Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

“HADITS TENTANG KEWAJIBAN PUASA, MACAM-

MACAM PUASA DAN PUASA BAGI ORANG YANG SUDAH


MENIGGAL”
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Hadist Ahkam

Dosen Pengampu :

Dosen Pengampu:
Titin Purwaningsih, M.H

DISUSUN OLEH :
WIKI HANDOYO

JURUSAN SYARIAH
PRODI HUKUM KELUARGA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)AL-MA’ARIF
WAY KANAN LAMPUNG
T.A : 2022
KATA PENGANTAR
Pertama-tama perkenankan saya selaku penyusun makalah ini
mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa sehingga saya dapat
menyusun makalah dengan judul Hadits Tentang Kewajiban Puasa, Macam-
Macam Puasa Dan Puasa Bagi Orang Yang Sudah Meniggal.
Ucapan terimakasih dan puji syukur saya sampaikan kepada Allah swt
dan semua pihak yang telah membantu kelancaran, memberikan masukan serta
ide-ide untuk menyusun makalah ini.
Saya selaku penyusun telah berusaha sebaik mungkin untuk
menyempurnakan makalah ini namun, namun tidak mustahil apabila terdapat
kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu saya mohon saran serta komentar
yang dapat saya jadikan motivasi untuk menyempurnakan pedoman di masa yang
akan datang.
Way Kanan, 17 Oktober 2022

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................2

C. Tujuan dan Manfaat.........................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................4

A. Pengertian Puasa..............................................................................................4

B. Macam-macam puasa.....................................................................................5

1. PUASA WAJIB............................................................................................5

2. PUASA SUNAH..........................................................................................9

3. PUASA MAKRUH....................................................................................11

4. PUASA HARAM.......................................................................................13

C. Puasa bagi orang yang sudah meninggal dunia.............................................14

BAB III PENUTUP..............................................................................................17

A. Kesimpulan...................................................................................................17

B. Saran.............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................18

iii
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam membuat variasi dalam ibadah-ibadahnya. Di antaranya ada yang
berupa perkataan, seperti berdoa, zikir kepada Allah, menyeru kepada kebaikan,
amar makruf, nahi munkar, mengajari orang yang jahil, memberi petunjuk orang
yang tersesat, dan apa saja yang semakna dengan hal tersebut. Diantaranya ada
yang berupa perbuatan, perbuatan dengan anggota badan seperti shalat, perbuatan
dengan harta seperti zakat, atau gabungan antara dua perbuatan tersebut seperti
haji dan jihad di jalan Allah 1.
Di antaranya bukan berupa perkataan ataupun perbuatan, tetapi berupa
menahan dan mencegah saja. Yang demikian itu seperti puasa, yang menahan diri
dari makan, minum dan menggauli istri semenjak terbit fajar hingga terbenamnya
matahari. Meskipun perbuatan menahan diri dan meninggalkan ini negatif secara
zhahir, pada hakikat dan inti sarinya merupakan amalan yang positif. Karena ia
adalah menahan nafsu dari apa yang diinginkan dengan niat mendekatkan diri
kepada Allah ta’ala. Dengan demikian, ia adalah amalan yang berkaitan dengan
kejiwaan dan kehendak, yang mempunyai bobot tersendiri di dalam timbangan
kebenaran, kebaikan, dan penerimaan di sisi Allah. Jadi, niat adalah yang
mebedakan antara mengerjakan dan meninggalkan suatu perilaku. Bukankah
agama hanya mengerjakan dan meninggalkan sesuatu?
Mengerjakan yang diperintahkan secara wajib atau mustahab, dan
meninggalkan yang dilarang secara haram atau makruh. Bahkan, bukankah
fadhilah-fadhilah hanya berupa mengerjakan apa yang baik dan meninggalkan
yang tidak baik2 . Puasa merupakan satu bentuk ketaatan kepada Allah SWT.
Seorang mukmin mendapatkan pahala terbuka yang tiada batasnya, sebab puasa
adalah untuk Allah SWT, dan karunia Allah amat luas. Dengan puasa seseorang
mendapat keridhaan Allah, berhak masuk surga melalui pintu yang khusus
disediakan bagi orang-orang yang berpuasa, yang disebut dengan pintu arRayyan

Yusuf al-Qaradhawi, Ibadah dalam Islam, diterjemah oleh Abdurrahman Ahmad ,


1

Muhammad Muhtadi,(Jakarta:Akbar Media Sarana, 2005) Cet.I, h. 364

1
3 . Orang yang berpuasa menjauhkan dirinya dari azab Allah Ta‟ala, yang akan
menimpa akibat maksiat-maksiat yang kadang ia lakukan. Puasa merupakan
kafarat (penghapus) dosa dari tahun ke tahun. Dengan melakukan ketaatan kepada
Allah, seorang mukmin dapat beristiqamah di atas kebenaran yang disyariatkan
oleh Allah ‘Azza wa Jallla, sebab puasa merealisasikan taqwa yang esensinya
adalah melaksanakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan Allah.
Puasa merupakan ibadah yang telah lama berkembang dan dilaksanakan oleh
manusia sebelum Islam2.
Puasa itu sebenarnya ada bermacam-macam yaitu untuk suatu perbuatan
ketaatan selain wajib atau dikatakan Faridhah (yang wajib) atau Tathawwu’ (yang
sunnah). Puasa Tathawwu’(sunnah) termasuk bagian dari keindahan Islam, dan
termasuk bentuk kasih-sayang Allah kepada para hamba-Nya adalah menjadikan
kewajiban-kewajiban yang diiringi dengan Tathawwu’ yang berfungsi menambah
kekurangan yang terjadi padanya 3
Setiap makhluk yang bernyawa pasti akan mati. Allah SWT telah
menetapkan ajal bagi tiap-tiap makhluk-NYa. Kematian, yaitu datangnya ajal
telah ditentukan waktunya sebagai suatu ketetapan dari Allah yang tidak bisa
dimajukan maupun dimundurkan. Berbicara mengenai ajal, bagaimana hukumnya
membayar puasa bagi orang yang meninggal dunia. Bolehkah membayar puasa
untuk orang yang sudah meninggal dunia? Dalam pandangan hadist
Maka berawal dari persoalan itulah keterkaitan penyusunan untuk menulis
judul,HADIST TENTANG KEWAJIBAN PUASA, MACAM-MACAM PUASA,
DAN PUASA BAGI ORANG YANG SUDAH MENINGGAL DUNIA.

B. Rumusan Masalah
Untuk mempermudah pembahasan dalam makalah ini dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Apa pengertian puasa?

2
Prof. Dr. Tgk. M. Hasbi Ash-Shiddieqy,Pedoman Puasa,Semarang, (Pustaka Rizki
Putra,2009), hal; 1
3
Syaikh Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin, Sifat Puasa Nabi, diterjemah Suharlan,
Ujang Pramudhiarto, Agus Ma‟mun, (Jakarta; Timur,Darus Sunnah Press,2014) Cet.II, h. 390

2
2. Apa saja macam-macam puasa?
3. Bagaimana pandangan hadist mengenai puasa bagi orang yag sudah
meninggal?
Ketiga pertanyaan di atas akan menjadi sasaran pembahasan kami, dengan
harapan pembahasan yang kami lakukan menjadi terarah.
C. Tujuan dan Manfaat
Meninjau rumusan masalah dari makalah ini, maka tujuan pembuatan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian puasa.
2. Dapat mengetahui macam-macam puasa.
3. Dapat mengetahui pandangan hadist mengenai puasa bagi orang yag sudah
meninggal

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Puasa
Pengertian As-Shaum (puasa) menurut bahasa adalah menahan diri dari
sesuatu. Sedangkan menurut istilah agama (syara’) adalah menahan diri dari
segala sesuatu yang membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar sampai
terbenamnya matahari dengan niat dan syarat-syarat tertentu.
Allah SWT berfirman:
َ‫ب َعلَى الَّ ِذينَ ِم ْن قَ ْبلِ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُون‬ َ ِ‫يَا َأيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا ُكت‬
َ ِ‫ب َعلَ ْي ُك ْم الصِّ يَا ُم َك َما ُكت‬
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa
sebagaimana telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian
menjadi orang-orang yang bertaqwa”. (Al-Baqarah:183)
 Lafaz Hadist tentang puasa :
‫وه‬o‫وموا واذا رايتم‬o‫و فص‬o‫ اذا رايتم‬: ‫ول‬o‫لم يق‬o‫ سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وس‬: ‫عن ابن عمر رضي هللا عنهما قال‬
‫ متفق عليه‬.‫فافطروا فان غم عليكم فاقدرواله‬.

 Terjemahnya
“Dari Ibnu ‘umar r.a, dia berkata : saya pernah mendengar Rasulullah Saw,
bersabda : apabila kamu semua sudah melihat bulan, maka berpuasalah dan
apabila kamu sudah melihat bulan berbukalah. Apabila mendung (tidak nampak)
bagi kamu, maka hitunglah/kira-kirakan.(Riwayat Bukhari dan Muslim)
 Penjelasan
Hadist tersebut sebagai dalil yang menujukkan kewajiban berpuasa
Ramadhan setelah melihat bulan tsabit dan menunjukkan kewajiban berbuka
puasa setelah melihat bulan pada awal bulan syawal4.
 Dalam hadist lain juga diriwayatkan :
.‫ان‬oo‫ة الهالل اي هالل رمض‬oo‫وم لروءي‬oo‫يره يص‬oo‫كان رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يتخفظ من شعبان ماال يتخفظ من غ‬
‫ رواه ابو داود‬.‫فان غم عليه عد ثالثين يوما ثم صام‬

4
Abu bakar Muhammad, Terjemahan Subulus Salam,1991.(Penerbit Al-Ikhlas
Surabaya). Hal 597

4
 Terjemahnya
“Biasanya Rasulullah mengingat (perhatikan) bulan sya’ban melebihi
perhatiannya terhadap bulan lainnya, beliau berpuasa setelah melihat bulan
sabit yaitu bulan pertama ramadhan. Jika mendung/berkabut, maka beliau
menghitung 30 hari bulan sya’ban, kemudian barulah beliau berpuasa”(Riwayat
Abu Daud)
 Berdasarkan firman Allah Swt yang berbunyi :
187 : ‫ البقرة‬.‫وكلوا واشربوا حتى يتبين لكم الخيط االبيض من الخيط االسود من الفجر‬
“Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam ketika
pajar”. (Al-Baqarah : 187)
 Sabda Rasulullah Saw :
‫ر‬oo‫د افط‬oo‫مس فق‬oo‫ابت الش‬oo‫ار وغ‬oo‫ اذا اقبل الليل وادبر النه‬: ‫عن ابن عمر قال سمعت رسول هللا صلى هللا عليه وسلم يقول‬
‫ رواه البخارى ومسلم‬.‫الصاءم‬
“Dari Ibnu Umar. Ia berkata, “Saya telah mendengar nabi Saw, bersabda,
“Apabila malam datang, siang lenyap, dan matahari telah terbenam, maka
sesungguhnya telah datang waktu berbuka bagi orang yang puasa”.(Riwayat
bukhari dan Muslim).5

B. Macam-macam puasa
1. PUASA WAJIB
a. Puasa Ramadhan
Puasa bulan ramadhan disyariatkan pada bulan Sya’ban tahun II Hijriah.
Sebelum itu puasa sudah dikenal oleh bangsa-bangsa terdahulu. Allah berfirman :
183 : ‫ البقرة‬.‫ياايهاالذين امنوا كتب عليكم الصيام كما كتب على الذين من قبلكم لعلكم تتقون‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa, sebagaimana
telah diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa”.(Al-
Baqarah : 183)
Hanya saja, kewajiban puasa ramadhan belum pernah disyari’atkan
sebelumnya. Jadi umat Islam dengan umat-umat terdahulu sema dalam soal
dsyari’atkannya puasa. Tetapi puasa pada bulan Ramadhan hanya umat Nabi
5
Sulaiman Rasyid,Fiqih Islam,(PT Sinar Baru Algensindo Bandung:2001). Hal 220

5
Muhammad sajalah yang disyari’atkan. Sebagaimana firman Allah Swt, yang
berbunyi :
.‫مه‬oo‫هر فايص‬oo‫ فمن شهد منكم الش‬,‫شهر رمضان الذي انزل فيه القران هدى للناس وبينات من الهدي والفرقان‬
185 : ‫البقرة‬
“Bulan ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan Al-Qur’an, sebagai
petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan
pembeda (antara hak dan yang batil). Kerena itu, barang siapa di antara kamu
hadir dibulan itu, maka hendaklah ia berpuasa dibulan itu”.(Al-Baqarah : 185)6
Ibnu Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Puasa Ramadhan merupakan
salah satu rukun Islam. Inilah kedudukannya (yang mulia) di dalam agama Islam.
Hukumnya adalah wajib berdasarkan ijma’/kesepakatan kaum muslimin karena
Al-Kitab dan As-Sunnah menunjukkan demikian.” (Syarh Riyadhush Shalihin,
3/380).
b. Puasa Nazar
Untuk puasa nazar hukumnya wajib jika sudah niat akan puasa nazar. Jika
puasa nazar tidak dapat dilakukan maka dapat diganti dengan memerdekakan
budak / hamba sahaya atau memberi makan / pakaian pada sepuluh orang miskin.
Puasa nazar biasanya dilakukan jika ada sebabnya yang telah diniatkan sebelum
sebab itu terjadi. Nazar dilakukan jika mendapatkan suatu nikmat / keberhasilan
atau terbebas dari musibah / malapetaka. Puasa nazar dilakukan sebagai tanda
syukur kepada Allah SWT atas ni'mat dan rizki yang telah diberikan.

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


beliau bersabda,

ِ ‫ َو َم ْن نَ َذ َر َأ ْن يَ ْع‬، ُ‫َم ْن نَ َذ َر َأ ْن يُ ِطي َع هَّللا َ فَ ْلي ُِط ْعه‬


ِ ‫صيَهُ فَالَ يَع‬
‫ْص ِه‬

Anshory Umar Sitanggal, Fiqih syafi’i Sistematis,1987.(Penerbit CV. Asy syifa


6

Semarang). Hal 81-82

6
“Barangsiapa yang bernazar untuk taat pada Allah, maka penuhilah nazar
tersebut. Barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat pada Allah, maka
janganlah memaksiati-Nya. ” (HR. Bukhari no. 6696)
Dari ‘Imron bin Hushoin radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam, beliau bersabda,

‫ ِه – ثُ َّم‬oِ‫ َد قَرْ ن‬o‫ا بَ ْع‬ooً‫ْن َأوْ ثَالَث‬oِ ‫ َر ثِ ْنتَي‬o‫رانُ الَ َأ ْد ِرى َذ َك‬o
َ o‫ا َل ِع ْم‬oَ‫ونَهُ ْم – ق‬oُ‫ ثُ َّم الَّ ِذينَ يَل‬، ‫ ثُ َّم الَّ ِذينَ يَلُونَهُ ْم‬، ‫خَ ْي ُر ُك ْم قَرْ نِى‬
َ‫ يَ ِجى ُء قَوْ ٌم يَ ْن ُذرُونَ َوالَ يَفُون‬، …

“Sebaik-baik kalian adalah orang-orang yang berada di generasi-ku, kemudian


orang-orang setelahnya dan orang-orang setelahnya lagi. -‘Imron berkata, ‘Aku
tidak mengetahui penyebutan generasi setelahnya itu sampai dua atau tiga kali’-.
Kemudian datanglah suatu kaum yang bernazar lalu mereka tidak
menunaikannya, …. ” (HR. Bukhari no. 2651).
Hadits ini menunjukkan berdosanya orang yang tidak menunaikan nazar.
c. Puasa Kifarat (Denda)
Puasa kifarat adalah puasa yang wajib dikerjakan karena melanggar suatu
peraturan yang telah ditentukan. Hukum puasa kifarat adalah wajib dilaksanakan
jika terjadi hal-hal sebagai berikut:
1. Tidak Mampu Memenuhi Nazar
Nazar merupakan janji yang wajib dipenuhi oleh seseorang. Namun
kadangkala seseorang tidak sanggup memenuhi janji tersebut karena ada
halangan. Contohnya seseorang yang berjanji jika sembuh dari sakit, ia akan
melaksanakan umrah. Apabila sakit yang dideritanya sudah sembuh, maka dia
wajib melaksanakan umrah.

Namun, saat itu dia belum mempunyai ongkos untuk pergi umrah. Maka,
dia boleh menggantinya dengan membayar fidyah kepada sepuluh orang miskin.
Jika tidak mampu membayar fidyah, dia wajib berpuasa selama tiga hari.

2. Berhubungan Suami Istri Pada Siang Hari di Bulan Ramadhan

7
Orang yang melakukan hubungan suami istri pada siang hari di bulan
ramadhan dapat membatalkan puasanya. Selain itu, dalam kasus semacam ini
orang tersebut wajib melaksanakan puasa kifarat selama dua bulan berturut-turut.
Puasa kifarat harus dilakukan jika suami dan istri melakukan jima’ atau hubungan
suami istri di bulan puasa pada saat waktunya berpuasa (mulai terbit fajar hingga
terbenamnya matahari).
 Dalil Puasa Kifarat
Dikutip dari hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, berikut adalah dalil
mengerjakan puasa wajib kafarat.

ِ o‫ َر بِ ِع ْت‬oِ‫لَّ َم اَ ْن يُ َكف‬o‫ ِه َو َس‬o‫لَّى هللاُ َعلَ ْي‬o‫ص‬


‫ق‬o َ ِ‫ اِ َّن َر ُجاًل اَ ْفطَ َرفِى َر َمظَانَ فََٔا َم َرهُ َرسُوْ ُل هللا‬: ‫ال‬
َ َ‫ع َْن اَبِ ْي هُ َر ْي َرةَ رض ق‬
ْ ِ‫صيَ ِام َش ْه َر ي ِْن ُمتَتَابِ َع ْي ِن اَوْ ا‬
‫ط َع ِام ِستِّ ْينَ ِم ْس ِك ْينًا‬ ِ ْ‫َوقَبَ ٍة اَو‬
“Dari Abu Hurairah RA, ia berkata : Bahwa seorang laki-laki berbuka pada
bulan Ramadhan, Maka Rasulullah Saw menyuruhnya membayar kafarat dengan
memerdekakan seorang budak, atau berpuasa selama dua bulan terus-menerus
atau memberi makan kepada 60 orang miskin.”
3. Membunuh Secara Tidak Sengaja
Membunuh merupakan perbuatan keji yang dilarang oleh Allah Swt. dan
termasuk ke dalam dosa besar. Namun, sering kali terjadi kasus terbunuhnya
seseorang namun sebenarnya pelakunya tidak menginginkan hal itu terjadi.
Contohnya: seorang pengemudi sudah berhati-hati saat mengendarai mobil,
namun tiba-tiba ada seseorang yang menyeberang jalan dan tertabrak sehingga
penyeberang itu tak tertolong nyawanya.

4. Melakukan Zihar Kepada Istrinya


Zihar adalah menyamakan istri dengan ibunya. Seorang suami yang
menyamakan istri dengan ibunya hukumnya haram. Contoh perilaku menyamakan
adalah seorang suami tidak mau melakukan hubungan suami istri (memberi
nafkah batin) karena ketika melihat istrinya seperti melihat ibunya.
Perilaku suami seperti ini tentu sangat menyakiti hati dan perasaan
istrinya. Hal ini sangat dilarang oleh Allah Swt. Apabila perbuatan ini sudah

8
terlanjur, maka suami tersebut harus membayar kifarat dengan memerdekakan
hamba sahaya atau berpuasa dua bulan berturut-turut.
5. Mencukur Rambut Ketika Ihram
Ketika sedang melaksanakan ibadah haji, seorang jamaah haji sudah
mencukur rambut sebelum tahalul. Maka, jamaah haji tersebut harus membayar
kifarat berupa memberikan sedekah kepada enam fakir miskin atau berpuasa tiga
hari.
6. Berburu Ketika Ihram
Pada saat seseorang melaksanakan haji, dia tidak boleh berburu binatang.
Jika hal itu dilakukan, maka dia wajib membayar kifarat karena berburu binatang
merupakan salah satu larangan haji. Bentuk kifaratnya ditentukan oleh keputusan
hakim yang dinilai jujur.
7. Mengerjakan Haji dan Umrah dengan Cara Tamattu’ atau Qiran
Dalam hal ini ia wajib membayar denda dengan cara menyembelih seekor
kambing yang pantas untuk berqurban. Apabila tidak sanggup memotong
kambing, ia wajib melaksanakan puasa selama sepuluh hari. Tiga hari wajib ia
kerjakan pada saat ihram paling lambat pada hari raya Haji dan tujuh harinya
wajib dilaksanakan sesudah ia kembali ke tanah airnya.
2. PUASA SUNAH
a. Puasa enam hari dalam bulan Syawal.
Merupakan pelengkap dan penyempurna pahala dari puasa setahun
penuh.Berdasarkan sabda Rasulullah Saw :
‫ان‬oo‫وال ك‬oo‫تا من ش‬oo‫ه س‬oo‫ان ثم اتبع‬oo‫ام رمض‬oo‫ من ص‬: ‫لم‬oo‫عننن ابى ايوب قال رسول هللا صلى هللا عليه وس‬
‫ رواه مسلم‬.‫كصيام الدهر‬.
“Dari Abu Ayyub. Rasulullah Saw bersabda : barang siapa puasa dalam
bulan ramadhan, kemudian ia puasa enam hari dalam bulan Syawal, adalah
seperti puasa sepanjang masa”.(Riwayat Muslim)
b. Puasa hari Arafah (tanggal 9 bulan Haji),
Bedasarkan Sabda Rasulullah Saw :
‫ رواه مسلم‬.‫ صوم يوم عرفة يكفر سنتين ماضية ومستقبلة‬: ‫عن ابي قتادة قال النبي صلى هللا عليه وسلم‬

9
“Dari Abu Qotadah, Nabi Saw telah bersabda : Puasa hari Arafah itu
menhapus dosa dua tahun, satu tahun yang telah laulu, dan satu tahun yang
akan datang”.(Riwayat Muslim)
c. Puasa hari ‘Asyura (10 Muharram)
Di dalam puasa Muharramini terdapat dua arti, yang pertama untuk
menjaga kesalahan apakah itu tanggal sepuluh atau bukan, yang kedua bahwa
puasa tersebut agar berbeda dengan umat Yahudi yang berpuasa hanya pada
tanggal 10 Muharram saja. Oleh karena itu, jika tidak puasa tanggal 9 dan
berpuasa tanggal 10, disunnahkan berpuasa pada tanggal 11 Muharram7
Berdasar kan hadist Rasulullah :
‫ رواه‬.‫ية‬oo‫نة ماض‬oo‫ر س‬oo‫وراء يكف‬oo‫وم عاش‬oo‫وم ي‬oo‫ ص‬: ‫عن ابى قتادة ايوب قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫مسلم‬.
“Dari Abu Qatadah. Rasulullah Saw bersabda,”Puasa hari ‘Asyura
menghapuskan dosa satu tahun yang lalu.(Riwayat Muslim)
d. Puasa bulan Sya’ban.
Puasa Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai
penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-
perbuatan fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-
perbuatan sunnah.Berdsarkan hadis berikut:

‫ه في‬o‫ا رايت‬o‫ان وم‬o‫ط اال رمض‬o‫هر ق‬o‫يام ش‬o‫تكمل ص‬o‫لم اس‬o‫عن عاءشة مارايت رسول هللا صلى هللا عليه وس‬
‫ رواه البخارى ومسلم‬.‫شهر اكثر منه صياما في شعبان‬.
“Dari Aisyah, Saya tidak melihat Rasulullah Saw, mmenyempurnakan
puasa satu bulan penuh selain dalam bulan Ramadhan, dan saya tidak melihat
beliau dalam bulan-bulan yang lain berpuasa lebih banyak daripada bulan
Sya’ban”.(Riwayat Bukhari dan Muslim)
e. Puasa hari Senin dan Kamis
‫ رواه الترمذي‬.‫ كان النبي صلى هللا عليه وسلم يتحرى صيام االثنين والخميس‬o‫عن عاءشة‬

7
Imam Abu Zakariyya Yahya bin Syaraf An-Nawawi Ad-Dimasyqi, Raudhatuth
Thalibin, Terj. A. Shalahuddin, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), Cet. Ke-1, h. 401.

10
“Dari Aisyah, “Nabi Muhammad Saw memilih waktu puasa hari senin
dan kamis”.(Riwayat Tirmizi)
f. Puasa tengah bulan (tanggal 13,14,15) dari tiap-tiap bulan.
‫رة‬oo‫م ثالث عش‬oo‫ة فص‬oo‫هر ثالث‬oo‫ يا ابا ذر اذا صمت من الش‬: ‫عن ابي ذر قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬
‫ رواه احمد والنساءى‬.‫واربع عشرة وخمس عشرة‬
“Dari Abu Zarr, Rasulullah Saw bersabda : hai Abu Zarr apabila
engkau hendak puasa hanya tiga hari dalam satu bulan, hendaklah engkau
berpuasa tanggal tiga belas, empat belas, dan lima belas”.(Riwayat Ahmad
dan Nasa’i)8
3. PUASA MAKRUH
Puasa makruh adalah puasa yang bila ditinggalkan akan mendapat pahala,
apabila dikerjakan tidak mendapatkan dosa atau pahala. Berikut tiga jenis puasa
yang dihukumi makruh.
a. Berpuasa pada hari Jumat saja (tanpa diiringi hari lain)
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW, “Janganlah salah seorang
dari kalian berpuasa pada hari Jumat, kecuali ia berpuasa pada hari
sebelumnya atau sesudahnya.” (HR Bukhari dan Muslim).
b. Berpuasa di hari Sabtu saja (tanpa diiringi hari lain)
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan:
“Janganlah kalian berpuasa pada hari Sabtu, kecuali puasa yang telah
diwajibkan Allah SWT atas kalian.” (HR Tirmidzi).
Selain dua ketentuan tersebut, para ulama mengatakan, makruh
berpuasa pada Ahad (tanpa diiringi hari lain sebelum atau sesudahnya). Sebab,
orang Yahudi menghormati hari Sabtu dan orang Nasrani menghormati hari
Ahad.
Hanya saja, jika anda berpuasa pada hari Ahad dan Sabtu berturut-turut,
hal itu tidak dimakruhkan. Sebab, tak satu pun agama yang menghormati dua
hari itu berturut-turut.Berdasarkan sebuah hadits, diriwayatkan sebagai berikut:
Sesungguhnya Rasulullah SAW berpuasa pada hari Sabtu dan Ahad
lebih sering daripada hai lainnya. Dan beliau mengatakan, “Dua hari tersebut
8
Sulaiman Rasyid,Fiqih Islam,2001. PT Sinar Baru Algensindo Bandung. Hal 240-242

11
adalah hari raya orang musyrik, dan aku ingin berbeda dengan mereka. “ (HR
Ahmad).
c. Berpuasa sepanjang tahun
Berpuasa sepanjang tahun juga dimakruhkan bagi orang yang
dikhawatirkan jika puasanya akan menyebabkan kemudharatan atau melalaikan
hak orang lain.Dalam sebuah hadits diceritakan:
“Sesungguhnya Rasulullah SAW mempersaudarakan antara Salman Ra
dengan Abu Darda Ra. Suatu ketika, Salman berkunjung ke rumah Abu Darda
lalu dilihatnya Ummu Darda (istri Abu Darda) sedang bermuram. Salman
bertanya kepadanya, “Ada apa gerangan denganmu?” Ummu Darda
menjawab, “Saudaramu, Abu Darda itu sepertinya tidak membutuhkan dunia
sama sekali.”
Salman pun menemui Abu Darda’ dan berkata, “Wahai Abu Darda,
sesungguhnya Allah SWT punya hak atas engkau dan keluargamu pun punya
hak atas engkau, tubuhmu pun punya hak atas engkau. Maka berikanlah
masing-masing hak itu kepada yang berhak.”
Setelah itu, Abu Darda pun menceritakan perkataan Salman tersebut
kepada Rasulullah SAW dan Rasulullah SAW bersabda, “Salman benar”. (HR
Bukhari).
4. PUASA HARAM
a. Puasa Hari Raya Idul Fitri
Puasa pada tanggal 1 Syawal atau hari raya Idul Fitri dilarang oleh
Rasulullah SAW. Dalam beberapa hadits diterangkan, hari raya Idul Fitri
adalah hari orang-orang makan setelah 1 bulan menjalankan puasa Ramadhan.
Sebagaimana diterangkan dalam hadits riwayat Muslim, Rasulullah
SAW melarang umatnya berpuasa di dua hari raya, Idul Fitri dan Idul Adha.
Dari Abu Sa'id Al Khudri ra, berkata:
ْ ِ‫صيَ ِام يَوْ َم ْي ِن يَوْ ِم ْالف‬
‫ط ِر َويَوْ ِم النَّحْ ِر‬ ِ ‫ نَهَى ع َْن‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِ ‫َأ َّن َرسُو َل هَّللا‬.
Artinya: "Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang berpuasa
pada dua hari yaitu Idul Fitri dan Idul Adha." (HR. Muslim)

12
b. Puasa Hari Raya Idul Adha
Idul Adha termasuk dalam dua hari raya yang dilarang untuk berpuasa.
Merujuk pada hadits nabi SAW sebagaimana dalam puasa Idul Fitri, pada hari
ini umat Muslim disunnahkan untuk menyembelih hewan kurban.
Dalam riwayat Imam Bukhari, Rasulullah SAW telah melarang untuk
berpuasa di dua hari raya yaitu Idul Fitri dan Idul Adha.
Dari Abi Ubaid Maula Ibn Azhar berkata, "Aku menyaksikan hari raya
bersama Umar bin al Khattab, beliau berkata: ini adalah dua hari yang
dilarang Rasulullah saw. untuk berpuasa, yakni hari berbukanya kalian dari
puasa, dan hari lainnya kalian makan di dalamnya dari hewan sembelihan
kalian." (HR. Bukhari)
c. Puasa Hari Tasyrik
Hari Tasyrik adalah tiga hari setelah Idul Adha yaitu tanggal 11,12,dan
13 Dzulhijjah. Atas pendapat beberapa ulama, Rasulullah SAW melarang
umatnya untuk berpuasa di bulan ini karena masih termasuk dalam hari Ied.
Sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim, dari Nubaisyah Al Hudzali
berkata, nabi SAW bersabda:
ٍ ْ‫يق َأيَّا ُم َأ ْك ٍل َو ُشر‬
‫ب‬ ِ ‫َأيَّا ُم التَّ ْش ِر‬
Artinya: "Hari-hari tasyrik adalah hari makan dan minum." (HR.
Muslim)
d. Puasa Hari Syak
Dikutip dari buku Fiqih Puasa, Agus Arifin menjelaskan hari syak
(meragukan) adalah hari ke 30 pada bulan Sya'ban. Haram hukumnya untuk
berpuasa di hari ini kecuali bertujuan untuk mengganti (qadha) puasa
Ramadhan sebelumnya.
Salah satu hadits yang menjadi dasar larangan puasa di hari Syak
sebagaimana diriwayatkan dalam Bukhari dan al Hakim,
َ ‫َصى َأبَا القَا ِس ِم‬
‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ َ ‫صا َم يَوْ َم ال َّشكِّ فَقَ ْد ع‬
َ ‫َم ْن‬
Artinya: "Siapa yang puasa pada hari syak maka dia telah bermaksiat
kepada Abul Qosim (Nabi Muhammad) shallallahu 'alaihi wa sallam." (HR.
Bukhari & al-Hakim).

13
e. Puasa saat Haid atau Nifas
Diharamkan bagi wanita yang sedang haid atau nifas untuk berpuasa.
Seperti diketahui suci dari haid dan nifas adalah syarat untuk bisa menjalankan
puasa.
Dikutip dari buku Fiqih Wanita karya Syaikh Kamil Muhammad,
wanita yang sedang haid dilarang untuk mengerjakan puasa. Begitu pula
dengan nifas. Hukum nifas sama seperti haid.
Rasulullah SAW pernah bersabda sebagaimana dijelaskan dalam
riwayat Bukhari yang artinya:
"Bukankah salah seorang di antara mereka (kaum wanita) apabila
menjalani masa haid tidak mengerjakan sholat dan tidak pula berpuasa? Para
sahabat wanita menjawab: Benar." (HR. Bukhari).
C. Puasa bagi orang yang sudah meninggal dunia
Ulama bersepakat bahwa hutang puasa orang yang telah meninggal harus
diqadha atau dibayar. Tetapi ulama berbeda pendapat perihal tata cara
pembayaran atau qadha hutang puasa orang yang telah meninggal dunia. Sebagian
ulama mengatakan bahwa hutang puasa orang yang telah meninggal dunia dapat
dibayar dengan fidyah atau sedekah makanan pokok sebanyak satu mud atau
bobot seberat 675 gram/6,75 ons beras.
‫الموت لم يجب‬oo‫ل ب‬oo‫ذر اتص‬oo‫ولو كان عليه قضاء شئ من رمضان فلم يصم حتي مات نظرت فان أخره لع‬
‫ات‬oo‫تى م‬oo‫مه ح‬oo‫ذر وتمكن فلم يص‬oo‫الحج وإن زال الع‬oo‫ه ك‬oo‫قط حكم‬oo‫عليه شئ النه فرض لم يتمكن من فعله إلي الموت فس‬
‫أطعم عنه لكل مسكين مد من طعام عن كل يوم‬
Artinya, “Seandainya seseorang memiliki hutang puasa dan ia belum
sempat membayarnya sampai wafat, maka kau harus menimbang terlebih dahulu.
Jika ia menundanya karena uzur yang terus menerus hingga wafat, maka ia tidak
berkewajiban apapun karena puasa itu kewajiban yang tidak mungkin
dikerjakannya hingga wafat sehingga status kewajibannya gugur seperti ibadah
haji. Tetapi jika uzurnya hilang dan ia memiliki kesempatan untuk membayar

14
hutang puasanya, lalu ia tidak berpuasa, maka hutang puasanya dibayar dengan
satu mud makanan pokok untuk setiap harinya,” 9.
Adapun ulama lain berpendapat bahwa hutang puasa orang yang telah
meninggal dunia dapat dibayar dengan pelaksanaan puasa oleh wali atau ahli
waris almarhum. Hutang puasa itu dibayar dengan pelaksanaan puasa oleh
keluarganya yang masih hidup. Mereka berpendapat bahwa hutang puasa
seseorang yang telah meninggal dapat dibayarkan dengan puasa oleh ahli
warisnya atau orang yang dikuasakan oleh ahli warisnya yang masih hidup.
Pendapat ini didasarkan pada hadits riwayat Aisyah RA, bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda, “Siapa saja yang wafat dan ia memiliki hutang
puasa, maka walinya memuasakannya,” (HR Bukhari dan Muslim).
Sebagian ulama yang menyatakan kebolehan penggantian puasa oleh
walinya yang masih hidup menyamakan ibadah puasa Ramadhan dan ibadah haji.
Puasa atau haji adalah ibadah yang wajib dibayarkan kafarah ketika
pelaksanaannya tercederai sehingga boleh diqadhakan sepeninggal yang
bersangkutan wafat. Imam An-Nawawi mengatakan bahwa pendapat yang dipilih
oleh mazhab Syafi’i adalah pendapat pertama, yaitu pembayaran fidyah sebanyak
satu mud makanan pokok untuk mengatasi hutang puasa orang yang telah
meninggal dunia.
‫والمنصوص في االم هو االول وهو الصحيح والدليل عليه ماروى ابن عمر أن النبي صلي هللا عليه وسلم‬
‫دخلها‬oo‫قال " من مات وعليه صيام فليطعم عنه مكان كل يوم مسكين " والنه عبادة ال تدخلها النيابة في حال الحياة فال ت‬
‫النيابة بعد الموت كالصالة‬
Artinya, “Pendapat manshus dalam kitab Al-Umm adalah pendapat
pertama. Ini pendapat yang sahih. Dalil atas pendapat ini adalah hadits riwayat
Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda ‘Siapa saja yang wafat dan ia
mempunyai hutang puasa, hendaklah orang miskin diberi makan pada setiap hari
hutang puasanya.’ Puasa adalah ibadah yang tidak dapat digantikan pada saat
orang hidup, maka ia tidak digantikan setelah matinya seperti ibadah shalat,” 10

9
Abu Ishaq As-Syairazi, Al-Muhadzdzab pada Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab, [Kairo,
Al-Maktabah At-Taufiqiyah: 2010 M], juz VI, halaman 337)
10
Abu Ishaq As-Syairazi, Al-Muhadzdzab pada Al-Majmu' Syarhul Muhadzdzab, [Kairo,
Al-Maktabah At-Taufiqiyah: 2010 M], juz VI, halaman 337

15
Pada prinsipnya, kedua pendapat ini dilaksanakan karena masing-masing
didukung oleh dalil yang kuat. Tetapi mazhab Syafi’i memilih pendapat yang
paling kuat dari keduanya. Wallahu a’lam.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Akhirnya, dengan penjelasan yang singkat ini, pemakalah ingin
menyimpulkan beberapa hal,
Pertama,  Puasa adalah salah satu ibadah umat Islam yang

memiliki arti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan

puasa yang dapat berupa memperturutkan syahwat, perut dan farji

(kemaluan) sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan

niat khusus.
Puasa itu sebenarnya ada bermacam-macam yaitu untuk suatu perbuatan
ketaatan selain wajib atau dikatakan Faridhah (yang wajib) atau Tathawwu’ (yang
sunnah). Puasa Tathawwu’(sunnah),Puasa Makruh, Puasa Haram
Ulama bersepakat bahwa hutang puasa orang yang telah meninggal harus
diqadha atau dibayar. Tetapi ulama berbeda pendapat perihal tata cara
pembayaran atau qadha hutang puasa orang yang telah meninggal dunia. Sebagian
ulama mengatakan bahwa hutang puasa orang yang telah meninggal dunia dapat

16
dibayar dengan fidyah atau sedekah makanan pokok sebanyak satu mud atau
bobot seberat 675 gram/6,75 ons beras.
Pada prinsipnya, kedua pendapat ini dilaksanakan karena masing-masing
didukung oleh dalil yang kuat. Tetapi mazhab Syafi’i memilih pendapat yang
paling kuat dari keduanya. Wallahu a’lam

B. Saran
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat kami harapkan agar dalam penyampaian makalah selanjutnya semakin
lebih baik. Semoga makalah ini dapat menambah wacana keilmuan dan memberi
manfaaat bagi kita semua baik didunia maupun di akhirat. Amin

DAFTAR PUSTAKA

al-Qaradhawi,Yusuf,Ibadah dalam Islam, diterjemah oleh Abdurrahman


Ahmad , Muhammad Muhtadi,Jakarta:Akbar Media Sarana, 2005
Ash-Shiddieqy, M. Ash-Shiddieqy,Pedoman Puasa,Semarang, Pustaka
Rizki Putra,2009
Muhammad, Syaikh,Sifat Puasa Nabi, diterjemah Suharlan, Ujang
Pramudhiarto, Agus Ma‟mun, Jakarta; Timur,Darus Sunnah Press,2014
Muhammad, Abu bakar,Terjemahan Subulus Salam, Penerbit Al-Ikhlas
Surabaya: 1991
Rasyid, Sulaiman, Fiqih Islam, PT Sinar Baru Algensindo Bandung:2001
Umar Sitanggal, Anshory, Fiqih syafi’i Sistematis, Penerbit CV. Asy syifa
Semarang: 1987
Zakariyya Yahya, Imam Abu, Raudhatuth Thalibin, Terj. A.
Shalahuddin,Jakarta: Pustaka Azzam, 2007

17
As-Syairazi, Abu Ishaq, Al-Muhadzdzab pada Al-Majmu' Syarhul
Muhadzdzab, Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyah: 2010 M

18

Anda mungkin juga menyukai