Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

FIQIH IBADAH
Dosen pengampu: Abdul Wahab M.H.I .

KELOMPOK 5:
MUHAMMMAD KHOIRUL UMAM NIM (222102020045)
NINDYA ZAINATUL A’YUN NIM (222102020049)
MILSANDZI ROSYADIAH NIM (222102020035)

PRODI HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
KIAI HAJI ACHMAD SHIDDIQ JEMBER
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kami panjatkan
puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, Serta Inayah-Nya kepada
kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk
masyarakat.
Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karenanya kami dengan lapang dada
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya ini bisa
memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Jember 6-Nvember-20222

Penulis
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.....................................................................................................
B. Rumusan Masalah................................................................................................
C. Tujuan..................................................................................................................

BAB II

PEMBAHASAN

A. Syarat wajib puasa...............................................................................................


B. Yang membatalkan puasa....................................................................................
C. Denda bagi yang tidak puasa………………………………………………………
D. Puasa wanita hamil,orang sakit,musafir, dan tua renta
E. Sunnah-sunnah puasa ..........................................................................................

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan................................................................................................................

Saran………………………………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Puasa merupakan ibadah yang telah lama berkembang dan dilaksanakan oleh
manusia sebelum Islam. Islam mengajarkan antara lain agar manusia beriman kepada
Allah SWT, kepada malaikat-malaikatNya, kepada kitab-kitabNya, kepada rosul-
rosulNya, kepada hari akhirat dan kepada qodo qodarNya. Islam juga mengajarkan
lima kewajiban pokok, yaitu mengucapkan dua kalimat syahadat, sebagai pernyataan
kesediaan hati menerima Islam sebagai agama, mendirikan sholat, membayar zakat,
mengerjakan puasa dan menunaikan ibadah haji. Saumu (puasa), menurut bahasa Arab
adalah “menahan dari segala sesuatu”, seperti menahan makan, minum, nafsu,
menahan berbicara yang tidak bermanfaat dan sebagainya. Sedangkan menurut istilah,
puasa adalah menahan diri dari sesuatu yang membatalkannya, satu hari lamanya,
mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat dan beberapa syarat.
Menurut Muhammad Asad, puasa adalah the obstinence of speech memaksa diri untuk
tidak bercakap-cakap dengan perkataan yang negatif, contohnya seperti memfitnah,
berbohong, mencaci maki, berkata-kata porno, mengadu domba dan sebagainya.
Menurut Hasbi Ash Shiddieqy, puasa bisa menjadikan orang mampu membiasakan diri
untuk dapat bersifat dengan salah satu dari sifat Allah swt, sifat tidak makan minum
meskipun untuk sementara waktu, sekaligus dapat menyerupakan diri dengan orang-
orang yang muroqobah. Menurut Yusuf Al Qardawi, puasa sebagai sarana pensucian
jiwa dan raga dari segala hal yang memberatkan dalam kehidupan dunia sekaligus
bentuk manifestasi rasa ketaatan seseorang dalam melaksanakanperintah Allah swt,
dalam hal meninggalkan segala larangan untuk melatih jiwa dalam rangka
menyempurnakan ibadah kepadaNya. Menurut Syeikh Mansur Ali Nashif, puasa dapat
menjadi benteng dan pemelihara dari perbuatan-perbuatan maksiat. Dikatakan
demikian karena puasa dapat menghancurkan nafsu syahwat, bahkan dapat
memelihara dari pelakunya dari api neraka. Adapun macam-macam Puasa:
Puasa wajib atau puasa fardhu terdiri dari puasa fardhu ain atau puasa wajib yang harus
dilaksanakan untuk memenuhi panggilan Allah ta’ala yang disebut puasa ramadhan.
Sedangkan puasa wajib yang terdiri dalam suatu hal sebagai hak Allah SWT atau disebut puasa
kafarat. Selanjutnya puasa wajib untuk memenuhi panggilan pribadi atas dirinya
sendiri dan disebut puasa nadzar.

B. RUMUSAN MASALAH
a. apa syarat wajib puasa
b. apa saja yang membatalkan puasa
c. apa denda bagi yang tidak berpuasa
d. apa saja sunnah-sunnah berpuasa

C. TUJUAN
a. untuk mengetahui apa saja syarat wajib berpuasa
b. untuk mengetahui denda bagi yang tidak berpuasa
c. untuk mengetahui sunnah-sunnah berpuasa
BAB II

PEMBAHASAN

A. SYARAT WAJIB PUASA

Puasa secara bahasa adalah menahan dari dari segala sesuatu. Allah berfirman
“sesunggauhnya aku bernazar puasa bagi tuhan Ar-Rahman yaitu menahan diri”. Menurt syara’
yakni menahan diri yang khusus dari pada seorang yang pada waktu yang kusus dengan bebrapa
syarat1. Kemudian kewajiban puasa itu tetab dengan kitab, summah dan ijma’ ummah. Allah
berfirman “maka siapa dari kalangan kamu menyaksikan anak bulan ramadhan maka
hendaklah dia puasa pada Nya”
Lafadz shiyam dan shaum adalah dua bentuk kalimat masdar, yang secara bahasa keduanya
bermakna menahan.
Dan secara syara’ adalah menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa disertai niat tertentu
sepanjang siang hari yang bisa menerima ibadah puasa dari orang muslim yang berakal dan suci
dari haidl dan nifas2.
Syarat-syarat wajib berpuasa ada tiga perkara. Dalam sebagian redaksi ada empat perkara.Yaitu:
1. islam
2. baligh
3. berakal dan mampu berpuasa
Dan ini (mampu berpuasa) tidak tercantum di dalam redaksi yang mengatakan syaratnya ada tiga
perkara.
Maka puasa tidak wajib bagi orang yang memiliki sifat yang sebaliknya.
Fardlu-fardlunya puasa ada empat perkara.
 Salah satunya adalah niat di dalam hati. Jika puasa yang dikerjakan adalah fardlu seperti
Romadlon atau puasa nadzar, maka harus melakukan niat di malam hari. Dan wajib
menentukan puasa yang dilakukan di dalam puasa fardlu seperti puasa Romadlon.٠ Niat
puasa Romadlon yang paling sempurna adalah seseorang mengatakan, “saya niat
melakukan puasa esok hari untuk melaksanakan kewajiban bulan Romadlon tahun ini
karena Allah Ta’ala”

1
kifayah akhyar hlm 301
2
fathul qarib hlm 125
 Fardlu kedua adalah menahan dari makan dan minum walupun perkara yang dimakan dan
dimunum hanya sedikit, hal ini ketika ada unsur kesengajaan. Jika seseorang melakukan
makan dalam keadaan lupa atu tidak mengatahui hukumnya, maka tida batal puasanyan
jika dia adalah orang yamg baru memeluk islam (muallaf) atu hidup dari para ulama’.
Jjika tidak demikian, maka batal puasanya.
 Fradlu ketiga adalah menahan dari melakukan jima’ dengan sengaja. Adapun melakukan
jima’ dalam keadaan lupa, maka hukumnya sama seperti makan dalam keadaan lupa.
 Fadlu keempat adalah menahan dari muntah dengan sengaja. Jika ia terpaksa muntah,
maka puasanya tidak batal.

A. Hal-Hal Yang Membatalkan Puasa


Hal-hal yang membuat orang berpuasa menjadi batal ada sepuluh perkara.
 Yang pertama dan kedua adalah sesuatu yang masuk dengan sengaja ke dalam lubang
badan yang terbuka atau tidak terbuka seperti masuk ke dalam kepala dari luka yang
tembus ke otak.
Yang dikehendaki adalah seseorang yang berpuasa harus mencegah masuknya sesuatu ke bagian
badan yang dinamakan jauf (lubang).
 Yang ke tiga adalah al huqnah (menyuntik) di bagian salah satu dari qubul dan dubur.
Huqnah adalah obat yang disuntikkan ke badan orang yang sakit melalui qubul atau dubur yang
diungkapkan di dalam matan dengan bahasa ‚sabilaini (dua jalan)‛.
 Yang ke empat adalah muntah dengan sengaja. Jika tidak sengaja, maka puasanya tidak
batal seperti yang telah dijelaskan.
 Yang ke lima adalah wathi’ dengan ssengaja di bagian farji’. Maka puasa seseorang tidak
batal sebab melakukan jima’ dalam keadaan lupa seperti yang setelah dijelaskan.
 Yang ke enam adalah inzal, yaitu keluar sperma sebab bersentuhan kulit dengan tanpa
melakukan jima’3.
Baik keluar sperma tersebut diharamkan seperti mengeluarkan sperma dengan tangannya sendiri,
atau tidak diharamkan seperti mengeluarkan sperma dengan tangan istri atau budak
perempuannya.

3
fathul qarib 126
Dengan bahasa ‚sebab bersentuhan kulit‛, mushannif mengecualikan keluarnya sperma sebab
mimpi basah, maka secara pasti hal itu tidak bisa membatalkan puasa.
 Yang ke tujuh hingga akhir yang ke sepuluh adalah haid, nifas, gila dan murtad.
Maka barang siapa mengalami hal tersebut di tengah-tengah pelaksanaan puasa, maka hal
tersebut membatalkan puasanya.

Kesunahan-Kesunahan Puasa
Di dalam puasa ada tiga perkara yang disunnahkan.
 Salah satunya adalah segera berbuka jika orang yang berpuasa tersebut telah meyakini
terbenamnya matahari.
Jika ia masih ragu-ragu, maka tidak diperkenankan segera berbuka.
Disunnahkan untuk berbuka dengan kurma kering. Jika tidak maka dengan air.
 Yang ke dua adalah mengakhirkan sahur selama tidak sampai mengalami keraguan -
masuknya waktu Shubuh-. Jika tidak demikian, maka hendaknya tidak mengakhirkan
sahur.
Kesunahan sahur sudah bisa hasil dengan makan dan minum sedikit.
 Yang ke tiga adalah tidak berkata kotor. Maka orang yang berpuasa hendaknya menjaga
lisannya dari berkata bohong, menggunjing orang lain dan sesamanya seperti mencela
orang lain4.
Jika ada seseorang yang mencaci dirinya, maka hendaknya ia berkata dua atau tiga kali yaitu
“sesungguhnya aku sedang berpuasa”.
Adakalanya mengucapkan dengan lisan seperti yang dijelaskan imam an Nawawi di dalam kitab
al Adzkar.
Atau dengan hati sebagaimana yang dinuqil oleh imam ar Rafi’i dari beberapa imam, dan hanya
mengucapkan di dalam hati.
Puasa-Puasa Yang Diharamkan
Haram melakukan puasa di dalam lima hari. Yaitu dua hari raya, maksudnya puasa di
hari raya Idul Fitri dan Idul Adlha.
Dan di hari-hari Tasyrik, yaitu tiga hari setelah hari raya kurban5.
Puasa Yang Makruh Tahrim
4
fathul qarib hlm 127
5
fathul qarib hlm 128
Hukumnya makruh tahrim melakukan puasa di hari Syak tanpa ada sebab yang menuntut
untuk melakukan puasa pada hari itu. Mushannif memberi isyarah pada sebagian contoh-contoh
sebab ini dengan perkataan beliau, “kecuali jika kebiasannya melakukan puasa bertepatan
dengan hari tersebut”.
Seperti orang yang memiliki kebiasaan puasa satu hari dan tidak puasa satu hari, kemudian
giliran puasanya bertepatan dengan hari Syak. Seseorang juga diperkenankan melakukan puasa di
hari Syak sebagai pelunasan puasa qadla’ dan puasa nadzar.
Hari Syak adalah hari tanggal tiga puluh Sya’ban ketika hilal tidak terlihat di malam hari
sebelumnya padahal langit dalam keadaan terang, sedangkan orang-orang membicarakan bahwa
hilal telah terlihat namun tidak ada orang adil yang diketahui telah melihatnyanya, atau yang
bersaksi telah melihatnya adalah anak-anak kecil, budak atau orang-orang fasiq.

B. DENDA BAGI ORANG YANG TIDAK BERPUASA


Kyai mushonnif berkata barang siapa yang bersetubuh pada farji’ dalam keadaan sengaja
maka baginya mendapat qadha’ dan kafarat”6.
Barang siapa melakukan jima’ di siang hari bulan Romadlon dalam keadaan sengaja
melakukannya di bagian farji, dan dia adalah orang yang diwajibkan untuk berpuasa dan telah
niat melakukan puasa di malam harinya. serta dia dianggap berdosa melakukan jima’ tersebut
karena berpuasa, maka wajib baginya untuk mengqadla’ puasanya dan membayar kafarat.
Kafarat tersebut adalah memerdekakan budak mukmin. Dalam sebagian redaksi ada penjelasan,
“budak yang selamat dari cacat yang bisa mengganggu di dalam bekerja dan beraktifitas”7.
Jika ia tidak menemukan budak, maka wajib melakukan puasa dua bulan berturut-turut.
Jika tidak mampu melakukan puasa dua bulan, maka wajib memberi maka enam puluh orang
miskin atau faqir.
Masing-masing mendapatkan 1mud, maksudnya dari jenis bahan makanan yang bisa mencukupi
di dalam zakat fitrah.
Jika ia tidak mampu melakukan semuanya, maka kafarat tersebut tetap menjadi tanggungannya.
Ketika setelah itu ia mampu melakukan salah satunya, maka wajib baginya untuk melakukannya.
Barang siapa meninggal dunia dan masih memiliki hutang puasa Romadlon yang ia
tinggalkan sebab udzur seperti orang yang membatalkan puasa sebab sakit dan belum sempat
6
kifayatul akhyar hlm 310
7
fathul qarib hlm 129
mengqadla’inya semisal sakitnya terus berlanjut hingga ia meninggal dunia, maka tidak ada
tanggungan dosa baginya di dalam puasa yang ia tinggalkan ini, dan tidak perlu ditebus dengan
fidyah.
Jika hutang puasa tersebut bukan karena udzur dan ia meninggal dunia sebelum sempat
mengqadla’inya, maka wajib memberikan makanan sebagai ganti dari hutang puasanya.
Maksudnya bagi seorang wali wajib mengeluarkan untuk mayat dari harta peninggalannya.
Setiap hari yang telah ditinggalkan diganti dengan satu mud bahan makanan; yaitu 1,1/3 katinya
Negri Baghdad.
Satu 1 mud adalah itu menurut ukuran takar, ialah sama dengan ½ gelas di negri Mesir.
Dan apa yang telah disebutkan oleh mushannif adalah qaul Jadid.
Sedangkan menurut qaul Qadim, tidak harus memberi bahan makanan, bahkan bagi wali juga
diperkenankan untuk melakukan puasa sebagai pengganti dari orang yang meninggal, bahkan hal
itu disunnahkan bagi seorang wali sebagaimana keterangan di dalam kitab Syarh al Muhadzdzab.
Dan di dalam kitab ar Raudlah, imam an Nawawi membenarkan kemantapan dengan pendapat
qaul Qadim.

C. PUASA BAGI WANITA HAMIL,ORANG SAKIT,MUSAFIR,TUA RENTA


 BAGI TUA RENTA (LANSIA)
Orang tua (berusia 40 tahun ke atas) dan orang yang sudah ringkih sekali (tua sekali) dan
orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh, ketika masing-masing dari ketiganya tidak
mampu untuk berpuasa, maka diperkenankan untuk tidak berpuasa dan memberi bahan makanan
sebanyak 1 mud (kepada faqir miskin) sebagai ganti dari setiap harinya. Tidak diperkenankan
menta’jil pembayaran mud sebelum masuk bulan Romadlon, dan baru boleh dibayarkan setelah
terbit fajar setiap harinya.
Barang siapa yang sakit terus menerus maka tidak ada qodlo dan tidak ada fidyah dan tidak ada
dosa baginya8.

 IBU HAMIL DAN MENYUSUI

8
fathul qarib hlm 130
Bagi wanita hamil dan menyusui, jika keduanya khawatir terjadi sesuatu yang membahayakan
dirinya sendiri sebab berpuasa seperti bahaya yang dialami oleh orang sakit, maka
diperkenankan untuk tidak berpuasa dan wajib bagi mereka berdua untuk mengqadla’inya.
Jika keduanya khawatir pada anaknya, maksudnya khawatir keguguran bagi wanita hamil dan
sedikitnya air susu bagi ibu menyusui, maka keduanya diperkenankan tidak berpuasa dan wajib
bagi keduanya untuk mengqadla’i sebab membatalkan puasa dan juga membayar kafarat.
Kafaratnya adalah setiap harinya wajib mengeluarkan1 mud. 1 mud, seperti yang telah
dijelaskan, adalah 1 rithl lebih 1/3 rithl negara Iraq. Dan diungkapkan dengan negara Baghdad9.
Qadhi Husain berkata “Wajib berbuka jika puasa memudharatkan anak yang menyusu. Jika
seorang hendak menyusui anak kecil karena dampingan diri kepada Allah maka boleh baginya
umtuk berbuka.”

 SAKIT DAN MUSAFIR


Di harusakann bagi orang yang sakit dan perjalanan untuk berbuka pada bulan Ramadhan
seperti yang Allah firmankan “kemuduan siapa dari kalangan kamu sakit atau di dalam
perjalanan maka sebilangan dar hari-hari yang lain”10
Orang yang sakit dan bepergian jauh yang hukumnya mubah, jika ia merasa berat untuk
berpuasa, maka bagi keduanya diperkenankan untuk tidak berpuasa dan wajib mengqadla’inya.
Bagi orang sakit, jika sakitnya terus menerus, maka baginya diperkenankan untuk tidak niat
berpuasa di malam hari.
Dan jika sakitnya tidak terus menerus, seperti demam dalam satu waktu dan tidak di waktu yang
lain, namun di waktu memasuki pelaksanaan puasa (menginjak pagi hari) demamnya kambuh,
maka baginya diperkenankan untuk tidak niat berpuasa -di malam hari. Jika tidak demikian,
maka wajib baginya untuk niat di malam hari. Kemudian jika demamnya kambuh dan ia butuh
untuk membatalkan puasa, maka diperkenankan untuk Membatalkan puasanya.

D. SUNNAH-SUNNAH PUASA
Mushannif tidak menjelaskan tentang puasa sunnah. Dan puasa sunnah disebutkan di dalam
kitab-kitab yang diperluas pembahasannya.

9
fathul qarib hlm 131
10
kifayatul akhyar hlm 315
Di antaranya adalah puasa Arafah, Asyura’, Tasu’a’, Ayyamul Bidl -tanggal 13, 14, 15-, dan
puasa enam hari di bulan Syawal.
Di sunnahkan puasa hari arafah selain orang yang sedang mengerjakan haji. Para ulamak banyak
mengitlakkan kemakruhan puasa sunnah hari arafah bagi orang yang sedang mengerjakan haji
karena hendak ber doa dan mengerjakan haji. Jika orang tersebut tidak lemmah untuk berpuasa
sunnah hari arafah maka imam mutawali berkata “yang terutama baginya adalah berpuasa”,
dan selainnya berkata “yang terutama baginya tidak berpuasa”. imam Bughawi dan selainnya
berkata “hari arafah itu adalah hari yang paling utama dalam sethun”.
di sunnahkan puasa pada tanggal 10 dzulhijjah, dan juga di hari akhir pada setiap bulan. paling
utamanya bulan untuk berpuasa setelah bulan ramadhan itu bualan haram yang mana bulan itu
adalah bulan dzulka’dah, dzulhijjah, rajab dan muharram. dan diantara ke empat bulan tersebut
yang lebih utama adalah bulan muharrom.
Jadi bagi seseorang yang mengerjakan puasa sunnah dia tidak wajib menyempurnakan puasanya
dalam artian tidak ada kewajiban qoda’ ketika seseorang meninggalkan puasa tersebut. Jika
meninggalkan puasa sunnah tersebut dengan karena adaanya udzur maka hukumnya tidak di
makruhkan, jika tidak adanya udzur maka di makruhkan. Makruh hukumnya menunggalkan
puasanya di hari jumat, sabtu, dan minggu. 11

BAB III

11
kifayatul akhyar hlm 306
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Puasa tidak hanya tradisi, apalagi sekedar menahan lapar dan dahaga. Puasa merupakan
pengabdian yang paling tulus dari seorang hamba kepada allah. Pusa tidak hanya di lakukan oleh
orang islam, tetapi oleh umat-umat lainnya. Cara nya pun bermacam macam. Puasa memiliki
pengaruh bagi fisik maupun psikis puasa ditinjau ddari kesehatan mental, puasa bermanfaat
dalam pengobatan pencegahan, pembinaan, keikhlasan, kejujuran, kebenaran, dan pengendalian
diri. Puasa memiliki pengaruh yang sangat luar biasa penyakit jiwa yang sangat berbahay adalah
terjerumus kedalam kejahatan syahwat dan tidak bisa mereda hawa nafsu ini akan berakibat fatal
pada kesehatan meental seseorang dan salah satu solusi atau obatnya adalah dengan berpuasa.
pengaruh puasa terhadap kesehatan mental diantaranya, puasa sebagai pengobatan jiwa, puasa
sebagai pereda kejahatan syahwat dan pengendalian hawa nafsu, puasa mampu menumbuhkan
emosional positif dan mampu mengendalikan ucapan, pandangan, pendengaran serta menahan
seluruh tubuh dari kejelekan, puasa menumbuhkan jiwa sosial yang tinggi dan terhindar dari
keegoisan. pengaruh uasa tersebut dapat kita kaji dari ayat-ayat puasa.

DAFTAR PUSTAKA

Fathul Qarib
Kifayatul Akhyar

Anda mungkin juga menyukai