“PUASA”
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada
Disusun Oleh:
Rahmiah (18143602)
SEMESTER : III
Puji syukur kehadirat Allah swt , karena atas kebesaran dan ridho-Nya saya dapat menulis
dan menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Puasa”. Sholawat dan salam tak lupa tercurahkan
kepada Nabi Muhammad saw sebagai penuntun umat hingga akhir zaman.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini selain sebagai tugas individu dari Mata Kuliah
“Fiqih”, juga diharapkan mampu dijadikan wahana pelengkap khasanah keilmuan, baik bagi
penulis maupun bagi pembaca yang berkenan membaca makalah sederhana ini.
Dalam penulisan makalah ini saya berupaya semaksimal mungkin agar kesempurnaan
makalah ini menjadi kenyataan. Namun pada kenyataanya masih banyak kelemahan dan
kekurangan yang ada. Terselesaikannya pembuatan makalah ini, tidak terlepas dari bantuan
pihak lain. Saya ingin mengucapkan terima kasih kepada: Dosen pembimbing Darmawan,
S.Ag., MH., M.Si dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah
ini. Maka kritik dan saran yang konstruktif Saya harapkan demi perbaikan dimasa mendatang dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Aamiin
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................ii
BAB I...........................................................................................................................................................1
PEMBUKAAN............................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................................................1
BAB II..........................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN..........................................................................................................................................2
A. Pengertian Puasa...............................................................................................................................2
B. Macam-Macam Puasa......................................................................................................................3
C. Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa.................................................................................................10
D. Amalan Sunnah Dalam Puasa.........................................................................................................12
E. Hikmah Puasa.................................................................................................................................13
BAB III..................................................................................................................................................14
PENUTUP..............................................................................................................................................14
A. Simpulan........................................................................................................................................14
B. Kritik dan Saran..............................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................15
ii
BAB I
PEMBUKAAN
A. Latar Belakang
Puasa adalah salah satu dari lima rukun Islam. Karena itu setiap orang yang beriman,
setiap orang islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan ibadah puasa ini
selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi tangga ke tingkat taqwa.
Puasa difungsikan sebagai benteng yang kokoh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu
setan. Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia tidak lagi menjadi budak
nafsu tetapi manusia akan menjadi majikan.
Dalam menjalankan puasa secara tidak langsung telah diajarkan perilakuperilaku yang
baik seperti sabar, bisa mengendalikan diri dan mempunyai tingkah laku yang baik. Maka
dari itu, perlu diketahui segala sesuatu yang berkenaan dengan puasa, dari dasar hukum,
syarat-syarat, rukun puasa dan lain sebagainya.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari puasa?
2. Apa macam-macam puasa?
3. Apa hal-hal yang membatalkan puasa?
4. Apa saja amalan-amalan sunnah dalam puasa?
5. Apa hikmah dari puasa?
C. Tujuan
1. Untuk memahami pengertian dari puasa.
2. Untuk memahami macam-macam puasa.
3. Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.
4. Untuk mengetahui amalan-amalan sunnah dalam puasa.
1
5. Untuk memahami hikmah dari puasa.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa
Pengertian puasa menurut bahasa yaitu Shaum atau Shiyam yang berarti mencegah
atau menahan semua perbuatan yang membatalkan puasa, misalnya mencegah berkata kotor,
menahan hawa nafsu dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah adalah menahan diri dari
makan, minum, hubungan suami istri (pada siang hari), dan hal-hal lain yang membatalkan
puasa sejak terbit dan terbenamnya matahari. Ibadah puasa telah dikenal dan diwajibkan pada
syariat agama-agama sebelum Islam. Hal ini secara tegas dinyatakan di dalam Al Qur’an:
Untuk melaksanakan puasa secara benar dan sah, terdapat beberapa syarat dan rukun
yang ditetapkan oleh syara’.
B. Macam-Macam Puasa
1. Puasa Fardhu
a. Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan adalah puasa yang wajib dilaksanakan pada bulan Ramadhan
oleh orang-orang Islam. Puasa Ramadhan pertama kali diwajibkan pada tahun kedua
dari Hijrah Nabi SAW. ia mewajibkan atas orang-orang yang sudah mukallaf dan
atas orang yang mampu mengarjakannya. Karena itu, tidaklah wajib puasa itu atas:
1) Anak-anak
2) Orang gila
3) Orang yang hilang akal
4) Orang yang sangat tua yang tidak kuat menjalankan puasa
5) Orang yang sakit yang bila puasa mungkin bertambah-tambah sakitnya.
Sesuai dengan namanya, puasa Ramadhan ini dilakukan setiap hari pada
bulan Ramadhan, sejak hari pertama sampai hari terakhir. Untuk menentukan awal
dan akhir bulan Ramadhan dapat ditempuh tiga cara, yaitu:
1) Dengan cara rukyatul hilal, yaitu dengan melihat bulan sabit tanggal satu bulan
Qomariyah dengan mata telanjang.
2) Dengan cara istikmal, yaitu dengan menyempurnakan bilangan hari dari bulan
sya’ban dan romadhon.
3) Dengan cara hisab, dengan cara perhitungan peredaran bulan dan matahari.(2)
b. Puasa Nadzar
Bernadzar artinya berjanji, jadi puasa nadzar adalah janji akan berpuasa,
apabila misalnya sembuh dari penyakit atau jika diperkenankan sesuatu maksud
1
Slamet Abidin dan Moh. Suyono. Fiqih Ibadah( Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), hal. 25
2
Ibid., hal. 244
4
yang baik (yang bukan maksiat) dalam rangka mensyukuri nikmat atau untuk
mendekatkan diri kepada Allah, maka wajiblah atasnya untuk melaksanakannya.
Oleh karena itu, seorang yang bernadzar wajib melaksanakan puasa nadzar tersebut
sebab ia sendiri yang membuatnya wajib.
2. Puasa Sunnah
a. Puasa 6 Hari setelah Tanggal 1 Syawal
Rasulullah sangat menganjurkan kaum muslimin agar mereka mengiringi
puasa Ramadhan dengan puasa enam hari di bulan Syawal. Abu Ayyub AlAnshari
pernah meriwayatkan dari Nabi Muhammad SAW. Sabda Rasulullah SAW :
صيَ ِام الَّ َد ْه ِر ٍ ضانَ ثُ َّم اَ ْتبَ َعهُ ِستًّا ِم ْن َش َّو
ِ ال َكانَ َك َ َم ْن
َ صا َم َر َم
“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringi dengan enam hari bulan
Syawal, maka seolah-olah ia telah berpuasa setahun.” (HR. Muslim).
Yang dimaksud dengan ad-dahr dalam hadits di atas ialah setahun penuh.
Jadi, barangsiapa yang mengerjakan puasa Syawal tiap tahun sepanjang umur, maka
seolah-olah ia berpuasa terus menerus sepanjang umur.(3)
3
Yusuf Qardawi. Fiqih Puasa (Surakarta: Era Intermedia,1998), hal. 202
5
c. Puasa Arafah
Puasa Arafah disunnahkan hanya bagi muslim yang tidak melakukan ibadah
Haji. Puasa pada hari Arafah ialah pada tanggal 9 Dzulhijjah disaat para jamaah haji
berwukuf di Padang Arafah. Sabda Nabi SAW:
ًضيَةً َو ُم ْستَ ْقبَلَة
ِ صوْ ُم يَوْ ِم َع َرفَةَ يُ َكفِّ ُر َسنَتَي ِْن َما
َ
“Puasa hari Arafah itu menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah
lalu dan satu tahun yang akan datang.” (HR. Muslim)
Puasa paling afdhal adalah puasa pada tanggal 9 Dzulhijjah, yaitu hari Arafah.
Karena pada hari itu jamaah haji berwuquf di Padang Arafah mengenakan busana
ihram menyerupai kafan mayit. Di Padang Arafah jamaah haji mendekatkan diri
kepada Allah dengan membaca talbiyah, sedang umat Islam yang berada di daerah
lain bertaqarrub kepada Allah dengan menjalankan ibadah puasa.(4)
d. Puasa Asyura
Asyura adalah hari yang kesepuluh di bulan Muharram. Menurut sejumlah
hadits dan atsar, puasa Asyura amat dikenal di kalangan bangsa Quraisy pada jaman
jahiliyah, begitu juga bangsa Yahudi. Hal ini dapat kita baca dalam riwayat:
“Ibnu Abbas ra., berkata: tatkala Nabi SAW sampai di Madinah, beliau bertanya,
“Ada apa ini?” Jawab mereka, “Ini adalah hari yang baik, pada hari ini Allah
menyelamatkan Musa dan Bani Israil dari (kejaran) musuhnya, hingga dipuasakan
oleh Musa daripada kamu.” Kemudian beliau berpuasa padanya.” (HR. Bukhari dan
Muslim)(5)
Semula, Nabi Muhammad SAW memfardhukan puasa Asyura, dan beliau
pernah mengutus seorang kurir untuk memberitahu para sahabat tentang
difardhukannya puasa tersebut, walaupun pada pagi harinya mereka sudah sarapan.
Kemudian tatkala turun ayat yang memfardhukan puasa Ramadhan, maka
terhapuslah kefardhuan puasa Asyura diganti menjadi sunnah saja.
4
Ibid., hal. 20
5
Slamet, Op.Cit., hal. 257
6
“Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat
amalnya...” (Al-An’am: 160)
6
Ibid., hal. 258
7
7
Yusuf, Op.Cit., hal. 222
8
ُاَل يَصُوْ َم َّن أَ َح ُد ُك ْم يَوْ َم ْال ُج ُم َع ِة إِاَّل أَ ْن يَصُوْ َم يَوْ ًما قَ ْبلَهُ أَوْ يَوْ ًما بَ ْع َده
“Janganlah seorang di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at saja, melainkan kalau
ia puasa sehari sebelumnya atau sesudahnya.” (HR. Bukhari-Muslim)
Hikmah dari dimakruhkan puasa ini ialah bahwasanya hari Jum’at bagi kaum
muslimin merupakan hari raya mingguan, diserupakan dengan hari Raya Idul Fitri
dan Adha. Juga disebagai saddudz dzari’ah (pencegahan) akan keyakinan wajibnya
puasa khusus hari Jum’at, bila dikerjakan terus menerus.(8)
c. Puasa Khusus Hari Sabtu
Begitu juga dipandang makruh berpuasa khusus dihari Sabtu sebagaimana
diriwayatkan oleh Abdullah bin Basyr dari Nabi SAW sabdanya:
8
Ibid., hal. 246
9
melalaikan ahamiyatu sholat (urgensi sholat) dan kedudukan sholat dalam agama
Islam.
4. Puasa Haram
a. Puasa Hari Raya
Ijma’ kaum muslimin mengharamkan puasa hari raya, baik hari raya Idul Fitri
1 Syawal maupun hari raya Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah. Karena itu, barangsiapa
berpuasa pada dua hari itu atau salah satunya maka ia berdosa dan puasanya tidak
sah. Barangsiapa bernadzar untuk puasa pada dua hari raya ini, menurut pendapat
yang benar, tidak boleh diwujudkan. Sebab, tidak ada nadzar dalam bermaksiat
kepada Allah Ta’ala.
b. Puasa Hari Tasyriq
Hari Tasyriq adalah sebagai pelengkap bagi hari Idul Adha dan pada hari
tersebut disyariatkan menyembelih binatang kurban. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash
meriwayatkan dari Nabi SAW:
“Nabi SAW pernah menyuruh saya untuk memberi tahu (kepada masyarakat)
tentang hari Mina adalah hari-hari makan dan minum, dan tidak sah puasa pada hari
itu, yaitu Ayyaamut Tasyriq.”
Oleh karena itu, tidak boleh berpuasa pada hari Tasyriq, yaitu tanggal 11, 12,
13 Dzulhijjah, kecuali sebagaimana difirmankan Allah dalam Al Qur‟an:
ِ فَ َم ْن تَ َمتَّ َع بِ ْال ُع ْم َر ِة إِ َل ْال َحجِّ فَ َما ا ْستَ ْي َس ُر ِمنَ ْال َح ْد
ِ َيۚ فَ َم ْن لَ ْم يَ ِج ْد ف
........ صيَا ُم
itu, penentuan tanggal 12 Rabi’ul Awal sebagai hari kelahiran Nabi Muhammad
SAW tidak didukung dengan dalil shahih.
d. Puasanya Istri Tanpa Seizin Suami
Hadits Nabi SAW yang dijadikan dalil tentang diharamkannya puasa ini ialah
sabda Nabi SAW yang berbunyi:
الَ يَ ِحلُّ لِ ْل َمرْ أَ ِة أَ ْن تَصُو َم َو َزوْ ُجهَا َشا ِه ٌد إِالَّ بِإ ِ ْذنِ ِه
“Tidak halal seorang istri berpuasa padahal suaminya tidak berpergian melainkan
dangan izinnya.” (HR. Bukhari)
َ الَ تَصُو ُم ْال َمرْ أَةُ َوبَ ْعلُهَا َشا ِه ٌد إِالَّ بِإ ِ ْذنِ ِه َغ ْي َر َر َم
َضان
“Janganlah seorang istri berpuasa, sementara suaminya ada di rumah , kecuali
dengan izinnya melainkan puasa Ramadhan.” (HR. Bukhari-Muslim)
e. Puasa Wishal
Puasa yang menyambungkan puasa kehari berikutnya tanpa berbuka di malam
hari. Padahal kaum muslimin yang berpuasa diperintahkan untuk berbuka setiap
malamnya. Untuk melakukan wishal dengan tidak makan hingga hari berikutnya dan
melanjutkan puasa, dihukumi terlarang.
Ibnu Qoyyim berkata, ”Rasulullah SAW melarang puasa wishal sebagai
bentuk rahmat bagi umatnya. Namun masih diizinkan hingga waktu sahur.” (Zaadul
Ma’ad,2:33).(9)
.......... َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتَّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْلخَ ْيطُ ااْل َ ْبيَضُ ِمنَ ْالخَ ْي ِط أْل َس َْو ِد ِمنَ الفَجْ ۖ ِر ثُ َّم
ِّ أَتِ ُّموا ال
)١٨٧(....... صيَا َم إِلَى اللَّي ۚ ِْل
“...dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu
fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam,...”
(QS. Al-Baqarah: 187)
9
Tuasikal, Muhammad Abduh. Hukum Puasa Wishal (http://rumaysho.com/3461-hukum-puasawishal-terus-
menerus-tanpa-berbuka.html/) diakses tanggal 12 Mei 2016 pukul 19.15 WITA)
11
ُوريَّ ٍة
ِ ْت بِ َحرُ ت لَس ُ ت قُ ْل
ِ ُوريَّةٌ أَ ْن
ِ ت أَ َحر ْ َصالَةَ فَقَال
َّ ضى ال ِ صوْ َم َوالَ تَ ْق َّ ضى ال ِ َِما بَا ُل ْال َحائ
ِ ض تَ ْق
.صالَ ِةَّ ضا ِء ال َ َصوْ ِم َوالَ نُ ْؤ َم ُر بِقَّ ضا ِء ال َ َُصيبُنَا َذلِكَ فَنُ ْؤ َم ُر بِقِ ت َكانَ ي ْ َ قَال.َُولَ ِكنِّى أَسْأَل
“Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha’ puasa dan tidak mengqadha’ shalat?’
Maka Aisyah menjawab, ‘Apakah kamu dari golongan Haruriyah? ‘ Aku menjawab,
‘Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.’ Dia menjawab, ‘Kami dahulu
juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan tidak
diperintahkan untuk mengqadha’ shalat’.” (HR. Muslim)
7. Nifas.
Jika ia berpuasa dan mengeluarkan nifas, berarti puasanya tidak sah.
8. Gila atau kehilangan kewarasannya.
Seseorang wajib berpuasa jika sudah cukup umur dan waras. Ketika ia menjadi
gila, otomatis hilang pula kewajiban berpuasa tersebut.
9. Murtad atau keluar dari agama Islam.
Puasa Ramadhan adalah kewajiban umat Islam, sehingga ketika ia mengingkari
Allah sebagai Tuhan Yang Maha Esa, atau tidak lagi menganut agama Islam, kewajiban
itu terhapus dan puasanya tidak sah.
12
(telah hilang rasa dahaga, dan basahlah tenggorokan dan tetaplah pahala, bila
Allah Ta‟ala menghendaki).”
E. Hikmah Puasa
Ibadah puasa itu mengandung beberapa hikmah. Berikut beberapa manfaat puasa yaitu:
1. Tanda terima kasih kepada Allah karena semua ibadah mengandung arti terima kasih
kepada Allah atas nikmat pemberian-Nya yang tidak terbatas banyaknya.
2. Mendidik para mukmin supaya berperangai luhur dan agar dapat mengontrol seluruh
nafsu dalam keinginan manusia biasa.
3. Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir miskin karena seseorang yang telah
merasa sakit dan pedihnya perut keroncongan. Hal itu akan dapat mengukur kesedihan
dan kesusahan orang yang sepanjang hidupnya merasakan ngilunya perut yang kelaparan
karena ketiadaan.
4. Mendidik jiwa agar bisa dan dapat menguasai diri sehingga mudah menjalankan semua
kebaikan dan meninggalkan larangan.
5. Ditinjau dari kesehatan, puasa sangat berguna untuk menjaga da memperbaiki kesehatan.
14
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Puasa menurut bahasa yaitu Shaum atau Shiyam yang berarti mencegah atau menahan
semua perbuatan yang membatalkan puasa, misalnya mencegah berkata kotor, menahan hawa
nafsu dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah adalah menahan diri dari makan, minum,
hubungan suami istri (pada siang hari), dan hal-hal lain yang membatalkan puasa sejak terbit
dan terbenamnya matahari.
Dan ada beberapa macam puasa yaitu puasa fardhu seperti puasa Ramadhan dan
Nadzar, puasa sunnah seperti puasa Senin dan Kamis, Arafah, Asyura, dan lain sebagainya,
puasa makruh seperti puasa khusus bulan Rajab, hari Jum’at, hari Sabtu, dan sebagainya, dan
puasa haram seperti puasa Hari Raya, puasa Hari Tasyriq, dan lain-lain.
Untuk melaksanakan puasa secara benar dan sah, terdapat beberapa syarat dan rukun
yang ditetapkan oleh syara’. Adapun hal-hal yang membatalkan puasa yaitu makan dan
minum, memasukan sesuatu kedalam lubang yang ada dalam tubuh, bersetubuh siang hari,
dan masih banyak lagi.
14
DAFTAR PUSTAKA
Munifah, Ahmad Faqihuddin Siroj dan Muh. Abdul ‘Aziz Muslimin. 2016. Makalah Ibadah
Puasa. https://www.slideshare.net/faqihsiroj/fiqh-ibadah-puasa?from_action=save (Diakses
tanggal 18 Desember 2019 pukul 19.15 WITA)
Abidin, Slamet dan Moh. Suyono.1999. Fiqih Ibadah. Bandung: CV. Pustaka Setia.
Amar, Imron Abu. 1982. Fathul Qorib Terjemah. Kudus: Menara Kudus
15