Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

IBADAH PUASA dan IBADAH HAJI


Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam
Dosen Pengampu : Tatang Muhajang, M.Pd.

Oleh
Kelompok 6 – Kelas 1C
1. ANGGITA TRISNA MONICA 032117087
2. SANTY KURNIAWATI 032117092

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA dan SASTRA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PAKUAN
BOGOR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufiq, dan hidayah-Nya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan makalah
dengan judul ”Ibadah Puasa dan Ibadah Haji dalam memenuhi salah satu tugas mata
kuliah Pendidikan Agama Islam. Dan pada kesempatan kali ini, Penyusun ingin
berterima kasih kepada Bapak Tatang Muhajang, M.Pd. selaku dosen mata kuliah
Pendidikan Agama Islam, kepada orang tua yang telah memberi dukungan baik
materi, moril, maupun support, serta teman-teman yang selalu memberikan
semangat -khususnya kelas 1C-.
Penyusun sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam menambah
wawasan serta pengetahuan kita mengenai ibadah puasa dan ibadah haji. Oleh
sebab itu, mengingat tidak adanya yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Penyusun berharap adanya kritik atau saran sangatlah membantu demi perbaikan
yang akan datang. Harapan Penyusun, makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Aamiin.
Akhir kata, Penyusun memohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata
yang kurang berkenan. Demikianlah makalah ini disusun dengan sebenar-benarnya,
Terima kasih.

Bogor, November 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Puasa dan Haji adalah Rukun Islam yaitu sesuatu yang wajib ada
dan diyakini oleh setiap orang islam. Namun dalam kenyataan, ibadah banyak
dipraktikkan sebatas melaksanakan perintah, belum dipahami apa kandungan
makna dan pesan dari berbagai bentuk atau symbol-simbol ibadah yang
dilakukan itu. Di zaman yang modern ini banyak sekali orang melaksanakan
puasa ramadhan sebagai ibadah formalistis dan rutinitas ritual, sehingga tidak
ada perubahan atau evaluasi pasca kita melaksanakan puasa.
Haji adalah perintah Allah dalam Rukun Islam dimana orang yang
mampu dalam segi materi dan jasmani maka diwajibkan untuk melaksanakn
Haji. Kewajiban Ibadah Haji mengandung banyak hikmah besar dalam
kehidupan rohani seorang mukmin, serta mengandung kemaslahatan bagi
seluruh umat islam pada sisi agama dan dunianya.

1.2 Tujuan
1. Mengetahui pengertian puasa dan haji.
2. Jenis-jenis puasa.
3. Memahami hikmah dari menjalankan ibadah puasa.
4. Mengetahui tahap-tahap dalam melaksanakan ibadah haji.
5. Memahami hikmah dari menjalankan ibadah haji.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Puasa


Puasa atau puasa (bahasa Arab: ‫ صوم‬: Puasa) adalah menahan diri dari makan
dan minum serta segala perbuatan yang bisa membatalkan puasa, mulai dari
terbit fajar hingga terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk
meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Puasa secara bahasa artinya
menahan atau mencegah. Dan kewajiban kita sebagai umat Islam untuk
menjalankan ibadah puasa dijelaskan dalam:

Hadits Bukhari & Muslim (muttafaq alaih)


Artinya: Islam dibangun atas lima perkara: kesaksian tidak ada tuhan selain
“Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, haji, puasa Ramadhan.”

Hadits Riwayat Imam Baihaqy No. 7348:


“Sembahlah tuhanmu dan shalatlah lima waktu, tunaikanlah zakatmu untuk
membersihkan dirikamu, berpuasalah pada bulan (Ramadhan) kamu, dan
hajilah ke rumah tuhanmu pasti kami akan memasuki surga Tuhanmu.”

2
2.2 Ketentuan Ibadah Puasa
Syarat wajib puasa
1. Beragama Islam
Orang yang tidak Islam tidak wajib puasa. Ketika di dunia, orang kafir tidak
dituntut melakukan puasa karena puasanya tidak sah. Namun di akhirat, ia
dihukum karena kemampuan dia mengerjakan ibadah tersebut dengan
masuk Islam.
2. Berakal sehat
Orang yang gila, pingsan, dan tidak sadarkan diri karena mabuk, maka tidak
wajib puasa. Jika seseorang hilang kesadaran ketika puasa, maka puasanya
tidak sah. Namun jika hilang kesadaran lalu sadar di siang hari dan ia dapati
waktu siang tersebut walau hanya sekejap, maka puasanya sah. Kecuali jika
ia tidak sadarkan diri pada seluruh siang (mulai dari shubuh hingga
tenggelam matahari), maka puasanya tidak sah.
3. Baligh (sudah cukup umur)
Ada beberapa tanda baligh yang terdapat pada laki-laki dan perempuan:
- Laki-laki: ihtilam (keluarnya mani ketika sadar atau tertidur).
- Perempuan: (1) datang haidh, dan (2) hamil.
Jika tanda-tanda di atas tidak didapati, maka dipakai patokan umur. Menurut
ulama Syafi’iyah, patokan umur yang dikatakan baligh adalah 15 tahun.
(Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 8: 188-192).
4. Mampu melaksanakannya
Kemampuan yang dimaksud di sini adalah kemampuan syar’i dan fisik.
Yang tidak mampu secara fisik seperti orang yang sakit berat atau berada
dalam usia senja atau sakitnya tidak kunjung sembut, maka tidak wajib
puasa. Sedangkan yang tidak mampu secara syar’i artinya oleh Islam untuk
puasa seperti wanita haidh dan nifas.

Syarat sah puasa


1. Islam (tidak murtad)
2. Mummayiz (dapat membedakan yang baik dan yang buruk)
3. Suci dari haid dan nifas (khusus bagi wanita)

3
4. Dalam waktu yang diperbolekan puasa padanya

Rukun puasa
1. Niat
2. Meninggalkan segala hal yang membatalkan puasa dari terbit fajar hingga
terbenam matahari

2.3 Jenis-Jenis Puasa


Puasa wajib
Adalah uasa yang harus dijalankan oleh umat Islam sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
Seperti : a. Puasa ramadhan
Puasa yang di laksanakan pada bulan ramadhan yang
hukumnya wajib bagi seluruh umat muslim yang sudah
memenuhui syarat wajib puasa.

b. Puasa nadzar
Puasa wajib yang selanjutnya adalah puasa nadzar yaitu puasa
yang di wajibkan sendiri oleh seseorang dengan janjinya.

c. Puasa qadha
Puasa qadha merupakan puasa yang dilakukan di luar bulan
ramadhan untuk mengganti puasa ramadhan yang ditinggalkan
karena suatu hal.

4
d. Puasa kafarat
Puasa kafarat yaitu puasa yang dilakukan untuk membayar atau
mengganti sesuatu yang dilanggar.

Puasa sunah
Pahala bagi yang melaksanakannya dan tidak dosa bagi yang
meninggalkannya.
Seperti : a. Puasa Senin dan Kamis
Puasa yang di lakukan oleh seseorang pada hari Senin dan
Kamis yang merupakan sunnah rasul.

b. Puasa syawal
Puasa syawal juga merupakan puasa sunnat, puasa sawal yaitu
puasa yang dikerjakan selama 6 hari di bulan syawal.

c. Puasa Arofah
Puasa Arofah yaitu puasa yang dilakukan pada tanggal 9
dzulhijjah, sehari sebelum hari raya idul adha,dan dilakukan hanya
oleh orang yang tidak sedang melakukan ibadah haji.

5
Puasa makruh
Puasa yang berpahala bila ditinggalkan, sedang bila dikerjakan maka tidak
berpahala dan tidak pula berdosa.
Seperti : a. Puasa yang dilakukan pada hari Jumat, kecuali beberapa hari
sebelumnya telah berpuasa.

b. Puasa hari sabtu maupun hari ahad secara sendiri-sendiri tanpa


diselingi hari lainnya

Puasa haram
Puasa yang bila dikerjakan akan berdosa.
Seperti : a. Puasa pada Hari ‘Ied: Idul Fithri dan Idul Adha
Jika dikatakan dilarang, berarti tidak sah menjalani puasa pada hari
Idul Fithri dan Idul Adha, bahkan inilah yang disepakati (adanya
ijma’) dari para ulama. Jadi diharamkan berpuasa pada kedua hari
tersebut dan yang melakukannya dinilai berdosa. Karena
ibadahnya sendiri termasuk maksiat.

6
b. Puasa pada Hari Tasyrik

2.4 Orang Yang Diperbolehkan Tidak Puasa


a. Orang yang sakit
Orang sakit yang diizinkan tidak berpuasa adalah orang sakit yang apabila
menjalankan puasa, dapat memperparah kondisi yang bersangkutan. Meski
tidak berpuasa, namun orang tersebut harus membayar puasanya tersebut.

b. Orang yang bersafar


Apabila seseorang yang melakukan perjalanan jauh saat berpuasa diizinkan
untuk tidak berpuasa apabila kondisinya berat dan menyulitkan. Namun,
orang tersebut wajib mengganti puasanya di kemudian hari.

c. Orang yang sudah tua renta (sepuh)


Orang tua yang tidak mampu menjalankan puasa diberi kelonggaran untuk
tidak berpuasa. Sebagai gantinya, orang tersebut diwajibkan untuk

7
membayar fidyah yaitu dengan memberi makan fakir miskin setiap kali
orang tersebut tidak berpuasa.

d. Wanita hamil dan menyusui


Apabila ibu yang sedang mengandung dan menyusui tidak mampu berpuasa,
Allah meringankan untuk tidak berpuasa dan menggantinya di kemudian hari.
Sementara satu golongan yang dilarang untuk berpuasa adalah wanita dalam
keadaan haid dan nifas.
Nabi bersabda dalam Hadis Riwayat Bukhari, "Bukankah ketika haid, wanita
itu tidak shalat dan juga tidak puasa. Inilah kekurangan agamanya."
Wanita yang haid dan nifas dilarang berpuasa selama masa haid dan nifas
tersebut. Namun, mereka tetap harus mengganti puasa di kemudian hari.

2.5 Keutamaan Ibadah Puasa

8
2.6 Hikmah Ibadah Puasa
1. Melatih diri untuk menjadi pribadi yang lebih tabah dan sabar
2. Sarana memperbanyak zikir kepada Allah
3. Agar menjadi manusia yang lebih berbudi
4. Sebagai jalan pengampunan dosa
5. Melatih seseorang menjadi lebih bersyukur
6. Membiasakan diri untuk berhati – hati dalam berbuat
7. Melatih diri untuk hidup sederhana
8. Hikmah puasa dalam bidang kesehatan : Mengurangi tekanan darah,
mengurangi kadar diabetes, mengurangi berat badan, mengurangi resiko
stroke, sebagai obat magh

9
2.7 Pengertian Haji
Pengertian haji secara istilah (terminologi) adalah pergi beribadah ke tanah suci
(Mekah), melakukan tawaf, sa’i, dan wukuf di Padang Arafah serta
melaksanakan semua ketentuan-ketentuan haji di bulan Zulhijah. Haji menurut
bahasa (etimologi) adalah pergi ke Baitullah (Kakbah) untuk melaksanakan
ibadah yang telah ditetapkan atau ditentukan Allah SWT. Dan kewajiban kita
sebagai umat Islam untuk menjalankan ibadah haji dijelaskan dalam:

(QS Al-Imran : 97)

10
2.8 Ketentuan Ibadah Haji
Syarat wajib haji
1. Beragama Islam
2. Baligh
3. Berakal sehat
4. Mampu
5. Merdeka

Rukun haji
1. Ihram
Yang dimaksud dengan ihram adalah niatan untuk masuk dalam manasik
haji. Siapa yang meninggalkan niat ini, hajinya tidak sah.

Wajib ihram mencakup:


• Ihram dari miqot.
• Tidak memakai pakaian berjahit (yang menunjukkan lekuk badan atau
anggota tubuh). Laki-laki tidak diperkenankan memakai baju, jubah,
mantel, imamah, penutup kepala, khuf atau sepatu (kecuali jika tidak
mendapati khuf). Wanita tidak diperkenankan memakai niqob (penutup
wajah) dan sarung tangan.
• Bertalbiyah.

Sunnah ihram:
• Mandi.
• Memakai wewangian di badan.
• Memotong bulu kemaluan, bulu ketiak, memendekkan kumis, memotong
kuku sehingga dalam keadaan ihram tidak perlu membersihkan hal-hal tadi,
apalagi itu terlarang saat ihram.

11
• Memakai izar (sarung) dan rida’ (kain atasan) yang berwarna putih bersih
dan memakai sandal. Sedangkan wanita memakai pakaian apa saja yang ia
sukai, tidak mesti warna tertentu, asalkan tidak menyerupai pakaian pria dan
tidak menimbulkan fitnah.
• Berniat ihram setelah shalat.
• Memperbanyak bacaan talbiyah.

2. Wukuf di Arafah
Wukuf di Arafah adalah rukun haji yang paling penting. Siapa yang luput
dari wukuf di Arafah, hajinya tidak sah. Ibnu Rusyd berkata, “Para ulama
sepakat bahwa wukuf di Arafah adalah bagian dari rukun haji dan siapa yang
luput, maka harus ada haji pengganti (di tahun yang lain).” Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,

Yang dimaksud wukuf adalah hadir dan berada di daerah mana saja di
Arafah, walaupun dalam keadaan tidur, sadar, berkendaraan, duduk,
berbaring atau berjalan, baik pula dalam keadaan suci atau tidak suci (seperti
haidh, nifas atau junub) (Fiqih Sunnah, 1: 494).
Waktu dikatakan wukuf di Arafah adalah waktu mulai dari matahari
tergelincir (waktu zawal) pada hari Arafah (9 Dzulhijjah) hingga waktu
terbit fajar Shubuh (masuk waktu Shubuh) pada hari nahr (10 Dzulhijjah).
Jika seseorang wukuf di Arafah selain waktu tersebut, wukufnya tidak sah

12
berdasarkan kesepakatan para ulama (Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 17: 49-
50).
Jika seseorang wukuf di waktu mana saja dari waktu tadi, baik di sebagian
siang atau malam, maka itu sudah cukup. Namun jika ia wukuf di siang hari,
maka ia wajib wukuf hingga matahari telah tenggelam. Jika ia wukuf di
malam hari, ia tidak punya keharusan apa-apa. Madzab Imam Syafi’i
berpendapat bahwa wukuf di Arafah hingga malam adalah sunnah (Fiqih
Sunnah, 1: 494).
Sayid Sabiq mengatakan, “Naik ke Jabal Rahmah dan meyakini wukuf di
situ afdhol (lebih utama), itu keliru, itu bukan termasuk ajaran Rasul –
shallallahu ‘alaihi wa sallam-.” (Fiqih Sunnah, 1: 495)

3. Thowaf
Thowaf adalah mengitari Ka’bah sebanyak tujuh kali. Dalilnya adalah
firman Allah Ta’ala,

Syarat-syarat thowaf:
• Berniat ketika melakukan thowaf.
• Suci dari hadats (menurut pendapat mayoritas ulama).
• Menutup aurat karena thowaf itu seperti shalat.
• Thowaf dilakukan di dalam masjid walau jauh dari Ka’bah.
• Ka’bah berada di sebelah kiri orang yang berthowaf.
• Thowaf dilakukan sebanyak tujuh kali putaran.
• Thowaf dilakukan berturut-turut tanpa ada selang jika tidak ada hajat.
• Memulai thowaf dari Hajar Aswad.

4. Sa’i
Sa’i adalah berjalan antara Shofa dan Marwah dalam rangka ibadah. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

13
Syarat sa’i:
• Niat.
• Berurutan antara thowaf, lalu sa’i.
• Dilakukan berturut-turut antara setiap putaran. Namun jika ada sela waktu
sebentar antara putaran, maka tidak mengapa, apalagi jika benar-benar
butuh.
• Menyempurnakan hingga tujuh kali putaran.
• Dilakukan setelah melakukan thowaf yang shahih.

Wajib haji
1. Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah
berpakaian ihram.

2. Mabit (bermalam) di Muzdalifah, pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan


dari Arafah ke Mina).
Mabit di Muzdalifah termasuk wajib haji. Jika ditinggalkan tanpa ada uzur,
maka ada kewajiban dam. Namun kalau meninggalkannya karena ada uzur,
maka tidak ada dam. Imam Nawawi rahimahullah dalam Al Majmu’ (8:
136) berkata, “Wajib menunaikan dam bagi yang meninggalkan mabit (di
Muzdalifah) jika kita katakan bahwa mabit di sana adalah wajib. Dam di
sini ditunaikan bagi orang yang meninggalkannya tanpa adanya uzur.

14
Adapun yang mengambil wukuf di Arafah hingga malam hari nahr (malam
10 Dzulhijjah), ia sibuk dengan wukufnya sampai meninggalkan mabit di
Muzdalifah, maka tidak ada kewajiban apa-apa untuknya. Hal inilah yang
disepakati ulama Syafi’iyah.”
Jadi barangsiapa yang tidak mampu masuk Muzdalifah hingga terbit
matahari (keesokan harinya) karena jalanan macet (misalnya) dan sulitnya
bergerak, juga tidak ada cara lain untuk pergi ke sana (seperti dengan
berjalan kaki) karena khawatir pada diri, keluarga dan harta, maka ia tidak
dikenai kewajiban dam karena adanya uzur. Demikian fatwa dari Syaikh
Muhammad bin Sholeh Al ‘Utsaimin dan Al Lajnah Ad Daimah (Lihat An
Nawazil fil Hajj, 407-408).
Yang disebut telah melakukan mabit di Muzdalifah adalah bila telah
bermalam di sebagian besar malam, bukan hanya selama separuh malam
atau kurang dari itu. Di antara dalilnya adalah di mana Asma’ binti Abi Bakr
mabit di Muzdalifah hingga bulan hilang, yaitu sekitar sepertiga malam
terakhir dan bukan pada pertengahan malam. Dan juga seseorang
dinamakan bermalam jika ia bermalam hingga waktu Shubuh atau hingga
sebagian besar malam ia lewati (Lihat An Nawazil fil Hajj, 409-410). Dari
penjelasan ini, jika bus jama’ah haji hanya melewati Muzdalifah tanpa diam
hingga sebagian besar malam dan tanpa adanya uzur, maka ia berarti
meninggalkan mabit di Muzdalifah hingga sebagian besar malam dan wajib
membayar dam (Lihat An Nawazil fil Hajj, 416-417).

15
3. Melontar Jumrah Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah yaitu dengan cara
melontarkan tujuh butir kerikil berturut-turut dengan mengangkat tangan
pada setiap melempar kerikil sambil berucap, “Allahu Akbar, Allahummaj
‘alhu hajjan mabruran wa zanban magfura(n)”. Setiap kerikil harus
mengenai ke dalam jumrah jurang besar tempat jumrah.

Yang dimaksud berdzikir di sini adalah dengan bertakbir ketika melempar


jumrah (Tafsir Al Jalalain, 41). Pada tanggal 10 Dzulhijjah adalah saat
melempar jumroh Aqobah dan dilakukan setelah terbit matahari. Sedangkan
pada hari-hari tasyriq adalah waktu melempar tiga jumroh lainnya (mulai
dari jumroh ula, lalu jumroh wustho dan jumroh aqobah) dan waktunya
dimulai setelah matahari tergelincir ke barat (waktu zawal).
4. Mabit (bermalam) di Mina, pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13
Zulhijah).
Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermalam (mabit) di Mina selama
hari-hari tasyriq. Mabit ini dilakukan pada hari-hari tasyriq (ke-11, 12, dan
13 bagi yang masih ingin tetap di Mina). Yang disebut mabit adalah
dilakukan pada sebagian besar malam baik dimulai dari awal malam atau
dari tengah malam (Al Minhaj lii Muridil Hajj wal ‘Umroh, 133).
5. Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah, pada hari Tasyrik (tanggal 11,
12 dan 13 Zulhijah).
6. Tawaf Wada', yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan
kota Mekah. Thowaf wada’ artinya thowaf ketika meninggalkan Ka’bah.
Thowaf wada’ tidak ada roml di dalamnya (Fiqih Sunnah, 1: 518-519).
Hukum thowaf ini adalah wajib karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

16
memerintahkan hal ini. Bagi yang meninggalkan thowaf wada’, maka ia
dikenai dam.

7. Mencukur atau memendekkan rambut


Mencukur atau memendekkan merupakan ibadah wajib dan akan membuat
orang yang berhaji dianggap telah halal dari berbagai larangan ihram.
Mencukur rambut di sini adalah bentuk merendahkan diri pada Allah karena
telah menghilangkan rambut yang menjadi hiasan dirinya.
Allah Ta’ala telah menyifati hamba-hamba-Nya yang sholeh,

Rambut dinamakan dicukur atau dipendekkan jika diambil dari semua


rambut, bukan hanya mengambil tiga rambut atau sekitar itu. Yang terakhir

17
ini bukan dinamakan halq (mencukur) atau qoshr (memendekkan) (Ar
Rofiq fii Rihlatil Hajj, 135).
Sedangkan wanita cukup memotong satu ruas jari dari ujung rambutnya
yang telah dikumpulkan (Ar Rofiq fii Rihlatil Hajj, 135).
8. Meninggalkan perbuatan yang dilarang saat ihram

2.9 Jenis pelaksanaan ibadah haji


1. Haji Ifrad
Haji Ifrad adalah pelaksanaan ibadah haji tanpa didahului atau diakhiri
ibadah umrah. Bagi jamaah yang melaksanakan haji ifrad, tidak ada
keharusan membayar dam. Haji ifrad dapat dipilih bila jamaah tiba di Kota
Makkah dekat dengan waktu wukuf atau kurang lebih 5 hari sebelum wukuf.
Pelaksanaan haji ifrad dimulai dengan mengambil niat di miqat. Setelah
memasuki Makkah, jamaah berasal dari luar Kota Makkah disunnahkan
melaksanakan Thawaf Qudum. Setelah itu dilaksanakan wukuf di arafah
pada tanggal 9 Dzulhijah dan melempar jumrah aqabah pada tanggal 10
Dzulhijah. Sejak dari wukuf hingga selesai, pelaksanaan Haji Ifrad sama
dengan Haji Tamattu’. Niatnya:

2. Haji Qiran
Haji Qiran adalah melaksanakan haji dan umrah dalam satu niat dan dalam
pelaksanaan yang sama. Pelaksanaan Haji Qiran dapat dipilih oleh jamaah
yang tidak dapat melaksanakan umrah sebelum atau sesudah ibadah haji
karena waktu untuk tinggal di Makkah yang sangat terbatas. Haji Qiran
dimulai dengan berniat haji sekaligus umrah di miqat. Setelah sampai di
Makkah, disunnahkan bagi jamaah yang tidak berasal dari Makkah untuk
melaksanakan Thawaf Qudum, kemudian wukuf pada tanggal 9 Dzulhijah
dan melempar Jumrah Aqobah pada tanggal 10 Dzulhijah. Pelaksaan Haji
Qiran mulai wukuf hingga selesai sama dengan Haji Tamattu’. Niatnya:

18
3. Haji Tamattu’
Haji Tamattu’ adalah pelaksanaan ibadah haji yang didahului ibadah
umrah terlebih dahulu. Hal ini bisa dilakukan bila jamaah tiba di Makkah
jauh-jauh hari sebelum wukuf dilaksankan di Arafah. Akan
tetapi, pelaksanaan ibadah haji yang satu ini mengharuskan kita membayar
dam, yaitu menyembelih seekor hewan kurban pada tanggal 10 Dzulhijjah
atau pada hari tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijah). Dam untuk Haji
Tamattu’ juga bisa dilakukan dengan berpuasa selama 10 hari, yaitu 3 hari
(boleh di hari tasyriq, namun diutamakan sebelum tanggal 9 Dzulhijah)
dan 7 hari setelah tiba di kampung halaman.
Pelaksanaan Haji Tamattu’ diawali dengan niat umrah di Birr Ali (bagi
jamaah haji gelombang 1) atau di atas Yalamlam / Bandara King Abdul
Aziz (bagi jamaah haji gelombang 2). Setelah mengambil niat, jamaah
disunnahkan untuk memperbanyak talbiyah, shalawat, dan doa hingga tiba
waktu thawaf. Setelah melaksanakan thawaf di baitullah, jamaah
melaksanakan ritual sa’i, yaitu berlari-lari kecil sebanyak 7 kali di bukit
shafa dan marwah. Selanjutnya, jamaah bisa melakukan tahallul atau
mencukur rambut sebagai penutup rangkaian ibadah umrah.
Pada tanggal 8 Dzulhijah, jamaah yang melaksanakan haji tamattu’
mengambil miqat haji di pemondokan di Makkah. Pada tanggal 9
Dzulhijah, jamaah melaksanakan wukuf mulai waktu zawal hingga terbit
matahari pada tanggal 10 Dzulhijah. Pada malam hari tanggal 10
Dzulhijah, dilaksanakan mabit di Muzdalifah, yaitu bermalam atau
mampir sebentar di muzdalifah untuk mengambil kerikil untuk lempar
jumrah di Mina. Lempar jumrah dilaksanakan pada tanggal 10 Dzulhijah
malam hari hingga 13 Dzulhijah. Setelah itu, jamaah berangkat ke
Makkah untuk melaksanakan Thawaf Ifadhah dan sa’i (tahallul tsani).
Dengan demikian, usailah rangkaian ibadah haji tamattu’

19
2.10 Hikmah ibadah haji
1.Memperkuat iman dan taqwa kepada Allah SWT
2.Menumbuhkan semangat berkorban
3.Mempererat ukhuwwah Islamiyah antar sesama muslim dari seluruh dunia
4.Mengenal tempat-tempat bersejarah seperti Kakbah, Bukit Shofa dan
Marwah, sumur Zamzam dan Hajar Aswad
5.Perwujudan solidaritas Islam yang tidak dibatasi oleh suku, bangsa, ras,
warna kulit, dan negara.
6. Merasa bayangan padang Mahsyar
7. Kepatuhan dan penyerahan kepada Allah semata
8. Senantiasa mengingat kematian
9. Senantiasa memperbanyak berdo’a kepada Allah SWT
10. Menumbuhkan jiwa sabar
11. Menjiwai perjuangan para rasul

20
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berpuasa merupakan ibadah yang sangat baik bagi manusia. Dengan
berpuasa dapat melatih kita dari berbagai macam godaan hawa nafsu yang
setiap hari menggoda setiap manusia. Tidak salah jika ibadah puasa merupakan
salah satu dari rukun islam. Oleh karena itu adanya fiqih tentang puasa
bertujuan agar kita dapat mempelajari tentang hukum-hukum islam berkaitan
dengan puasa. Puasa sangatlah penting untuk dipelajari agar setiap ibadah
puasa kita mendapat pahala dan mendapat sasaran yang diinginkan yaitu
meningkatkan kualitas iman serta taqwa berdasarkan Al-quran dan sunnah.
Haji menyengaja menuju ke ka’bah baitullah untuk menjalakan
ibadah (nusuk) yaitu ibadadah syari’ah yang terdahulu. Hukum haji adalah
fardhu ‘ain, wajib bagi setiap muslim yang mampu, wajibnya sekali seumur
hidup. Haji merupakan bagian dari rukun Islam. Mengenai wajibnya haji telah
disebutkan dalam Al Qur’an, As Sunnah dan ijma’. Tata cara pelaksanaan haji
harus sesuai dengan syarat, rukun, wajib dan sunnat haji. Islam, Syarat haji
diantaranya : Baligh, Berakal, Merdeka, Kekuasaan (mampu}sedangkan
Rukun Haji adalah : Ihram yaitu berpakaian ihram, dan niyat ihram dan haji,
Wukuf di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah; Thawaf, Sa'i, Tahallul dan Tertib
atau berurutan

21
DAFTAR PUSTAKA
Rasjid, Sulaiman. 1954. Fiqih Islam. Djakarta: Penerbit Attahiryah.
Abdullah Tuasikal, Muhammad. 2009. Panduan Ramadhan. Yogyakarta: Pustaka
Muslim.
Abidin, Zainal. 1951. Kunci Ibadah. Semarang: Penerbit PT. Karya Toha Putra.
https://rumaysho.com/
http://www.muslim.or.id/

22
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang……………………………………………………….……. 1
1.2 Tujuan……………………………………...……………….………….. …1

BAB II ISI
2.1 Pengertian puasa……………………………………………...…………… 2
2.2 Ketentuan puasa…………………………………………………………… 3
2.3 Jenis-jenis puasa………………………………………………………… 5
2.4 Orang yang diperbolehkan tidak berpuasa…………………………………7
2.5 Keutamaan ibadah puasa………………………………………………….. 8
2.6 Hikmah ibadah puasa………………………………………………………9
2.7 Pengertian haji………………………………………………………….. 10
2.8 Ketentuan haji…………………………………………………………….11
2.9 Jenis-jenis haji…………………………………………………………….18
2.10 Hikmah ibadah haji…………………………………………………… 20

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan……………………………………………………..…….… 21

DAFTAR PUSTAKA…………………………………….……………... … 22

23

Anda mungkin juga menyukai