FIKIH
HAKIKAT PUASA
Anggota Kelompok 7 :
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita hanturkan kepada Allah SWT. Karena telah memberikan
kita kesehatan dan keberkahan hingga saat ini. Shalawat serta salam tetap kita curahkan
kepada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW. Dengan perjuangan dan jihad dari
dakwah beliau, saat ini kita bisa merasakan nikmatnya iman dan islam dari agama yang
beliau sebarkan. Semoga kelak kita menjadi umat yang beliau syafaati di padang tandus,
yang mana tidak kita temui syafaat selain dari beliau.
Makalah ini tentunya masih sangat sederhana dan masih banyak sekali
ditemukan kekurangan, baik dari isi ataupun kata yang kurang tepat. Kami sangat
mengharap kritik serta saran dari bapak ibu dosen guna menyempurnakan hasil dari
materi yang telah kami sampaikan. Dengan segala keterbatasan ilmu kami, maka
sekiranya bapak ibu guru dapat mentoleransi jika penulisan kami terdapat banyak
kesalahan dan juga kekurangan. Dengan segala hormat saya ucapkan terimakasih.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Menurut Ibn Kasir, puasa adalah menahan diri dari makan, minum, dan
berjimak disertai niat yang ikhlas karena Allah Yang Mahamulia dan Mahaagung
karena puasa mengandung manfaat bagi kesucian, kebersihan, dan kecemerlangan
diri dari percampuran dengan keburukan dan akhlak yang rendah. Oleh karena itu
puasa meningkatkan penyembuhan sifat rakus dan sombong manusia yang
awalnya telah diobati dengan sholat melalui ruku dan sujud agar manusia jujur
tentang akan siapa dirinya dan tidak melakukan kerusakan karena kerakusan dan
kesombongannya. Pengendalian diri merupakan kesabaran dalam menahan
muatan kemauannya yang berlebihan, karena sabar adalah bagian dari puasa.
Pengendalian diri menuju kesabaran dalam menahan diri dari muatan kemauan
manusia yang berlebihan adalah dilandasi oleh niat. Niat, yaitu perbuatan yang
diniatkan karena Allah merupakan kajian pokok dalam membawa seorang yang
berpuasa pada maqam atau kedudukan bertakwa, karena dilandasi oleh keimanan
dan ia siap untuk diperintah oleh Allah yang Maharahman. Orang yang beriman
akan terlihat manakala ia siap menerima perintah dari Tuhannya tanpa
memnadang berat atau ringannya perintah tersebut dan hal itu dinyatakan sebagai
wujud kepatuhan dan bukti keimanan. Niat juga merupakan penjelasan nyata
kepada seorang hamba untuk mampu berbuat tanpa ada rasa ragu dan takut, sebab
niatnya kepada Allah sebagai Tuhannya telah menghapuskan keraguan dan
ketakutan sehingga setiap perbuatannya hadir dengan kecintaan. Maksimal dan
tidak maksimal yang dilakukan tidak menjadi pikiran seorang hamba, sebab yang
ia lakukan adalah sebatas dengan usahanya dan kesadaran dirinya sebagai hamba
yang tidak luput dari lupa dan salah. Atas usahanya telah menjadikan dirinya
berbuat hanya dengan pikiran karena Allah Swt., dan serta merta telah lahir rasa
kecintaan mendalam dirinya dengan Allah Swt. Perbuatannya berjalan lancar
dengan tanpa kerguan dan ketakutan karena semua urusan telah dipulangkannya
kepada Allah yang Maharahman sebagai pencipta seluruh alam beserta isinya.
4
Puasa adalah bagian ibadah kedua setelah sholat dalam rukun Islam.
Ibadah puasa yang dimaksud dalam hal ini adalah ibadah puasa Ramadhan. Puasa
tidak hanya di masa Rasulullah Saw., namun juga telah ada sejak di masa Nabi
Musa As., meskipun tidak ada ketentuan di Taurat, Jabur dan Injil tentang
peraturan akan waktu dan bilangan dalam berpuasa. Nabi Musa As., pernah
berpuasa selama 40 hari, sampai saat ini para kaum yahudi tetap mengerjakan
puasa meskipun tidak ada ketentuan, seperti puasa selama seminggu untuk
mengenang kehancuran Jerusalem dan mengambilnya kembali, puasa hari
kesepuluh pada bulan tujuh menurut perhitungan mereka dan berpuasa sampai
malam. Intinya dari berbagai puasa yang dikerjakan adalah mengacu kepada
tujuan perbaikan diri dari kesalahan yang pernah diperbuat dan pencegahan diri
agar tidak terjadi lagi kesalahan tersebut.1
Dari rumus masalah yang telah dijabarkan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat beberapa masalah yang perlu dijabarkan dalam makalah ini,
diantarannya yaitu :
1
Andy, Safria. "Hakikat puasa Ramadhan dalam perspektif tasawuf (tafsir QS Al-Baqarah:
183)." Jurnal Ibn Abbas 1.1 (2018): hal 5-7
5
BAB II
PEMBAHASAN
Puasa telah dilakukan sejak zaman dulu, tidak hanya oleh umat Islam
saja, tapi oleh umat beragama yang lain, dengan cara masing-masing yang
dipercayainya. Dengan puasa kita bisa sehat secara jasmani dan rohani. Dalam
medis puasa bisa membersihkan toksin dan zat - zat yang menumpuk dalam
seluran pencernaan , ginjal, dan organ yang lain akibat bahan pengawet, zat
pewarna, pemanis buatan, zat karsinogenik yang menyebabkan kanker, asap rokok
dan lain-lainnya yang menumpuk bertahun-tahun. Walaupun tubuh kita sendiri
mempunyai kemampuan mekanisme untuk mengobati sendiri, tapi kapasitas
tubuh sendiri juga ada batasnya.3 Aktivitas puasa secara fisik dapat menyehatkan
2
Fitriani, Azimah. KONSEP PUASA DALAM AL QURAN AL HADIST KITAB TRIPITAKA (Studi
Perbandingan). Diss. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2009.: hal 6-7
6
anggota tubuh manusia yang melakukannya. Betulkah puasa itu menyehatkan?
Padahal kita tahu bersama, secara fisik selama berpuasa tidak ada sesuatu
makanan dan minuman yang masuk ke dalam tubuh manusia. Apa yang terjadi
pada tubuh kita sebenarnya saat berpuasa itu? Disinilah, rahasia Allah dan
kebesaran ilmu Allah membuktikan kepada kita. Aktivitas puasa berarti
mengistirahatkan saluran pencernaan. Dalam skala makro, puasa akan berdampak
pada sel-sel tubuh, dimana reaksi-reaksi biokimiawi berlangsung. Sewaktu alat
pencernaan beristirahat, energi yang dibutuhkan diambil dari cadangan
karbohidrat dan timbunan lemak. Yang mana, dalam jiwa yang seimbang, reaksi-
reaksi biokimiawi berjalan lebih lancar, terarah, dan tidak membahayakan.
Disunahkan agar berbuka puasa diawali dengan makan buah kurma, atau dengan
buah-buahan dan minuman yang manis seperti madu. Ajaran ini mengandung
makna kesehatan karena buah-buahan dan minuman yang manis merupakan bahan
bakar siap pakai yang dapat segera diserap oleh tubuh untuk memulihkan tenaga
setelah seharian tubuh tidak disuplai oleh makanan dan minuman. Pengertian
sehat sebagai hikmah dari ibadah puasa yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW
bukan sekedar mengandung pengertian sehat secara fisik/jasmani, tetapi juga
mengandung pengertian sehat secara psikis/rohani. Dalam mengomentari hadis ini
al-Manawi yang dikutip M. Sabil, mengemukakan bahwa puasa merupakan
makanan untuk hati seperti ia makan (makanan) untuk tubuh. Padanya bergantung
kesehatan fisik dan akal. Dengan kewajiban ini, ia akan menghargai orang
miskin.3
7
nyeri, khususnya bagi penderita maag. Tapi, bagi orang yang berpuasa, rasa
sakit tersebut tak timbul karena otak tidak memerintah kepada kelenjar perut
untuk mengeluarkan enzim tadi. Dari berbagai penelitian, berpuasa terbukti
memberi kesempatan beristirahat bagi organ pencernaan, termasuk system
enzim maupun hormon. Dalam keadaan tidak berpuasa, system pencernaan
dalam perut terus aktif mencerna makanan, hingga tak sempat beristirahat.
Dan, ampas yang tersisa menumpuk dan bisa menjadi racun bagi tubuh.
Selama berpuasa, system pencernaan akan beristirahat dan memberi
kesempatan bagi sel-sel tubuh khususnya bagian pencernaan untuk
memperbaiki diri. Dr. Muhammad Al-Jauhari seorang guru besar dari
Universitas Kedokteran di Kairo mengatakan bahwa puasa dapat menguatkan
pertahanan kulit, sehingga dapat mencegah penyakit kulit yang disebabkan
oleh kuman-kuman besar yang masuk dalam tubuh manusia. Puasa juga bisa
menghindarkan kita dari potensi terkena serangan jantung. Karena puasa akan
mematahkan terjadinya peningkatan kadar hormone katekholamin dalam darah
karena kemampuan mengendalikan diri saat berpuasa.
8
kesehatan jiwa sehingga daya tahan mental dalam menghadapi berbagai stress
kehidupan meningkat karenanya. Saat berpuasa, kita berlatih kemampuan
menyesuaikan diri terhadap tekanan tersebut, sehingga kita menjadi lebih sabar
dan tahan terhadap berbagai tekanan.4
A. PUASA FARDU
B. PUASA SUNNAT
4
Rahmi, Aulia. "Puasa Dan Hikmahnya Terhadap Kesehatan Fisik Dan Mental Spiritual." Serambi
Tarbawi 3.1 (2015). HAL 101-193
9
C. PUASA MAKRUH
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain: Puasa
pada hari Jumat secara tersendiri, Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan
Ramadhan, Puasa pada hari syak (meragukan).
D. PUASA HARAM
Puasa haram adalah puasa yang apabila dilakukan maka berdosa. Puasa
yang diharamkan tersebut antara lain:
a. Istri puasa sunnah tanpa sepengetahuan dari suami, atau suami tahu
tapi tidak mengijinkan. Kecuali, apabila suami sedang tidak
membutuhkan seperti suami sedang bepergian, sedang haji atau
umroh.
Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh
seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di
suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin
suaminya.”(HR.Bukhori dan Muslim)
b. Puasa pada hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha.
c. Puasa pada hari tasyriq yaitu hari ke-11, ke-12 dan ke-13 bulan
Dzulhijjah. Keuali untuk dam (sebagai ganti dari menyembelih
qurban).
d. Puasa wanita haid atau nifas (baru mehirkan).
e. Puasa Dhar (puasa tiap hari tanpa buka) Hadist Rasulullah SAW:
“tidak dinamakan puasa orang yang berpuasa terus menerus”. (HR.
Bukhari)5
5
Ibid 93-99
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
11
DAFTAR PUSTAKA
Andy, S. (2018). Hakikat puasa Ramadhan dalam perspektif tasawuf (tafsir QS Al-
Baqarah: 183). Jurnal Ibn Abbas, 1(1), 1-17.
Hilda, L. (2014). Puasa dalam kajian islam dan kesehatan. HIKMAH: Jurnal Ilmu
Dakwah Dan Komunikasi Islam, 8(1), 53-62.
Rahmi, A. (2015). Puasa Dan Hikmahnya Terhadap Kesehatan Fisik Dan Mental
Spiritual. Serambi Tarbawi, 3(1).
12