‫ّٰللا‬

Artinya: “..... maka jika diantara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari yang lain. ”9

Seperti halnya orang sakit, bagi musafir pun diberi juga batasan dalam
kebolehan untuk berbuka puasa .Jumhur ulama’ berpendapat bahwa bagi

9
Departemmen agama RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Op. Cit Hlm.28

14
musafir yang dibolehkan berbuka puasa itu ada dua syarat. Pertama, safar
(perjalanan) tersebut menempuh jarak yang diperbolehkan untuk meng-qasar
salat dan yang kedua safar yang dimulai sebelum terbit fajar. Ulama
Hanabilah khusunya Ibnu Qaddamah berpendapat bahwa safar yang dimulai
pada siang hari (setelah terbit fajar), walaupun setelah tergelincir matahari,
dibolehkan untuk berbuka puasa. Dan ulama Syafi’iyah khususnya An-
Nawawi menambahkan syarat ketiga yaitu tidak bagi musafir yang
melakukan safar secara terus-menerus.
3. Orang tua yang lemah.
Orang yanglanjut usia tidak mampu melaksanakan puasa Ramadhan
kerana fisiknya sudah lemah. Oleh karena itu, kepada mereka diperbolehkan
meninggalkan puasa Ramadhan.
Hal ini sebagaimana dikemukakan Sayyid Sabiq dalam kitabnya Fiqh
as Sunah sebagai berikut:
‫ﯾﺮ ﺧﺺ اﻟﻔﻄﺮى ﻟﻠﺸﯿﺦ اﻟﻜﺒﯿﺮ واﻟﻤﺮاة اﻟﻌﺠﻮز‬

Artinya: “diberikan keringanan untuk berbuka puasa bagi orang yangsudah


tua dan perempuan yang tua”

Berdasarkan kutipan diatas dapat difahami bahwa bagi orang yang


sudah lanjut usia dibolehkan untuk berbuka atau meninggalkan puasa
Ramadhan, sebab pada umumnya mereka telah lelah atau sudah tidak
sanggup lagi berpuasa.
4. Orang yang bekerja berat.

Terhadap mereka ini juga diperbolehkan untuk berbuka atau


meninggalkan puasa Ramadhan, karena akibat dari pekerjaan yang mereka
lakukan memungkinkan lemah fisik.Sehingga memberatkan bagi mereka
untuk berpuasa berakibat tidak biasa bekerja sebagaimana biasa.
5. Wanita Hamil Yang Menyusui.

Keadaan wanita hamil yang menyusui menjadi salah satu sebab


diperbolehkan meninggalkan puasa Ramadhan, apabila keduanya khawatir
atau takut akan membahayakan kepada dirinya, anak, atau diri dan anak
secara bersamaan akibat dari puasa keduanya.

15
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
ibnu Majah sebagaimana berikut:
‫ﺣﺪﺛﻨﺎ ھﺸﺎم ﺑﻦ ﻋﻤﺎر اﻟﺪﻣﺸﻘﻰ اﻟﺮﺑﯿﻊ ﺑﻦ ﺑﺪر ﻋﻦ اﻟﺠﺮﯾﺮي ﻋﻦ اﻟﺤﺴﻦ ﻋﻦ اﻧﺲ ﺑﻦ‬
‫ رﺧﺺ رﺳﻮل ﷲ ﻋﻠﯿﮫ وﺳﻠﻢ ﻟﻠﺠﺒﻠﻰ اﻟﺘﻰ ﺗﺨﺎف ﻋﻠﻰ ﻧﻔﺴﮭﺎ أن ﺗﻔﻄﺮ‬:‫ﻣﺎﻟﻚ ﻗﺎل‬

‫وﻟﻠﻤﺮ ﺿﻊ اﻟﺘﻰ ﺗﺨﺎف ﻋﻠﻰ وﻟﺪھﺎ‬

Artinya: “telah memberitahu kepada kami Hisyan Ibn Ammar ad


Dimasqiy, dari Hasan, dari Anas bin Malik, dia berkata:

Rasulullah SAW. Memberi keringanan kepada wanita hamil yang


khawatir akan dirinya boleh berbuka, dan bagi wanita yang
menyusui yang khawatir terhadap anaknya.”

Dari hadis diatas dapat difahami bahwa wanita hamil dan menyusui
yang menyusui yang mempunyai kekhawatiran akan keselamatan diri, anak,
atau diri dan anak, maka dibolehkan bagi keduanya untuk berbuka.

16
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Pengertian dari puasa ialah secara umum, puasa berarti menahan, menururt istilah
berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar
hingga terbenam matahari dengan di sertai niat.

Pembagian puasa menurut agama islam ada empat macam, yaitu :

• Puasa wajib
• Puasa sunnah
• Puasa makruh
• Puasa haram

Syarat puasa terbagi menjadi dua yaitu :

a. Syarat wajib puasa


• Berakal, orang yang gila tidak diwajibkan puasa.
• Baligh (umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang lain. Anak-anak
tidak wajib berpuasa.
• Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tua tau
sakit, tidak wajib puasa.
b. Syarat sah puasa
• Islam. Orang yang bukan islam tidak sah puasa.
• Mumayyiz (dapat membedakan yang baik dengan yang tidak baik)
• Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah habis melahirkan).
Orang yang haid atau nifas itu tidak sah puasa, tetapi keduannya wajib
mengkhodo’ (membayar) puasa yang tertinggal itu secukupnya.

Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya. Dilarang puasa pada dua hari raya
dan hari tasryik (tanggal 11,12,13 bulan haji). Rukun puasa yaitu niat dan menahan diri
dari segala yang membatalkan puasa sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Cara pelaksanaan puasa yaitu dengan niat pada malam sebelum sahur, berdoa Ketika
berbuka dan berpuasa, menyegerakan berbuka, selama berpuasa hendaknya

17
menghindari segala hal yang dapat membatalkan puasa, memperbanyak amalan dan
giat beribadah selama berpuasa.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami buat, semoga dapat bermanfat bagi pembaca.
Apabila ada saran dan krtik yang ingin disampaikan, silakan sampaikan kepada kami.
Apabila ada terdapat kesalahan mohon dapat memaafkan dan memakluminya, karena
kami adalah hamba allah yang tak luput dari salah, khilaf, alfa dan lupa.

18
DAFTAR PUSTAKA

Ansariy,Zakariya al. 1988. Syarh at Tahrir, Juz. I. Surabaya: Syirkah Bangkul Indah.

Rahmi, Aulia. 2015. Puasa dan Hikmahnya Terhadap Kesehatan Fisik dan Mental Spiritua,
3(1). 93-100.

RI, Departemmen agama. 1976. Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: PT. Bumi Restu.

Rifa’I,DRS.H.Mo. 1978. Fiqih Islam Lengkap. Semarang: PT. Karya Toha Putra.

Team Penyusun. 1983. Text book ilmu fiqih 1, ilmu fiqih, jilid 1. Jakarta: Proyek pembinaan
prasarana dan sarana perguruan tinggi Agama/IAIN Jakarta.

19

Anda mungkin juga menyukai