Dosen Pengampu:
Ulul Huda S.Pd., M.Si
Oleh:
Isnaen Nur Layla Safitri (J1C019053)
Akhir kata, penulis memahami jika makalah ini tentu jauh dari
kesempurnaan maka kritik dan saran sangat dibutuhkan guna memperbaiki karya-
karya di waktu mendatang.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................2
1.3 Tujuan Penulisan.......................................................................................2
1.4 Manfaat Penulisan.....................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
2.1 Puasa..........................................................................................................3
2.2 Kecerdasan Spiritual..................................................................................5
2.3 Internalisasi Nilai Puasa yang Menumbuhkan Kecerdasan Spiritual........6
BAB III PENUTUP................................................................................................9
3.1 Kesimpulan................................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, di antaranya:
1. Bagaimana konsep kecerdasan spiritual?
2. Bagaimana pengembangan kecerdasan spiritual dalam ibadah puasa?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Puasa
1. Pengertian Puasa
Secara etimologi, puasa berarti menahan. Menahan disini artinya
menahan dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual suami
istri, menahan diri dari perkataan yang sia-sia, perkataan yang jorok dan
lainnya, baik yang diharamkan maupun yang dimakruhkan, sepanjang hari
dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Allah SWT telah
menjelaskan dalam QS. Maryam: 26 dijelaskan bahwa:
َفُك ِلْي َو اْش َر ِبْي َو َقِّر ْي َع ْيًناۚ َفِاَّم ا َتَر ِيَّن ِم َن اْلَبَش ِر َاَح ًد ۙا َفُقْو ِلْٓي ِاِّنْي َنَذ ْر ُت ِللَّرْح ٰم ِن َص ْو ًم ا َفَلْن ُاَك ِّلَم
ۚ اْلَيْو َم ِاْنِس ًّيا
Artinya: “Maka makan, minum dan bersenanghatilah engkau. Jika
engkau melihat seseorang, maka katakanlah, “Sesungguhnya aku telah
bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku tidak
akan berbicara dengan siapa pun pada hari ini.”
Dalam Islam, puasa adalah rukun Islam yang ketiga yang wajib
dilaksanakan seorang muslim bentuknya dengan menahan diri dari segala
yang membatalkannya mulai dari terbit fajar sampai terbenamnya
matahari, dan wajib dilakukan sesuai dengan syarat, rukun, dan larangan
yang telah ditentukan.
2. Macam-macam Puasa
Puasa dalam syari’at Islam ada dua macam, yaitu puasa wajib dan
puasa sunah. Puasa wajib ada tiga macam yaitu puasa ramadhan selama
sebulan, puasa yang wajib karena ada illat, seperti puasa sebagai kafarat,
dan puasa seseorang yang mewajibkan pada dirinya sendiri, yaitu puasa
nazar. Sedangkan puasa Sunnah diantaranya seperti puasa arafah, puasa
syawal, puasa senin kamis, puasa daud, dan lainnya.
1) Puasa Fardhu
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan
ketentuan syari’at Islam.
3
a. Puasa di bulan Ramadhan
Puasa Ramadhan merupakan puasa paling umum karena
merupakan puasa wajib selama sebulan penuh di bulan Ramadhan.
Kewajiban melaksanakan ibadah puasa pada bulan Ramadhan
terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-baqarah ayat 183.
ٰٓيَاُّيَها اَّلِذ ْيَن ٰا َم ُنْو ا ُك ِتَب َع َلْيُك ُم الِّص َياُم َك َم ا ُك ِتَب َع َلى اَّلِذ ْيَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َلَع َّلُك ْم َتَّتُقْو َۙن
b. Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan
pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam
melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang
mukmin mengerjakannya supaya dosanya diampuni. Contohnya
ketika sengaja tidak melaksanakan puasa.
c. Puasa Nazar
Puasa Nazar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Allah SWT,
begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah SAW, melainkan
manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri
untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji
pada dirinya sendiri kepada Allah SWT. Sehingga puasa yang
dinazarkan memiliki hukum wajib.
2) Puasa Sunnah
Puasa Sunnah adalah puasa yang apabila dikerjakan akan mendapatkan
pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa. Contoh puasa
Sunnah diantaranya:
a. Puasa Arafaf (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu
menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan satu
tahun yang akan datang” (H. R. Muslim)
4
b. Puasa Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari R.A. sesungguhnya
Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa berpuasa pada bulan
Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa enam
hari pada bulan syawal. maka seakan – akan dia berpuasa selama
setahun” (HR.Muslim).
c. Puasa Hari Senin dan Hari Kamis
Hadist Rasulullah SAW: Rasulullah memperbanyak puasa pada
hari Senin dan Kamis, kemudian beliau berkata, sesungguhnya
amal-amal itu dilaporkan setiap hari Senin dan hari Kamis, maka
Allah SWT akan mengampuni setiap muslim kecuali mereka-
mereka yang saling memutuskan tali persaudaraan.” (H.R.Ahmad).
Karena hari senin merupakan hari kelahiran Rasulullah sedangkan
hari kamis adalah hari pertama kali Al-Qur’an diturunkan.
5
Konsep kecerdasan spiritual berhubungan erat dengan
pengembangan kejiwaan yang berdimensi ketuhanan. Kecerdasan spiritual
antara manusia dengan Tuhan. Orientasi dari konsep kecerdasan ini bukan
materi semata, lebih beriorentasi pada spiritualisme Tauhid. Contoh
kecerdasan spiritual adalah ketika mengalami masalah, maka akan terjadi
rangsangan pada dimensi emosi seperti kemarahan, kesedihan, kekesalan,
atau ketakutan akan tetapi karena aspek mental telah dilindungi oleh
prinsip tauhid, maka emosi akan terkendali dan suara hati pada dimensi
spiritual bekerja dengan normal (Ginanjar, 2004:221).
6
hawa nafsunya. Jelas, hawa nafsu yang terkendali dan syahwat yang
terkontrol akan memberi dampak pada ketakwaan seorang hamba. Karena
syahwat dan hawa nafsu adalah faktor yang sangat besar yang membuat
manusia meninggalkan ketaatan dan mengerjakan kemaksiatan.
4. Menguatkan Rasa Muraqabatullah (Takut Kepada Allah)
Ibadah puasa mengandung nilai muraqabatullah. Saat seorang hamba
berpuasa, ia akan benar-benar sadar bahwa ia selalu dalam pengawasan
Allah. Muraqabatullah akan membuat ia senantiasa berusaha menjaga diri
dari perbuatan-perbuatan yang dimurkai Allah kapan pun dan dimana pun
ia berada. Tidak ada tempat dan waktu yang tidak diketahui oleh-Nya.
Oleh karena itu ia akan senantiasa menjaga puasanya dari hal-hal yang
dapat membatalkannya, walaupun saat sendirian dan jauh dari pandangan
manusia.
5. Menumbuhkan Keikhlasan
Satu-satunya ibadah yang tidak dapat dilaksanakan dengan riya, tujuan
agar dilihat orang manusia dan mendapat pujian mereka adalah ibadah
puasa. Para ulama mengatakan, ibadah puasa adalah ibadah rahasia antara
seorang hamba dengan rabbnya, hanya dirinya dan Allah saja yang
mengetahui bahwa ia sedang berpuasa. Keikhlasan tentu sangat penting
dalam ketakwaan. Perintah-perintah Allah harus dilaksanakan seorang
hamba dengan ikhlas, dalam rangka mencari keridhaan Allah. Pun
demikian dengan larangan-larangan Allah, jika seorang hamba ingin
mendapat pahala dari meninggalkannya, ia pun harus meninggalkannya
karena Allah.
6. Meningkatkan Rasa Syukur
Rasa syukur akan tumbuh dari kesadaran yang baik atas karunia dan
nikmat Allah bagi seorang hamba. Manusia tidak dapat hidup tanpa
karunia Allah. Makan dan minum adalah karunia Allah yang dirasakan
oleh manusia setiap hari, namun sering kali baru disadari bahwa semua itu
merupakan nikmat Allah yang sangat besar pada saat manusia terhalang
darinya. Dalam beribadah puasa, seorang hamba akan menyadari bahwa
nikmat makan, minum dan juga nikmat-nikmat lainnya merupakan karunia
7
Allah yang sangat besar atas dirinya, untuk itulah ia pun akan merasa
harus bersyukur kepada-Nya.
8
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Secara etimologi, puasa berarti menahan. Menahan disini artinya
menahan dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual suami
istri, menahan diri dari perkataan yang sia-sia, perkataan yang jorok dan
lainnya, baik yang diharamkan maupun yang dimakruhkan, sepanjang hari
dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Puasa dalam syari’at Islam ada dua macam, yaitu puasa wajib dan
puasa sunah. Puasa wajib ada tiga macam yaitu puasa ramadhan, puasa
yang wajib karena ada illat, seperti puasa sebagai kafarat, dan puasa
seseorang yang mewajibkan pada dirinya sendiri, yaitu puasa nazar. Puasa
Sunnah seperti puasa arafah, puasa syawal, puasa senin kamis, puasa daud,
dan lainnya.
Dalam ibadah puasa, terdapat sejumlah nilai-nilai yang dapat
menumbuhkan kecerdasan spiritual seorang hamba kepada Allah. Nilai
nilai tersebut diantaranya meningkatkan keimanan, melatih kesabaran,
mengendalikan hawa nafsu, menguatkan rasa Muraqabatullah (Takut
Kepada Allah), menumbuhkan keikhlasan, meningkatkan rasa syukur
kepada Allah SWT, dan menghadirkan rasa belas kasihan.
9
DAFTAR PUSTAKA
Rahmi, Aulia. (2015). Puasa dan Hikmahnya Terhadap Kesehatan Fisik dan
10