Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

IBADAH PUASA

Dosen Pengampu:
Ahmad Nashir, S.Pd.I., M.Pd.I

Disusun oleh:

1. Nurul Fitrah 105811102420

2. Sri Nirwana Sari 105811108720

3. Andi Ihlasul Amal 105811104520

4. Arif Pratama 105811104220

JURUSAN TEKNIK SIPIL PENGAIRAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Bersyukur Alhamdulillahirabbil’alamin, Atas kehadirat Allah SWT,

Segala rahmat,serta taufik dan hidayah dari Tuhan yang maha

esa .Shalawat serta salam marilah kita panjatkan atas suri tauladan kita

yakni Nabi Besar Muhammad SAW serta syafa’atnya di akhirat

kelak.Tentunya Penulis sangat menyadari bahwa hasil penulisan makalah

ini masih terdapat banyak kekurangan .Maka untuk itu saya sangat

mengharapkan saran dan kritiknya dari pembaca supaya memberikan

memotivasi terhadap penulis untuk kedeapannya akan kembali membuat

makalah yang lebih baik lagi.

Demikianlah Jika ada kesalahan dalam rangkaian makalah ini ,

Penulis ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya.

MAKASSAR ,15 APRIL 2022


DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................................3

BAB I......................................................................................................................................................4

PENDAHULUAN.....................................................................................................................................4

A. LATAR BELAKANG......................................................................................................................4

B. RUMUSAN MASALAH.................................................................................................................4

BAB II.....................................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.......................................................................................................................................5

1. Puasa wajib......................................................................................................................................
5

2. Puasa sunnah...................................................................................................................................
6

BAB III....................................................................................................................................................9

PENTUP..................................................................................................................................................9

A. Kesimpulan................................................................................................................................9

B. Saran..........................................................................................................................................9
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Puasa merupakan suatu tindakan menghindari makan, minum, serta


segala hal lain yang dapat memuaskan hasrat-hasrat psikis maupun fisik
yang dilakukan pada masa tertentu. Makna dan tujuannya secara umum
adalah untuk menahan diri dari segala hawa nafsu, merenung, mawas diri,
dan meningkatkan keimanan terhadap Allah SWT. Salah satu hikmah
puasa ialah melatih manusia untuk meningkatkan kehidupan rohani. Nafsu
jasmani yang terdapat dalam diri tiap individu harus diredam,
dikendalikan, dan diarahkan dengan sungguh-sungguh untuk mencapai
tujuan yang mulia. Setiap orang yang menjalankan puasa pada
hakekatnya sedang memenjarakan dirinya dari berbagai nafsu jasmani.
Puasa juga merupakan salah satu cara untuk meningkatkan taraf
kehidupan, baik yang duniawi maupun akhirat. Karena puasa telah
dilakukan di setiap syariat agama.
Pada sebuah hadist dikatakan bahwa “Semua amal anak adam itu
untuk dirinya sendiri, kecuali puasa. Karena puasa itu dikerjakan untuk-
Ku, maka Aku-lah yang akan member balasannya”. Puasa merupakan
salah satu bentuk ritual agama yang dapat meningkatkan kualitas spiritual
manusia dan sebagai wahana pensucian diri guna mendekatkan diri
kepada Allah SWT.
Pengaruh puasa bagi diri umat islam terutama ketika bulan Ramadhan
dapat dirasakan oleh fisik maupun jiwa. Hal ini dapat dilihat dari berbagai
segi. Dalam segi kesehatan, justru sangat bermanfaat. Kalaupun ada
yang menemui permasalahan kesehatan pada saat berpuasa, maka
permasalahan itu muncul akibat yang bersangkutan tidak menjaga aturan
kesehatan dalam mengkonsumsi makanan.
Pembahasan mengenai ibadah puasa menarik untuk dikaji, mengingat
ajaran ibadah puasa terdapat dalam agama islam dan berlaku pada umat-
umat terdahulu hingga sekarang. Berdasarkan uraian di atas dan sebagai
salah satu tugas fiqh, maka kami akan mengkaji permasalahan seputar
ibadah puasa.

B. Rumusan Masalah

 Puasa Wajib
 Puasa Sunnah

BAB II
PEMBAHASAN

A. Puasa Wajib
Puasa wajib adalah puasa yang harus dilakukan dan berdosa
apabila ditinggalkan. Puasa wajib bagi umat Islam yang banyak diketahui
adalah puasa Ramadan. Ini karena puasa Ramadan merupakan agenda
rutin tahunan bagi umat Islam.
Selain puasa Ramadhan, ada pula beberapa jenis puasa lain yang
juga wajib dilakukan oleh umat muslim. Hukum wajib mengerjakan puasa-
puasa itu dikarenakan kondisi tertentu. dalam Madzhab Syafi’i, dikenal
ada 6 jenis puasa wajib. Salah satunya adalah puasa Ramadhan. Berikut
ini penjelasannya:
 Puasa Ramadhan
Puasa Ramadhan wajib dilakukan oleh umat muslim.
Perintah berpuasa tercantum dalam surat Al-Baqarah ayat 183
yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertakwa”. Ibadah puasa pun dikenal memiliki
berbagai keutamaan yang istimewa. Salah satu hadist qudsi
diterangkan bahwa setiap amal kebaikan manusia akan
dilipatgandakan dengan 10 kebaikan yang semisal hingga 700 kali
lipat kecuali amal puasa. Allah berfirman, “Puasa tersebut untuk-Ku
dan Aku sendiri yang akan membalasnya karena ia telah
meninggalkan syahwat dan makanannya demi Aku,” (HR. Muslim).
Adapun syarat wajib puasa Ramadhan adalah muslim, telah
baligh atau mencapai masa pubertas, berakal sehat, mampu
menunaikan puasa, dan mengetahui awal Ramadhan hingga
sebulan penuh.
 Puasa Qadla’
Puasa Qadla’ wajib dilakukan untuk mengganti sejumlah hari
puasa Ramadhan yang ditinggalkan karena beberapa jenis
halangan, seperti sakit parah, bepergian jauh (safar), atau
menstruasi. Puasa Qadla’ dilakukan dengan cara berpuasa sesuai
dengan jumlah hari puasa yang ditinggalkan. Apabila puasa yang
harus diganti lebih dari satu hari maka puasa dapat dilakukan
secara berturut-turut ataupun terpisah.
Di surat Al-Baqarah ayat 184, Allah SWT Berfirman: “......
maka barangsiapa di antara kamu sakit dalam perjalanan (lalu tidak
berpuasa), maka (wajib baginya mengganti) sebanyak hari yang
ditinggalkan pada hari-hari yang lain. Dan bagi orang yang berat
menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan
seorang miskin.”
 Puasa Kafarat
Jika seorang muslim secara sengaja merusak puasanya
pada bulan Ramadhan, terutama dengan melakukan hubungan
seksual, wajib baginya untuk menjalankan kifarah ‘udhma (kifarat
besar), dengan urutan kafarat (denda) sebagai berikut.
Pertama, harus memerdekakan hamba sahaya perempuan
yang beriman, dan bebas dari cacat yang mengganggu kinerjanya.
Kedua, jika tak mampu, ia harus berpuasa selama dua bulan
berturut-turut. Ketiga, jika tidak mampu, ia harus memberi makanan
pokok di daerahnya kepada 60 orang miskin, masing-masing
sebanyak satu mud (kurang lebih sepertiga liter beras).
Kafarat tersebut berdasarkan hadist sahih: “Abu Huraihah
meriwayatkan, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah
lantas berkata, “Celakalah aku! Aku mencampuri istriku (siang hari)
di bulan Ramadhan,”. Beliau bersabda, “Merdekakanlah seorang
hamba sahaya perempuan,”. Dijawab oleh laki-laki itu, “Aku tidak
mampu”. Beliau kembali bersabda, “Berpuasalah selama dua bulan
berturut-turut”. Dijawab lagi oleh laki-laki itu, “Aku tak mampu,”.
Beliau kembali bersabda, “Berikanlah makanan kepada enam puluh
orang miskin,” (HR Al-Bukhari).
 Puasa saat haji dan umrah sebagai ganti dari penyembelihan
hewan untuk fidyah
Saat melaksanakan ibadah haji atau umrah, seorang muslim
wajib membayar denda atau disebut dam jika melanggar larangan
ihram. Ada empat kategori dam atau denda yang disebutkan Imam
An-Nawawi dalam kitabnya dengan mengutip pendapat Imam
Rafi’i, seperti dilansir NU Online.
Pertama, tartib dan taqdir. Denda ini wajib dilakukan jamaah
haji yang melakukan haji tamattu’, haji qiran, dan beberapa
pelanggaran wajib haji, seperti tidak berniat (ihram) dari miqat
makani, tidak mabit di Muzdalifah tanpa alasan syar’i, tidak mabit di
Mina tanpa alasan syar’i, tidak melontar jumrah, dan tidak
melaksanakan thawaf wada. Tartib dan taqdir ini dilakukan dengan
menyembelih seekor kambing. jika tak mampu menemukan
kambing, dapat diganti berpuasa 10 hari dengan ketentuan 3 hari
dilaksanakan saat pelaksanaan ibadah haji, dan 7 hari sisanya di
kampung halaman. Bila tidak sanggup untuk berpuasa maka bisa
digantikan dengan membayar 1 mud/ hari (1 mud= 675 gram atau
0,7 liter) seharga makanan pokok. Kedua, tartib dan ta’dil. Denda
ini dibayar bila seorang muhrim melakukan hubungan suami istri
sebelum tahallul awal (dalam ibadah haji) serta sebelum seluruh
rangkaian umrah selesai (dalam ibadah umrah).
Adapun dendanya adalah menyembelih seekor unta, sapi,
atau lembu. Jika tidak mampu, diganti dengan menyembelih 7 ekor
kambing. Bila masih tidak mampu, denda diganti dengan memberi
makan fakir miskin senilai seekor unta, atau berpuasa dengan hari
sebanyak hitungan mud dari makanan yang dibeli seharga seekor
unta. Ketiga, takhyir dan ta’dil. Denda ini berlaku untuk muhrim
yang berburu atau membunuh binatang buruan ketika berada di
Tanah Haram atau Halal setelah ihram. Denda ini pun berlaku bagi
muhrim yang mencabut pepohonan di Tanah Haram Mekah
(kecuali pepohonan yang sudah kering). Denda yang diberlakukan
adalah: menyembelih binatang yang sebanding dengan binatang
yang diburu; atau memberi makan fakir miskin di Mekah dengan
nilai harga binatang yang sebanding; atau berpuasa sejumlah
bilangan mud yang senilai dengan binatang sebanding yang diburu.
Keempat, takhyir dan taqdir. Takhyir dan taqdir merupakan jenis
denda untuk pelanggaran ketika beribadah haji atau umrah,
berupa: membuang/mencabut/menggunting rambut atau bulu dari
anggota tubuh; memakai pakaian yang dilarang dalam ihram;
mengecat/ memotong kuku; dan memakai wangi-wangian. Adapun
pilihan yang bisa dibayar adalah berupa: menyembelih seekor
kambing; atau bersedekah kepada 6 orang fakir miskin (tiap orang
dua mud); atau berpuasa selama tiga hari.
 Puasa untuk al-istisqa' (shalat minta hujan) apabila diperintahkan
oleh pemerintah
Puasa dalam kaitannya dengan shalat minta hujan (Al-
Istisqa’) jika ada perintah dari pemerintah (Al-Hakim), juga bisa
menjadi wajib dilakukan, menurut pendapat Madzhab Syafi’i. Salat
istisqa dilakukan saat kemarau panjang yang menyebabkan
kebakaran hutan, juga keringnya lahan pertanian, atau kekeringan
panjang yang memicu kelangkaan air.
 Puasa nadzar
Puasa ini wajib dilakukan usai seseorang berjanji dan
menyanggupi melakukan ibadah. Contohnya adalah ketika
seseorang berkata: “Jika saya sembuh, saya akan puasa” maka
nadzar itu menjadi wajib untuk dilakukan.
B. Puasa Sunnah
Puasa sunnah menurut ajaran Islam merupakan salah satu
bagian ibadah sunnah yang dilakukan untuk mendapatkan cinta atau
kasih sayang Allah SWT. Menurut ajaran Islam puasa sunnah
merupakan salah satu ibadah yang sangat dianjurkan untuk
dilaksanakan. Menurut ajaran Islam dengan melaksanakan puasa
sunnah seseorang dapat mendapatkan beberapa keuntungan yaitu
keuntungan untuk menjadi orang-orang yang disayangi Allah serta
mendapatkan pundi pahala. Dengan puasa sunnah seseorang
bisa sehat dan kuat. Menurut Nabi Muhammad SAW, Allah mencintai
orang beriman yang sehat dan kuat daripada daripada orang beriman
yang lemah (HR Muslim dari Abu Hurairah ra). Salah satu puasa
sunnah yang dikenal dalam ajaran islam yaitu puasa senin kamis.
Dalam menjalankan puasa sunnah seperti puasa senin kamis  harus
memasang niat untuk mendapatkan kasih sayang Allah dan puasa
sunnah yang dilakukannya juga atas dasar cinta kepada Allah. Orang
yang melaksanakan atau menjalankan puasanya sunnah merupakan
atas dasar kehendak diri mereka sendiri jika ingin berpuasa dan jika
tidak boleh dibatalkan walaupun tanpa halangan.

Puasa sunnah terasa lebih berat daripada puasa wajib. Sebab dalam
pelaksanaan puasa sunnah, kita sering kali merasa "terpaksa". Apalagi
puasa sunnah yang kategorinya sebagai puasa "ikut", seperti puasa
tarwiyah dan arafah. Disebut sebagai puasa "ikut", karena kita
berpuasa tarwiyah dan arafah, berdasarkan pelaksanaan haji bagi
orang Islam yang sedang berhaji. Ada juga puasa sunnah yang terasa
seperti puasa wajib, sehingga pengamal merasa sebagai puasa wajib,
merasa "terpaksa" harus menjalankannya. Puasa sunnah semacam
ini, biasanya dilatarbelakangi keinginan tertertu, misalnya sebagai
persyaratan ritual keilmuan tertentu.
Berikut adalah syarat-syarat yang harus diketahui untuk melaksanakan
puasa sunnah.

 Islam
 Baligh
 Sehat
 berakal sehat.

Berikut ini daftar puasa yang termasuk dalam puasa Sunnah.

a. Puasa senin kamis tiap minggu


b. Puasa Sunnah enam hari yang dilaksanakan pada bulan Syawal,
kecuali saat hari raya Idul Fitri.
c. Puasa sunah arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah untuk umat muslim
yang tidak melaksanakan ibadah haji.
d. Puasa Tarwiyah pada tanggal 8 Dzulhijjah untuk umat muslim yang
tidak melaksanakan ibadah haji.
e. Puasa Daud atau sehari puasa besoknya tidak, puasa ini
dilaksanakan untuk meneladani puasa miliki Nabi Daud.
f. Puasa Tasu’a pada tanggal 9 Muharram.
g. Puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram.
h. Puasa Yaumul Bidh, sekitar tanggal 13, 14, dan 15 setiap bulan.
i. Puasa Nisfu Sya’ban dilaksanakan pada pertengahan bulan
Sya’ban.
j. Puasa Asyhurul Hurum yang dilakukan pada bulan Dzulqa’dah,
Dzulhijjah, Muharram, dan bulan Rajab.

Adapun hal-hal yang dapat membatalkan puasa, adalah sebagai berikut:

1. Memasukan sesuatu ke lubang tubuh dengan sengaja

Puasa seseorang akan batal ketika ada suatu benda yang masuk
ke dalam lubang tubuh. Yang dimaksud lubang sendiri disini yaitu
mulut, telinga dan hidung.
Puasa dapat batal apabila benda yang masuk yaitu makanan,
minuman atau benda lain dan dengan cara yang disengaja. Namun
apabila benda tersebut masuk secara tidak sengaja atau lupa, hal itu
tidak membatalkan puasa.

2. Mengalami haid atau nifas

Haid merupakan kondisi dimana seorang wanita


mengeluarkan darah akibat datang bulan. Sedangkan nifas adalah
darah yang keluar sejak seorang ibu melahirkan.

Wanita yang mengalami haid atau nifas wajib mengganti


puasanya atau biasa disebut qadha. Dikutip dalam buku "Pembatal
Puasa Ramadhan dan Konsekuensinya" oleh Isnan Ansory, Lc, MA
menyebutkan para ulama sepakat jika seorang wanita yang sedang
berpuasa kemudian tiba-tiba mendapat haid atau nifas, maka
otomatis puasanya batal. Meskipun kejadian itu menjelang
terbenamnya matahari.

Dalam sebuah hadits dari Abu Said ra: Rasulullah SAW


bersabda: "Bukankah bila wanita mendapat haid, dia tidak boleh
salat dan berpuasa? Inilah maksud setengah agamanya." (HR.
Bukhari Muslim).

3. Hilang akal

Maksud dari hilang akal disini yaitu gila. Ketika seseorang


hilang akalnya, maka puasanya dinyatakan batal. Sama halnya jika
kondisi ini terjadi saat orang tersebut tengah menjalankan puasa,
kemudian di pertengahan ibadah ia mendadak hilang akal. Puasa
yang ia jalani hukumnya tetap batal.

4. Berhubungan badan

Berhubungan badan atau biasa disebut hubungan seksual


dengan sengaja saat bulan suci Ramadan akan membatalkan
puasa. Bahkan, terdapat ketentuan khusus terkait perkara yang
satu ini.

Orang yang melakukan hubungan badan akan dikenai


denda atau kafarat atas perbuatannya. Denda tersebut yakni
berpuasa selama dua bulan berturut turut, jika tidak mampu maka
diwajibkan baginya memberi makanan pokok senilai 0,6 kilogram
beras kepada 60 fakir miskin.
BAB III

A. KESIMPULAN

Menurut bahasa Shiyam/ puasa berarti “menahan diri”. Menurut syara’


ialah : “menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkannya dari mulai
terbit fajar hingga terbenam matahari, karena perintah Allah semata mata,
dengan disertai niat dan syarat-syarat tertentu. Puasa terbagi atas dua yaitu
puasa wajib dan puasa sunnah. Puasa wajib seperti, puas ramadhan,qhodo,
kafarat dan nadzar. Sedangkan puas sunnah seperti, puasa senin dan kamis,
syawal,arofah,dan daud.

Syarat wajib puasa salah satunya yaitu berakal dan suci dari haid dan
nifas bagi permpuan dan mampu berpuasa. Sedangkan syarat sah puasa
salah satunya yaitu, islam, suci dari haid dan nifas dan tamyiz. Hikmah atau
manfaat puasa yaitu, meyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani,
menyehatkan tubuh, mendkatkan diri kpada Allah SWT dan melatih
mengendalikan nafsu.
B. SARAN
Demikian makalah ini kami susun. Punulis menyadari dalam
makalah ini masih banyak sekali kekurangan dan jauh dari kesan “sempurna”.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang kontruktif sangat penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah saya selanjutnya. Akhirnya semoga makalah ini bisa
bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya. Aamiin.

Anda mungkin juga menyukai