Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“ PUASA”

DISUSUN OLEH KELOMPOK 7 :


1. NURUL JUMIATI
2. M. FAJRIN
3. JEMS SHELBY SAID

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MATARAM


S1 TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
2022/2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ............................................................................................................i
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan Penelitian.........................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3
A. Pengertian puasa..........................................................................................3
B. Syarat dan rukun puasa................................................................................4
C. Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilainya.......................5
BAB III PENUTUP ……………………………………………………………....8
A. Kesimpulan……………………………………………………………….8
B. Saran.…………………………………..…………………………………9
DAFTAR PUSAKA………………………………………..……………………10
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur selalu kami panjatkan kepada Allah SWT, yang mana atas izi Nya
lah kami dapat menyeleasaikan tugas makalah yang berjudul “ puasa” dengan baik dan tepat
waktu. Shalawat serta salam kami haturkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena atas
perjuangan beliau kita semua terbebas dari kehidupan yang jahiliah dimasa lalu
Di dalam makala ini kami memberikan informasi tentang pengertian nilai, syarat dan
rukun puasa, hal hal yang membatalkan puasa dan mengurangibnilainya. Dengan keterbatasan
ilmu dan waktu yang kami miliki, alhamdulillah kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan
baik. Kami berharap atas apa yang kami lakukan ini dapat berguna sebagai referensi sumber
pengetahuan kepada yang membutuhkan.

.Mataram, 20 februari 2023


BAB I
PENDAHULUAN.

A. Latar Belakang
Puasa merupakan suatu tindakan menghindari makan, minum, serta segala hal lain
yang dapat memuaskan hasrat-hasrat psikis maupun fisik yang dilakukan pada masa
tertentu. Makna dan tujuannya secara umum adalah untuk menahan diri dari segala hawa
nafsu, merenung, mawas diri, dan meningkatkan keimanan terhadap Allah SWT. Salah
satu hikmah puasa ialah melatih manusia untuk meningkatkan kehidupan rohani. Nafsu
jasmani yang terdapat dalam diri tiap individu harus diredam, dikendalikan, dan
diarahkan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai tujuan yang mulia. Setiap orang
yang menjalankan puasa pada hakekatnya sedang memenjarakan dirinya dari berbagai
nafsu jasmani. Puasa juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan taraf
kehidupan, baik yang duniawi maupun akhirat. Karena puasa telah dilakukan di setiap
syariat agama.
Pada sebuah hadist dikatakan bahwa “Semua amal anak adam itu untuk dirinya
sendiri, kecuali puasa. Karena puasa itu dikerjakan untuk-Ku, maka Aku-lah yang akan
member balasannya”. Puasa merupakan salah satu bentuk ritual agama yang dapat
meningkatkan kualitas spiritual manusia dan sebagai wahana pensucian diri guna
mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pengaruh puasa bagi diri umat islam terutama ketika bulan Ramadhan dapat
dirasakan oleh fisik maupun jiwa. Hal ini dapat dilihat dari berbagai segi. Dalam segi
kesehatan, justru sangat bermanfaat. Kalaupun ada yang menemui permasalahan
kesehatan pada saat berpuasa, maka permasalahan itu muncul akibat yang bersangkutan
tidak menjaga aturan kesehatan dalam mengkonsumsi makanan.
Pembahasan mengenai ibadah puasa menarik untuk dikaji, mengingat ajaran
ibadah puasa terdapat dalam agama islam dan berlaku pada umat-umat terdahulu hingga
sekarang. Berdasarkan uraian di atas dan sebagai salah satu tugas fiqh, maka kami akan
mengkaji permasalahan seputar ibadah puasa.

B. Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak kami bahas
adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari puasa ?
2. Bagaimana syarat da rukun puasa?
3. Apa hal hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilainya.

C. Tujuan pembahasan
Tujuan dari pembahasan adalah :
1. Untuk menjelasskan pengertian dari puasa
2. Untuk menjelaskan syarat dan rukun puasa
3. Untuk menjelaskan hal hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilainya.
D. Batasan Masalah
Makalah ini hanya menulis / membahas tentang masalah yang berkaitan dengan
puasa menurut agama islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN PUASA
Menurut bahasa, puasa dalam bahasa arab yaitu shiyam atau shaum yang artinya
menahan atau menjauhkan diri adalah menahan diri dari makan dan minum serta segala
perbuatan yang bisa membatalkan shiyam, mulai dari terbit fajar hingga terbenam
matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim.

Di agama Islam sendiri, puasa menjadi ibadah wajib yang harus dilakukan oleh
umatnya. Hal ini dibuktikan dengan masuknya ibadah puasa dalam urutan ketiga di rukun
islam. Puasa wajib yang ada di agama islam biasanya disebut dengan puasa Ramadhan.

Sama seperti namanya, puasa Ramadhan ini dilaksanakan ketika sudah memasuki
tanggal 1 bulan Ramadhan menurut tanggalan hijriyah. Secara harfiah, pelaksanaan puasa
Ramadhan ini dilakukan selama satu bulan penuh dalam bulan Ramadhan, yang artinya
sekitar 29 sampai 30 hari.

Seperti yang telah kita ketahui dalam melaksanakan ibadah puasa di agama islam,
umat muslim diberi kewajiban untuk menahan diri dari rasa lapar, haus, serta berbagai
hal yang memiliki potensi membatalkan ibadah puasa. Periode pelaksanaan puasa sendiri
dimulai dari saat matahari terbit ditandai dengan imsak dan diakhiri ketika matahari
sudah terbenam ditandai dengan dikumandangkannya adzan maghrib.

Ibadah puasa dalam agama Islam juga akan diawali dengan niat yang sudah
tercantum dalam kitab suci Al-Quran. Puasa memiliki tujuan untuk bisa membentuk dan
menanamkan sikap teladan dan juga meningkatkan ketakwaan seorang muslim kepada
Allah SWT.

B. SYARAT DAN RUKUN PUASA


Syarat ibadah puasa itu terbagi menjadi dua, yaitu syarat wajib dan syarat sah.

1. Syarat wajib puasa


1. Beragama islam . hal ini dibuktikan dengan pengikraran dua kalimat syahadat.
Seorang yang kafir tidak diterima amal ibadanya oleh Allah SWT Karena tidak
bersyahada bahwa allah sebagai tuhan yang maha esa dan muhammmad adalah rasul-
nya. hal ini didasrkan pada hadis tentang rukun islam yang lima.
2. Berakal atau MUMAYYIZ, yakni mampu membedakan antara benar dan salah.
3. Balig. Hal ini ditandai dengan mimpi senggama
4. Suci dari haid dan nifas
5. Sehat, tidak dalam keadaan sakit.
6. Menetap, tidak dalam keadaan bersafar.
Dalil kedua syarat ini adalah firman Allah Ta’ala,

‫َو َم ْن َكانَ َم ِريضًا َأوْ َعلَى َسفَ ٍر فَ ِع َّدةٌ ِم ْن َأي ٍَّام ُأ َخ َر‬

“Dan barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka),
maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-
hari yang lain” (QS. Al Baqarah: 185).

Kedua syarat ini termasuk dalam syarat wajib penunaian puasa dan bukan syarat
sahnya puasa dan bukan syarat wajibnya qodho’ puasa. Karena syarat wajib penunaian
puasa di sini gugur pada orang yang sakit dan orang yang bersafar. Ketika mereka tidak
berpuasa saat itu, barulah mereka qodho’ berdasarkan kesepakatan para ulama. Namun
jika mereka tetap berpuasa dalam keadaan demikian, puasa mereka tetap sah

2. Syarat sah puasa

Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu:

(1) Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas. Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban
puasa dan sekaligus syarat sahnya puasa.

(2) Berniat. Niat merupakan syarat sah puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan ibadah
tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Dalil dari hal ini adalah
sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ِ ‫ِإنَّ َما اَأل ْع َما ُل بِالنِّيَّا‬


‫ت‬

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.”

Niat puasa ini harus dilakukan untuk membedakan dengan menahan lapar lainnya.
Menahan lapar bisa jadi hanya sekedar kebiasaan, dalam rangka diet, atau karena sakit
sehingga harus dibedakan dengan puasa yang merupakan ibadah.

Namun, para pembaca sekalian perlu ketahui bahwasanya niat tersebut bukanlah
diucapkan (dilafadzkan). Karena yang dimaksud niat adalah kehendak untuk melakukan
sesuatu dan niat letaknya di hati. Semoga Allah merahmati An Nawawi rahimahullah –
ulama besar dalam Syafi’iyah- yang mengatakan.

ٍ ‫ق بِالَ ِخاَل‬
‫ف‬ ْ ُّ‫صحُّ الصَّوْ َم ِإاَّل بِالنِّيَّ ِة َو َم َحلُّهَا القَ ْلبُ َواَل يُ ْشتَ َرطُ الن‬
ُ ‫ط‬ ِ َ‫اَل ي‬

“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati, tidak
disyaratkan untuk diucapkan. Masalah ini tidak terdapat perselisihan di antara para
ulama.”[10]
Ulama Syafi’iyah lainnya, Asy Syarbini rahimahullah mengatakan.

ْ َ‫ َواَل يُ ْشت ََرطُ التَّلَفُّظُ بِهَا ق‬، ‫طعًا‬


َ ْ‫طعًا َك َما قَالَهُ فِي الرَّو‬
‫ض ِة‬ ْ َ‫ َواَل تَ ْكفِي بِاللِّ َسا ِن ق‬، ُ‫َو َم َحلُّهَا ْالقَ ْلب‬

“Niat letaknya dalam hati dan tidak perlu sama sekali dilafazhkan. Niat sama sekali
tidakk disyaratkan untuk dilafazhkan sebagaimana ditegaskan oleh An Nawawi dalam Ar
Roudhoh.”[11]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,

‫اق ْال ُعلَ َما ِء ؛ فَِإ ْن نَ َوى بِقَ ْلبِ ِه َولَ ْم يَتَ َكلَّ ْم بِلِ َسانِ ِه َأجْ َزَأ ْتهُ النِّيَّةُ بِاتِّفَاقِ ِه ْم‬
ِ َ‫َوالنِّيَّةُ َم َحلُّهَا ْالقَ ْلبُ بِاتِّف‬

“Niat itu letaknya di hati berdasarkan kesepakatan ulama. Jika seseorang berniat di
hatinya tanpa ia lafazhkan dengan lisannya, maka niatnya sudah dianggap sah
berdasarkan kesepakatan para ulama.”[12]

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan pula, “Siapa saja yang menginginkan
melakukan sesuatu, maka secara pasti ia telah berniat. Semisal di hadapannya disodorkan
makanan, lalu ia punya keinginan untuk menyantapnya, maka ketika itu pasti ia telah
berniat. Demikian ketika ia ingin berkendaraan atau melakukan perbuatan lainnya.
Bahkan jika seseorang dibebani suatu amalan lantas dikatakan tidak berniat, maka
sungguh ini adalah pembebanan yang mustahil dilakukan. Karena setiap orang yang
hendak melakukan suatu amalan yang disyariatkan atau tidak disyariatkan pasti ilmunya
telah mendahuluinya dalam hatinya, inilah yang namanya niat.”[13]

RUKUN PUASA

Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai
pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga terbenamnya matahari[23]. Hal
ini berdasarkan firman Allah Ta’ala.

ِّ ‫َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتَّى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْيطُ اَأْل ْبيَضُ ِمنَ ْالخَ ْي ِط اَأْلس َْو ِد ِمنَ ْالفَجْ ِر ثُ َّم َأتِ ُّموا ال‬
‫صيَا َم ِإلَى اللَّي ِْل‬

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar.
Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al Baqarah: 187). Yang
dimaksud dari ayat adalah, terangnya siang dan gelapnya malam dan bukan yang dimaksud
benang secara hakiki.

Dari ‘Adi bin Hatim ketika turun surat Al Baqarah ayat 187, Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam berkata padanya.

‫ار ِم ْن َس َوا ِد اللَّي ِْل‬


ِ َ‫ك بَيَاضُ النَّه‬
َ ‫ِإنَّ َما َذا‬
“Yang dimaksud adalah terangnya siang dari gelapnya malam”[24]. Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam mengatakan seperti itu pada ‘Adi bin Hatim karena sebelumnya ia mengambil dua benang
hitam dan putih. Lalu ia menanti kapan muncul benang putih dari benang hitam, namun ternyata
tidak kunjung nampak. Lantas ia menceritakan hal tersebut pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, kemudian beliau pun menertawai kelakukan ‘Adi bin Hatim.

C. HAL HAL YANG MEMBATALKAN PUASA DAN MENGURANGI NILAINYA

Ada beberapa hal yang bisa membatalkan puasa. Bukan hanya makan dan minum
di siang hari dengan sengaja, tetapi juga berhubungan suami-istri pada siang hari hingga
haid untuk perempuan. Dikutip dari buku Tuntunan Ibadah Pada Bulan Ramadhan yang
disusun oleh Majlis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah (2011:18),

1. Hal pertama yang membuat seseorang batal puasa adalah makan dan minum di siang
hari pada bulan Ramadan dengan sengaja. Maka puasa yang ditinggalkan tersebut
wajib hukumnya untuk diganti di luar bulan Ramadan. Dalam surat Al-Baqarah ayat
187, Allah berfirman:

........‫ َو ُكلُوا َوا ْش َربُوا َحتَّ ٰى يَتَبَيَّنَ لَ ُك ُم ْال َخ ْيطُ اَأْل ْبيَضُ ِمنَ ْالخَ ْي ِط اَأْلس َْو ِد ِمنَ ْالفَجْ ِر‬........

Artinya: "....Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang
hitam, yaitu fajar ... " [QS. Al-Baqarah (2):187

Sementara itu diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah bersabda,


"Barangsiapa lupa dalam keadaan berpuasa, lalu makan dan minum, maka
sempurnakanlah puasanya, karena sesungguhnya Allahlah yang memberi makan dan
minum itu kepadanya.”

2. Hal kedua yang dapat membatalkan puasa yaitu ketika suami-istri berhubungan badan
di siang hari pada bulan Ramadan. Jika mereka melakukannya, tidak hanya wajib
hukumnya untuk mengganti puasa di luar bulan Ramadan, namun juga ada keharusan
untuk membayar kifarah. Membayar kifarah yaitu memerdekakan seorang budak. Jika
tidak mampu, maka harus berpuasa selama 2 bulan berturut-turut. Dan kalau tidak
mampu harus memberi makan 60 orang fakir miskin. Setiap orang berupa 1 mud
makanan pokok atau sekitar 0,6 kg beras. Dalam hal ini, tidak dapat dilewatkan
bahwa puasa akan batal karena keluarnya air mani (sperma) disebabkan karena
bersentuhan kulit. Mani ini keluar bisa karena onani atau karena bersentuhan dengan
lawan jenis tanpa adanya hubungan seksual. Namun, jika keluarnya mani karena
mimpi basah, maka puasa tetap dinyatakan sah. Dalam kitab Fath al-Qarib, ada
perkara lain yang dapat membatalkan puasa, yaitu memasukkan sesuatu ke dalam
tubuh manusia dengan cara disengaja, baik melalui mulut, telinga, atau hidung dengan
sengaja. Namun, jika masuknya benda tersebut dilakukan karena tidak sengaja atau
lupa, maka puasa tersebut masih sah.
3. Hilang akal
Maksud dari hilang akal disisni yaitu gila. Ketika seseorang hilang akalnya,
maka puasanya dinyatakan batal.
Sama halnya jika kondisi ini terjadi saat orang tersebut tengah menjalankan
puasa, kemudian di pertengahan ibadah ia mendadak hilang akal. Puasa yang ia jalani
hukumnya ba

4. Hal keempat yang bisa membatalkan puasa yaitu mengobati dengan cara
memasukkan benda pada salah satu di antara qubul dan dubur.

5. Yang kelima, muntah dengan sengaja. Namun, jika muntah tanpa sengaja atau muntah
secara tiba-tiba, maka puasa tetap sah dengan syarat tidak ada dari hasil muntahan
tersebut yang tertelan.

6. Yang keenam, orang yang sedang haid atau nifas pun dihukumi batal puasanya dan
berkewajiban untuk mengganti di luar bulan Ramadan. Meskipun haid itu terjadi
menjelang magrib, puasanya akan tetap batal. Diriwayatkan, Aisyah berkata, "Kami
dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk mengqadha’ puasa dan
tidak diperintahkan untuk mengqadha’ salat’.” (H.R. Muslim). Dua perkara lainnya
yang bisa membatalkan puasa yaitu orang yang gila ketika dirinya menjalankan puasa
dan orang yang murtad saat berpuasa.

Hal hal yang merusak atau mengurangi nilai-nilinya

Berikut penjelasan mengenai 5 hal perusak pahala puasa, sebagaimana dilansir NU


Online:

1. Berkata dusta Berkata dusta adalah menyampaikan sesuatu yang berlainan dengan
kenyataan. Jika dilhat dalam hal perbuatan, orang yang berdusta juga bisa berperilaku
tidak sesuai dengan perkataannya. Dusta merupakan dosa besar dalam Islam, induk
dari banyak maksiat lain. Jika seseorang sudah terlanjur berdusta, ia akan melakukan
kebohongan lain untuk menutupi yang pertama. Karena itu, jika orang berdusta
selama ia berpuasa maka ibadah puasanya tidak bernilai apa-apa di sisi Allah SWT,
sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Barangsiapa yang tidak meninggalkan
perkataan dusta, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan,”
(H.R. Bukhari).

2. Gibah, gosip, atau membicarakan keburukan orang lain Kendati gibah tidak termasuk
dusta, tapi membicarakan keburukan orang lain termasuk perilaku tercela yang
dilarang Islam. Seseorang yang bergosip atau membicarakan keburukan orang lain
dianalogikan seperti memakan bangkai saudaranya, sebagaimana firman Allah SWT
dalam surah Al-Hujurat ayat 12. Jika seorang muslim bergibah, sedang ia berpuasa,
maka ia hanya memperoleh lapar dan haus saja, tidak ada pahala bagi ibadah
puasanya. Hal ini ditegaskan dalam hadis berikut: “Puasa bukanlah hanya menahan
makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari
perkataan sia-sia dan rofats. Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil
padamu, katakanlah padanya, ‘Aku sedang puasa, aku sedang puasa’,” (H.R. Ibnu
Khuzaimah).

3. Adu domba dan fitnah Akar dari perbuatan adu domba dan fitnah adalah kebencian.
Adu domba dapat berupa rasa tidak senang melihat orang lain rukun, lalu
menyebarkan fitnah untuk merusaknya. Jangankan pahala puasa, Islam mengancam
orang yang melakukan adu domba dengan balasan neraka di akherat. Dasarnya adalah
sabda Nabi Muhammad SAW: "Pelaku adu domba tidak akan masuk surga," (H.R.
Muslim).

4. Bersumpah palsu Perbuatan lain yang bisa merusak pahala puasa ialah bersumpah
palsu. Menyatakan sumpah, tapi berbohong merupakan perbuatan yang dilarang
dalam Islam. Apalagi, jika sampai membawa nama Allah SWT di awal sumpahnya
maka perilaku itu termasuk salah satu dari 3 dosa paling besar. Larangan bersumpah
palsu ini dijelaskan Al-Quran dalam surah Ali Imran ayat 77 sebagai berikut:
"Sesungguhnya orang-orang yang menukar janjinya [dengan] Allah dan sumpah-
sumpah mereka dengan harga yang sedikit, mereka itu tidak mendapat bagian
[pahala] di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka dan tidak akan
melihat kepada mereka pada hari kiamat dan tidak [pula] akan mensucikan mereka.
Bagi mereka azab yang pedih," (Ali Imran [3]: 77]

5. Mengeluh lapar dan haus

6. Tidur berlebihan dapat mengurangi pahala puasa

7. Mencicipi makanan hukumnya makruh

8. Terlalu sering berkumur


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Pengertian dari puasa ialah :
 Secara umum, puasa berarti ‘menahan
 Menurut istilah adalah menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak
terbit fajar hingga terbenam matahari dengan disertai niat

2. Syarat puasa terbagi menjadi dua, yaitu :


a. Syarat wajib puasa :
 Berakal, orang yang gila tidak diwajibkan puasa.
 Baligh (Umur 15 tahun ke atas) atau ada tanda yang lain. Anak-anak tidak wajib
berpuasa.
 Kuat berpuasa. Orang yang tidak kuat, misalnya karena sudah tua atau sakit, tidak
wajib puasa.
b. Syarat sah puasa :
 Islam. Orang yang bukan islam tidak sah puasa.
 Mumayiz (dapat membedakan yang baik dengan yang tidak baik).
 Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah habis melahirkan). Orang yang
haid atau nifas itu tidak sah puasa, tetapi keduanya wajib mengkhodo’
(membayar) puasa yang tertinggal itu secukupnya.

Dalam waktu yang diperbolehkan puasa padanya. dilarang puasapada dua hari raya
dan hari tasyrik (tanggal 11,12, 13 bulan haji).
.
Rukun puasa yaitu niat dan menahan diri dari segala yang membatalkan puasa
sejak terbit fajar hingga terbenam matahari.

Cara pelaksanaan puasa yaitu dengan niat pada malam sebelum sahur, berdoa
ketika berbuka dan berpuasa, menyegerakan berbuka, selama berpuasa hendaknya
menghindari segala hal yang dapat membatalkan puasa, memperbanyak amalan dan giat
beribadah selama berpuasa.

3. Hal hal yang dapat membatalkan puasa dan mengurangi nilainya

 Memasukan sesuatu ke lubang tubuh dengan sengaja


Dikutip dalam NU Online, puasa seseorang akan batal ketika ada suatu benda yang
masuk ke dalam lubang tubuh. Yang dimaksud lubang sendiri disini yaitu mulut, telinga
dan hidung
 Mengalami haid atau nifas
Haid merupakan kondisi dimana seorang wanita mengeluarkan darah akibat datang
bulan. Sedangkan nifas adalah darah yang keluar sejak seorang ibu melahirkan.
 Hilang akal
Maksud dari hilang akal disini yaitu gila. Ketika seseorang hilang akalnya, maka
puasanya dinyatakan batal.
 Berhubungan badan
badan atau biasa disebut hubungan seksual dengan sengaja saat bulan suci Ramadan akal
membatalkan puasa. Bahkan, terdapat ketentuan khusus terkait perkara yang satu ini.

B. Saran
 Sebagai seorang muslim yang taat kepada ajaran Allah, sebaiknya kita mengetahui dan
memahami segala sesuatu yang berkaitan dengan puasa agar tidak keliru ketika
menjalankan puasa nantinya.
 Kepada para pendidik, hendaknya selalu mengajarkan dan menanamkan pemahaman
tentang puasa kepada anak didiknya.
 Ketika menjalankan ibadah puasa, sebaiknya selalu berserah diri kepada Allah dan selalu
berdoa kepada-Nya. Karena tantangan dan godaan ketika berpuasa tidaklah mudah bila
dirasakan. Serta selalu menghindari hal-hal yang dapat membatalkan puasa kita.
DAFTAR PUSTAKA

Sabiq, Sayyid. 2006. Fiqih sunnah Jilid 2. Jakarta: Pena Pundi Aksara
Rasjid, Sulaiman. 1994. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo
Supiana dkk. 2001. Materi Pendidikan Islam. bandung : Remaja Rosdakarya.

[1] Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah Jilid 2 ( Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), Hal. 25.
[2] H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam ( Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994), Hal. 220.
[3] Ibid., hal. 227.
[4] Ibid., hal. 229
[5] Sayyid Sabiq, Fiqih sunnah Jilid 2 ( Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), Hal. 61.
[6] H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam ( Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994), Hal. 233.
[7] Sabiq, Fiqih sunnah Jilid 2 ( Jakarta : Pena Pundi Aksara, 2006), Hal. 67.
[8] H. Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam ( Bandung : Sinar Baru Algensindo, 1994), Hal. 230
[9] Supiana dkk, Materi Pendidikan Islam (bandung : Remaja Rosdakarya, 2001), Hal.94

Anda mungkin juga menyukai