Anda di halaman 1dari 12

LIVING QUR’AN

Al-QUR’AN DALAM TRADISI NGROWOT ( DALAM UPAYA


TAZKIYATUN NAFS)

(STUDY KASUS DI PESANTREN PUTRA KEBON JAMBU AL-ISLAMY)

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana
Program strata 1 (S1) dalam IlmuUshuluddin Jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir

Disusun Oleh :

Ihsanul Maarif (1708304006)

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGRI SYEKH NURJATI CIREBON

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
Daftar Isi

Daftar Isi................................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................3

A. Latar Belakang Masalah.............................................................................................................3

B. Rumusan Masalah.....................................................................................................................6

C. Tujuan Penelitian.......................................................................................................................6

D. Signifikasi Penelitian..................................................................................................................7

E. Kajian Pustaka............................................................................................................................7

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan,


perasaan serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Hal ini menunjukkan bahwa
sikap keagamaan menyangkut atau berhubungan dengan gejala kejiwaan. Unsur
terpenting yang membantu pertumbuhan dan perkembangan kejiwaan manusia adalah
iman yang direalisasikan dalam bentuk ajaran agama. Maka dalam islamprinsip pokok
yang menjadi sumbu kehidupan manusia adalah iman, karena iman itu yang menjadi
pengendali sikap, ucapan, tindakan, dan perbuatan. Tanpa kendali tersebut akan
mudahlah orang terdorong melakukan hal-hal yang merugikan dirinya atau orang lain
dan menimbulkan penyesalan dan kecemasan, yang akan menyebabkan terganggunya
kesehatan jiwa.
Dalam buku karya Zakiyah Darajat yang berujudul Peran Agama dalam Kesehatan
Mental menjelaskan bahwa, ada dua golongan besar kebutuhan. Pertama, kebutuhan
primair. Yaitu kebutuhan jasmaniah (fisik) seperti makan, minum, seks dan
sebagainya. Kemudian yang kedua adalah kebutuhan rohaniah (psychis dan sosial).
Kebutuhan jiwa ini banyak dipengaruhi oleh pendidikan, pengalaman, dan suasana
yang melingkunginya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut dinamakan oleh Freud
keinginan-keinginan di bawah sadar, yang semuanya untuk dipenuhi yang bermacam-
macam tidak mengenal batas. Keinginan-keinginan inilah yang dalam ajaran agama
dinamakan hawa nafsu, yang juga mendorong seseorang untuk berbuat. Maka untuk
mengendalikan keinginan-keinginan bawah sadar hawa nafsu tersebut, agama
menentukan batas-batas dan hukum yang tidak boleh di langgar.1

Secara Syar’i makna puasa adalah “menahan diri dari makan, minum dan jima”
serta segala sesuatu yang membatalkannya dari terbit fajar hingga terbenamnya
matahari dengan niat beribadah kepada Allah SWT. Maka jika seseorang menahan diri
dari makan dan minum tidak sebagaimana pengertian di atas atau menyelisihi dari apa
yang menjadi tuntunan Rasulullah. Puasa juga dibedakan menjadi dua macam yaitu
puasa wajib yang dilaksanakan pada bulan Ramadhan dan puasa Sunnah yang
dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan syari’at Rosulullah Saw. Beberapa

1
Zakiyah Darajat, Islam dan Kesehatan Mental (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), hlm. 34-35

3
contoh puasa sunnah diantaranya, puasa Senin-Kamis, puasa tiga hari setiap bulan
hijriyah, puasa Dawud, puasa di bulan Sa’ban, puasa enam hari di bulan Syawal, puasa
di awal Dzulhujjah, puasa ‘Arofah, dan puasa ‘Asyura.

Allah SWT berfirman, dalam Q.s al-Baqarah ayat 183 yang artinya :” Hai orang-
orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana telah diwajibkan
atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa”. (Q.s al-baqarah ayat: 183).
Selain firman Allah tersebut masih banyak hadist yang menyebutkan tentang
keutamaan berpuasa, diantaranya adalah: “Setiap amalan kebaikan yang dilakukan
oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga
tujuh ratus kali lipat. Allah SWT. Berfirman (yang artinya), kecuali amalan puasa.
Amalan tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan
dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku”. Bagi orang yang
berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu kebahagiaan ketika ia berbuka
dan kebahagiaan ketika ia berjumpa dengan rabb-nya. Sungguh, bau mulut orang
yang berpuasa lebih harum di sisi Allahdaripada bau minyak kasturi”. (HR. Muslim-
hadits No.1151). Dalam riwayat lain, Rosulullah SAW bersabda:“Allah SWT.
Berfirman (yang artinya), „setiap amalan manusia adalah untuknya, kecuali
puasa.Amalan puasa adalah untuk-Ku.” (HR. Bukhari).2

Dari ketiga dalili diatas, meunjukan bahwa puasa menunjukan banyak beribu
manfaat. Puasa juga memiliki pengaruh yang menakjubkan dalam memlihara anggota
badan yang Nampak dan kekuatan bathin, melindungi dari percampuran, yang
mendatangkan zat perusak. Juga dengan berpuasa dapat zat-zat buruk yang
menghalangi kesehatan. Maka dengan berpuasa dapat dikatakan sebagai upaya untuk
memelihara kesehatan hati dan anggota badan, sekaligus memperbaiki berbagai
macam penyakityang terdapat didalam tubuh. Dengan berpuasa kita dapat
menghilangkan kecemas-kecemasan yang dirasakan oleh jiwa.3

Bagi sebagian masyarakat muslim Jawa, puasa tidak hanya dilakukan pada saat
bulan ramadhan dan puasa hari-hari yang telah disebutkan diatas. Tetapi masih banyak
macam-macam puasa yang diamalkan, baik sekedar untuk menahan lapar dan haus
maupun dengan tujuan-tujuan tertentu, diantaranya: sebagai simbol keprihatinan dan

2
Muhammad Sanusi, Kesalahan-Kesalahan Puasa Senin Kamis yang Buatmu Tak Bahagia,
(Yogyakarta: Diva Press, 2012), hlm. 20-21.
3
Mustamir Pedak, Terapi Ibadah (Semarang: Dahara Prize, 2011), hlm 159.

4
praktik asketik, sebagai sarana penguatan batin, serta sebagai sarana mencari ilmu
mistik. Bagi orang Jawa, puasa sebenarnya merupakan bagian yang tak terpisahkan
dari hidupnya. Hal itu bias dilihat dari ragam puasa yang dimiliki orang Jawa yaitu:
mutih, ngebleng, pati geni, kungkum, ngrowot, ngalong, ngasrep, ngeluwang, wungon,
ngelowong, nganyep, ngidang, ngepel, tapa jejek, dan lelono.

Puasa ngrowot merupakan salah satu tradisi puasa yang dilakukan masyarakat
Jawa. Puasa ngrowot sangat berbeda dengan puasa Ramadhan maupun semua jenis
puasa yang disyari’atkan dalam Islam. Meski demikian, puasa ngrowot bukan
merupakan puasa yang dilarang dalam ajaran Islam, karena dalam pelaksanaannya
puasa ngrowot dibarengi dengan ibadah yang selaras dengan apa yang disyari’atkan
dalam Islam. Puasa ngrowot mengajarkan kepada pelakunya supaya selalu menjaga
ibadah dan amal perbuatan, seperti harus mendahulukan sholat lima waktu, menjaga
lisan serta perbuatan tercela lainnya.

Memang dalam pengamalannya puasa ngrowot sedikit berbeda dengan puasa pada
umumnya, akan tetapi hal tersebut merupakan karakteristik atau keunikan tersendiri.
Diantaranya yaitu dalam mengamalkan puasa ngrowot seseorang tidak boleh
memakan makanan yang berasal dari beras, puasa ngrowot juga tidak ada sahur dan
berbuka. Dalam amalannya pelaku puasa ngrowot diperbolehkan makan sehari-hari,
akan tetapi jenis makananya dibatasi dengan makanan tertentu kecuali makanan yang
dibuat dari beras.

Hal lain yang menarik dari tradisi ini, bahwa pelaku puasa ngrowot terlebih dahulu
harus diijazah oleh ustadz atau Kyai. Ijazah yang dimaksudkan yaitu izin
mengamalkan disertai dengan bacaan tertentu. Waktu yang diperlukan untuk
mengamalkan puasa ngrowot minimal tiga tahun, jadi pelaku puasa ngrowot tidak
boleh makan makanan yang berasal dari beras selama tiga tahun. Puasa ngrowot juga
mampu mencegah hawa nafsu disamping melatih kesabaran juga dapat menghindari
kehidupan duniawi.

Selain beberapa hal yang disebutkan diatas, puasa ngrowot juga merupakan
akulturasi antara budaya jawa dengan budaya Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari
pengamalan puasa ngrowot itu sendiri. Dalam pengamalan puasa ngrowot seseorang
tidak boleh memakan makanan yang dari beras, melainkan memakan umbi-umbian
ataupun sayuran. Kebiasaan tersebut dinamakan ngrowot oleh orang Jawa. Sedangkan

5
pelaksanaannya dibarengi dengan beberapa kalimat dzikrullah. Setiap orang yang
mengamalkan puasa ngrowot tidak boleh meninggalkan sholat lima waktu, serta harus
memperbanyak membaca Al-qur’an serta dzikir. Lebih dari itu seorang yang
mengamalkan puasa ngrowot wajib membaca beberapa surat dari Al-qur’an setiap
selesai sholat fardhu, diantaranya surat al-Fatihah, al-Insyirah, serta doa khusus lainya.

Dari paparan diatas, sangat jelas ada kaitan erat antara budaya Jawa dengan budaya
Islam. Hal tersebut digambarkan dengan masuknya unsur Islam dalam pengamalan
puasa ngrowot yang pada dasarnya merupakan tradisi orang Jawa. Seperti doa dan
dzikir yang harus dibaca setelah selesai sholat merupakan unsur Islam yang menjadi
salah satu syarat utama dalam mengamalkan puasa ngrowot. Oleh karena hal tersebut,
penelitian ini berusaha membahas lebih lanjut mengenai bagaimana dan seperti apa
tradisi puasa ngrowot di Pondok Pesantren Putra Kebon Jambu al-Islamy.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas, dapat dijadikan rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana praktek yang dilakukan para santri, dalam melakukan tirakat


ngrowot ?
2. Apa manfaat bagi para santri yang melakukan tirakat puasa ngrowot ?
3. Bagaimana pandangan tasawuf terhadap para pelaku tirakat puasa Ngrowot?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui praktek yang dilakukan para santri, dalam melakukan tirakat
ngrowot.
2. Untuk mengetahui manfaat para yang santri yang melakukan tirakat puasa
Ngrowot.
3. Untuk mengetahui pandangan tasawuf mengenai tirakat puasa ngowot.

6
D. Signifikasi Penelitian

Ada dua sigifikansi yang bisa diambil dari penelitian ini :

1. Memberikan informasi kepada para santri dan masyarakat umum mengenai


makna dan fungsi puasa ngrowot.
2. Memperluas khazanah kebudayaan Indonesia yang berasal dari akulturasi
budaya lokal dengan budaya Islam.

E. Kajian Pustaka

Skripsi dari Saudari Choiriyah, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2014,
yang berjudul “Puasa Ngorowod (Studi Kasus di Pesantren Putri Miftachurrasyidin)”.
Skripsi ini membahas tentang bagaimana sejarah dan pengalaman para santriwati yang
berpuasa Ngrowot du Pesantren Putri Miftachurrasyidin serta hukum dan macam-
macam puasa Sunnah yang diamalkan. 4

Skripsi karya Agus Heri Suaedi, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2006,
yang berjudul “Konsep Tazkiyatun Nufas Menurut Sa’id Hawwa dan Relevansinya
terhadap bimbingan Konseling islam”. Skripsi ini membhasan mengenai konsep dan
penyucian jiwa dan relevansinya dengan Bimbinga Konseling Islam berikut dengan
profil Sa’id Hawwa.5

Skripsi karya Gus Muhaimir Mu’in, yang berjudul “Makna Puasa Sunat bagi
Santri Pondok Pesantren Istigfar Perbalan Purwosari Semarang Utara”. Jenis
penelitianya adalah penelitian lapangan yang membahas tentang makna puasa sunnah
yang diamalkan oleh tiga santri Pondok Pesantren Istigfar Perbalan Purwosari
Semarang Utara, serta dijelaskan manfaat yang diperoleh setelah mengamalkan puasa
Sunnah, diantaranya adalah untuk menambah kesehatan jasmani dan rohani.6

Skirpsi karya Chairul Hana rosita, Mahasiswi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
2008, yang berjudul “Puasa dan Pengendalian Diri Prespektif Kesehatan Mental”.

4
Choiriyah, Puasa Ngorowod (Studi Kasus di Pesantren Putri Miftachurrasyidin),
(Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2018).
5
Agus Heri Suaedi, Konsep Tazkiyatu Nafs Menurut Sa’id Hawwa dan Relevansinya
terhadap bimbingan Konseling islam, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2006).
6
Muhaimir Mu’in, Makna Puasa Sunat bagi Santri Pondok Pesantren Istigfar Perbalan
Purwosari Semarang Utara, (Semarang Utara: Pondok Pesantren Istigfar).

7
Yang membahas tentang aspek-aspek pengendalian diri dalam ibadah puasa, yang
kemudian berpengaruh pada kesehaan mental orang yang berpuasa.7

Skripsi mengenai puasa dengan judul “Pengaruh Puasa terhadap Kesehatan


Mental Siswa di Mts. Al-Khairiyah Kedoya Selatan jakarta Barat” oleh Rosyidin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini dilakukan untuk mengetahui bahwa ibadah
puasa tidak hanya dipandang sebaggai ibadah spritual semata, atau kewajiban atas
perintah allah Swt. Namun terdapat hikmah dan manfaat bagi para penganutnya, yang
menjalankan secara baik dan benar.8

Jurnal karya Suyadi dengan judul “Budaya Ngrowot dalam kajian Neurosains di
pondok pesantren Luqmaniyah Yogyakarta”. Jurnal ini membahas tentang metode-
metode pengembangan karakter Islami dengan cara tirakat puasa Ngrowot.9

Skripsi saudari Umi Ulfa, Mahasiswi UIN Walisongo Semarang 2019, dengan
judul “Signifikansi pengobatan Puasa pada pecandu napza di pondok pesantren
Istigfar tombo ati semarang”. Skripsi ini membahas tentang konsep berpuasa dalam
upaya penyembuhan para pecandu Nafs.10

Skripsi John Saputra, Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta 2018, dengan
judul “Ngrowot dan Tazkiyatun Nafs (Studi Manfaat Ngrowot untuk pembersihan
Jiwa di kalangan Santri Asrana Pergurua Tinggi Islam (API) Pondok Pesantren Salaf
Tegal Rejo Magelang Jawa Tengah)”. Skripsi ini dilakukan untuk mengetahui
bagaimana pelaksanaan puasa Ngrowot di pondok pesantren ini, mengapa ngrowot
digunakan sebagai metode tazkiyatun nafs dan untuk mengetahui manfaat nggrowot
sebagai tazkiyatun nafs (membersihkan jiwa) oleh para pelaku, khususnya para
santri.11

Jurnal karya Dikhoir Afnan, M.Si, dengan judul “ Laku Tasawuf sebagai Terapi
Psikospiritual”. Jurnal karya Dikhoir Afnan ini membahas tentang cara prilaku

7
Chairul Hana rosita, Puasa dan Pengendalian Diri Prespektif Kesehatan Mental,
(Yoyakarta: UIN Sunan Kaijaga, 2008).
8
Rosyidin, Pengaruh Puasa terhadap Kesehatan Mental Siswa di Mts. Al-Khairiyah
Kedoya Selatan jakarta Barat, (Jakarta Barat: UIN Syarif Hidayatullah).
9
Suyadi dan Mawi Khusni Albar, Budaya Ngrowot dalam Kajian Neurosains di Pondok
Pesantren Luqmaniyah Yogyakarta,Jurnal Kajian Islam dan Budaya, Vol 16, No.1, Mei 2018.
10
Umi Ulfa, Signifikansi pengobatan Puasa pada pecandu napza di pondok pesantren
Istigfar tombo ati semarang, (Semarang: UIN Walisongo, 2019).
11
John Saputra, Ngrowot dan Tazkiyatun Nafs (Studi Manfaat Ngrowot untuk pembersihan
Jiwa di kalangan Santri Asrana Pergurua Tinggi Islam (API) Pondok Pesantren Salaf Tegal Rejo Magelang
Jawa Tengah), (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018).

8
tasawuf. Penulis menyebutkan 4 cara, yakni: shalat wajib dan shalat malam, munajat,
tirakat dan khalwat. Dan dari cara tirakat tersebut penulis menampilkan tirakat puasa
Ngrowot.12

Jurnal karya Muhammad Kurnia Mardhika & Beti melia Rahman Hidayati, dengan
judul “ Psychological Well-Being pada santri Ngrowot di PP. Haji Ya’qub Lirboyo
kota Kediri”. Penelitian ini membahas tentang mencari kesejahteraan psikologi para
santri ngowot di ponpen Haji Ya’qub Lirboyo Kediri (PPHY).13

Skripsi karya saudari Hayu A’la Aslami, Mahasiswi IAIN Salatiga 2016, yang
berjudul “ Konsep Tazkiyatun Nafs dalam kitab Ihya ulumuddin karya Imam al-
Ghazali”. Skripsi ini membahas tentang konsep Tazkiyatun Nafs dan relevansi
terhadap pendidikan akhlak dalam kitab Ihya Ulumuddin karya imam al-Ghazali.14

Skirpsi karya Nur Syaifudin, Mahasiswa IAIN Metro Lampung, 2018. Yang
bejudul “ Konsep Tazkiyatun Nafs Prespektif al-Ghazali dalam pendidikan Akhlak”.
Dalam kajian nya, skripsi ini menggunakan penelitian kualitatif. Dalam pembahasanya
penulis banyak menggunakan argument-argument yag terdapat dalam kitab Ihya
Ulumuddin karya imam al-Ghazali. 15

Skripsi karya Humaini, Mahasiswi UIN Malang 2008, skripsi ini berjudul “Skripsi
Tazkiyatun Nafs dalam al-Qur’an dan Implikasi nya dalam pengembangan
pendidikan Islam”. Dalam kajianya skripsi ini membahas konsep tazkiyatun nafs
dalam al-Qur’an, dan mencari implikasinya dalam pengembangan pendidikan
akhlak.16

Jurnal karya Fahrudin, yang berjudul “Tasawuf dengan cara Tazkiyatun Nafsi
sebagai jalan mendekatkan diri kepada Tuhan”. Jurnal ini membahas tentang berbagai
upaya dalam mendekatkan dri kepada Tuhan, dan salah satu cara diantaranya adalah
dengan Tazkiyatun Nafs (menyucikan diri).17
12
Dikhori Afnan, Laku Tasawuf Sebagai Terapi Psikospiritua, JIKE Vol 1, No. 1,
Desember 2017.
13
Muhammad Kurnia Mardhika & Beti Malia Rahma Hidayati, Psychological Well-Being
Pada Santri Ngrowot di PP. Haji Ya’qub Lirboyo kota Kediri, Journal an-Nafs: Vol.4 No.2 Desember 2019.
14
Hayu A’la Aslami, Konsep Tazkiyatun Nafs dalam kitab Ihya ulumuddin karya Imam al-
Ghazali, (Salatiga: IAIN Salatiga, 2016).
15
Nur Syaifudin, Konsep Tazkiyatun Nafs Prespektif al-Ghazali dalam pendidikan Akhlak,
(Lampung: IAIN Metro, 2018).
16
Humaini, Skripsi Tazkiyatun Nafs dalam al-Qur’an dan Implikasi nya dalam
pengembangan pendidikan Islam, (Malang: UIN Malang, 2008).
17
Fahrudin, Tasawuf dengan cara Tazkiyatun Nafsi sebagai jalan mendekatkan diri kepada
Tuhan, Jurnal pendidikan Islam ta’lim Vol.12 No.2, 2014.

9
Jurnal karya M. Rifqi Fadlur Rahamn, Udin Supriadi, Dan Fahrdin. Dengan judul
“Model Pendidikan Tazkiyatun Nafs sebagai upaya membentuk Akhlak Mulia Santri
di Pondok Pesantren Al-Huda Kuningan Jawa Barat”. Jurnal ini membahas tentang
bagaimana serta model-model yang dilakukan di pondok pesantren al-Huda dalam
membentuk karakter Santri yang berakhlak mulia.18

F. Kerangka Teori
Berbagai batasan telah dibuat oleh para ahli tentang kesehatan mental (jiwa). Ada
yang berpendapat bahwa kesehatan mental adalah kemampuan menyesuaikan diri
dalam menghadapi masalah dan kegoncangan-kegoncangan biasa. Juga ada yang
mengatakan bahwa kesehatan mental harus mengandung keserasian fungsi-fungsi
jiwa. Disamping itu ada pula yang berpendapat bahwa sehat mental adalah
kemampuan merasakan kebahagiaan, kekuatan dan kegunaan harga dirinya. Fungsi-
fungsi jiwa seperti pikiran, perasaan, sikap jiwa, padangan dan keyakinan hidup, harus
dapat saling membantu dan bekerja sama satu sama lain, sehingga dapat dikatakan
adanya keharmonisan, yang menjauhkan orang dari perasaan ragu dan bimbang serta
terhindar dari kegelisahan dan pertentangan batin. Keharmonisan antara fungsi jiwa
dan tindakan tegas itu dapat dicapai antara lain dengan keyakinan akan ajaran agama,
keteguhan dalam mengindahkan norma-norma sosial, hukum, moral dan sebagainya. 19
Penelitian ini mengkaji tentang manfaat dari puasa ngrowot yang diamalkan oleh
santri Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy Babakan Ciwaringin Cirebon. Tentu
di setiap amalan atau tirakat yang dilaksanakan oleh santri berbeda tujuan dan
kegunaannya. Juga dalam prakteknya terdapat beberapa bacaan al-Qur’an, Dalam
kasus ini ngrowot menjadi salah satu bentuk tirakat yang digunakan sebagai media
latihan membersihkan jiwa (tazkiyatun nafs). Dalam kasus sehari-hari ada banyak
sekali kelalaian dan perbuatan yang berpotensi menjadi penyakit hati. Sebab itu dalam
penelitian ini nanti akan dikaji sejauh mana peran puasa ngrowot dalam perspektif
kesehatan mental. Karena itulah tazkiyatun nafs berfungsi sebagai pengendali jiwa
orang-orang yang merasakan hal-hal tersebut di atas dengan memberikan bimbingan
dalam hidup karena pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang
mencakup segala unsur-unsur pengalaman, keyakinan, dan lain-lain, yang didapatnya
18
M. Rifqi Fadlur Rahamn, Udin Supriadi, Dan Fahrdin, Model Pendidikan Tazkiyatun Nafs
sebagai upaya membentuk Akhlak Mulia Santri di Pondok Pesantren Al-Huda Kuningan Jawa Barat. Jurnal
Pendidikan Agama Islam Ta’lim, Vol.15 No.1, 2017.
19
Zakiyah Darajat, Islam dan Kesehatan Mental (Jakarta: PT Gunung Agung, 1982), hlm. 9-
11

10
sejak kecil. Dengan demikian, pelaku tirakat puasa ngrowot mampu untuk mengubah
penilaian dan perasaan moral kedalam tindakan moral yang efektif.20
Dalam istilah tasawuf, istilah nafs mempunyai dua arti. Pertama, kekuatan hawa
nafsu amarah, syahwat, dan perut yang terdapat dalam jiwa manusia, dan merupakan
sumber bagi timbulnya akhlak. Kedua, jiwa ruhani yang bersifat lathif, ruhani, dan
rabbani. Nafs dalam pengertian kedua inilahyang merupakan hakikat manusia yang
membedakannya dengan hewan dan makhluk lainnya. Menurut Al-Ghazali jiwa
adalah ibarat raja atau pengemudi yang amat menentukan keselamatan atau
kesengsaraan rakyat atau penumpangnya.21
Nafs merupakan gabungan dari dua makna (polisemi), yaitu sebagai beriukut:
a. Yang menghimpun dua kekuatan amarah dan syahwat dalam diri manusia.
b. Luthf, yaitu hakikat diri dan esensi manusia. Namun nafs ini disifati dengan berbagai
sifat yang berbeda menurut ihwalnya.
Tazkiyah dalam arti yang pertama adalah membersihkan dan mensucikan diri dari
sifat-sifat tercela, sedangkan arti yang kedua, berarti menumbuhkan dan memperbaiki
jiwa dengan sifat-sifat terpuji. Dengan demikian tazkiyatun nafs tidak saja terbatas
pada pembersihan dan penyucian diri, tetapi juga meliputi pembinaan dan
pengembangan diri. Sedangkan menurut istilah membersihkan jiwa dari kemusyrikan
dan cabang-cabangnya, merealisasikan kesuciannya dengan tauhid dan cabang-
cabangnya, dan menjadikan nama-nama Allah sebaik akhlaknya, disamping ubudiyah
yang sempurna kepada Allah dengan membebaskan diri dari pengakuan rububiyah. 22
Menurut al-Ghazali sendiri, dalam kitabnya mengartikan tazkiyatun nafs
penyucian jiwa) dengan istilah thaharatun nafs dan imaratun nafs. Thaharatun nafs
berarti pembersihan diri dari sifat-sifat tercela dan imaratun nafs dalam arti
memakmurkan jiwa (pengembangan jiwa) dengan sifat-sifat terpuji. Kalau orang
sudah sampai melakukan proses tersebut, dapatlah ia sampai pada tingkatan jiwa
muthmainnah dan bebaslah ia dari pengaruh hawa nafsu.23
Dengan demikian, tazkiyatun nafs tidak saja mengandung arti mensucikan jiwa,
tetapi juga mendorongnya untuk tumbuh subur dan terbuka terhadap karunia Allah.
Terjemahan yang lebih baik dalam hal ini adalah merawat jiwa.24
20
Suyadi dan Mawi Khusni Albar, Budaya Ngrowot dalam Kajian Neurosains di Pondok
Pesantren Luqmaniyah Yogyakarta,Jurnal Kajian Islam dan Budaya, Vol 16, No.1, Mei 2018
21
M. Solihin, Kamus Tasawuf, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 153-154
22
M. Solihin, Kamus Tasawuf, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2002), hlm. 232-233
23
Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, juz 8, (Mesir, Maktabat Al-Qahirat), hlm. 17
24
William C. Chittick, Sufism: A short Introduction, diterjemahkan Zaimul, Tasawuf di Mata Kaum
Sufi, (Bandung, Mizan, 2002), hlm. 84-85

11
12

Anda mungkin juga menyukai