Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Puasa merupakan amalan-amalan ibadah yang tidak hanya oleh umat sekarang tetapi juga
dijalankan pada masa umat-umat terdahulu. Bagi orang yang beriman ibadah puasa merupakan
salah satu sarana penting untuk mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan
ampunan dosa-dosa, pelipatgandaan pahala kebaikan,dan pengangkatan derajat. Allah telah
menjadikan ibadah puasa khusus untuk diri-Nya diantara amal-amal ibadah lainnya. Puasa
difungsikan sebagai benteng yang kukuh yang dapat menjaga manusia dari bujuk rayu setan.
Dengan puasa syahwat yang bersemayam dalam diri manusia akan terkekang sehingga manusia
tidak lagi menjadi budak nafsu tetapi manusia akan menjadi majikannya.

Allah memerintahkan puasa bukan tanpa sebab. Karena segala sesuatu yang diciptakan
tidaka ada yang sia-sia dan segala sesuatu yang diperintahkan-Nya pasti demi kebaikan
hambanya. Kalau kita mengamati lebih lanjut ibadah puasa mempunyai manfaat yang sangat
besar karena puasa tidak hanya bermanfaat dari segi rohani tetapi juga dalam segi lahiri. Barang
siapa yang melakukannya dengan ikhlas dan sesuai dengan aturan maka akan diberi ganjaran
yang besar oleh allah. Puasa mempunyai pengaruh menyeluruh baik secara individu maupun
masyarakat dalam hadits telah disebutkan hal-hal yang terkait dengan puasa seperti halnya
mengenai kesehatan, dan lain sebagainya. Dalam menjalankan puasa secara tidak langsung telah
diajarkan perilaku-perilaku yang baik seperti halnya sabar, bisa mengendalikan diri dan
mempunyai tingkah laku yang baik.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa hakekat Puasa?
2. Mengapa Allah mewajibkan puasa?
3. Apa tujuan fungsi puasa?
4. Apa akhlak puasa?
5. Apa hikmah puasa?
6. Apa makna spiritual puasa?
7. Puasa dan pembentukan insan berkarakter
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mengetahui hakekat puasa
2. Mengetahui mengapa Allah mewajibkan puasa
3. Mengetahui tujuan dan fungsi puasa
4. Mengetahui akhlak puasa
5. Mengetahui hikmah puasa
6. Mengetahui makna spiritual puasa
7. Mengetahui puasa dan pembentukan insan berkarakter

1
BAB II
PEMBAHASAN

Ramadhan secara etimologi berasal dari kata ramidha, yar-madhu, ramadhan yang artinya
terik, sangat panas atau terbakar (pembakaran). Adapun menurut terminologi ramadhan dapat
diartikan sebagai pembakaran, peleburan atau penghapusan atas segala macam dosa.

Pada dasarnya bulan ramadhan merupakan bulan yang penuh berkah dan maghfirah
(ampunan) sehingga dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh bukhari menyatakan bahwa
pada bulan ini Allah SWT akan membuka setiap pintu surga dan akan mem-belenggu syaithan.
Maka dengan terbukanya pintu surga dan dibelenggunya syaithon dapat menjadi sarana untuk
meningkatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan umat muslim. Selain itu ramadhan pun
merupakan satu bulan yang Allah SWT telah mewajibkan puasa terhadap orang yang beriman.
QS. Al-Baqarah 183

2.1 Hakikat Shaum (Puasa)

Shaum menurut bahasa yaitu alimsak (menahan diri), adapun pengertian menurut syari'
yaitu menahan diri dengan niat dari seluruh yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan
bersetubuh mulai dari terbit fajar sampai dengan terbenam matahari. Namun, secara implisit
dalam puasa terdapat dua nilai yang menjadi parameter antara sah atau rusaknya puasa
seseorang.

Pertama, Nilai Formal yaitu yang berlaku dalam perspektif ini puasa hanya tinjau dari
segi menahan lapar, haus dan birahi. Maka menurut nilai ini, seseorang telah dikatakan berpuasa
apabila dia tidak makan, minum dan melakukan hubungan seksual mulai dari terbit fajar sampai
terbenam matahari. Padahal Rasulullah SAW telah memberikan warning terhadap umat muslim
melalui sebuah haditnya yang berbunyi :

"Banyak orang yang puasa mereka tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya rasa
lapar dan haus saja". H.R. bukhari.

Dari hadits tersebut kita dapat mengetahui bahwa hakekat atau esensi puasa tidak hanya
menahan rasa lapar, haus dan gairah birahi saja, melainkan dalam puasa terkandung berbagai
aturan, makna dan faedah yang mesti diikuti.

Kedua, Nilai Fungsional yaitu yang menjadi parameter sah atau rusaknya puasa
seseorang ditinjau dari segi fungsinya. Adapun fungsinya yaitu untuk menjadikan manusia
bertakwa (laa'lakum tattaqun). QS. Al-Baqarah 183

2
Kemudian menurut nilai ini, puasa seseorang sah dan tidak rusak apabila orang tesebut
dapat mencapai kualitas ketakwaan terhadap Allah SWT.

Maka dari itu, hakekat puasa dalam pandangan Rasyid Ridha adalah sebagaimana berikut

1. Tarbiyat aliradat (pendidikan keinginan)

Keinginan atau kemauan merupakan fitrah manusia. Tapi acapkali kemauan atau
keinginan yang dimiliki manusia tidak selamanya baik dan tidak pula selamanya buruk.
Karena itu puasa dapat mendidik atau membimbing kemauan manusia baik yang positif
maupun yang negatif. Dengan puasa, kemauan positif akan terus termotifasi untuk labih
berkembang dan meningkat. Adapun kemauan negatif, puasa akan membimbing dan
mengarahkan agar kemauan tersebut tidak terlaksana.

Sesuai yang diungkapkan oleh Imam Al-Gazali bahwa di dalam diri manusia terdapat
sifat-sifat sebagaimana berikut ini:

1) Sifat Rububiyah, yaitu sifat yang mendorong untuk selalu berbuat baik.
2) Sifat Syaithoniyah, inilah sifat yang mendorong seseorang untuk berbuat kesalahan
dan kejahatan.
3) Sifat Bahimiyah (kehewanan), sesuai dengan istilah yang diberikan pada manusia
sebagai mahluk biologis.
4) Sifat Subuiyah, yaitu sifat kejam dan kezaliman yang terdapat dalam diri manusia.

2. Thariqat almalaikat

Malaikat merupakan makhluk suci, yang selalu taat dan patuh terhadap segala
perintah Allah. Begitupun orang yang puasa ketaatannya merupakan suatu bukti bahwa
jiwanya tidak dikuasai oleh hawa nafsunya. Juga, orang puasa akan mengalami iklim
kesucian laksana seorang bayi yang baru lahir, jiwanya terbebas dari setiap dosa dan
kesalahan. Inilah janji Allah yang akan diberikan untuk orang yang berpuasa dan
melaksanakan setiap amalan ibadah pada bulan ramadhan.

3. Tarbiyat alilahiyyat (pendidikan ketuhanan)

Puasa merupakan sistem pendidikan Allah SWT dalam rangka mendidik atau
membimbing manusia. Sistem pendidikan ini mengandung dua fungsi yaitu:

1) Sebagai sistem yang pasti untuk mendidik manusia supaya menjadi hamba tuhan
yang taat dan patuh.
2) Sebagai suatu sistem yang dapat mendidik sifat rubbubiyyah (ketuhanan) manusia
untuk dapat berbuat adil, sabar, pemaaf dan perbuatan baik lainnya.

3
4. Tazkiyat annafsi (penyucian jiwa)

Hakekat puasa yang keempat ini diungkapkan oleh Ibnu Qayim al Jauzi. Puasa dapat
menjadi sarana untuk membersihkan berbagai sifat buruk yang terdapat dalam jiwa manusia.
Adakalanya jiwa manusia akan kotor bahkan sampai berkarat terbungkus oleh noda dan sikap
keburukan yang terdapat didalamnya. Maka wajar kalau puasa dapat menjadi penyuci jiwa.

2.2 Mengapa Allah Mewajibkan Berpuasa

1. Karena Puasa adalah perintah Agama

Ini adalah jawaban yang paling utama dan paling mutlak. Dalam segala bentuk
ibadah, ketika ditanya mengapa, jawabnya “ karena ini adalah perintah agama “. Seseorang
tidaklah layak beragama islam sampai ia menyerahkan diri dan menerima sepenuhnya
agama islam, karena arti dari islam sendiri itu adalah “ menyerahkan diri sepenuhnya
kepada Allah “. Sehingga segala bentuk perintah agama wajib diterima dan dilaksanakan
termasuk diantaranya adalah puasa.

2. Karena Puasa Adalah Rukun Islam

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu umar radhiallahu anhuma Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda  

‫اة و‬AA‫اء الزك‬AA‫الة و إيت‬AA‫اق الص‬AA‫ول هللا و إق‬AA‫دا رس‬AA‫بني اإلسالم على خمس شهادة أن ال إله إال هللا و أن محم‬
‫صوم رمضان و الحج و صوم رمضان‬
Islam dibangun diatas lima ( pondasi ) : Syahadat laa ilaaha illallah wa anna Muhammad
Rasulullah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, melaksanakan ibadah haji (bagi yang
mampu), dan berpuasa di bulan Ramadhan. (diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

3. Karena Dengan Puasa Kita Bisa Bertaqwa

Mengapa kita diwajibkan berpuasa ?, “ agar kalian kalian bisa bertakwa…… “.


Allah sendirilah yang memberikan jawaban ini kepada kita. Allah ta’ala berfirman :
 “ wahai orang – orang yang beriman telah diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana
telah diwajibkan atas  umat  – umat sebelum kalian agar kalian bertakwa “ ( Al Baqarah :
183 )
Dengan berpuasa terwujudlah hakekat takwa. Bagaimana tidak, sedangkan orang
yang berpuasa menjauhi segala hal yang dapat membatalkan puasanya karena taat kepada
Allah dan menjauhi larangan-Nya, dengan ini terwujudlah takwa. Karena ia menaati perintah
Allah berupa puasa, dan menjauhi larangan Nya yang berupa pembatal – pembatal puasa.

4
4. Karena Begitu Banyaknya Keutamaan Di Bulan Ramadhan

Beberapa keutamaan bulan Ramadhan yang diantaranya :


1) Al qur’an diturunkan pada bulan ramadhan
2) Bulan ramadhan adalah bulan penuh berkah, rahmat, dan mustajabnya doa
3) Bulan ramadhan bulan ibadah dan amal kebaikan

2.3 Tujuan Fungsi Puasa


Tujuan puasa adalah mencapai derajat takwa. Ini dikatakan dalam sebuah ayat Al-Quran
yang memerintahkan orang yang beriman untuk berpuasa.
Istilah takwa sering diartikan sebagai “takut kepada Allah”. Penerjemahan ini tentu saja
benar, tetapi ada segi lain yang sangat penting, yang juga termuat dalam makna terdalam kata
takwa, yaitu segi kesadaran akan yang Ilahi (rabbanîyah), yaitu pengalaman dan perasaan akan
kehadiran yang Ilahi, yang digambarkan dalam banyak ayat Al-Quran; di antaranya ada yang
menegaskan bahwa Milik Allah timur dan barat: ke mana pun kamu berpaling, di situlah
kehadiran Allah.
Pengalaman akan kehadiran Allah inilah yang menggambarkan fenomena mengenai
orang beriman, yang …apabila disebut nama Allah, tergetar hatinya dan bila ayat-ayat-Nya
dibacakan kepada mereka, bertambah kuat keimanannya.
Dalam jangka panjang tujuan puasa adalah menjadikan takwa ini sebagai asas dan
pandangan hidup yang benar. Ayat di atas menegaskan bahwa asas hidup yang selain takwa dan
keridaan Allah itu adalah salah, diibaratkan dengan orang yang “mendirikan bangunan di atas
tanah pasir di tepi jurang lalu runtuh bersamanya ke dalam api neraka”.
Dalam Al-Quran s. Al-Baqarah/2 ayat 2-4, digambarkan lima ciri dari orang yang
bertakwa: yaitu
1) mereka yang beriman kepada yang gaib;
2) mendirikan shalat;
3) menafkahkan sebagian rezeki;
4) beriman kepada wahyu yang telah Allah sampaikan (Al-Quran) dan wahyu sebelum
Al-Quran; dan
5) mereka yang yakin akan Hari Akhirat.
Kelima ciri takwa ini adalah ciri dari orang yang beriman. Dari kelima unsur yang
menjadi ciri ketakwaan itu, unsur pertama, beriman kepada yang gaib, mendapatkan peneguhan
utama dalam ibadah puasa, karena puasa adalah ibadah yang paling pribadi, personal, private,
tanpa kemung¬kinan bagi orang lain sepenuhnya melihat, mengetahui, apalagi menilainya.
Seperti dikatakan dalam sebuah Hadis Qudsi, yang menuturkan firman Allah, “…Puasa adalah
untuk-Ku semata, Akulah yang menanggung pahalanya”. Jadi, seperti juga takwa yang bersifat

5
rohani, puasa itu harus diawali atau berpangkal pada ketulusan niat yang juga private, sehingga
dikatakan oleh Sakandari dalam kitab Al-Hikâm, bahwa amal perbuatan adalah bentuk lahiriah
yang tampak mata, dan ruhnya ialah adanya rahasia keikhlasan (yang amat private) di dalamnya.

2.4 Akhlak Puasa

1. Makan Sahur

Diriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi


wa sallam bersabda:

ً‫تَ َس َّحرُوا فَِإ َّن فِي ال َّسحُوْ ِر بَ َر َكة‬.

“Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya pada sahur itu terdapat berkah.”

Dan telah terhitung makan sahur walaupun hanya dengan seteguk air, berdasarkan hadits
‘Abdullah bin ‘Amr Radhiyallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:

‫تَ َس َّحرُوا َولَوْ بِجُرْ َع ِة َما ٍء‬.

“Makan sahurlah kalian meski hanya dengan seteguk air.”

Disunnahkan untuk mengakhirkan makan sahur, sebagaimana yang diriwayatkan dari


Anas, dari Zaid bin Tsabit, dia berkata, “Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, setelah itu beliau langsung berangkat shalat. Aku bertanya,
‘Berapa lama jarak antara adzan dan sahur?’ Dia menjawab, ‘Kira-kira sama seperti bacaan 50
ayat.’”

Jika adzan telah terdengar dan makanan atau minuman masih di tangannya, maka
boleh ia memakan atau meminumnya, berdasarkan hadits Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, ia
berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

ُ‫اجتَهُ ِم ْنه‬
َ ‫ض َي َح‬ َ َ‫ِإ َذا َس ِم َع َأ َح ُد ُك ُم النِّدَا َء َو ْاِإل نَا ُء َعلَى يَ ِد ِه فَالَ ي‬.
ِ ‫ض ْعهُ َحتَّى يَ ْق‬

“Barangsiapa di antara kalian yang mendengar adzan (Shubuh) dan bejana (makanan)
masih di tangannya, maka janganlah ia menaruhnya sebelum ia menyelesaikan makannya.”

2. Menahan diri dari pembicaraan yang tidak bermanfaat dan kata-kata kotor, atau yang
semisal dengannya dari hal-hal yang bertentangan dengan tujuan puasa

6
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwasanya Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

, ْ‫صوْ ِم َأ َح ِد ُك ْم فَالَ يَرْ فُ ْث َوالَ يَصْ خَ بْ َوالَ يَجْ هَل‬ َ ‫فَِإ َذا َشاتَ َمهُ َأ َح ٌد َأوْ قَاتَلَهُ فَليَقُلْ ِإنِّ ْي‬
َ ‫صاِئ ٌم ِإ َذا َكانَ يَوْ َم‬

“Jika pada hari salah seorang diantara kalian berpuasa, maka janganlah ia mengucapkan
kata-kata kotor, membuat kegaduhan dan tidak juga melakukan perbuatan orang-orang bodoh.
Dan jika ada orang yang mencacinya atau menyerangnya, maka hendaklah ia mengatakan,
‘Sesungguhnya aku sedang berpuasa.’”

Juga diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dia berkata, “Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

‫اجةٌ فِ ِي َأ ْن‬ َ ‫الزوْ ِر َو ْال َع َم َل بِ ِه فَلِي‬


َ ‫ْس ِهللِ َح‬ ُّ ‫يَ َد َع طَ َعا َمهُ َو َش َرابَهُ َم ْن لَ ْم يَ َد ْع قَوْ َل‬

“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan mengerjakannya, maka Allah
tidak memerlukan orang itu untuk meninggalkan makanan dan minumannya (puasanya).”

3. Sifat dermawan dan memperbanyak bacaan al-Qur-an

Diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas, dia berkata, “Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam adalah orang yang paling pemurah dalam kebaikan dan beliau akan lebih dermawan
(dari hari-hari biasanya) pada bulan Ramadhan, ketika Jibril datang menemuinya dan adalah
Jibril selalu datang menemuinya setiap malam dari malam-malam bulan Ramadhan, hingga
Ramadhan selesai, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam membacakan al-Qur-an kepada
Jibril. Dan di saat ia bertemu Jibril beliau lebih pemurah (lembut) dari angin yang berhembus
dengan lembut.”

4. Menyegerakan berbuka (ta’-jil)

Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:

ْ ِ‫الَ يَزَ ا ُل النّاَسُ بِ َخي ٍْر َما َع َّجلُوا ْالف‬.


‫ط َر‬

“Umat manusia akan tetap baik selama mereka menyegerakan berbuka puasa.”

5. Berbuka puasa dengan apa yang mudah didapatkan baginya dari hal-hal tersebut dalam
hadits berikut

Diriwayatkan dari Anas, dia berkata, “Nabi biasa berbuka dengan ruthab (kurma segar)
sebelum mengerjakan shalat. Jika beliau tidak mendapatkan ruthab, maka beliau berbuka

7
dengan beberapa buah tamr (kurma masak yang sudah lama dipetik) dan jika tidak
mendapatkan tamr, maka beliau meminum air.”

6. Berdo’a ketika berbuka puasa dengan do’a yang terdapat dalam hadits berikut ini
Diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, dia berkata, “Bahwasanya Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika berbuka puasa selalu membaca:

ُ‫ق َوثَبَتَ اَْألجْ ُر ِإ ْن َشا َء هللا‬ ِ َّ‫َب الظَّ َمُأ َوا ْبتَل‬
ُ ْ‫ت ْال ُعرُو‬ َ ‫ َذه‬.

“Telah hilang rasa haus dan telah basah urat-urat, serta telah ditetapkan pahala, insya Allah.”

2.5 Hikmah Puasa

Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu
maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani.

Terhadap rohani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa
mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih
kepekaan dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di
derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak
shadaqah. Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan
jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua,
sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah
memberikan kelebihan demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada
soal kadar makan-minumnya.

Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang seharian sacara umum:

1) Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita
dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu
menahan kita sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca
qur’an kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita
dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini
2) Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup.
Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah, dan amal-
amal sunat.
3) Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti
persaudaraan, dan silaturahmi.
4) Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.
5) Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.

8
6) Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah.
Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada
manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai
tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga
kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
7) Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan,
terutama yang mengandung dosa.
8) Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.
9) Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana.
10) Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-
nikmat yang diberikan pada kita.

Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang lain baik di dalam bidang
kesehatan dan lain-lain.

2.6 Makna Spiritual Puasa

Puasa banyak mengandung banyak hikmah bagi yang melakukan sesuai dengan aturan.
Dalam hal ini penulis akan mencoba mengupas persoalan puasa dari sisi hikmah puasa dalam
kajian nilai spiritual.

Nilai spiritual adalah nilai ketuhanan yang terkandung dalam ibadah sebagai jalan
menghubungkan manusia dengan Tuhannya. Rasa terima kasih yang dimaksud di sini bisa
dikatakan sebagai suatu bentuk rasa syukur menusia kepada Tuhannya atas segala nikmat yang
telah banyak diberikan dan tidak terhitung jumlahnya. Rasa terima kasih tersebut dibuktikan
dengan cara melaksanakan puasa.

Puasa yang dilakukan sekaligus sebagai ajang untuk dapat menjadikan manusia supaya
lebih bertakwa, atau suatu cara berlatih untuk selalu dapat mengerjakan segala apa yang
diperintahkanNya dan mampu menjauhi segala laranganNya dengan jalan melaksanakan puasa
sesuai dengan aturan yang ditetapkan oleh Allah dan bukan aturan yang ditetapkan manusia.

Hal-hal yang terkait dengan segala aturan pada saat manusia melaksanakan puasa, seperti
diperbudak oleh makanan dan minuman, hubungan seks dan segala perbuatan yang bersifat keji
(mencuri, berdusta, menfitnah dan sebagainya), harus dapat dijauhi dalam rangka memperoleh
suatu kenikmatan yang lebih dari hal itu. Yaitu kehidupan mulia dan baik di mata manusia lebih-
lebih di mata Allah swt.

Dalam nilai spiritual puasa pun menepis sifat kebinatangan yang ada pada manusia, yaitu
sifat yang hanya bergairah kepada makan dan minum serta semisalnya. Hal itu sebagai bentuk

9
bagaimana Allah yang maha bijaksana mengajarkan bagaimana cara mengemban amanat, tidak
meninggalkan dan tidak melampui batas.

Hal lain, puasa bisa menjadi sebuah cara yang bagus untuk dapat melatih manusia
terutama yang beriman untuk dapat menahan diri dari yang hanya memperturutkan nafsu belaka
padahal hal itu tidak jauh berbeda seperti yang dimiliki binatang. Untuk itu Allah memerintahkan
manusia khususnya yang beriman untuk mau melaksanakan puasa dalam rangka menjaga
manusia dari segala perbuatan keji yang hanya berbau sifat binatang tadi. Sehingga nantinya
akan menjadi suatu alat yang mudah untuk mengangkat derajat manusia untuk selalu di atas
dibanding dengan makhluk-makhluk yang lain, disebabkan manusia tersebut telah memiliki jiwa
yang baik.

Kejiwaan yang baik akan berpengaruh pada pelaksanaan ibadah, di mana manusia tesebut
akan lebih mudah ke arah kebaikan (sifat Malakut) daripada ke arah kejelekan (sifat ke-binatang-
an), disebabkan kebiasaan latihan kejiwaan pada saat berpuasa. Dalam puasa, latihan kejiwaan
dilakukan dengan cara, yaitu ketika pada dini hari saat makan sahur, bagi keumuman merupakan
pekerjaan yang berat. Mungkin bukan makan sahurnya yang berat tetapi bangun pada saat
sedang nyenyak-nyenyaknya terlelap dalam buaian mimpi dan itulah menurut orang-orang yang
dirasakan berat.

Waktu siang manusia yang berpuasa tetap bisa bekerja meskipun dengan sedikit rasa
lapar dan dahaga. Sebab hal itu dilakukan semata-mata karena rasa ingin mendekatkan Allah
swt. Singkat kata, nilai spiritual orang yang berpuasa menjadikan hubungan manusia dengan
Allah terasa lebih akrab, hal itu menjadi bukti betapa benarnya kata-kata Allah bahwa Ia lebih
dekat dengan kita daripada urat leher kita.

Nilai spiritual faktual lain, ketika kehidupan zaman sekarang yang cenderung membuat
silau dan banyak dikuasai oleh materialisme (keduniaan) dari pada yang bersifat keakhiratan.
Maka dengan jalan berpuasa diharapkan orang akan lebih bisa menghadapi kesenangan-
kesenangan yang hanya akan membawa menuju kemaksiatan. Dan akan lebih mudah
memelihara, menjaga, lebih-lebih bisa memagari dirinya dari segala godaan keduniawian yang
menyesatkan.

2.7 Puasa Dan Pembentukan Insan Berkarakter


Berbicara tentang puasa Ramadan tidak bisa lepas dari istilah ‘menahan’ karena puasa
sendiri berasal dari kata imsak yang artinya menahan. Puasa merupakan salah satu dari lima
rukun Islam, yang mana puasa adalah rukun Islam ke empat.  Sedangkan makna karakter adalah
tingkah laku dan pola fikir yang terjadi secara alami, apa adanya, tanpa dibuat-buat, terjadi
secara reflek, dan bukan merupakan sandiwara. Lalu kenapa puasa bisa membentuk karakter?
karakter adalah perilaku alami yang berasal dari perfleksian jiwa (bawah sadar) dan karakter
merupakan hasil dari budaya, sedangkan budaya sendiri terlahir salah satunya karena adanya

10
tingkah laku ‘pembiasaan’. Sudah menjadi pengetahan umum bahwa pada setiap bulan Ramadan
terjadi pergeseran pembiasaan. Pergeseran ini terjadi karena di dalam bulan puasa ada amalan-
amalan ibadah tertentu yang dianjurkan bagi umat Islam untuk dilaksanakan pada bulan puasa
tersebut. Ibadah puasa khususnya di Indonesia telah membentuk budaya baru masyarakat.

Sehingga tidaklah salah apabila bulan Ramadan disebut sebagai bulan pelatihan
(training) bagi umat Islam, dengan kata lain bulan Ramadan adalah Madrasah (sekolah) untuk
pembentukan karakter manusia. Pernyataan ini bukanlah omong kosong belaka, namun dapat
diuji dan diteliti kebenarannya. Puasa secara total dan benar (tidak hanya menahan lapar dan
dahaga saja) bisa mengkikis ‘karakter’ hewani yang ada pada diri manusia. Lantas apakah
pembiasaan positif yang dilakukan pada bulan puasa bisa melahirkan karakter manusia yang
terpuji? Jawabannya tentu bisa, asal pembiasaan tersebut dilakukan secara konsisten (istiqomah)
dan dengan cara menilai datangnya bulan puasa bukanlah sebuah hal yang tak bermakna sama
sekali sehingga dilalui begitu saja tanpa adapencarian makna, pedalaman, dan tindak lanjut
setelahnya.

Seperti Madrasah pada umumnya, pada Madrasah Ramadan ini juga memiliki
Kurikululum (muatan pelajaran/pesan kebaikan) yang tersirat dalam bentuk tata cara berpuasa,
serta berisi anjuran-anjuran, larangan-larangan, dan perintah-perintah yang berasal dari Allah
kepada manusia baik sebelum, ketika bulan puasa datang, dan sesudahnya. Diantara ‘kurikulum;
yang bermuatan karakter mulia (positif) pada Madrasah Ramadan adalah bisa melahirkan
manusia yang mampu dan terbiasa dalam:

1) Berhati-hati, Teliti, dan Waspada


Berhati-hati terhadap sesuatu hal yang bisa membatalkan puasa atau mengurangi
pahala puasa. Sehingga tidak menjadi manusia yang ceroboh, reaksioner, dan mudah
terprovokasi.
2) Muhasabah (Evaluasi Diri)
Salah satu anjuran dalam bulan puasa adalah melakukan iktikaf di Masjid. Iktikaf 
tidak hanya berisi zikir dan doa, namun juga berisi muhasabah (sadar diri dan sadar potensi),
dan juga bisa berisi renungan-renungan lain, semisal  renungan untuk masa depan.
3) Rela Berkorban
Pengorbanan yang tidak menyakiti diri atau menyebabkan tidak baik bagi diri sendiri,
namun untuk memperoleh ganti dari Allah SWT. Dalam puasa umat Islam dilatih tidak hanya
mengorbankan diri dalam bentuk menahan makanan dan minuman yang lezat pada siang
hari, namun juga mengorbankan waktu dan tenaga untuk iktikaf serta membaca (mengkaji) al
Quran. Selain itu pengorbanan harta untuk diberikan pada para dhuafa, dan guna
memfasilitasi orang lain untuk berbuka puasa.
4) Mampu Memanajemen Diri
Anjuran untuk berbuka di awal waktu dan sahur di akhir waktu merupakan
pembelajaran disiplin waktu. Seakan mulai dari bangun tidur sampai tidur lagi aktivitas
11
sudah tercatat dalam fikiran setiap pribadi yang berpuasa, kegiatan apa saja yang akan
dilakukan tiap jamnya sudah tertanam. Termasuk di dalamnya adalah juga mengendalikan
diri (emosi) serta mengatur (menseting) otak untuk melakukan hal-hal yang dianjurkan pada
bulan puasa. Sehingga bisa menciptakan etos kerja tinggi karena semua waktu, tenaga, dan
fikiran sudah direncanakan sejak awal agar tercapainya prinsip efektif dan efisien.
5) Berbuat Jujur
Ibadah puasa merupakan ibadah individu yang hanya pelaku dan Allah-lah yang tahu
apakah ia benar-benar puasa atau tidak. Jadi puasa adalah pendidikan bagi manusia untuk
berbuat jujur (tidak munafiq) pada diri sendiri, orang lain, dan jujur pada Tuhannya.
6) Bertaqwa
Taqwa merupakan salah satu hasil yang diharapkan dari orang yang berpuasa, taqwa
dapat diartikan takut pada Allah, karena Allah adalah dari segala sesuatu yang hanya wajib
ditakuti sehingga dengan takut itu manusia akan taat pada Allah. Salah satu ciri orang
bertaqwa adalah menepati janji, sabar, menjalin siraturrahim (persaudaraan), bersyukur,
menjaga diri, kepedulian sosial, mengendalikan diri (menahan amarah), pemaaf, berbuat
kebaikan, bertaubat, ikhlas, tawadu', penyayang, tanggung jawab, dan berperilaku adil.
7) Gaya Hidup Sederhana
Hidup sederhana bukan berarti tidak boleh menjadi orang kaya. Dengan hidup
sederhana manusia tidak akan terjebak pada pola hidup materialistik, konsomerisme, dan
cinta dunia secara berlebih.
8) Sikap Optimis
Datangnya bulan puasa bukan merupakan sebuah masalah atau pil pahit (racun yang
harus dihadapi). Seharusnya puasa Ramadan menjadi tantangan bagi setiap orang. Sehingga
kita harus menyambut gembira tantangan berpuasa Ramadan tersebut.
9) Tahan Uji (Cobaan)
Salah satu cobaan bagi orang yang mengerjakan ibadah puasa adalah ketika ada orang
lain yang meprovokasi, menyinggung perasaan, dan ada godaan-godaan lain yang tidak
sengaja untuk menggoda orang berpuasa, misalnya ada acara iklan makanan dan minumanan,
serta ketika kita melihat orang yang makan atau minum di tempat umum.
10) Meneguhkan dalam Bersikap
Tegas dalam mengambil keputusan (konsisten, tidak plin-plan), siap menghadapi
resiko, serta berkomitmen menjalani keputusan yang telah menjadi pilihan, yaitu memilih
untuk tidak makan dan minum sehingga resiko yang harus dihadapi adalah rasa lapar.
Sebenarnya masih banyak sekali nilai-nilai kebaikan yang terkandung secara tersirat dari
bulan puasa serta manfaat bagi pembentukan karakter ketika menjalani ibadah puasa.
Semua manfaat yang terdaftar di atas tersebut lama kelamaan akan membentuk
karakter, baik karakter pribadi maupun karakter masyarakat jika perilaku-perilaku baik dalam
berpuasa tersebut sudah mendarah daging.
BAB III
PENUTUP

12
3.1 Kesimpulan

Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan
puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa
dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada
artinya. Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala
dari apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam
sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt
yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah)

Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah
telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi
jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita
sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang
kita dapatkan dari berpuasa ini.

DAFTAR PUSTAKA

https://mardianaharahap26.wordpress.com/2013/04/02/makalah-tentang-puasa/

13
http://hanisitinurjanah.blogspot.co.id/2015/02/makalah-puasa-wajib-dan-puasa-sunnah.html

http://www.bmttarunasejahtera.com/2013/10/makalah-puasa.html

http://banjirembun.blogspot.co.id/2012/07/puasa-sebagai-pembentuk-karakter.html

http://shodika.blogspot.co.id/2012/12/pengaruh-puasa-sunnah-terhadap.html

http://endro.staff.umy.ac.id/?p=44

http://www.arrahmah.com/kajian-islam/ini-takaran-bayar-fidyah-menurut-quran-dan-sunnah.html

14

Anda mungkin juga menyukai