Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PUASA
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah: Fiqh
Dosen Pengampu: Muhammad Insan Jauhari ,M.pd.

Disusun Oleh:

Qonita Fadila(2115070)

Cyntia Anggraini (2115063)

PRODI BIMBINGAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

SYAIKH ABDURRAHMAN SIDDIK

BANGKA BELITUNG

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Yang telah memberikan Rahmat
dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan
Makalah ini. Sholawat beserta salam selalu tercurahkan kepada Nabi kita
Muhammad SAW, beserta keluargaNya,sahabat-sahabat-Nya, dan kita selaku
umatnya hingga akhir zaman.

Penyusunan Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Puasa”.
Selain itu tujuan dari penyusunan Makalah ini juga untuk menambah wawasan
tentang Puasa . Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Insan
Jauhari ,M.pd. kami yang telah membimbing penulis agar dapat menyelesaikan
makalah ini.

Penulis menyadari bahwa Makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu,
dengan segala kerendahan hati, penulis menerima kritik dan saran yang sifatnya
membangun agar penyusunan Makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat
bagi para pembaca.

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... ii


DAFTAR ISI ................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................1
C. Tujuan ...................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................2
A. Pengertian Puasa ..................................................................................................2
B. Syarat dan Fardhu Puasa ....................................................................................3
C. Hal- hal yang Membatalkan Puasa ........................................................................7
D. Puasa Orang Tua, Ibu Hamil dan Menyusui Serta Musafir ............................8
E. Hikmah Puasa ....................................................................................................10
BAB III PENUTUP ........................................................................................................12
A. Kesimpulan .........................................................................................................12
B. Saran ...................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Puasa Ramadhan adalah kewajiban sakral dan ibadah Islam yang
bersifat syiar yang besar, juga salah satu rukun Islam praktis yang lima,
yang menjadi pilar agama. Puasa merupakan ibadah agung yang hanya allah
SWT saja yang mengetahui seberapa besar pahalnya. Seorang yang
berpuasa juga akan mendapatkan dua kebahgiaan yang tidak dirasakan oleh
selain mereka, yaitu kebahgiaan ketika berbuka dan kebahgiaan ketika
mereka bertemu dengan Rabbbya.

Aktifitas puasa adalah mengendalikan bagian-bagian dari dalam


fisik untyk melakukan pengendepan, sublimasi, diam, tunduk, memasuki,
kosong, agar berjumpa dengan ‘isi yang sejati’. Usus bermeditasi, urat syraf
merababagian dirinya terlambat, perut bersabar, keseluruhan organ tubuh
juga ruhani mengerjakan proses pergian.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian puasa?
2. Bagaimana syarat dan fardhu puasa?
3. Apa saja hal-hal yang membatalkan puasa?
4. Bagaimana puasa orang tua, orang hamil dan menyusui serta orang
musafir?
5. Apa hikmah puasa?
C. Tujuan
1. Umtuk mengetahui pengertian puasa.
2. Untuk mengetahui syarat dan fardhu puasa.
3. Untuk mengetahui hal-hal yang membatalkan puasa.
4. Untuk mengetahui puasa orang tua, orang hamil dan menyusui serta
orang musafir.
5. Untuk mengetahui hikmah puasa.

1
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian Puasa
Dari segi Bahasa, puasa berate menahan (imsak) dan mencegah
(kaff) dari sesuatu. Misalnya, dikatakan “sahama ‘anil-kalam” , artinya
menahan dari berbicara. Allah SWT berfirman sebagai pemberitahuan
tentang kisah Maryam:“Sesungghnya aku telah bernazar berpuasa untuk
Tuhan Yang Maha Pemurah…”(Q.S Maryam : 26)
Maksudnya, diam dan menahan diri dari berbicara. Orang Arab
lazim mengatakan, “shama an -nahar”, maksudnya perjalanan matahari
berhenti pada batas pertengahan siang.
Adapun menurut syarak (syara’), puasa berarti menahan diri dari
hal-hal yang memebatalkannya dengan niat yang dilakukan oleh orang
bersangkutan pada siang hari, mulai lebih fajar sampai terbenam matahari.
Dengan kata lain, puasa menurut istilah adalah menahan diri dari
perbuatan (fi’il) yang berupa dua macam syahwat (syahwat perut dan
syahwat kemaluan) seta menahan diri dari segala sesuatu agar tidak masuk
perut, seperti obat atau sejenisnya. Hal itu dilakukan pada waktu yang telah
ditentukan, yaitu semenjak terbit fajar sampai terbenammatahari, oleh orang
tertentu yang berhak melakukannya, yaitu orang Muslim, berakal, tidak
sedang haid, dan tidaj sedang nifas. Puasa harus dilakukan dengan niat,
yakin, bertekad dalam hatiu untuk mewujudkan perbuatan itu secara pasti,
tidak ragu-ragu, Tujuan niat dalah memebedakan antara oerbuatan ibadah
dan perbuatan yang telah menjadi kebiaasaan.1

1
Dr. Wahbah Al-Zuhayiy,Puasa dan itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), 84-
85.

2
B. Syarat dan Fardhu Puasa
1. Rukun Wajib Puasa
Ialah menahan diri dari dua macam syahwat, yakni syahwat perut dan
syahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkannya.2

Dalam buku Fiqh Islam disebutkan ada 2 rukun puasa, yaitu:

a. Niat pada malamnya, yaitu setiap malam selama bulam Rmadhan.


Yang dimaksud dengan malam puasa ialah malam yang
sebelumnya. Sabda Rsulullah SAW:

“Barang siapa yang tidak berniat puasa pada malamnya sebulen fajar
terbit, maka tiada puasa baginya.” (Riwayat Lima Orang Ahli
Hadis).
Adapun niat puasa sebagai berikut:
Niat untuk berpuasa harian:

‫سنَة لل تَعَا َلى‬


َّ ‫ضانَ هذه ال‬ َ ‫ع ْن اَدَاء فَ ْرض‬
َ ‫ش ْهر َر َم‬ َ ‫ص ْو َم غَد‬
َ ‫ن ََويْت‬

Artinya: “ Saya niat berpuasa esok hari untuk menunaikan


kewajiban dibulan Ramadhan tahun ini, karena Allah Ta’ala,”

Niat untuk berpuasa selama 1 bulan penuh

‫ضانَ ك ِّله َّلِل تَ َعا َلى‬


َ ‫ش ْهر َر َم‬
َ ‫ص ْو َم‬
َ ‫ن ََويْت‬

Artinya : “Saya niat berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan
Ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala.”

Adapun doa berbukanya :

َ ‫ع َلى ر ْزقكَ أَ ْف‬


َّ ‫ط ْرت ب َرحْ َمتكَ يَا اَ ْر َح َم‬
َ‫الرحميْن‬ َ ‫اَ ِّلله َّم َلكَ ص ْمت َوبكَ آ َم ْنت َو‬

2
Dr. Wahbah Al- Zuhayly, Puasa dan Itikaf (Bandung:PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
85.

3
Artinya : “Ya Allah karena-Mu aku berpuasa, dengan-Mu
aku beriman, kepada-mu aku berbuka (puasa), denagn rahmat-Mu,
wahai Allah Tuhan Maha Pengasih.”

Kecuali puasa sunat, boleh berniat pada siang hari, asal


sebelum zawal (matahari condong ke barat).
b. Menahan diri dari segalam yang membatalkan semenjak sejak terbit
fajar sampai terbenam matahari.3

2. Syarat-Syarat Puasa
a) Syarat – Syarat Puasa
1) Baligh
Puasa tidak diwajibkan atas anak kecil. Akan tetapi, puasa
yang dilakukan oleh anak kecil yang mumayiz, hukumnya
sah, seperti halnya sholat, wali anak tersebut, menurut
mazhab Syafi’I, Hanafi, dan Hambali, wajib menyuruhnya
berpuasa Ketika dia telah perpuasa tujuh tahun. Dan jika
anak kecil itu tidak mau berpuasa, walinya wajib memuku
Ketika dia telah berusia sepuluh tahun. Hal itu
dimaksudkan agar dia menjadi terbiasa dengan puasa ,
seperti halnya sholat. Kecuali, terkadang seseorang
mampu melakukan sholat, tetapi belum tentu mampu
berpuasa.4
Sabda Rasulullah SAW:
“Tiga orang terlepas dari hukum (a) orang yang sedang
tidur hingga dia bangun, (b)orang gila sampai ia sembuh,
(c) kanak-kanakan sampai ia baligh.” (Riwayat Abu
Dawud dan Nasai)5

3
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung :Sinar Baru Algesindo, 2014), 230
4
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan itikaf (Bandung Rosdakarya, 2005 ),163.
5
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014)227.

4
2) Berakal
Puasa tidak wajib dilakukan oleh oranggila, orang
pingsan dan orang-orang mabuk, karena mereka tidak
dikenai khitbah taklifi artinya mereka tidak berhak untuk
melakukan puasa.
Pendapat ini dipahami dari hadist Nabi SAW berikut:
Pena diangkat dari tiga orang : dari anak kecil sampai dia
dewasa, dari orang gila sampai dia sadar, dan dari oraang
tidur sampai dia terjaga.6
Orang yang akalnya (ingatannya) hilang tidak
dikenai kewajiabn berpuasa. Dengan demikian, puasa yang
dilakukan oleh orang gila, orang pingsan, dan orang mabuk
tidak sah. Sebab, mreka tidak bekemungkinan untuk
melakukann niat.7
3) Mampu (sehat) dan Berada di Tempat Tinggal (Iqmah)
Puasa tidak diwajibkan atas orang sakit. Walaupun
demikian mereka wajib mengqadhanya. Kewajiban
mengqadha puasa bagi keduanya ini telah disepakati oleh
para ulama. Tetapu jika keduanya ternyata berpuasa,
puasanya dipandang Sah. Dalilnya Ialah ayat berikut:

‫ع َلى‬ َ ‫ع ٰلى‬
َ ‫سفَر فَعدَّة ِّم ْن اَيَّام اخ ََر َو‬ َ ‫ضا اَ ْو‬ ً ‫اَيَّا ًما َّم ْعد ْو ٰدت فَ َم ْن َكانَ م ْنك ْم َّمر ْي‬
‫ع َخي ًْرا فَه َو َخيْر َّله َواَ ْن تَص ْوم ْوا‬ َ َ‫طعَام مسْكيْن فَ َم ْن ت‬
َ ‫ط َّو‬ َ ‫ا َّلذيْنَ يطيْق ْونَه ف ْديَة‬
‫َخيْر َّلك ْم ا ْن ك ْنت ْم تَ ْع َلم ْون‬

“(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barang siapa


diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka
(wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari
yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka

6
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan itikaf(Bandung Rosdakarya, 2005 ),162.
7
Ibid,163.

5
tidak berpuasa membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin.
Barangsaiapa yang dengan kerelaan hati mnegrjakan kabjikan, maka itulah yang
baik baginya. Dan berpuasa lebih baik baginu jika kamu mengetahui.”(QS. Al-
Baqarah:184)b.

b) Syarat Sah Puasa8


1) Islam. Orang yang bukan Islam tadak sah puasa.
2) Mumayiz (dapat membedakan yang baik dengan yang tidak
baik.)
3) Suci dari darah haid (kotoran) dan nifas (darah sehabis
melahirkan).

Orang yang haid atau nifas itu tidak sah berpuasa, tetapi keduanya wajib
mengqadha (membayar) puasa yang tertinggal itu secukupnya.

Dari aisyah RA berkata, “kami disuruh oleh Rasulullah Saw


mengqadha puasa dan tidak disuruhnya mengqadha shalat.” (Riwayat Bukhari)

4) Dalam waktu yang diperbolehkan Puasa padanya

Dilarang puasa pada dua hari raya dan hari Tasyrik tanggal
11-12-13 bulan Haji).

Dari anas, “Nabi SAW telah melarang berpuasa lima hari dalam satu
tahun: (a) Hari Raya Idul Fitri, (b) Hari Raya Haji, (c) tiga hari tasyri
( tanggal 11,12,13 bulan Haji / Dzulhijah.” (Riwayat Daruqutni)9

8
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014)169.
9
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesnindo, 2014), 229.

6
C. Hal- hal yang Membatalkan Puasa

1. Makan dam Minum

Firman Allah SWT

‫اْلس َْود منَ ا ْلفَجْر‬


َ ْ ‫اْل ْبيَض منَ ا ْل َخيْط‬
َ ْ ‫َوكل ْوا َوا ْش َرب ْوا َحتّٰى يَتَبَيَّنَ َلكم ا ْل َخيْط‬

“Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari


benang hitam, yaitu Fajar.” (Q.S. A-Baqarah : 187)

Makan dan minum yang membatalakan puasa ialah apabila dilakukan


denagn sengaja. Kalau tidak sengaja, misalnya lupa tidak memebatalkan pusa.

Sabda Rasulullah SAW :

“Barangsiapa lupa, sedangkan ia dalam keadaan puasa. Kemudian ia


makan atau minum, maka hendaklah puasanya disempurnakan, karena
sesungguhnya Aallah-lah yang memberinya makan dan minum.” (Riwayat Bukhari
dan Muslim)

Memasukan sesuatu kedalam lubang yang pada badan seperi lubang


telinga, hidung, dan sebagainya, menurut Sebagian ulama sama dengan makan dan
minum, artnya memebatalkan puasa. Mereka mengambil alas an dengan qias,
diqiaskan (disarankan) denagn makan dam minum. Ulama yang lain berpendpat
bahwa hal itu tidak membatalkan karena tidak dapat diqiaskan dengan makan dan
minum. Menurut pendapat yang kedua itu, kemasukan air sewaktu mandi tidak
membatalkan puasa, begitu juga memasukan obat melalui libang badang selain
mulut, suntik, dan sebagainya, tidak membatalkan puasa karena yang demikian
tidak dinamakan makan dan minum.

2. Muntah yang disengaja, sekalipun tidak ada yang kembali ke dalam.10


Muntah yang tidak disengaja tidaklah membatalkan puasa.
Sabda Rasulullah SAW:

10
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: sinar Baru Al gesnindo, 2014, 231.

7
Dari Abu Hurairah. Rasulullah SAW telah berkata, “Barangsiapa paksa
muntah, tidak lah wajib mengqadha puasanya, dan barangsiapa yang
mengusahakan muntah, mka hendaklah dia mengqadha puasanya.”
(Riwayat Abu Dawud, dan Ibnu Hibban)
3. Bersetubuh
Firman Allah SWT:

َ ‫الرفَث ا ٰلى ن‬
…. ‫س ۤا ِٕىك ْم‬ ِّ ‫اح َّل َلك ْم َل ْي َلةَ ال‬
َّ ‫ص َيام‬
“Dahalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan
istri-istri kamu.” (QS.A Baqarah : 187)
Laki-laki yang membatalkan puasanya dengan bersetubuh di waktu
siang hari di bulan Ramadhan, sedangkan dia berkewajiban puasa, makai a
wajib membayar kafarat.11
4. Keluar darah haid (kotoran) atau nifas (darah sehabis melahirkan)12
Dari Aisyah Ia berkata, “Kami disuruh oleh Rasulullah SAW
mengqadha puasa, dan tidak disuruhnya untuk menqadha shalat.” (Riwayat
Bukhari)
5. Gila13. Jika gila itu dating pada waktu siang hari, batallah puasa.
6. Keluar mani dengan sengaja (karena bersetubuhan dengan perempuan atau
yang lainnya). Karena keluar mani itu adalah puntuk yang ditunjuk orang
pada persetubuhan, maka hukumnya disamakan dengan bersetubuh.
Adapun keluarmani karena bermimpi, mengkhayal, dan sebagainya, tidak
membatalkan puasa.14

D. Puasa Orang Tua, Ibu Hamil dan Menyusui Serta Musafir


1. Puasa orang tua
Menurut Ijma, berbuka puasa diperbolehkan bagi orang tua renta
(baik laki-laki maupun perempuan) yang sudah tidak mampu lagi
berpuasa sepanjang tahun. Keduanya tidak wajib mengqadha puasa,

11
Ibid, 232.
12
Ibid, 233.
13
Ibid 333.
14
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan itikaf (Bndung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),268.

8
karena tidak ada kemampuan dalam keduanya. Tetapi, keduanyawajib
mengeluarkan fidiyah, yakni memberi makan kepada seorang miskin
untuk setiap hari.
Adapun orang yang sakit yang tidak mampu berpuasa di bulan
Ramadhan, tetapi dia mampu mengqadhanya pada waktu yang lain,
maka dia wajib mengqadanya. Dia tidak wajib mengeluarkan fidyah.
2. Ibu Hamil dan Menyusui15
Wanita hamil dan menyusui bayi dibolehkan berbuka. Dengan
catatan, keduanya merasa khawatir atas dirinya atau bayinya, baik bayi
itu putra Wanita menyusui itu sendiri ibu yang disuse maupun sebagai
Wanita yang disewa. Kekhawatiran itu bisa berupa kurangnya
ketajaman akal, kerusakan atas timbulnya suatu penyakit. Kekhawatiran
yang dipandang sah ialah khkawatiran yang didasarkan atas perkiraan
yang mendekati kepastian atau pemberitahuan dari dokter Muslim yang
handal dan adil.
Alasan pembolehan berbuka puasa bagi keduanya ialah pengiasa
terhadap orang sakit dan musafir dan hadis Nabi SAW, yang artinya
sebagai berikut: 16
Dari Anas bin Malik Al-Ka’bi.
“ Sesungguhnya Allah SWT, meringankan Kewajiban puasa dan
sebagian shalat dari musafir, dan (meringankan kewajiban) puasa dari
Wanita hamil dan Wanita menyusui.” (HR Al-Khamzah)
Ketika seorang Wanita hamil atau menyusui khawatir akan timbul
kesulitan-kesulitan bagi dirinya atau bayinya jika berpuasa bagi
keduanya adalah haram.
3. Musafir (perjalanan)17
Hal ini berdasarkan Firman Allah SWT, sebagai berikut:

َ ‫ع ٰلى‬
‫سفَر فَعدَّة ِّم ْن اَيَّام اخ ََر‬ ً ‫فَ َم ْن َكانَ م ْنك ْم َّمر ْي‬
َ ‫ضا اَ ْو‬

15
Ibid,217.
16
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan itikaf (Bndung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),215.
17
Ibid, 209-210.

9
“Maka barangsiapa diantara kalian ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ia tinggalkan itu pada hari-hari yang lain.” (QS. Al- Baqarah : 184)

Dari segi Bahasa, perjalanan berarti keluarnya seseorang dengan


dibebani barang-barang bawaan. Perjalanan yang membolehkan pembatalan puasa
adalah perjalanan jauh, yang memperbolehkan pengqasharan salat. Perjalanan
seperti ini, kira-kira sejauh 89km. Dengan syarat, menurut Jumhur, perjalanan itu
harus dimulai sebelum terbit fajar. Syarat yang lain, orang-orang yang melakukan
perjalanan itu harus telah sampai ke tempat pengqasharan salat dibolehkan. Yakni,
seukuran dia telah meninggalkan rumah/tempat tinggalnya. Adanya syarat diatas
dikarenakan puasa tidak boleh diatalkan dalam perjalanan setelah seseorang berada
dalam keadaan puasa. Status dia sebagai seorang mukmin lebih dikuatkan daripada
statusnya sebagai seorang musafir.

Jika seseorang berjalan dan telah melewati keramaian daerahnya


sebelum fajar terbit, dia boleh berbuka (membatalkan puasanya) tetapi harus
mengqadhanya. Begitu juga, jika dia memulai perjalanan katika sedang berpuasa
kemudian mengalami kesulitan yang tidak bisa diatasi.

E. Hikmah Puasa
Ibadah puasa itu mengandung beberapa hikmah, di antaranya sebagai
berikut :
1. Tanda terima kasih kepada Aallah karena semua ibadah
mengandung arti terima kasih kepada allah atas nikmat pemberian-
Nya yang tidak terbatas banyaknya, dan tidak ternilai harganya.18
Firman Allah SWT :
‫ظل ْوم َكفَّار‬ َ ‫ّللا َْل تحْص ْوهَا ا َّن ْاْل ْن‬
َ ‫سانَ َل‬ ّٰ َ‫َوا ْن تَعد ُّْوا ن ْع َمت‬
“Dan jika kamu menghituk nikmat Allah, tidaklah dapat kamu
menghinggakannya.” (QS. Ibrahim :34)

18
H.Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung :sinar Baru Algesindo, 2014), 243.

10
2. Didikan kepercayaan. Seseorang yang telah sanggup menahan
makan dan minum dar harta yang halal kepunyaannya sendiri,
karena ingat perintah Allah, sudah tentu ia tidak akan meninggalkan
segala perintah Allah, dan tidak akan berani melanggar segala
larangan-Nya.19
3. Didikan perasaan belas kasihan terhadap fakir-miskin karena
seseorang yang telah merasa sakit dan pedihnya perut keroncongan.
Hal itu akan dapat merasakan ngilunya perut yang kelaparan karena
ketiadaan. Dengan demikian, akan timbul perasaan belas kasihan
dan suka menolong fakir miskin.20
4. Guna menjaga Kesehatan.
5. Guna menenagkan nafsu amarah dan meruntuhkan kekuatannya
yang tersalurkan dalam anggota tubuh, seperti mata, lidah, telinga,
dan kemaluan.21

19
Ibid,243.
20
Ibid.
21
Dr. Wahbah Al-Zuhayly, Puasa dan itikaf (Bnadung : PT Remaja Rosdakarya, 2005),89.

11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Dari segi Bahasa, puasa berarti menahan dan mencegah dari sesuatu.
Sedangkan menurut islam adalah menahan diri dari perbuatan(fiil) yang berupa dua
macam syrahwat (syahwat perut dan syahwat kemaluan serta menahan diri dari
segala sesuatu tidak masuk perut, seperti obat atau sejenisnya.) Hal itu dilakukan
pada waktu yang telah ditentukan, yakni semenjak terbit fajar sampai terbenam
matahari.

Puasa dilakukan oleh orang tertentu yang berhak, yaitu orang Muslim,
sudah baligh, berakal, tidak sedang haid, dan tidak sedang nifas. Puasa dilakukan
dengan niat yakni, bertekad dalam hati untuk mewujudkan perbuatan itu secara
pasti, tidak ragu-ragu dan mampu menahan diri dari segala yang membatalkan sejak
terbit fajar sampai terbenam matahari.

Ada pula beberapa yang membatalkan puasa, yaitu makan dan minum
yang disengaja, muntah yang disengaja, bersetubuh, keluar darah haid (kotoran)
atau nifas,gila, dan keluar mani dengan sengaja. Pembatalan puasa juag dapat
diganti dengan melakukan qadha, kafarat ataupun fidyah.

Puasa mengajarkan kita untuk lebih bersyukur terhadap segala hal yang
telah kita miliki pada saat ini. Mengajarkan kita untuk mempu membantu orang-
orang fakir dan miskin.

B. Saran
Dari paparan di atas tentang Puasa, penulis menyadari bahwa di dalam
makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu demi pemahaman kita
bersama, mari kita membaca dari buku-buku lain yang bisa menambah
wawasan ilmu pengetahuan kita tentang Puasa . Semoga bermanfaat untuk
para pembaca makalah ini.

12
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Wahbah Al-Zuhayiy,Puasa dan itikaf (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,


2005),
H. Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2014)

Anda mungkin juga menyukai