Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SHOUM (PUASA)

Dosen Pengajar :
Dona Hariati, S.Ag,M,Pd

Oleh :

MUHAMMAD FAZAR FADHILLAH

NIM 2006030012

YOGA DWI PERMADI

NIM 2006030045

NON REGULER BANJARMASIN

PROGRAM STUDI S1 TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN
MUHAMMAD ARSYAD AL BANJA
BANJARMASIN
2021
BAB I...............................................................................................................................................................1
I. Latar Belakang.....................................................................................................................................1
II. Rumusan Masalah...............................................................................................................................1
III. Tujuan Penulisan.................................................................................................................................1
BAB II..............................................................................................................................................................2
A. Pengertian Puasa............................................................................................................................2
B. Syarat dan Rukun Puasa.................................................................................................................3
C. Syarat Wajib Puasa Bulan Ramadhan.............................................................................................4
D. Keadaan yang Membolehkan Berbuka Puasa.................................................................................6
E. Sunnah Puasa.................................................................................................................................7
F. Fidyah Puasa...................................................................................................................................9
G. Kafarat karena Melakukan Senggama Pada Saat Puasa................................................................11
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Puasa adalah rukun islam yang ketiga. Karena itu setiap orang yang beriman,
setiap orang islam yang mukallaf wajib melaksanakannya. Melaksanakan ibadah puasa
saat ini selain untuk mematuhi perintah Allah adalah juga untuk menjadi tangga ke
tingkat takwa, karena takwalah dasar keheningan jiwa dan keluruhan budi dan akhlak.

Untuk ini semua, perlu diketahui segala sesuatu yang berkenaan dengan puasa,
dari dasar hukum, sunnah-sunnah, rukun puasa dan lain sebagainya.

Makalah ini kami sajikan sebagai suatu sumbangan kecil kepada para pembaca
untuk maksud tersebut diatas dengan harafan dan faedahnya.

II. Rumusan Masalah

1. Pengertian puasa
2. Syarat dan Rukun puasa
3. Syarat wajib puasa bulan Ramadhan
4. Keadaan yang membolehkan berbuka puasa
5. Sunnah puasa
6. Fidyah puasa
7. Kafarat karena melakukan senggama pada saat puasa

III.Tujuan Penulisan

Agar pembaca dapat mengetahui tentang penjelasan tentang puasa Ramadhan,


persyariatannya, tata caranya, maupun hikmah dalam bepuasa dan dapat menambah ilmu
pengetahuan kita semua.

1
BAB II

A. Pengertian Puasa

Allah Ta‟ala menjadikan ibadah beraneka ragam untuk menguji manusia, apakah
menjadi pengikut hawa nafsu atau menjalankan perintah Rabbnya. Allah menjadikan
sebagian ajaran agama ini ada yang berbentuk menahan diri dari hal-hal yang disukai,
seperti puasa atau yang lainnya. Puasa dalam bahasa Arab disebut Ash Shiyaam atau Ash
Shaum. Secara bahasa Ash Shiyaam artinya adalah menahan diri. Sedangkan secara
istilah, ash shiyaam artinya beribadah kepada Allah Ta‟ala dengan menahan diri dari
makan, minum dan pembatal puasa lainnya, dari terbitnya fajar hingga terbenamnya
matahari dengan niat puasa, dan untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta‟ala

Diantara ajaran agama islam, ada juga yang berupa memberikan hal-hal yang
disukai, seperti zakat dan sedekah. Dengan cara memberikan hal-hal yang disukai berupa
harta dalam rangka mengharap Ridha Allah. Terkadang, ada seseorang merasa ringan
untuk berinfaq 1000 riyal, namun tidak mampu puasa walaupun cuma satu hari. Ada juga
yang sebaliknya. Allah membuat ibadah itu beraneka ragam untuk menguji manusia.

 Hikmah disyariatkan Puasa


1. Puasa sebagai media untuk bertakwa kepada Allah Ta‟ala dengan
mengerjakan
2. kewajiban dan meninggalkan larangan.
3. Puasa membiasakan manusia untuk menjaga diri dan menahan hawa
nafsu, juga melatih untuk mengemban tanggung jawab serta bersabar
atas penderitaan.
4. Puasa menjadikan seseorang merasakan dan solidaritas terhadap
penderitaan saudara-saudaranya. Hal ini mendorong untuk berinfaq dan
berbuat baik kepada fakir miskin, sebagai bentuk realisasi cinta dan
persaudaraan.
5. Puasa mengandung penyucian jiwa dan membersihkannya dari akhlak-
akhlak tercela dan perbuatan-perbuatan yang buruk. Puasa juga mebuat
alat pencernaan istirahat dari pengisian terus menerus dan
mengosongkannya, sehingga pulih kembali dan dapat beraktivitas dan
energik.

2
3
B. Syarat dan Rukun Puasa

1. Syarat sahnya Puasa

Syarat sahnya puasa ada dua, yaitu :

a. Dalam keadaan suci dari haidh dan nifas.

Syarat ini adalah syarat terkena kewajiban puasa dan sekaligus sahnya puasa.

b. Berniat

Niat merupakan syarat sahnya puasa karena puasa adalah ibadah sedangkan
ibadah tidaklah sah kecuali dengan niat sebagaimana ibadah yang lain. Dalil dari
hal ini adalah sabda Nabi SAW‫ه‬

“Sesungguhnya setiap amal itu tergantung dari niatnya.” 1

Namun, perlu diketahui bahwasanya niat tersebut bukanlah


diucapkan(dilafadzkan). Karena yang dimaksud niat adalah kehendak untuk
melakukan sesuatu dan niat itu letaknya di hati. Semoga Allah merahmati An-
Nawawi rahimahullah, yang mengatakan

“Tidaklah sah puasa seseorang kecuali dengan niat. Letak niat adalah dalam hati,
tidak disyaratkan untuk diucapkan” Masalah ini tidak terdapat perselisihan
diantara para ulama2
2. Rukun Puasa
Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari
berbagai pembatal puasa mulai dari terbit fajar (yaitu fajar shodiq) hingga

terbenamnya matahari3 Hal ini berdasarkan firman Allah Ta‟ala,

1
HR. Riwayat Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits dalam Kitab An-Nawawi
2
Niat tidak perlu dilafadzkan dengan “nawaitu shouma ghodin…”. Jika seseorang makan sahur, pasti ia sudah
berniat dalam hatinya bahwa ia akan puasa. Agama (Dien) ini sungguh tidak mempersulit umatnya.
3
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/9915
4
5
“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS.
Al Baqarah: 187).S

Dari „Adi bin Hatim ketika turun surat Al-Baqarah ayat 187, Nabi SAW berkata
padanya,

“Yang dimaksud adalah terangnya siang dari gelapnya malam”. 4 Nabi shallallahu
alaihi wa sallam mengatakan seperti itu pada „Adi bin Hatim karena sebelumnya ia
mengambil dua benang hitam dan putih. Lalu ia menanti kapan muncul benang putih
dari benang hitam, namun ternyata tidak kunjung nampak. Lantas ia menceritakan hal
tersebut pada Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam, kemudian beliau pun
menertawai kelakukan „Adi bin Hatim.5

C. Syarat Wajib Puasa Bulan Ramadhan

1. Syarat Wajib Penunaian Puasa


a. Islam
b. Sudah Baligh
c. Sehat, tidak dalam keadaan sakit
d. Menetap, tidak dalam keadaan bersafar. Dalil kedua syarat ini adalah firman
Allah Ta‟ala

Barangsiapa yang dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan (lalu ia


berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain”(QS. Al-Baqarah : 185).
Kedua syarat ini termasuk dalam syarat wajib penuaian puasa dan bukan
syarat sahnya puasa dan bukan syarat wajibnya qadha puasa. Karena syarat wajib
penuaian puasa disini gugur pada orang yang sakit dan orang yang bersafar.
Ketika mereka tidak berpuasa saat itu, barulah mereka qodho‟ berdasarkan

4
HR. Tirmidzi no. 2970, beliau mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih.
5
HR. Ahmad, 4/377. Shahih sebagaimana dikatakan olehSyaikh Syu’aib Al Arnauth

6
kesepakatan para ulama. Namun jika mereka tetap berpuasa dalam keadaan
demikian, puasa mereka tetap sah.

e. Suci dari haidh dan nifas. Dalilnya adalah hadits dari Mu‟adzah, ia pernah
bertanya pada „Aisyah ‫اهنغ هللا يضر‬. Hadits tersebut adalah,

Dari Mu‟adzah dia berkata, “Saya bertanya kepada Aisyah seraya berkata,
„Kenapa gerangan wanita yang haid mengqadha‟ puasa dan tidak mengqadha‟
shalat?‟ Maka Aisyah menjawab, „Apakah kamu dari golongan Haruriyah? „ Aku
menjawab, „Aku bukan Haruriyah, akan tetapi aku hanya bertanya.‟ Dia
menjawab, „Kami dahulu juga mengalami haid, maka kami diperintahkan untuk
mengqadha‟ puasa dan tidak diperintahkan untuk mengqadha‟ shalat‟.”6
Berdasarkan kesepakatan para ulama pula, wanita yang dalam keadaan
haidh dan nifas tidak wajib puasa dan wajib mengqodho‟ puasanya.7
2. Hukum Puasa
a. Kewajiban Puasa
Wajib bagi seorang Muslim berpuasa Ramadhan dengan iman dan hanya
mengharap balasan Allah agar dapat menggapai pahala. Bukan karena riya‟
sum‟ah (mencari prestise) dan juga bukan ikut-ikutan kepada orang lain atau
hanya mengikuti adat penduduk negerinya. Karena Allah yang
memerintahkannya, maka wajib berpuasa sambil mengharap pahala dari sisi-Nya
seperti halnya ibadah-ibadah lain.
b. Kewajiban Puasa dengan dua hal
 Melihat hilal oleh orang yang adil, muslim, dan kuat penglihatannya, baik
lelaki maupun perempuan. Allah ‫احبس‬MMM‫و هن‬MMM‫ ىلعت‬berfirman, “ Karena itu,
barangsiapa diantara kamu melihat (tanda kehadiran) bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu.” (QS. Al-Baqarah : 185)
6
HR. Muslim no. 335.
7
Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 2/ 9916-9917.

7
 Atau dengan menggenapkan bulan sya’ban menjadi 30 hari

“Satu bulan bisa terdiri dari 29 hari. Karena itu, jangan berpuasa hinga benar-
benar melihatnya (hilal). Jika pandangan kalian terhalang oleh awan, maka
sempurnakanlah bilangannya menjadi 30 hari.”8

D. Keadaan yang Membolehkan Berbuka Puasa

1. Puasa Orang Tua dan Orang Sakit yang Sembuhnya Tidak Bisa Diharapkan.
Orang yang tidak mampu berpuasa karena factor usia atau sakit yang tidak dapat
diharap lagi kesembuhannya, baik dalam kondisi muqim maupun safar, cukup dengan
memberi makan sehari satu orang miskin. Hal tersebut cukup sebagai pengganti
puasa. Ia membuatkan makanan untuk beberapa hari yang ia tidak puasa, ia
mengeluarkan setiap satu hari satu sha’ makanan ( Satu sha‟ menurut ulama
hanafiyah = 3261,5 gram. Sedangkan menurut selain ulama Hanafiyah = 2172 gram)
lalu memberikannya kepada orang miskin.
2. Orang yang Sakit
Seluruh ulama sepakat (ijma‟) bahwa pada umumnya, orang yang sakit boleh
meninggalkan puasa. Setelah sembuh, dia harus mengganti (qadha) hari-hari yang
ditinggalkannya itu. Dalilnya adalah Allah Ta‟ala berfirman, “Dan barangsiapa yang
sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa)
sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al-Baqarah :
185)
3. Orang yang Bersafar,

8
HR. Bukhari dalam Kitab Fiqih Sunnah untuk Wantita 7/366

8
Lebih baik bagi orang yang berpuasa untuk berbuka jika dalam perjalanan.
Adapun bagi orang yang melakukan perjalanan (musafir) di bulan Ramadhan, jika

antara berpuasa atau tidak puasa sama saja, maka lebih baik baginya untuk berpuasa.
Tetapi jika berpuasa memberatkannya maka yang baik baginya adalah berbuka dan ia
wajib mengqadhanya. Dari Anas bin Malik R.A, ia berkata,
“Kami pernah berpergian bersama Nabi SAWorang yang berpuasa tidak mencela
yang berbuka dan juga yang berbuka tidak mencela yang berpuasa.”9
4. Wanita Hamil dan Menyusui
Perempuan hamil dan menyusui bila khawatir pada diri dan anaknya, maka hendaklah
berbuka dibulan Ramadhan kemudia mengqadha setelah Ramadhan. Dari Anas bin
Malik, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda

“Sesungguhnya Allah meringankan separuh shalat dari musafir, juga puasa dari
wanita hamil dan menyusui.”10

E. Sunnah Puasa

1. Makan Sahur
Orang yang berpuasa disunnahkan makan sahur, karena dalam makan sahur terdapat
keberkahan. Sebaik-baik sahur seorang mukmin adalah kurma dan disunnahkan

mengakhirkan sahur. Dari Anas bin Malik R.A , Rasulullah SAW bersabda.
“Makan sahurlah karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”11
2. Sunnah Menyegerakan Berbuka
Rasulullah SAW bersabda,
9
Muttafaq Alaih, dikeluarkan oleh Al-Bukhari no. 1947 dan Muslim no. 1118.s
10
HR. An Nasai no. 2274 dan Ahmad 5/29. Syaikh Al Albani dan Syaikh Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini
hasan.
11
HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095.

9
“Umatku akan senantiasa berasa di atas sunnahku selama tidak menunggu munculnya
bintang untuk berbuka puasa.”12
Dan inilah yang ditiur oleh Rafidhah (Syi‟ah), mereka meniru Yahudi dan Nasrani
dalam berbuka puasa. Mereka baru berbuka ketika munculnya bintang. Semoga Allah
melindungi kita dari kesesatan mereka.
3. Berbuka dengan Kurma
Hendaknya berbuka dengan Kurma sebelum shalat. Jika tidak ada kurma maka
dengan air, jika tidak mendapatkan keduanya maka berbuka dengan yang paling
mudah dari makanan dan minuman yang halal. Jika tidak ada yg bisa dipakai untuk
berbuka maka berniat dengan hatinya.
4. Memberi Makanan Berbuka Kepada Orang yang Berpuasa
Disunnahkan memberi makanan berbuka kepada orang yang berpuasa, dan yang
memberi makanan pembuka puasa mendapatkan pahala sama dengan orang yang
berpuasa, hanya saja hal itu tidak mengurangi pahala orang yang berpuasa sedikit
pun.
5. Memperbanyak Dzikir dan Do’a
Disunnahkan bagi orang yang berpuasa memperbanyak dzikir dan doa serta membaca
basmalah ketika berbuka puasa, lalu mengucapkan hamdalah setelah selesai. Jika
berbuka membaca

“Dahaga telah hilang, kerongkongan telah basah dan pahala InsyaaAllah tetap.”13
6. Bersiwak
Sunnah bagi orang yang berpuasa dan lainnya untuk bersiwak pada setiap waktu, di
pagi maupun sore hari.
7. Bersabar atau Menahan Emosi
Sunnah bagi orang berpuasa bila ada orang lain yang mencelanya atau mengajak

12
HR. Ibnu Hibban 8/277 dan Ibnu Khuzaimah 3/275. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad
hadits ini shahih.
13
Hadits Hasan, dikeluarkan oleh Abu Dawud no. 2066, Shahih Sunan Abu Dawud no. 2357.

10
berkelahi agar mengatakan “Saya sedang puasa, saya sedang puasa.” Jika sedang
berdiri maka duduklah.

F. Fidyah Puasa

Pada zaman sekarang ini, ada sebagian orang yang beranggapan bahwa
seseorang boleh tidak berpuasa meskipun sama sekali tidak ada udzur, asalkan dia
mengganti dengan membayar fidyah. Jelas hal ini tidak dibenarkan dalam Agama Islam.

1. Makna Fidyah
Fidyah adalah apabila dia memberikan tebusan kepada seseorang, maka orang
tersebut akan menyelamatkannya.14 Didalam kitab-kitab fiqih, fidyah dikenal dengan
istilah “ith‟am” yang artinya memberi makan. Adapun fidyah puasa adalah sesuatu
yang harus diberikan kepada orang miskin, berupa makanan, sebagai pengganti
karena dia meninggalkan puasa.
Allah telah menyebutkan tentang fidyah dalam KitabNya Yang Mulia.
Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta‟ala berfirman :

“Beberapa hari yang telah ditentukan, maka barangsiapa di antara kalian yang sakit
atau dalam bepergian, wajib baginya untuk mengganti pada hari-hari yang lain. Dan
wajib bagi orang yang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), untuk
membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin. Barangsiapa yang
berbuat baik ketika membayar fidyah (kepada miskin yang lain) maka itu lebih baik
baginya, dan apabila kalian berpuasa maka itu lebih baik bagi kalian, jika kalian
mengetahui. [Al Baqarah/2 : 184].
Ulama telah berbeda pendapat dalam hal firman Allah :

14
Mukhtar Ash Shiha, Imam Muhammad Ar Razi. Cet. Maktabah Lubnan, hal. 435.

11
“(Dan wajib bagi orang mampu berpuasa (tapi tidak mengerjakannya), maka dia
membayar fidyah dengan memberi makan kepada seorang miskin)”.
Jumhur ulama berpendapat, bahwa ayat ini merupakan rukhshah ketika pertama kali
diwajibkan puasa, karena puasa telah memberatkan mereka. Dahulu orang yang telah
memberikan makan kepada seorang miskin, maka dia tidak berpuasa pada hari itu,
meskipun dia mampu mengerjakannya.
2. Orang-Orang yg di Wajibkan Membayar Fidyah
a. Orang yg Sudah Tua (Lansia)
Orang yang sudah tua (lansia) laki-laki dan wanita yang merasa berat
apabila berpuasa. Maka ia diperbolehkan untuk berbuka, dan wajib bagi mereka
untuk memberi makan setiap hari puasa yang ditinggalkannya kepada orang
miskin.
b. Orang Sakit yg Tidak Bisa di Harapkan
Orang yang tidak mampu berpuasa karena factor usia atau sakit yang tidak
dapat diharap lagi kesembuhannya, baik dalam kondisi muqim maupun safar,
cukup dengan memberi makan sehari satu orang miskin. Hal tersebut cukup
sebagai pengganti puasa..
c. Wanita Hamil dan Menyusui
Jika wanita hamil dan menyusui merasa khawatir akan ada bahaya yang
menimpa diri dan bayinya bila berpuasa, maka dia boleh meninggalkan puasa
dan tidak perlu menqadha puasanya (menurut pendapat yang lebih kuat). Namun
ia harus memberi makan seorang miskin pada setiap hari. Ini berdasarkan sabda
Rasulullah SAW

“Sesungguhnya Allah azza wa jalla telah menggunakan kewajiban setengah


shalat bagi orang yang berpergian (musafir) dan menggugurkan kewjiban puasa
bagi musafir, wanita hamil dan menyusui.” 15

15
HR. Ahmad dan Abd Bin Humaid.

12
13
3. Pendapat Ulama Tentang Kadar dan Jenis Fidyah
Imam An Nawawi berkata (pendapat pertama) “kadar fidyah ialah satu mud dari
makanan untuk setiap hari. Jenisnya, seperti jenis makanan pada zakat fitrah. Maka
yang dijadikan pedoman ialah keumuman makanan penduduk di negerinya. Demikian
ini pendapat yang paling kuat. Dan ada pendapat yang kedua yaitu mengeluarkan
seperti makanan yang biasa dia makan setiap hari. Dan pendapat yang ketiga,
diperbolehkan untuk memilih diantara jenis makanan yang ada.”
Imam An Nawawi juga berkata “Tidak sah apabila membayar fidyah dengan
tepung, sawiq (tepung yang sangat halus), atau biji-bijian yang sudah rusak, atau
(tidak sah)jika membayar fidyah dengan nilainya (uang) dan tidak sah juga
(membayar fidyah) dengan yang lainnya, sebagaimana yang dijelaskan. Fidyah
tersebut dibayarkan hanya kepada orang fakir miskin. Setiap satu mud terpisah dari
satu mud yang lainnya. Maka boleh memberikan beberapa muddari satu orang dan
dari fidyah satu bulan untuk seorang faqir saja.
 Ukuran Satu Mud
Satu mud adalah seperempat Sha‟. Dan Sha‟ yang dimaksud adalah sha‟ nabawi.
Satu sha‟ nabawi sebanding dengan 480 mitsqal dari biji gandum yang bagus.
Satu mitsqal sama dengan 4,25 gram. Berarti satu mud adalah 510 gram.
Berdasarkan ukuran yang telah disebutkan, maka kita bisa memperkirakan bahwa
satu muddari biji gandum berkisar antara 510 hingga 625 gram. Para ulama telah
menjelaskan fidyah dari selain biji gandum seperti beras, jagung dan yang lainyya
adalah setengah sha‟ (dua mud). Dan kita kembali kepada ayat, bahwa orang yang
melebihkan di dalam memberi makan kepada orang
miskin, yaitu dengan memberikan kepada orang miskin lainnya, maka itu adalah
lebih baik baginya.

G. Kafarat karena Melakukan Senggama Pada Saat Puasa

Memerdekakan budak, jika tidak mendapatkannya maka ia berpuasa dua bulan


berturut-turut, dan jika tidak mampu maka dia wajib memberi makan 60 orang miskin.
Bagi setiap satu orang miskin setengah sha‟ makanan. Jika tidak mendapatkan
makanan juga, maka gugurlah kafarat baginya. Kafarat ini hanya wajib dengan sebab

14
bersetubuh di siang hari bulan Ramadhan dari orang yang wajib berpuasa bila
melakukannya dengan sengaja dan mengetahui hukumnya. Barangsiap menggauli
istrinya saat puasa sunnah, nadzar atau qadha, maka tidak perlu membayar kafarat.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, seorang laki-laki datang kepada


Rasulullah SAW kemudian berkata, “Ya Rasulullah, celakalah saya!” Rasulullah
bertanya, “Apa yang membuatmu celaka?” Orang itu menjawab, “Saya bersetubuh
dengan istriku di siang hari Bulan Ramadhan.” Rasulullah bersabda, “Apakah kamu
mampu memerdekakan seorang budak?” Orang itu menjawab “Tidak.” Rasulullah
bersabda, “Apakah kamu mampu puasa dua bulan berturut-turut?” Orang itu menjawab,
“Tidak.” Rasulullah bersabda, “Apakah engkau mampu memberikan makan 60 orang
miskin?” Orang itu menjawab, “Tidak.” Rasulullah bersabda,
“Duduklah.” Dia pun duduk. Kemudian ada yang mengirim satu wadah kurma kepada
Nabi SAW. Rasulullah bersabda, “Bersedekahlah dengan ini.” Orang itu berkata,
“Kepada orang yang lebih fakir dari kami?! Tidak ada diantara dua kampong ini
keluarga yang lebih miskin dari kami.” Rasulullah pun tertawa hingga terlihat gigi
serinya, lalu beliau bersabda, “Ambillah, berilah makan keluargamu.”16
a. Hal-hal yang tidak memutus kontinuitas puasa bagi orang yang wajib berpuasa
selama dua bulan dan sejenisnya adalah, dua hari raya, berpergian, sakit yang
membolehkan untuk berbuka serta haid dan nifas.
b. Jika bersetubuh dengan istrinya pada dua hari atau lebih di siang hari bulan
Ramadhan, maka wajib membayar kafarat dan qadha sejumlah hari-hari tersebut.
Jika mengulang-ulang persetubuhan dalam satu hari maka kafaratnya sekali
disertai qadha.
c. Jika seseorang yang baru berpergian dalam keadaan berbuka pulang pada hari
dimana istrinya baru suci (dari haid atau nifas) ditengah hari, boleh baginya untuk
menggaulinya

16
Muttafaq Alaih, dikeluarkan oleh Al-Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 1111 lafazh ini baginya.

15
Daftar Pusaka

Bin Sayyid Salim, Abu Malik Kamal. 2007. Fiqih Sunnah untuk Wanita. Jakarta. Al-
I'tishom

Bin Abdullah At-Tuwaijiri. 2017. Ensiklopedi Islam Al-Kamil. Jakarta. Darus


Sunnah

https://rumaysho.com/405-memahami-syarat-dan-rukun-puasa.html

https://almanhaj.or.id/3146-fidyah-di-dalam-puasa.html.

Dr. Yusuf Irianto bin Hasyim. Agar Puasa Ramadhan Kita Bukan Sekedar Lapar
Dan Dahaga

16

Anda mungkin juga menyukai