Anda di halaman 1dari 3

Pemikiran Gilbert Ryle Mengenai Filsafat Bahasa

dan Category Mistake


Gilbert Ryle merupakan seorang filsuf, yang berasal dari Inggris. Ia dilahirkan di Brighten,
Sussex, Inggris pada 19 Agustus 1900. Gilbert Ryle merupakan salah satu pemuka filsafat
bahasa, yang pemikirannya ini menjadi pengaruh besar untuk para pemikir sesudahnya.
Gilbert Ryle juga, menggunakan pendekatan teori Ludwig Wittgenstein dalam
mengembangkan pemikirannya di ranah filsafat. Ia belajar filsafat dan juga filogi klasik di
Oxford pada 1945, Ia pun menjadi profesor di sana. Di tahun 1947, Ia menjadi pemimpin di
majalah mind, menggantikan George Moore (Tanney, 2008).
Pemikiran filosofisnya menggabungkan prinsip atomisme logis dengan filsafat bahasa biasa
melalui analisis bahasa. Walaupun unsur-unsur logika bahasa akan mempengaruhi
pemikirannya, Gilbert Ryle tidak menetapkan struktur logika bahasa dalam filosofinya,
namun ia memperhatikan dan menganalisa penggunaan bahasa sehari-hari sesuai dengan
kaidah-kaidah logika, sehingga dapat dipahami bahwa akan sering ditemukan penggunaan
bahasa sehari-hari yang menyalahi prinsip logika. Dalam teorinya dibedakan antara
penggunaan dari bahasa biasa (the use of ordinary language), penggunaan bahasa yang biasa
(the ordinary linguistic usage), penggunaan bahasa biasa (the use of ordinary language),
dengan penggunaan bahasa yang didasarkan atsa ungkapan (the ordinary use of the
expression). Melalui pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa tujuan analisis
bahasa adalah untuk memperoleh kejelasan yang cukup dalam penggunaan bahasa baku.
Dengan kata lain, Ryle berharap dapat melakukan analisis teknis bahasa dengan
membandingkan bahasa dengan bahasa biasa. Proses menganalisa ekspresi dalam filsafat
bahasa biasa harus memperhatikan kaidah yang ada saat menggunakan ekspresi. Saat
menggunakan aturan logika, perlu memperhatikan aturan logika. Penggunaan ekspresi bisa
legal atau ilegal secara logis (harus sesuai dengan hukum logika).
Pokok-pokok pemikiran filosofi bahasa Gilbert Ryle ini, kemudian tercantum dalam buku-
buku yang sudah ia publikasikan. Yang pertama, adalah buku berjudul “The Concept of
Mind”. Buku ini membahas dan mempelajari konsep-konsep yang berkaitan dengan
kehidupan mental, seperti perasaan, persepsi, fantasi, ingatan, pemahaman, kemauan,
motivasi, dan sebagainya. Ryle menganalisis kata-kata ini dengan cara terperinci dan
mendalam, sebab ia meyakini bahwa dengan demikian banyak salah paham yang timbul
dalam filsafat dapat diminimalisirkan. Hilal (2019), memaparkan, buku The Concept of Mind
memiliki dua aspek: aspek negatif dan aspek positif. Dua pendekatan ini diarahkan untuk satu
tujuan, yaitu menyerang gambar pikiran manusia dan hubungannya dengan tubuh
manusia. Gambar ini disebut oleh Gilbert Ryle dengan banyak sebutan: the Official
Doctrine (Ajaran Resmi), the Cartesian Model (Model Cartesian), Decartes’ Myth (Mitos
Descartes), the Ghost in the Machine (Hantu dalam Mesin), the Para-Mechanical
Hypothesis (Hipotesis Paramekanis). Aspek serangan negatif dalam buku ini berusaha
menunjukkan bahwa gambar itu tidak koheren, sedangkan aspek positif-konstruktif dari
buku ini menganalisis peristiwa-peristiwa mental dengan pendekatan Filsafat Bahasa
Biasa.
Secara keseluruhan, hal penting yang disampaikan oleh Ryle adalah, ikiran manusia menurut
Ryle juga bekerja dengan cara yang sama.Ketika seseorang merasa lapar, kondisi mental,
hasrat dan tindakan-tindakan di tubuhnya (seperti bunyi atau rasa keroncongan di
perut) mendorong inisiatif untuk menggerakkan tangan dan mencomot makanan ke
mulutnya. Pikiran, dengan demikian, pasti dikendalikan oleh hukum-hukum yang
deterministik. Oleh karena pikiran itu nonmaterial—tidak terdiri dari energi padat, cair
ataupun elektrik—maka hukum-hukum yang mengaturnya, meski deterministik, adalah
nonmaterial juga. Inilah sebabnya Ryle menyebut ajaran ini sebagai ‘paramekanis’, artinya
ajaran itu dianggap analog dengan hukum mekanis yang mengatur dan mengendalikan
tindakan dari entitas-entitas fisik. Analogi semacam ini, bagi Gilbert Ryle, adalah absurd
dan terjebak dalam ‘kegalatan kategori’—menerapkan konsep mengenai hukum mekanis ke
dalam wilayah yang tidak terkait sama sekali.
Pemikiran lain yang diungkapkan oleh Ryle adalah category mistake, kekeliruan dalam
memaknai kategori. Mereka yang mengadakan kekeliruan ini akan melukiskan fakta-fakta
yang termaksud kategori satu dengan menggunakan ciri-ciri logis yang menandai kategori
lain. Hal ini tentu memiliki arti dan tujuan yang berbeda dengan pengertian yang
sesungguhnya (Watu, 2019). Contohnya, seorang mahasiswa mengunjungi perpustakaan UIN
Bandung. Setelah sampai di perpustakaan, ia melihat koleksi buku di salah satu lemari
perpustakaan, yang berisi buku-buku: Kebudayaan, kebahasaan, struktur bahasa, grammar
and structure. Kemudian ia bertanya: “Bu, saya ingin mengetahui tentang salah satu buku
yang membicarakan tentang ilmu sastra.” Perkataan ini jelas merupakan category mistake,
sebab jenis buku yang membahas tentang ilmu sastra adalah buku yang baru saja dilihat oleh
mahasiswa tersebut, sebab mengandung ilmu-ilmu sastra seperti ilmu budaya, ilmu bahasa,
ilmu tentang struktur bahasa dan kalimat, dan sebagainya. Tujuan yang ingin dicapai tetapi
menggunakan logika yang salah tentu tidak akan mencapai tujuan aslinya. Terlepas dari
apakah itu mengandung makna yang salah, Anda perlu mempertimbangkan kembali ekspresi
kata yang ingin disampaikan.
Melalui category mistake, Ryle telah membantu pembaca dengan memperlihatkan kekeliruan
pandangan Descartes tentang manusia yang dualistik. Menurut Descartes, manusia terdiri dari
dua substansi, yaitu roh dan materi. Keduanya berlainan satu sama lain. Inilah “category
mistake” kata Ryle. Sebab sangatlah aneh dua substansi berlawanan, yang memiliki
perbedaan kategori bisa harmonis bersatu dalam satu wadah. Pandangan dualisme Descartes
tentang manusia ini oleh Ryle disebutnya sebagai “suatu hantu dalam sebuah mesin”.
Gilbert Ryle juga mengungkapkan tentang the ordinary language (Bahasa biasa).
Penggunaan bahasa biasa bagi Ryle adalah penekanan terhadap penggunaan yang biasa dari
bahasa atau penggunaan bahasa yang baku, yang standar dan bukannya pengunaan bahasa
yang dipakai dalam komunikasi sehari-hari. Untuk lebih memahami penggunaan bahasa biasa
dalam meyelesaikan masalah filsafat, Ryle membedakan pelbagai jenis kata. Misalnya,
menurut dia perlu dibedakan kata-kata yang menunjukan kepada suatu disposisi (sifat,
kebiasaan) dengan kata-kata yang menunjuk kepada suatu pengertian peristiwa. Ungkapan
seperti “ia mengerti bahasa Indonesia” (pernyataan disposisi) dengan “ia mendengarkan
siaran berita bahasa Indonesia” (pernyataan yang menunjukkan peristiwa). Dalam contoh ini
konteks menyeluruh tentu akan mengizinkan untuk memastikan arti mana yang dimaksudkan.

Sumber :
Hilal, M. 2019. Filsafat Bahasa Biasa Gilbert Ryle dan Relevansinya dengan Konsep
Pendidikan Karakter di Indonesia. Jurnal Filsafat, 29(2), 206-227.
Tanney, J. 2008. Gilbert ryle. Stanford Encyclopedia of Philosophy.
Watu, Gregorius. 2019. Kekeliruan Kategori Bahasa dalam Komunikasi Menurut Gilbert
Ryle. LSF Discourse

Anda mungkin juga menyukai